BIOLOGI KELAUTAN
Disusun oleh :
Sebagian besar wilayah Indonesia adalah lautan, sehingga secara alamiah bangsa
Indonesia merupakan bangsa bahari. Hamparan laut yang luas merupakan suatu potensi
bagi bangsa Indonesia untuk mengembangkan sumberdaya laut yang memiliki
keragaman, baik sumberdaya hayati maupun sumberdaya lainnya. Salah satu dari potensi
tersebut atau sumberdaya hayati yang tak ternilai harganya dari segi ekonomi atau
ekologinya adalah sumberdaya terumbu karang, apabila sumberdaya terumbu karang ini
dikaitkan dengan pengembangan wisata bahari mempunyai andil yang sangat besar.
Karena keberadaan terumbu karang tersebut sangat penting dalam pengembangan
berbagai sektor termasuk sektor pariwisata. Khusus mengenai terumbu karang, Indonesia
dikenal sebagai pusat distribusi terumbu karang untuk seluruh Indo-Pasifik. Indonesia
memiliki areal terumbu karang seluas 60.000 km2 lebih.
Eksistensi Indonesia merupakan salah satu pusat terumbu karang diyakini terus
mengalami degradasi. Tentunya masalah itu, akan semakin meluas jika tidak segera
diambil langkah-langkah untuk melestarikannya. Sebagai salah satu negara kepulauan
terbesar di dunia, Indonesia juga dikenal sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati
laut dunia dengan kekayaan terumbu karangnya. Namun sayangnya, saat ini kekayaan
terumbu karang Indonesia justru terancam rusak akibat berbagai hal, baik karena faktor
alam seperti perubahan iklim maupun akibat ulah manusia sendiri. Indonesia sendiri
memiliki luas total terumbu karang sekitar 85.200 Km2 atau sekitar 18% luas total
terumbu karang dunia dan 65% luas total di coral triangle, yang meliputi Indonesia,
Filipina, Malaysia, Timor Leste, Papua Nugini dan Kepulauan Salomon.
Keberadaan terumbu karang pada 6 negara itu mendapat julukan coral triangle (segi tiga
karang dunia) karena jika ditarik garis batas yang melingkupi wilayah terumbu karang
pada negara-negara tersebut maka akan menyerupai segitiga dengan total luas sekitar
75.000 Km2.
Beberapa kepulauan di Indonesia selama ini diketahui memiliki jenis karang cukup tinggi
seperti Nusa Penida (Bali), Komodo (NTT), Bunaken (Sulut), Kepulauan Derawan
(Kaltim), Kepulauan Wakatobi (Sultra), dan Teluk Cendrawasih (Papua). Namun
sayangnya, lagi-lagi kekayaan keanekaragaman hayati yang dimiliki bangsa Indonesia itu
tidak dapat terpelihara, baik akibat perubahan iklim maupun masalah lokal seperti
ketidaktahuan, bahkan keserakahan dalam mengeksploitasi kekayaan alam demi
mendapat keuntungan tanpa memikirkan kelestarian alam. Maka dari itu, saat ini
sebanyak 22% terumbu karang di wilayah Indonesia Bagian Timur dan Papua Nugini
mengalami rusak. Angka ini lebih kecil dibandingkan kerusakan di wilayah Indonesia
Bagian Barat sebesar 71%.
Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis
tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis filum
Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari
dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya
dibedakan secara asal-usul, Morfologi dan Fisiologi.
Koloni karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut Polip. Dalam bentuk
sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentu.Namun pada
kebanyakan Spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak
individu yang disebut koloni. Hewan ini memiliki bentuk unik dan warna beraneka rupa
serta dapat menghasilkan CaCO3. Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai
spesies tumbuhan laut, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang belum
diketahui.
Terumbu karang secara umum dapat dinisbatkan kepada struktur fisik beserta ekosistem
yang menyertainya yang secara aktif membentuk sedimen kalsium karbonat akibat
aktivitas biologi(biogenik) yang berlangsung di bawah permukaan laut. Bagi ahli
geologi, terumbu karang merupakan struktur batuan sedimen dari kapur (kalsium
karbonat) di dalam laut, atau disebut singkat dengan terumbu. Bagi ahli biologi terumbu
karang merupakan suatu ekosistem yang dibentuk dan didominasi oleh komunitas koral.
Dalam peristilahan ‘terumbu karang’, “karang” yang dimaksud adalah koral, sekelompok
hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama
terumbu. Terumbu adalah batuan sedimen kapur di laut, yang juga meliputi karang hidup
dan karang mati yang menempel pada batuan kapur tersebut. Sedimentasi kapur di
terumbu dapat berasal dari karang maupun dari alga. Secara fisik terumbu karang adalah
terumbu yang terbentuk dari kapur yang dihasilkan oleh karang Di Indonesia semua
terumbu berasal dari kapur yang sebagian besar dihasilkan koral Kerangka karang
mengalami erosi dan terakumulasi menempel di dasar terumbu.
