PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
Dari makalah ini diharapkan mahasiswa dan pembaca dapat memahami
pengertian dan asuhan keperawatan dari Demam Tifoid. Dan dapat mencegah
terjadinya penyakit tersebut. Mengetahui tanda dan gejala sehingga kita sebagai
perawat mampu bertindak sesuai dengan suhan keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 TINJAUAN TEORITIS MEDIS
2.1.1 Definisi
Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
Salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella (Smeltzer & Bare, 2002). Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus
halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella Thypi (Mansjoer, A, 2009).
Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A, B, C. Sinonim dari penyakit
ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis (Sudoyo, A.W., & B. Setiyohadi,
2006). Tifoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, tifoid disebut juga
paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (Seoparman,
2007).
Tifoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala
sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C.
penularan terjadi secara fecal, oral melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi (Mansjoer, A, 2009).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa demam tifoid
adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A,
B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
2.1.2 Etiologi
Penyebab dari demam thypoid yaitu :
1.96 % disebabkan oleh Salmonella Typhi, basil gram negative yang bergerak
dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekuran-kurangnya 3 macam
antigen, yaitu :
a. Antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipolisakarida)
b. Antigen (flagella)
c. Antigen VI dan protein membran hialin
d. Salmonella paratyphi A
e. Salmonella paratyphi B
f. Salmonella paratyphi C
g. Feces dan urin yang terkontaminasi dari penderita typus (Wong ,2003).
Kuman salmonella typosa dapat tumbuh di semua media pH 7,2 dan
suhu 370C dan mati pada suhu 54,40C (Simanjuntak, C. H, 2009).
2.1.3 Patofisiologi
Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang
tercemar oleh Salmonella (biasanya >10.000 basil kuman). Sebagian kuman dapat
dimusnahkan oleh asam HCL lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus.
Jika respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka basil
Salmonella akan menembus sel-sel epitel (sel M) dan selanjutnya menuju lamina
propia dan berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan
kelejar getah bening mesenterika.
Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika
mengalami hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui
ductus thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotalial tubuh,
terutama hati, sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portar dari usus.
Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit, zat plasma, dan
sel mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa
(splenomegali). Di organ ini, kuman S. Thypi berkembang biak dan masuk
sirkulasi darah lagi, sehingga mengakibatkan bakterimia kedua yang disertai tanda
dan gejala infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,
instabilitas vaskuler, dan gangguan mental koagulasi).
Pendarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar
plak peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini
dapat berlangsung hinga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan perforasi
usus. Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat
mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler,
pernapasan, dan gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama timbulnya
penyakit, terjadi jyperplasia (pembesaran sel-sel) plak peyeri. Disusul kemudian,
terjadi nekrosis pada minggu kedua dan ulserasi plak peyeri pada minggu ketiga.
Selanjutnya, dalam minggu ke empat akan terjadi proses penyembuhan ulkus
dengan meninggalkan sikatriks (jaringan parut).
3. Gangguan keasadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam
yaitu apatis sampai samnolen. Jarang stupor, koma atau gelisah.
Disamping gejala–gejala yang biasanya ditemukan tersebut, mungkin pula
ditemukan gejala lain. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan bintik
– bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit.Biasanya dtemukan
alam minggu pertama demam kadang – kadang ditemukan bradikardia pada anak
besar dan mungkin pula ditemukan epistaksis.
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
urin/feses dari penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier. Empat F
(Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu,
buah dan sayuran yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat
terjadi penularan penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang sedang
berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi) yang
andal (Sudoyo, A.W., & B. Setiyohadi. 2006). Masa inkubasi demam tifoid
berlangsung selama 7-14 hari (bervariasiantara 3-60 hari) bergantung jumlah dan
strain kuman yang tertelan. Selamamasa inkubasi penderita tetap dalam keadaan
asimtomatis (soegijanto,S, 2002).
2.1.7 Komplikasi
1. Komplikasi intestinal : perdarahan usus, perforasi usus dan ileus paralitik.
2. Komplikasi ekstra intestinal :
Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis ),
miokarditis, thrombosis dan thromboplebitis.
Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopeni dan atau
“adisseminated intravascular coagulation” ( DIC) dan sindromuremia
hemolitik.
Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
Hepar dan kandung empedu : hepatitis dan kolesistitis.
Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pieloneftritis.
Komplikasi Neuropsikiatrik : delirium, meningitis, polyneuritis perifer,
psikosis.
