PROGRAM KERJA
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RUMAH SAKIT
RSUD RAJA TOMBOLOTUTU TINOMBO TAHUN 2018
I. PENDAHULUAN
Program pencegahan dan pengendalian infeksi Rumah Sakit (PPIRS) sangat penting
untuk di laksanakan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, sebagai tempat
pelayanan kesehatan disamping sebagai tolak ukur mutu pelayanan yang berfokus pada
keselamatan untuk melindungi pasien, petugas juga pengunjung dan keluarga dari resiko
tertularnya infeksi karena di rawat, bertugas atau berkunjung ke suatu rumah sakit atau
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Rumah sakit sebagai salah satu sarana yang
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting
dalam meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat.oleh karena itu rumah sakit di tuntut
untuk dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah di
tentukan.
Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainya perlu di terapkan program pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI),
yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pendidikan dan
pelatihan, serta monitoring dan evaluasi. Hal ini penting sebagai bagian dari resiko terhadap
muncul dan berkembangnya berbagai penyakit dan infeksi baru (new emerging,emerging
desease, dan re emerging disease), wabah atau kejadian luar biasa (KLB). Penyakit infeksi
yang sulit di perkirakan datangnya perlu di waspadai dengan peningkatan upaya pencegahan
serta pengendaliannya. Infeksi nosokomial atau infeksi rumah sakit yang terjadi dapat di
kendalikan ataupun di cegah dengan implementasi langkah langkah yang sesuai dengan
prosedur yang berlaku.
Infeksi rumah sakit/ nosokomial atau yang sekarang disebut Healthcare
Associated Infections (HAIs) adalah infeksi yang terjadi selama proses perawatan dirumah
sakit atau difasilitas pelayanan kesehatan lainnya, saat masuk pasien tidak ada infeksi atau
tidak dalam masa inkubasi, infeksi didapat di rumah sakit tapi muncul setelah pulang. Juga
infeksi pada petugas kesehatan yang terjadi karena pekerjaan (Kem.Kes. RI 2007).
Masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan pengunjung di
rumah sakit dihadapkan pada resiko terjadinya infeksi yang di peroleh di rumah sakit, baik
karena perawatan, bertugas atau datang berkunjung ke rumah sakit. Angka infeksi
nosokomial terus meningkat mencapai sekitar 9 % (variasi 3- 21 %) atau lebih dari 1,4 juta
pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia (al varado,2000). Hasil survei point
prevelensi 11 rumah sakit di DKI Jakarta yang di lakukan oleh Perdalin Jaya dan Rumah
Sakit Penyakit Infeksi Prof . Dr Sulianti Saroso Jakarta pada tahun 2003 di dapatkan angka
infeksi nosokomial untuk ILO 18,9 % ISK 15,1 %, IADP 26,4 %, serta infeksi lain 32,1%.
Kementerian Kesehatan RI telah menerbitkan pedoman standar pelayanan minimal
Rumah Sakit mencakup berbagai sasaran termasuk dalam bidang PPIRS untuk mendukung
peningkatan mutu pelayanan di Rumah Sakit. Disamping itu juga kementrian kesehatan
telah menyusun dan menerbitkan pedoman managerial pencegahan dan pengendalian infeksi
di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainya serta pedoman tata laksana
pencegahan dan pengendalian infeksi, pada tahun 2007 yang di perbaharui tahun 2009,
pedoman ini merupakan salah satu faktor sangat penting bagi Rumah Sakit untuk
mendapatkan dukungan manajerial serta menggalang komitmen dari seluruh civitas
hospitalia.
Infeksi rumah sakit/ nosokomial atau HAIs adalah infeksi yang di dapat atau timbul pada
waktu pasien di rawat rumah sakit ( CDC 2007, WHO 2009, DEPKES 2007 ).
Suatu infeksi di katakan di dapat di rumah sakit bila :
1. Pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda/gejala atau tidak dalam masa inkubasi
infeksi tersebut.
2. Infeksi terjadi 2 x 24 jam setelah pasien di rawat .
3. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi di sebabkan oleh mikro organisme yang berbeda
dari mikro organisme pada saat masuk rumah sakit atau mikro organisme penyebab
sama tetapi lokasi infeksi berbeda (Kusnanto 1997; Depkes 2003 ).
Kejadian HAIs akan memberikan dampak sangat luas baik bagi rumah sakit maupun
pasien, masyarakat pengguna jasa rumah sakit. Adapun dampak dari HAIs dapat
menyebabkan peningkatan angka kesakitan dan angka kematian pasien,
Selain itu dapat menyebabkan kerugian lain seperti :
Perpanjangan hari rawat (LOS meningkat)
Biaya perawatan dan pengobatan bertambah
Mutu pelayanan menurun
Citra rumah sakit menurun dan Kesempatan merawat penderita lain berkurang
Produktifitas dan pendapatan Rumah Sakit maupun pasien menurun.