Di Indonesia dan Indo Pasifik terumbu karang merupakan salah satu komponen utama
sumber daya pesisir dan laut, disamping hutan bakau atau hutan mangrove dan padang
lamun. Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada didalamnya merupakan salah
satu kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya.
Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari
60.000 km2, yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan
Timur Indonesia. Contohnya adalah ekosistem terumbu karang di perairan Maluku dan
Nusa Tenggara. Indonesia merupakan tempat bagi sekitar 1/8 dari terumbu karang Dunia
dan merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman biota perairan dibanding dengan
negara-negara Asia Tenggara lainnya
Bentangan terumbu karang yang terbesar dan terkaya dalam hal jumlah spesies karang,
ikan, dan moluska terdapat pada regional Indo-Pasifik yang terbentang mulai dari
Indonesia sampai ke Polinesia dan Australia lalu ke bagian barat yaitu Samudera Pasifik
sampai Afrika Timur.
Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang masih terkena
cahaya matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut. Beberapa tipe terumbu
karang dapat hidup jauh di dalam laut dan tidak memerlukan cahaya, namun terumbu
karang tersebut tidak bersimbiosis dengan zooxanhellae dan tidak membentuk karang.
Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis, sangat sensitif
terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi,
Eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami (pristine). Demikian halnya dengan
perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan global yang melanda perairan tropis di
tahun 1998 telah menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) yang diikuti dengan
kematian massal mencapai 90-95%. Selama peristiwa pemutihan tersebut, rata-rata suhu
permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3 °C di atas suhu normal.
Untuk dapat bertumbuh dan berkembang biak secara baik, terumbu karang
membutuhkan kondisi lingkungan hidup yang optimal, yaitu pada suhu hangat sekitar di
atas 20OC. Terumbu karang juga memilih hidup pada lingkungan perairan yang jernih
dan tidak berpolusi.Hal ini dapat berpengaruh pada penetrasi cahaya oleh terumbu
karang.
Karang hermatifik adalah karang yang dapat membentuk bangunan karang yang
dikenal menghasilkan terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan di daerah tropis.
Karang hermatipik bersimbiosis mutualisme dengan zooxanthellae, yaitu sejenis algae
uniseluler (Dinoflagellata unisuler), seperti Gymnodinium microadriatum, yang
terdapat di jaringan-jaringan polip binatang karang dan melaksanakan Fotosintesis.
Dalam simbiosis, zooxanthellae menghasilkan oksigen dan senyawa organik melalui
fotosintesis yang akan dimanfaatkan oleh karang, sedangkan karang menghasilkan
komponen inorganik berupa nitrat, fosfat dan karbon dioksida untuk keperluan hidup
zooxanthellae Hasil samping dari aktivitas ini adalah endapan kalsium karbonat yang
struktur dan bentuk bangunannya khas. Ciri ini akhirnya digunakan untuk
menentukan jenis atau spesies binatang karang.
Karang hermatipik mempunyai sifat yang unik yaitu perpaduan antara sifat hewan dan
tumbuhan sehingga arah pertumbuhannya selalu bersifat Fototropik positif. Umumnya
jenis karang ini hidup di perairan pantai /laut yang cukup dangkal dimana penetrasi
cahaya matahari masih sampai ke dasar perairan tersebut. Disamping itu untuk hidup
binatang karang membutuhkan suhu air yang hangat berkisar antara 25-32 °C.
2. Karang Ahermatipi
Karang ahermatipik tidak menghasilkan terumbu dan ini merupakan kelompok yang
tersebar luas diseluruh dunia.
Endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3), yang
utamanyaa dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain, seperti alga berkapur,
yang mensekresi kapur, seperti alga berkapur dan Mollusca. Konstruksi batu kapur
biogenis yang menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir. Dalam dunia navigasi
laut, terumbu adalah punggungan laut yang terbentuk oleh batuan kapur (termasuk
karang yang masuh hidup)di laut dangkal.
2. Karang (koral)
Disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo Scleractinia, yang
mampu mensekresi CaCO3. Karang batu termasuk ke dalam Kelas Anthozoa yaitu
anggota Filum Coelenteratayang hanya mempunyai stadium polip. Dalam proses
pembentukan terumbu karang maka karang batu (Scleratina) merupakan penyusun
yang paling penting atau hewan karang pembangun terumbu. Karang adalah hewan
klonal yang tersusun atas puluhan atau jutaan individu yang disebut polip. Contoh
makhluk klonal adalah tebu atau bambu yang terdiri atas banyak ruas.
