Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

BIOLOGI KELAUTAN

Disusun oleh :

Wulan Aprilia Utami 1513024004


Nabiila Nur Lathiifa 1513024006
Regi Rahma Ramadani 1513024012
Aditya Sandi Wijaya 1513024044
Evita Yani 1513024072
Intan Novita Sari 1513024078
Uji Yoga Prasetio 1513024082
Laurensia Danar 1513024020
Siti Marpuah 1513024002
Wahyu Enggal Saputri 1513024018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagian besar wilayah Indonesia adalah lautan, sehingga secara alamiah bangsa
Indonesia merupakan bangsa bahari. Hamparan laut yang luas merupakan suatu potensi
bagi bangsa Indonesia untuk mengembangkan sumberdaya laut yang memiliki
keragaman, baik sumberdaya hayati maupun sumberdaya lainnya. Salah satu dari potensi
tersebut atau sumberdaya hayati yang tak ternilai harganya dari segi ekonomi atau
ekologinya adalah sumberdaya terumbu karang, apabila sumberdaya terumbu karang ini
dikaitkan dengan pengembangan wisata bahari mempunyai andil yang sangat besar.
Karena keberadaan terumbu karang tersebut sangat penting dalam pengembangan
berbagai sektor termasuk sektor pariwisata. Khusus mengenai terumbu karang, Indonesia
dikenal sebagai pusat distribusi terumbu karang untuk seluruh Indo-Pasifik. Indonesia
memiliki areal terumbu karang seluas 60.000 km2 lebih.

Eksistensi Indonesia merupakan salah satu pusat terumbu karang diyakini terus
mengalami degradasi. Tentunya masalah itu, akan semakin meluas jika tidak segera
diambil langkah-langkah untuk melestarikannya. Sebagai salah satu negara kepulauan
terbesar di dunia, Indonesia juga dikenal sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati
laut dunia dengan kekayaan terumbu karangnya. Namun sayangnya, saat ini kekayaan
terumbu karang Indonesia justru terancam rusak akibat berbagai hal, baik karena faktor
alam seperti perubahan iklim maupun akibat ulah manusia sendiri. Indonesia sendiri
memiliki luas total terumbu karang sekitar 85.200 Km2 atau sekitar 18% luas total
terumbu karang dunia dan 65% luas total di coral triangle, yang meliputi Indonesia,
Filipina, Malaysia, Timor Leste, Papua Nugini dan Kepulauan Salomon.

Keberadaan terumbu karang pada 6 negara itu mendapat julukan coral triangle (segi tiga
karang dunia) karena jika ditarik garis batas yang melingkupi wilayah terumbu karang
pada negara-negara tersebut maka akan menyerupai segitiga dengan total luas sekitar
75.000 Km2.

Beberapa kepulauan di Indonesia selama ini diketahui memiliki jenis karang cukup tinggi
seperti Nusa Penida (Bali), Komodo (NTT), Bunaken (Sulut), Kepulauan Derawan
(Kaltim), Kepulauan Wakatobi (Sultra), dan Teluk Cendrawasih (Papua). Namun
sayangnya, lagi-lagi kekayaan keanekaragaman hayati yang dimiliki bangsa Indonesia itu
tidak dapat terpelihara, baik akibat perubahan iklim maupun masalah lokal seperti
ketidaktahuan, bahkan keserakahan dalam mengeksploitasi kekayaan alam demi
mendapat keuntungan tanpa memikirkan kelestarian alam. Maka dari itu, saat ini
sebanyak 22% terumbu karang di wilayah Indonesia Bagian Timur dan Papua Nugini
mengalami rusak. Angka ini lebih kecil dibandingkan kerusakan di wilayah Indonesia
Bagian Barat sebesar 71%.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai brikut :
1. Apa pengertian Terumbu karang, habitat, kondisi optimum, ?
2. Apa saja jenis-jenis dan manfaat terumbu karang bagi kehidupan manusia?
3.
4. Apa Saja Faktor Penyebab Kerusakan ,Jenis Pencemar,dan Pengaruh Pencemaran
Lingkungan terhadap Keberadaan Terumbu Karang
5. Apa Akibat yang Akan ditimbulkan dari Pencemaran Terhadap Terumbu Karang?
6. Bagaimana Cara Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Terhadap
Terumbu Karang

1.3. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui keadaan Terumbu Karang di Indonesia
2. Untuk Mengetahui Faktor Penyebab Kerusakan ,Jenis Pencemar,pengaruh
Pencemaran Lingkungan terhadap Keberadaan Terumbu Karang
3. Mengetahui Akibat yang di Timbulkan Akibat Pencemaran Terhadap Terumbu
Karang
4. Mengetahui Cara Penanggulangan dan Pencegahan Pencemaran terhadap
Terumbu Karang