Rasa tidak aman, tidak nyaman bagi pasien
Resiko cacat fisik, mental dan sosial ekonomi.
Dapat berakibat tuntutan hukum.
Disamping rumah sakit ikut berperan dalam hal terjadinya infeksi nosokomial, faktor
faktor individu pasien banyak menentukan timbul atau tidaknya infeksi tersebut beberapa
penyakit dan kondisi medis tertentu yang di alami pasien merupakan faktor predisposisi
infeksi nosokomial, infeksi nosokomial yang mikrobanya berasal dari pasien sendiri
(endogen) merupakan infeksi yang secara potensial tidak memungkinkan untuk dilaksanakan
pencegahan yang memadai.
Fakta yang ada dirumah sakit menunjukan bahwa:
Penderita yang di rawat dengan penyakit kronis dapat mengalami lebih dari satu jenis
infeksi nosokomial;
Jenis infeksi nosokomial dan penyebabnya antara satu rumah sakit dengan rumah
sakit lain mempunyai kemiripan baik dari segi penyebabnya maupun proses
kejadiannya;
Infeksi nosokomial sering terjadi dan menjadi problem utama rumah sakit Negara
berkembang maupun di Negara maju ;
HAIs dapat terjadi pada setiap unit di rumah sakit, pada umumnya terjadi pada pelayanan
medis dimana pasien ditangani dan mendapat tindakan invasif. Pengendalian infeksi di
Rumah Sakit akan berhasil apabila setiap petugas di rumah sakit sebagai pelaksana sehari-
hari mengetahui dan dapat menjalankan tugas dan kewajiban dengan sebaik-baiknya,
sehingga dapat mencegah dan mengendalikan infeksi ke tingkat yang serendah-rendahnya.
Untuk itu perlu dilakukan kegiatan pencegahan infeksi secara berkesinambungan melalui
pengendalian mutu dari tiap unit kerja yang terkait,yang berpotensi dapat menimbulkan
terjadinya infeksi.
RSUD Raja Tombolotutu Tinombo sebagai rumah sakit tipe D milik Pemerintah
merupakan salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat umum. Berbagai layanan kesehatan diantaranya penyakit dalam, bedah,
kebidanan, anak dan sebagainya, baik pasien rawat inap maupun rawat jalan. Masyarakat
yang menerima pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan pengunjung rumah sakit di
hadapkan pada resiko terjadinya infeksi yang disebut infeksi rumah sakit, oleh karena itu
RSUD Raja Tombolotutu Tinombo dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang
bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan.
Di RSUD Raja Tombolotutu Tinombo pencegahan dan pengendalian infeksi dimulai
tahun 2017, dengan pembentukan Komite Pengendalian Infeksi Nosokomial (Komite PPI).
Dalam rangka menghadapi Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012 dan sesuai dengan kapasitas
Rumah Sakit 110 TT, telah ditunjuk 2 orang perawat berperan sebagai pencegah dan
pengendali infeksi purna waktu (IPCN Purna Waktu) .
Terkait dengan hal itu diperlukanlah kerangka acuan program pencegahan dan
pengendalian infeksi di RSUD Raja Tombolotutu Tinombo tahun 2018 agar semua kegiatan
bisa berjalan dengan optimal.
II. TUJUAN
a. TUJUAN UMUM PROGRAM PPI
Tercapainya kondisi lingkungan Rumah Sakit yang memenuhi persyaratan agar
menjamin pengendalian dan pencegahan infeksi dan membantu proses tata laksana klinis
serta penyembuhan pasien secara efisien sebagai bagian upaya rumah sakit dalam
peningkatan mutu pelayanan yang berfokus pada keselamatan.
b. TUJUAN KHUSUS
1. Memperpendek lama hari perawatan di rumah sakit
2. Memberi peluang bagi pasien baru untuk mendapatkan perawatan
3. Mengurangi biaya perawatan dan pengobatan
4. Meminimalkan angka kejadian infeksi : ISK, ILO, Plebitis.
5. Memberikan rasa aman dan nyaman bagi pasien dan petugas Rumah Sakit
6. Mengurangi terjadinya resiko cacat fisik
7. Mencegah resiko infeksi kepada petugas yang memberikan pelayanan kesehatan
kepada pasien dan memberikan rasa aman.
8. Mencegah terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) di rumah sakit.
9. Meningkatkan patient safety, kenyamanan dan kepuasan pasien, keluarga dan
masyarakat.
10. Meningkatkan citra rumah sakit.