3. Karang terumbu
Pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik
(hermatypic coral) atau karang yang menghasilkan kapur. Karang terumbu berbeda
dari karang lunak yang tidak menghasilkan kapur, berbeda dengan batu karang (rock)
yang merupakan batu cadas atau batuan vulkanik.
4. Terumbu karang
Ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur
(CaCO3) khususnya jenis¬-jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama
dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenis¬-jenis moluska, Krustasea,
Echinodermata, Polikhaeta, Porifera, dan Tunikata serta biota-biota lain yang hidup
bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenisPlankton dan jenis-jenis nekton.
Berdasarkan letak
1. Terumbu karang tepi
Terumbu karang tepi atau karang penerus atau fringing reefs adalah jenis terumbu
karang paling sederhana dan paling banyak ditemui di pinggir pantai yang terletak di
daerah tropis. Terumbu karang tepi berkembang di mayoritas pesisir pantai dari
pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan
pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses
perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya
bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai
yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal.
Contoh: Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).
Secara umum, terumbu karang penghalang atau barrier reefs menyerupai terumbu
karang tepi, hanya saja jenis ini hidup lebih jauh dari pinggir pantai. Terumbu karang
ini terletak sekitar 0.5¬2 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan
berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah
perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang
tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau
karang yang terputus-putus. Contoh: Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau),
Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).
Terumbu karang cincin atau attols merupakan terumbu karang yang berbentuk cincin
dan berukuran sangat besar menyerupai pulau. Atol banyak ditemukan pada daerah
tropis di Samudra Atlantik. Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi
batas dari pulau¬pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan
dengan daratan.
4. Terumbu karang datar
Terumbu karang datar atau gosong terumbu (patch reefs), kadang-kadang disebut juga
sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke
permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar.
Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan
kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan
Ujung Batu (Aceh).
Berdasarkan zonasi
1. Terumbu yang menghadap angin
Terumbu yang menghadap angin (dalam bahasa Inggris: Windward reef) Windward
merupakan sisi yang menghadap arah datangnya angin. Zona ini diawali oleh lereng
terumbu yang menghadap ke arah laut lepas. Di lereng terumbu, kehidupan karang
melimpah pada kedalaman sekitar 50 meter dan umumnya didominasi oleh karang
lunak. Namun, pada kedalaman sekitar 15 meter sering terdapat teras terumbu yang
memiliki kelimpahan karang keras yang cukup tinggi dan karang tumbuh dengan
subur.
Mengarah ke dataran pulau atau gosong terumbu, di bagian atas teras terumbu
terdapat penutupan alga koralin yang cukup luas di punggungan bukit terumbu tempat
pengaruh gelombang yang kuat. Daerah ini disebut sebagai pematang alga. Akhirnya
zona windward diakhiri oleh rataan terumbu yang sangat dangkal.
Terumbu karang bagi kehidupan manusia sangatlah berarti. Banyak potensi-potensi yang
dihasilkan oleh terumbu karang bagi kehidupan laut maupun manusia. Berikut
merupakan fungsi-fungsi dari terumbu karang :
Sumber obat-obatan
Pada terumbu karang banyak terdapat bahan-bahan kimia yang diperkirakan bisa
menjadi obatbagi manusia. Saat ini banyak penelitian mengenai bahan-bahan
kimia tersebut untuk dipergunakan untuk mengobati berbagai manusia.
Objek wisata
Terumbu karang yang bagus akan menarik minat wisatawan sehingga meyediakan
alternatif pendapatan bagi masyarakat sekitar. Diperkirakan sekitra 20 juta
penyelam, menyelam dan menikmati terumbu karang per tahun.
Daerah Penelitian
Penelitian akan menghasilkan informasi penting dan akurat sebagai dasar
pengelolaan yang lebih baik. Selain itu, masih banyak jenis ikan dan organisme
laut serta zat-zat yang terdapat di kawasan terumbu karang yang belum pernah
diketahui manusia sehingga perlu penelitian yang lebih intensif untuk mengetahui
‘misteri’ laut tersebut.