2.1.8 Pencegahan
Pencegahan dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan perjalanan
penyakit, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan
primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari
strain Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin
tifoid, yaitu :
1. Vaksin oral Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum
selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini
kontraindiksi pada wanita hamil, ibu menyusui, demam, sedang
mengkonsumsi antibiotik. Lama proteksi 5 tahun.
2. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni,
K vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol
preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 – 12 tahun 0,25 ml dan
anak 1 – 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu.
Efek samping adalah demam, nyeri kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada
tempat suntikan. Kontraindikasi demam,hamil dan riwayat demam pada
pemberian pertama.
3. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin
diberikan secara intramuscular dan booster setiap 3 tahun. Kontraindikasi
pada hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam dan anak umur 2
tahun.
Indikasi vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi daerah endemik, orang
yang terpapar dengan penderita karier tifoid dan petugas
laboratorium/mikrobiologi kesehatan.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa penyakit
secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Untuk
mendiagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Ada 3
metode untuk mendiagnosis penyakit demam tifoid, yaitu :
- Diagnosis klinik.
- Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman.
- Diagnosis serologik.
Pencegahan sekunder dapat berupa :
Penemuan penderita maupun carrier secara dini melalui penigkatan usaha
surveilans demam tifoid.
Perawatan umum dan nutrisi yang cukup
Pemberian anti mikroba (antibiotik) Anti mikroba (antibiotik) segera
diberikan bila diagnosa telah dibuat. pada wanita hamil, terutama pada
trimester III karena dapat menyebabkan partus prematur, serta janin mati
dalam kandungan. Oleh karena itu obat yang paling aman diberikan pada
wanita hamil adalah ampisilin atau amoksilin.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi
keparahan akibat komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari penyakit
demam tifoid sebaiknya tetap menerapkan pola hidup sehat, sehingga imunitas
tubuh tetap terjaga dan dapat terhindar dari infeksi ulang demam tifoid. Pada
penderita demam tifoid yang carier perlu dilakukan pemerikasaan laboratorium
pasca penyembuhan untuk mengetahui kuman masih ada atau tidak.
2.2 TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN
2.2.1 Pengkajian
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman
yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi
kuman salmonella. Secara garis besar gejala yang timbul dapat
dikelompokan dalam demam satu minggu atau lebih, gangguan saluran
pencernaan dan gangguan kesadaran.
4.2 Saran
Agar kita tidak terkena atau tertular penyakit demam tifoid, sebaiknya kita
harus membiasakan diri untuk hidup sehat, saat mengkonsumsi makanan
maupun minuman dan biasakan pula untuk mencuci tangan sebelum
makan. Agar kuman salmonella tidak ikut tertelan masuk ke dalam system
pencernaan kita bersama makanan yang telah terkontaminasi.
DAFTAR PUSTAKA
Adriana. 2011. Asuhan Keperawatan Demam Thypoid.
http://adriananers.blogspot.com/2011/12/asuhan-keperawatan-demam-
thypoid.html . diakses pada tanggal 24 Februari 2013 pada pukul 20.53
WIB
Carolus, P.K Sint. 1994. Demam Tifoid. Jakarta: Salemba.
Nn. 2011. Asuhan Keperawatann Klien dengan Demam Typoid.
http://d3keperawatanperintis.blogspot.com/2011/01/asuhan-keperawatan-
klien-dengan-demam.html . Diakses tanggal 26 Februari 2013 pada pukul
09.54 WIB
Pasunda, Elvin. 2013. Askep Demam Thypoid (Tipus). http://elvin-
pasunda.blogspot.com/2013/02/askep-demam-thypoid-tipus.html . diakses
pada tanggal 24 Februari 2013 pada pukul 20.57 WIB
Ramdhani, Rizky. 2009. Hubungan Beberapa Faktor Kondisi Sanitasi
Lingkungan Rumah dan Perilaku Kesehatan dengan Kejadian Demam
Typhoid di Tanjungpandan Bengkulu. http://eprints.undip.ac.id/31133/ .
diakses pada tanggal 25 Februari 2013 pada pukul 06.32
Susanti, Ilma Karsi. 2012. Askep Demam Tifoid.
http://achy27askepners.wordpress.com/2012/12/14/askep-demam-tifoid/ .
Diakses tanggal 24 Februari 2013 Pukul 20.43 WIB
Tambayong, dr. Jan. 2000. Patofisologi Untik Keperawatan. Jakarta: EGC