1.4. Metode Penulisan


Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode/cara pengumpulan data atau
informasi melalui :
 Penelitian kepustakaan (Library Research); yaitu penelitian yang dilakukan melalui
studi literature, dokumen, dan sebagainya yang sesuai atau yang ada relevansinya
(berkaitan) dengan masalah yang dibahas.
 Browsing; yaitu mencari data dan informasi melalui media internet.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Terumbu Karang

Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis
tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis filum
Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari
dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya
dibedakan secara asal-usul, Morfologi dan Fisiologi.

Koloni karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut Polip. Dalam bentuk
sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentu.Namun pada
kebanyakan Spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak
individu yang disebut koloni. Hewan ini memiliki bentuk unik dan warna beraneka rupa
serta dapat menghasilkan CaCO3. Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai
spesies tumbuhan laut, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang belum
diketahui.

Terumbu karang secara umum dapat dinisbatkan kepada struktur fisik beserta ekosistem
yang menyertainya yang secara aktif membentuk sedimen kalsium karbonat akibat
aktivitas biologi(biogenik) yang berlangsung di bawah permukaan laut. Bagi ahli
geologi, terumbu karang merupakan struktur batuan sedimen dari kapur (kalsium
karbonat) di dalam laut, atau disebut singkat dengan terumbu. Bagi ahli biologi terumbu
karang merupakan suatu ekosistem yang dibentuk dan didominasi oleh komunitas koral.

Dalam peristilahan ‘terumbu karang’, “karang” yang dimaksud adalah koral, sekelompok
hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama
terumbu. Terumbu adalah batuan sedimen kapur di laut, yang juga meliputi karang hidup
dan karang mati yang menempel pada batuan kapur tersebut. Sedimentasi kapur di
terumbu dapat berasal dari karang maupun dari alga. Secara fisik terumbu karang adalah
terumbu yang terbentuk dari kapur yang dihasilkan oleh karang Di Indonesia semua
terumbu berasal dari kapur yang sebagian besar dihasilkan koral Kerangka karang
mengalami erosi dan terakumulasi menempel di dasar terumbu.

Di Indonesia dan Indo Pasifik terumbu karang merupakan salah satu komponen utama
sumber daya pesisir dan laut, disamping hutan bakau atau hutan mangrove dan padang
lamun. Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada didalamnya merupakan salah
satu kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya.
Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari
60.000 km2, yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan
Timur Indonesia. Contohnya adalah ekosistem terumbu karang di perairan Maluku dan
Nusa Tenggara. Indonesia merupakan tempat bagi sekitar 1/8 dari terumbu karang Dunia
dan merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman biota perairan dibanding dengan
negara-negara Asia Tenggara lainnya

Bentangan terumbu karang yang terbesar dan terkaya dalam hal jumlah spesies karang,
ikan, dan moluska terdapat pada regional Indo-Pasifik yang terbentang mulai dari
Indonesia sampai ke Polinesia dan Australia lalu ke bagian barat yaitu Samudera Pasifik
sampai Afrika Timur.

2.2 Habitat Terumbu Karang

Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang masih terkena
cahaya matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut. Beberapa tipe terumbu
karang dapat hidup jauh di dalam laut dan tidak memerlukan cahaya, namun terumbu
karang tersebut tidak bersimbiosis dengan zooxanhellae dan tidak membentuk karang.
Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis, sangat sensitif
terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi,
Eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami (pristine). Demikian halnya dengan
perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan global yang melanda perairan tropis di
tahun 1998 telah menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) yang diikuti dengan
kematian massal mencapai 90-95%. Selama peristiwa pemutihan tersebut, rata-rata suhu
permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3 °C di atas suhu normal.

2.3 Kondisi Optimum Terumbu Karang

Untuk dapat bertumbuh dan berkembang biak secara baik, terumbu karang
membutuhkan kondisi lingkungan hidup yang optimal, yaitu pada suhu hangat sekitar di
atas 20OC. Terumbu karang juga memilih hidup pada lingkungan perairan yang jernih
dan tidak berpolusi.Hal ini dapat berpengaruh pada penetrasi cahaya oleh terumbu
karang.