Pasal 33 ayat 3 ini merupakan landasarn yuridis dan sekaligus merupakan arah bagi
pengaturan terhadap hal yang berkaitan dengan sumberdaya terumbu karang. Selain itu
salah satu tujuan dari Strategi Konservasi Dunia 1980 adalah menetapkan terumbu
karang sebagai sistem ekologi dan penyangga kehidupan yang penting untuk
kelangsungan hidup manusia dan pembangunan berkelanjutan. Karena itu, terumbu
karang di sebagai salah satu sumberdaya alam yang ada di Indonesia, pengelolaannya
harus di dasarkan pada peraturan – peraturan, di antaranya :
Terumbu karang merupakan sekumpulan hewan karang yang saling bersimbiosis dengan
sejenis tumbuhan alga. Kumpulan karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut
polip, polip ini kemudian berkembang hingga jutaan dan terbentuklah struktur dasar dari
terumbu karang. Di perairan indonesia yang notabene merupakan perairan tropis, karang
dapat tumbuh subur karena suhu perairannya berkisar antara 21 – 29 derajat celcius,
sementara bila di perairan yang suhunya lebih rendah pertumbuhan karang akan lebih
lambat. Selain di perairan tropis, karang pun dapat tumbuh subur di perairan subtropis
contohnya di jepang selatan dan florida amerika. Sebagai negara maritim, indonesia
memiliki kekayaan biota laut yang sangat beragam. salah satu kekayaan biota laut yang
terdapat di indonesia adalah terumbu karang. Bahkan indonesia merupakan negara yang
memiliki terumbu karang terkaya di dunia. Sekitar 85.200 km2 atau 18% dari seluruh
terumbu karang di dunia yang jumlahnya 284.300 km2 berada di hamparan dalam
samudra di indonesia. Negara kita ini memiliki 93 ribu km2 wilayah perairan yang di
dalamnya terdapat 4000 jenis hewan laut (ikan dan udang-udangan), 600 jenis batu
karang,dan 2500 jenis moluska.
Kita sebagai warga negara indonesia patut berbangga karena indonesia juga termasuk
wilayah Coral triangel atau segitiga karang dunia yang menjadi pusat ekosistem
keragaman laut di dunia. Raja ampat, papua barat merupakan kawasan penyumbang
terumbu karang terbesar di indonesia dan sekaligus menjadi kepulawan dengan jenis
terumbu karang terbanyak di dunia, yang memiliki hampir 500 lebih jenis karang dan
100 spesies ikan laut. Selain itu masih ada wilayah yang memiliki jenis terumbu karang
yang banyak antara lain, Kepulawan derawan, kalimantan timur; Kep.wakatobi, Sultra;
nusa penida,bali; yang masing-masing memiliki kekayaan terumbu karang yang tidak
kalah bagus.
Karenanya seluruh elemen harus menyadari bahwa menjaga kelestarian sumber daya
kelautan berarti merupakan suatu upaya penting dalam menjamin produktivitas sumber
daya perikanan. Sekali lagi harus disadari, manfaat terumbu karang bagi manusia amat
menakjubkan. Selain merupakan aset wisata bahari, juga berfungsi benteng alami pantai
dari gempuran ombak, bahkan sumber makanan dan obat-obatan. Tak heran, jika ratusan
juta orang hidupnya sangat bergantung pada terumbu karang di coral triangle.
Di Indonesia saja, nilai ekonomis terumbu karang tak bergeser dari angka US$1,6 miliar
per tahun. Memang, angka ini masih rendah ketimbang nilai ekonomis terumbu karang di
dunia sebesar US$29,8 miliar dari makanan, perikanan, keanekaragaman, dan wisata
bahari. Namun, angka ekonomis terumbu karang di Indonesia lebih besar dibandingkan
di Hawai yang sebesar US$361 juta bagi nonekstratif dan sebanyak US$3 juta bagi
perikanan pesisir.
Jadi, bisa dibayangkan berapa kerugian material yang timbul akibat rusaknya terumbu
karang yang merupakan tempat vital bagi ekosistem perikanan, begitu juga kerugian non
material berupa rusaknya ekosistem laut yang tentunya amat berdampak bagi kehidupan
kita.
• Suhu
Suhu dapat membatasi sebaran terumbu karang secara geografis. Suhu optimal untuk
kehidupan karang antara 250C-280C, dengan pertumbuhan optimal rerata tahunan
berkisar 230C-300C. Pada temperatur dibawah 190C pertumbuhan karang terhambat
bahkan dapat mengakibatkan kematian dan pada suhu diatas 330C menyebabkan
pemutihan karang atau lebih dikenal dengan sebutan bleaching yaitu proses
keluarnya Zooaxanthellae dari hewan karang, sehingga dapat menyebabkan kematian
karang (Putranto, 1997). Suhu dapat berubah setiap saat, ketika suhu berubah secara
ekstrim maka terdapat perubahan terhadap pertumbuhan karang seperti proses
metabolisme, reproduksi, dan yang paling penting adalah proses kalsifikasi atau
pengapuran (Suharsono, 1998).
• Salinitas
Secara fisiologis salinitas (kadar garam) sangat memengaruhi kehidupan hewan
karang. Terumbu karang memerlukan salinitas yang relatif tinggi untuk pertumbuhan.
Salinitas optimum bagi kehidupan karang berkisar 27 ppm – 40 ppm sehingga karang
jarang sekali ditemukan di daerah bercurah hujan yang tinggi, perairan dengan kadar
garam tinggi dan muara sungai (Nybakken, 1992). Adanya deposit air tawar yang
cukup banyak ke laut dapat menyebabkan kematian hewan karang. Hal ini disebabkan
perbedaan tekanan osmosis pada air tawar dan air laut (Suharsono, 1998).
• Substrat
Substrat keras sangat tepat untuk larva karang menempel dan tumbuh. Dengan sifat
substat yang keras larva karang mampu mempertahankan diri dari hempasan ombak
dan arus yang kuat (Aldila, 2011).
Kerusakan terumbu karang bisa terjadi karena faktor alam dan faktor manusia. Berikut
penyebab kerusakan karang meliputi :
• Faktor alam
Misalnya hempasan ombak yang mematahkan karang atau ikan dan hewan laut lainya
yang menjadikan karang sebagai mangsanya. Akan tetapi, regenerasi dan
pertumbuhan karang menggantikan kerusakan ini.
• Pengendapan sedimen
Pengendapan yang berasal dari sedimen tanah yang tererosi karena penebangan hutan,
sehingga tanah tersebut terbawa ke laut dan menutupi karang dari sinar matahari
• Aliran air yang tercemar
Aliran air yang sudah dicemari oleh limbah sisa pembuangan dapat lambat laun akan
membuat karang mati. Bahan pencemar bisa berasal dari berbagai sumber,
diantaranya adalah limbah pertanian, perkotaan, pabrik, pertambangan dan minyak.
• Pemanasan suhu bumi
Pemanasan suhu bumi dikarenakan pelepasan karbon dioksida (CO2) ke udara.
Tingginya kadar CO2 diudara berpotensi meningkatan suhu secara global. yang dapat
mengakibatkan naik nya suhu air laut sehingga karang menjadi memutih (bleaching)
seiring dengan perginya zooxanthelae dari jaringan kulit karang, jika terjadi terus
menerus maka pertumbuhan terumbu karang terhambat dan akan mati.
• Uji coba militer
Latihan militer yang dilakukan sering tidak memperhatikan keadaan lingkungan
sekitarnya. Pengujian bahan peledak dan radiasi nuklir memiliki potensi
meningkatkan kerusakan terumbu karang serta menyebabkan mutasi pada terumbu
karang.
• Eksploitasi yang berlebihan
Kebanyakan nelayan tidak mengerti pentingnya karan bagi kehidupan, sehingga
eksploitasi besar-besaran sering dilakukan, penambangan terumbu karang tentu perlu
di awasi karena dampaknya yang bisa menghancurkan bahkan menghilangkan spesies
terumbu karang.
• Asal melempar jangkar
Para nelayan bahkan perahu sewaan terkadang menambatkan jangkar di sembarang
tempat. Jangkar yang di jatuhkan sembarangan dapat merusak terumbu karang
Pengaruh Pencemaran Lingkungan terhadap Terumbu Karang
Indonesia telah berkembang ke arah tercapainya tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi,
sehingga sektor industri dapat menjadi lebih efektif sebagai sarana utama untuk
mendorong pembangunan ekonomi, meningkatkan kemampuan teknologi dan
mengoptimumkan pemanfaatan sumberdaya ekonomi. Di samping itu, hal tersebut juga
ditujukan pada peningkatan persaingan industri dan kemampuan untuk menghasilkan
produk yang bermutu tinggi, yang mampu menembus pasar internasional, menggalakkan
pertumbuhan industri kecil dan menengah, termasuk industri pedesaan; dan memperluas
pembagian industri daerah, terutama di Indonesia Timur, sehingga pusat pertumbuhan
ekonomi dapat dikembangkan di seluruh daerah sesuai potensinya.
Sayangnya kemajuan industri dan teknologi tidak hanya memberikan dampak positif,
tetapi juga mampu menimbulkan efek negatif khususnya pada lingkungan. Efek negatif
yang kerap kali menurunkan kuantitas dan kualitas lingkungan adalah pencemaran
dimana hal tersebut berpengaruh pula pada eksistensi ekosistem terumbu karang.
Pencemaran laut karena minyak bumi tumpah ke laut dapat terjadi karena pemindahan
minyak bumi dari kapal ke kapal, dari kapal ke pelabuhan atau sebaliknya, dari
penyulingan minyak, dan dari pencucian kapal tanker.