Beberapa terumbu karang membutuhkan cahaya matahari untuk melakukan kegiatan


fotosintesis. Polip-polip penyusun terumbu karang yang terletak pada bagian atas
terumbu karang dapat menangkap makanan yang terbawa arus laut dan juga melakukan
fotosintesis. Oleh karena itu, oksigen-oksigen hasil fotosintesis yang terlarut dalam air
dapat dimanfaatkan oleh spesies laut lainnya.Hewan karang sebagai pembangun utama
terumbu adalah organisme laut yang efisien karena mampu tumbuh subur dalam
lingkungan sedikit nutrien (oligotrofik).

Proses fotosintesis oleh alga menyebabkan bertambahnya produksi kalsium karbonat


dengan menghilangkan karbon dioksida dan merangsang reaksi kimia sebagai berikut:
Ca(HCO3) CaCO3 + H2CO3 H2O + CO2. Fotosintesis oleh algae yang bersimbiosis
membuat karang pembentuk terumbu menghasilkan deposit cangkang yang terbuat dari
kalsium karbonat, kira-kira 10 kali lebih cepat daripada karang yang tidak membentuk
terumbu (ahermatipik) dan tidak bersimbiose dengan zooxanthellae.
2.4 Jenis-jenis Terumbu Karang

 Berdasarkan kemampuan memproduksi kapur


1. Karang Hermatipik

Karang hermatifik adalah karang yang dapat membentuk bangunan karang yang
dikenal menghasilkan terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan di daerah tropis.
Karang hermatipik bersimbiosis mutualisme dengan zooxanthellae, yaitu sejenis algae
uniseluler (Dinoflagellata unisuler), seperti Gymnodinium microadriatum, yang
terdapat di jaringan-jaringan polip binatang karang dan melaksanakan Fotosintesis.
Dalam simbiosis, zooxanthellae menghasilkan oksigen dan senyawa organik melalui
fotosintesis yang akan dimanfaatkan oleh karang, sedangkan karang menghasilkan
komponen inorganik berupa nitrat, fosfat dan karbon dioksida untuk keperluan hidup
zooxanthellae Hasil samping dari aktivitas ini adalah endapan kalsium karbonat yang
struktur dan bentuk bangunannya khas. Ciri ini akhirnya digunakan untuk
menentukan jenis atau spesies binatang karang.

Karang hermatipik mempunyai sifat yang unik yaitu perpaduan antara sifat hewan dan
tumbuhan sehingga arah pertumbuhannya selalu bersifat Fototropik positif. Umumnya
jenis karang ini hidup di perairan pantai /laut yang cukup dangkal dimana penetrasi
cahaya matahari masih sampai ke dasar perairan tersebut. Disamping itu untuk hidup
binatang karang membutuhkan suhu air yang hangat berkisar antara 25-32 °C.

2. Karang Ahermatipi

Karang ahermatipik tidak menghasilkan terumbu dan ini merupakan kelompok yang
tersebar luas diseluruh dunia.

 Berdasarkan bentuk dan tempat tumbuh


1. Terumbu (reef)

Endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3), yang
utamanyaa dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain, seperti alga berkapur,
yang mensekresi kapur, seperti alga berkapur dan Mollusca. Konstruksi batu kapur
biogenis yang menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir. Dalam dunia navigasi
laut, terumbu adalah punggungan laut yang terbentuk oleh batuan kapur (termasuk
karang yang masuh hidup)di laut dangkal.

2. Karang (koral)

Disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo Scleractinia, yang
mampu mensekresi CaCO3. Karang batu termasuk ke dalam Kelas Anthozoa yaitu
anggota Filum Coelenteratayang hanya mempunyai stadium polip. Dalam proses
pembentukan terumbu karang maka karang batu (Scleratina) merupakan penyusun
yang paling penting atau hewan karang pembangun terumbu. Karang adalah hewan
klonal yang tersusun atas puluhan atau jutaan individu yang disebut polip. Contoh
makhluk klonal adalah tebu atau bambu yang terdiri atas banyak ruas.
3. Karang terumbu

Pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik
(hermatypic coral) atau karang yang menghasilkan kapur. Karang terumbu berbeda
dari karang lunak yang tidak menghasilkan kapur, berbeda dengan batu karang (rock)
yang merupakan batu cadas atau batuan vulkanik.

4. Terumbu karang

Ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur
(CaCO3) khususnya jenis¬-jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama
dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenis¬-jenis moluska, Krustasea,
Echinodermata, Polikhaeta, Porifera, dan Tunikata serta biota-biota lain yang hidup
bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenisPlankton dan jenis-jenis nekton.