Minyak yang tertumpah di laut akan mengalami absorbsi, pertukaran ion, penguapan dan
pengendapan. Selain itu, tumpahan minyak akan tersebar di permukaan air laut. Ikawati
(2001) mengemukakan bahwa sebagian tumpahan minyak di permukaan akan terseret ke
pantai saat ada arus angin sedangkan yang melekat pada sedimen akan tenggelam ke
dasar laut dan mengenai karang. Tumpahan tersebut dapat merusak atau menyebabkan
kematian karang. Sebenarnya tumpahan minyak ini tidak dapat melekat begitu saja pada
karang, tetapi tergantung efektifitas reaksi pembersihan karang (jenis karang) dan jenis
pencemar.
Sebagai contoh, pada sebuah percobaan di laboratorium, Thompson dan Bright (1977)
membandingkan kemampuan tiga spesies karang (Diploria strigosa, Montastrea
annularis, M.cavernosa) dengan memindahkan empat tipe sedimen dari permukaan
mereka. Empat tipe sedimen yang digunakan pada perlakuan tersebut adalah lumpur
pengeboran, barite, bentonite, dan CaCO3. Percobaan dilakukan dengan menambahkan
25 ml adukan sedimen pada permukaan karang. Meskipun hasil mengindikasikan adanya
tingkatan variasi pada pembersihan karang, tetapi semua karang yang diujikan dapat
membersihkan barite, bentonite dan CaCO3 secara efektif dan tidak satupun spesies
dapat membersihkan lumpur pengeboran secara keseluruhan.
Bahan pencemar lain yang dikenal berpengaruh terhadap kehidupan terumbu karang
adalah tailing. Limbah tailing berasal dari batu-batuan dalam tanah yang telah
dihancurkan hingga menyerupai bubur kental. Proses itu dikenal dengan sebutan proses
penggerusan. Batuan yang mengandung mineral seperti emas, perak, tembaga dan
lainnya, diangkut dari lokasi galian menuju tempat pengolahan yang disebut processing
plant. Di tempat itu proses penggerusan dilakukan. Setelah bebatuan hancur menyerupai
bubur biasanya dimasukkan bahan kimia tertentu seperti sianida atau merkuri, agar
mineral yang dicari mudah terpisah. Mineral yang berhasil diperoleh biasanya berkisar
antara 2% sampai 5% dari total batuan yang dihancurkan. Sisanya sekitar 95% sampai
98% menjadi tailing, dan dibuang ke tempat pembuangan.
Logam-logam yang berada dalam tailing sebagian adalah logam berat yang masuk dalam
kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Sembiring (2010) mengemukakan
bahwa tailing menyebar ke daerah yang lebih dangkal dan produktif secara biologis
sehingga mendatangkan lebih banyak masalah dari yang diperkirakan yaitu mengusir
spesies ikan yang berpindah-pindah, menyebabkan kerusakan permanen di dasar laut,
memusnahkan spesies asli, menghilangkan organisme langka dan mengurangi
keanekaragaman organisme termasuk terumbu karang.
Limbah merupakan polutan utama yang berasal dari anak sungai. Limbah pencemar
tersebut dapat mengandung pestisida, herbisida, klhorin, logam berat dan limbah organik
lainnya. Materi-materi tersebut dapat menyebabkan tingginya nilai BOD (Biological
Oxygen Demand) dan meracuni ekosistem pesisir termasuk terumbu karang (Nganro,
2009). Melalui penelitiannya, Yudha (2007) mengemukakan bahwa kandungan fosfat,
sulfida, dan logam berat seperti Pb, Hg, Cu dan Cd di perairan laut Bandar Lampung,
yang dekat dengan pabrik-pabrik dan industri rumah tangga, terdapat dalam jumlah yang
melebihi baku mutu yang ditetapkan untuk kehidupan biota laut. Hal tersebut semakin
menegaskan bahwa kegiatan manusia merupakan penyebab terbesar kerusakan terumbu
karang.
Wilkinson (1993) menduga bahwa sekitar 10 % dari terumbu karang dunia telah hancur
dan saat ini kondisi terumbu karang dunia dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) katagori :
1. Kritis (critical). Sekitar 30 % dari terumbu karang berada pada tingkat kritis dan akan
hilang dalam waktu 10 -20 tahun kemudian jika tekanan antropogenik tidak berkurang
atau dihilangkan
2. Terancam (threatened). Sekitar 30% te rumbu karang dikategorikan terancam dan
akan tampak pada 20-40 tahun, jika populasi dan tekanan yang ditimbulkannya terus
bertambah
3. Stabil (stable). Hanya sekitar 30 % dari terumbu karang dunia berada dalam kondisi
stabil dan diharapkan akan bertahan dalam waktu yang sangat lama.
Menurut Nybakken (1988), untuk dapat memulihkan habitat terumbu karang dibutuhkan
waktu yang cukup lama, yaitu antara 50 hingga 100 tahun, tergantung dari kualitas
perairan, tingkat tekanan terhadap lingkungan, letak terumbu karang yang akan menjadi
sumber penghasil individu karang baru, dan lain-lain. Kerusakan habitat terumbu karang
dapat menyebabkan inhibisi pertumbuhan jaringan dan rangka batu kapur karang,
metabolisme tubuh menurun, respon perilaku termodifikasi, produksi mukus berlebih,
kemampuan reproduksi melemah, serta hilangnya Zooxanthellae.
Seperti kita ketahui bahwa karang hidup bersimbiosis dengan zooxanthellae yang
merupakan spesies algae uniseluler. Selama fotosisntesis berlangsung, zooxanthellae
memfiksasi sejumlah besar karbon yang dilewatkan pada polip inangnya. Karbon ini
sebagian besar berbentuk gliserol termasuk glukosa dan alanin. Produk kimia ini
digunakan oleh polip karang untuk menjalankan fungsi metaboliknya atau sebagai
pembangun blok-blok dalam rangkaian protein, lemak dan karbohidrat. Apabila terjadi
ledakan satu jenis fitoplankton maka kesempatan zooxanthellae untuk berfotosintesis
semakin kecil sehingga tidak ada materi organik (nutrisi) yang dapat digunakan spesies
karang untuk menjalankan hidupnya yang pada akhirnya menyebabkan menurunnya
kesehatan terumbu karang hingga kematian karang.
Peristawa algae bloom’s (eutrofikasi) juga dapat menyebabkan kematian pada spesies
ikan. Pada 1979-1982 di Skotlandia, kematian ikan salmon meningkat karena adanya
ledakan spesies Olisthodiscus sp. dan Chattonella sp. Selain itu, tahun 1978 di Inggris
terjadi peningkatan kematian biota laut akibat melimpahnya Gyrodinium aureolum. Jenis
ikan karang yang ada di Indonesia diperkirakan sebanyak 592 spesies. Sejumlah 736
spesies ikan karang dari 254 genera di temukan di perairan Pulau Komoodo. Sementara
itu di Kepulauan Raja Ampat terdapat kenaekaragaman spesies ikan karang tertinggi di
dunia, sedikitnya terdapat 970 spesies. Akan tetapi, jumlah spesies ikan karang mulai
menurun seiring dengan menurunnya angka produktivitas ekosistem terumbu karang.
Suatu penelitian mengenai eutrofikasi di pantai terluar Long Island pada tahun 1986
menyebutkan bahwa setiap liter air mengandung 1.000.000.000 sel alga jenis Aurecoccus
anophogefferens selama musim panas sehingga terjadi penurunan penetrasi cahaya ke
dasar laut.
Berkurang atau punahnya salah satu spesies tersebut dapat berakibat terjadinya alur
tropik dalam jaring makanan yang tidak konsisten sehingga memicu terjadinya kelabilan
ekosistem. Adanya rantai makanan yang terputus (missing link) dapat memicu
munculnya spesies-spesies asing (exotic species) atau bioinvasi (Sunarto, 2006).
Peristawa algae bloom’s (eutrofikasi) juga dapat menyebabkan kematian pada spesies
ikan. Pada 1979-1982 di Skotlandia, kematian ikan salmon meningkat karena adanya
ledakan spesiesOlisthodiscus sp. dan Chattonella sp. Selain itu, tahun 1978 di Inggris
terjadi peningkatan kematian biota laut akibat melimpahnya Gyrodinium aureolum
(Sindermann, 2006). Jenis ikan karang yang ada di Indonesia diperkirakan sebanyak 592
spesies. Sejumlah 736 spesies ikan karang dari 254 genera di temukan di perairan Pulau
Komoodo. Sementara itu di Kepulauan Raja Ampat terdapat kenaekaragaman spesies
ikan karang tertinggi di dunia, sedikitnya terdapat 970 spesies (Sunarto, 2006). Akan
tetapi, jumlah spesies ikan karang mulai menurun seiring dengan menurunnya angka
produktivitas ekosistem terumbu karang. Suatu penelitian mengenai eutrofikasi di pantai
terluar Long Island pada tahun 1986 menyebutkan bahwa setiap liter air mengandung
1.000.000.000 sel alga jenisAurecoccus anophogefferens selama musim panas sehingga
terjadi penurunan penetrasi cahaya ke dasar laut (Sindermann, 2006).
Kerusakan terumbu karang yang diakibatkan oleh aktivitas manusia harus sedapat
mungkin di cegah, karena akan sangat berdampak pada terganggunya ekosistem lainnya
dan menurunnya produksi ikan yang merupakan sumber protein hewani bagi
kemaslahatan umat manusia. Untuk maksud tersebut masyarakat maupun stakeholders
perlu diajak untuk duduk bersama dengan menyatukan visi dan misi sehingga wilayah
pesisir dan lautan dapat dikelola secara terpadu dan berkelanjutan.