 Berdasarkan letak
1. Terumbu karang tepi

Terumbu karang tepi atau karang penerus atau fringing reefs adalah jenis terumbu
karang paling sederhana dan paling banyak ditemui di pinggir pantai yang terletak di
daerah tropis. Terumbu karang tepi berkembang di mayoritas pesisir pantai dari
pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan
pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses
perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya
bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai
yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal.
Contoh: Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).

2. Terumbu karang penghalang

Secara umum, terumbu karang penghalang atau barrier reefs menyerupai terumbu
karang tepi, hanya saja jenis ini hidup lebih jauh dari pinggir pantai. Terumbu karang
ini terletak sekitar 0.5¬2 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan
berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah
perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang
tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau
karang yang terputus-putus. Contoh: Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau),
Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).

3. Terumbu karang cincinatolls

Terumbu karang cincin atau attols merupakan terumbu karang yang berbentuk cincin
dan berukuran sangat besar menyerupai pulau. Atol banyak ditemukan pada daerah
tropis di Samudra Atlantik. Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi
batas dari pulau¬pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan
dengan daratan.
4. Terumbu karang datar

Terumbu karang datar atau gosong terumbu (patch reefs), kadang-kadang disebut juga
sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke
permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar.
Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan
kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan
Ujung Batu (Aceh).

 Berdasarkan zonasi
1. Terumbu yang menghadap angin

Terumbu yang menghadap angin (dalam bahasa Inggris: Windward reef) Windward
merupakan sisi yang menghadap arah datangnya angin. Zona ini diawali oleh lereng
terumbu yang menghadap ke arah laut lepas. Di lereng terumbu, kehidupan karang
melimpah pada kedalaman sekitar 50 meter dan umumnya didominasi oleh karang
lunak. Namun, pada kedalaman sekitar 15 meter sering terdapat teras terumbu yang
memiliki kelimpahan karang keras yang cukup tinggi dan karang tumbuh dengan
subur.
Mengarah ke dataran pulau atau gosong terumbu, di bagian atas teras terumbu
terdapat penutupan alga koralin yang cukup luas di punggungan bukit terumbu tempat
pengaruh gelombang yang kuat. Daerah ini disebut sebagai pematang alga. Akhirnya
zona windward diakhiri oleh rataan terumbu yang sangat dangkal.

2. Terumbu yang membelakangi angin

Terumbu yang membelakangi angin (Leeward reef) merupakan sisi yang


membelakangi arah datangnya angin. Zona ini umumnya memiliki hamparan terumbu
karang yang lebih sempit daripadawindward reef dan memiliki bentangan goba
(lagoon) yang cukup lebar.[1] Kedalaman goba biasanya kurang dari 50 meter, namun
kondisinya kurang ideal untuk pertumbuhan karang karena kombinasi faktor
gelombang dan sirkulasi air yang lemah serta sedimentasi yang lebih besar.

2.5 Manfaat Terumbu Karang Bagi Kehidupan

Terumbu karang bagi kehidupan manusia sangatlah berarti. Banyak potensi-potensi yang
dihasilkan oleh terumbu karang bagi kehidupan laut maupun manusia. Berikut
merupakan fungsi-fungsi dari terumbu karang :

 Pelindung ekosistem pantai


Dari segi fisik terumbu karang berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi dan
abrasi, struktur karang yang keras dapat menahan gelombang dan arus sehingga
mengurangi abrasi pantai dan mencegah rusaknya ekosistim pantai lain seperti
padang lamun dan magrove.

 Rumah bagi banyak jenis mahluk hidup di laut


Terumbu karang bagaikan oase di padang pasir untuk lautan. Karenanya banyak
hewan dan tanaman yang berkumpul di sini untuk mencari makan, memijah,
membesarkan anaknya, dan berlindung. Bagi manusia, ini artinya terumbu karng
mempunyai potensial perikanan yang sangat besar, baik untuk sumber makanan
maupun mata pencaharian mereka. Diperkirakan, terumbu karang yang sehat
dapat menghasilkan 25 ton ikan per tahunnya. Sekitar 500 juta orang di dunia
menggantungkan nafkahnya pada terumbu karang, termasuk didalamnya 30 juta
yang bergantung secara total pada terumbu karang sebagai penhidupan.

 Sumber obat-obatan
Pada terumbu karang banyak terdapat bahan-bahan kimia yang diperkirakan bisa
menjadi obatbagi manusia. Saat ini banyak penelitian mengenai bahan-bahan
kimia tersebut untuk dipergunakan untuk mengobati berbagai manusia.

 Objek wisata
Terumbu karang yang bagus akan menarik minat wisatawan sehingga meyediakan
alternatif pendapatan bagi masyarakat sekitar. Diperkirakan sekitra 20 juta
penyelam, menyelam dan menikmati terumbu karang per tahun.