Visi pengelolaan terumbu karang yaitu terumbu karang merupakan sumber pertumbuhan
ekonomi yang harus dikelola dengan bijaksana, terpadu dan berkelanjutan dengan
memelihara daya dukung dan kualitas lingkungan melalui pemberdayaan masyarakat dan
stakeholders (pengguna) guna memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat dan
pengguna secara berkelanjutan (sustainable).
Dalam upaya untuk mewujudkan visi tersebut maka ada empat tujuan pokok (1) tujuan
sosial, yaitu meningkatkan kesadaran masyarakat dan stakeholders mengenai pentingnya
pengelolaan terumbu karang secara terpadu dan berkelanjutan (2) tujuan konservasi
ekologi yaitu melindungi dan memelihara ekosistem terumbu karang untuk menjamin
pemanfaatan secara optimal dan berkelanjutan, (3) tujuan ekonomi yaitu meningkatkan
pemanfaatan ekosistem terumbu karang secara efisien dan berkelanjutan untuk
memperbaiki kesejateraan masyarakat dan stakeholders serrta pembangunan ekonomi,
(4) tujuan kelembagaan yaitu menciptakan sistem dan mekanisme kelembagaan yang
profesional, efektif dan efisien dalam merencanakan dan mengelola terumbu karang
secara terpadu dan optimal.
Pemulihan kerusakan terumbu karang merupakan upaya yang paling sulit untuk
dilakukan, serta memakan biaya tinggi dan waktu yang cukup lama. Upaya pemulihan
yang bisa dilakukan adalah zonasi dan rehabilitasi terumbu karang.
1. Zonasi
Pengelolaan zonasi pesisir bertujuan untuk memperbaiki ekosistem pesisir yang sudah
rusak. Pada prinsipnya wilayah pesisir dipetakan untuk kemudian direncanakan
strategi pemulihan dan prioritas pemulihan yang diharapkan. Pembagian zonasi
pesisir dapat berupa zona penangkapan ikan, zona konservasi maupun lainnya sesuai
dengan kebutuhan/pemanfaatan wilayah tersebut, disertai dengan zona penyangga
karena sulit untuk membatasi zona-zona yang telah ditetapkan di laut. Ekosistem
terumbu karang dapat dipulihkan dengan memasukkannya ke dalam zona konservasi
yang tidak dapat diganggu oleh aktivitas masyarakat sehingga dapat tumbuh dan pulih
secara alami
2. Rehabilitasi
Pemulihan kerusakan terumbu karang dapat dilakukan dengan melakukan rehabilitasi
aktif, seperti meningkatkan populasi karang, mengurangi algae yang hidup bebas,
serta meningkatkan ikan-ikan karang.
a. Meningkatkan populasi karang
Peningkatan populasi karang dapat dilakukan dengan meningkatkan rekruitmen,
yaitu membiarkan benih karang yang hidup menempel pada permukaan benda
yang bersih dan halus dengan pori-pori kecil atau liang untuk berlindung;
menambah migrasi melalui transplantasi, serta mengurangi mortalitas dengan
mencegahnya dari kerusakan fisik, penyakit, hama dan kompetisi.
b. Mengurangi alga hidup yang bebas
Pengurangan populasi alga dapat dilakukan dengan cara membersihkan karang
dari alga dan meningkatkan hewan pemangsa alga.
C. Meningkatkan ikan-ikan karang
Populasi ikan karang dapat ditingkatkan dengan meningkatkan rekruitmen, yaitu
dengan meningkatkan ikan herbivora dan merehabilitasi padang lamun sebagai
pelindung bagi ikan-ikan kecil; meningkatkan migrasi atau menambah stok ikan,
serta menurunkan mortalitas jenis ikan favorit
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari bahasan kali ini adalah sebagai berikut :
3.2 Saran
Sebagai mahasiswa diharapkan kita dapat peduli terhadap lingkungan diantaranya yaitu
dengan melestarikan terumbu karang dan tidak merusaknya hanya untuk kepentingan
semata sehingga fungsi terumbu karang di Indonesia tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Dahuri, Rokhim. 1999. Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Terumbu Karang. Lokakarya
Pengelolaan dan IPTEK Terumbu Karang Indonesia. Jakarta.
Muttaqin, Aisyah Fitri, dkk. 2011. Coral Bleaching Ancaman Terbesar Ekosistem Terumbu
Karang Saat Ini: Analisis dan Upaya Pemantauan. Jurusan Manajemen Sumberdaya
Perairan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suharsono. 1996. Jenis-Jenis Karang Yang Umum Dijumpai di Perairan Indonesia. LIPI.
Jakarta