 Daerah Penelitian
Penelitian akan menghasilkan informasi penting dan akurat sebagai dasar
pengelolaan yang lebih baik. Selain itu, masih banyak jenis ikan dan organisme
laut serta zat-zat yang terdapat di kawasan terumbu karang yang belum pernah
diketahui manusia sehingga perlu penelitian yang lebih intensif untuk mengetahui
‘misteri’ laut tersebut.

 Mempunyai nilai spiritua


Bagi banyak masyarakat, laut adalah daerah spiritual yang sangat penting, Laut
yang terjaga karena terumbu karang yang baik tentunya mendukung kekayaan
spiritual ini.

 Sumber mata pencarian


Banyak orang yang menggantungkan hidupnya pada terumbu karang. Tentu saja
mnjadikan terumbu karang sebagai sumber mata pencarian harus di ikuti dengan
rasa tanggung jawab sehingga tidak terjadi eksploitasi yang terlalu berlebihan.
Selain itu terumbu karang juga dapat menjadi objek wisata yang tentunya dapat
menambah pundi-pundi rupiah dari wisatawan.

2.6 Peraturan Pemerintah Mengenai Terumbu Karang

Pengrusakan terumbu karang tersebut khususnya yang disebabkan oleh aktivitas


manusia, merupakan tindakan inkonstitusional alias melanggar hukum. Dalam UU 1945
pasal 33 ayat 3 dinayatakan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.

Pasal 33 ayat 3 ini merupakan landasarn yuridis dan sekaligus merupakan arah bagi
pengaturan terhadap hal yang berkaitan dengan sumberdaya terumbu karang. Selain itu
salah satu tujuan dari Strategi Konservasi Dunia 1980 adalah menetapkan terumbu
karang sebagai sistem ekologi dan penyangga kehidupan yang penting untuk
kelangsungan hidup manusia dan pembangunan berkelanjutan. Karena itu, terumbu
karang di sebagai salah satu sumberdaya alam yang ada di Indonesia, pengelolaannya
harus di dasarkan pada peraturan – peraturan, di antaranya :

1. UU RI No. 4/1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan


hidup
2. UU RI No. 9/1985. Tentang perikanan
3. UU RI No. 5/1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem
4. UU RI No. 9/1990 Tentang Kepariwisataan
5. Peraturan pemerintah No. 29/1986 tentang analisa dampak lingkungan
6. Keputusan menteri kehutanan No. 687/Kpts.II/1989 tanggal 15 Nopember 1989
tentang pengusaha hutan wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman
Hutan Laut
7. Surat edaran Menteri PPLH No. 408/MNPPLH/4/1979, tentang larangan
pengambilan batukarang yang dapat merusak lingkungan ekosistem laut, situjukan
kepada Gubenur Kapala Daerah, Tingkat I di seluruh Indonesia.
8. Surat Edaran Direktur Jenderal Perikanan No. IK.220/D4.T44/91, tentang
penangkapan ikan dengan bahan/alat terlarang – ditujukan kepada Kepala Dinas
Perikanan Propinsi Daerah Tingkat I di seluruh Indonesia

2.7 Keadaan Terumbu Karang di Indonesia

Terumbu karang merupakan sekumpulan hewan karang yang saling bersimbiosis dengan
sejenis tumbuhan alga. Kumpulan karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut
polip, polip ini kemudian berkembang hingga jutaan dan terbentuklah struktur dasar dari
terumbu karang. Di perairan indonesia yang notabene merupakan perairan tropis, karang
dapat tumbuh subur karena suhu perairannya berkisar antara 21 – 29 derajat celcius,
sementara bila di perairan yang suhunya lebih rendah pertumbuhan karang akan lebih
lambat. Selain di perairan tropis, karang pun dapat tumbuh subur di perairan subtropis
contohnya di jepang selatan dan florida amerika. Sebagai negara maritim, indonesia
memiliki kekayaan biota laut yang sangat beragam. salah satu kekayaan biota laut yang
terdapat di indonesia adalah terumbu karang. Bahkan indonesia merupakan negara yang
memiliki terumbu karang terkaya di dunia. Sekitar 85.200 km2 atau 18% dari seluruh
terumbu karang di dunia yang jumlahnya 284.300 km2 berada di hamparan dalam
samudra di indonesia. Negara kita ini memiliki 93 ribu km2 wilayah perairan yang di
dalamnya terdapat 4000 jenis hewan laut (ikan dan udang-udangan), 600 jenis batu
karang,dan 2500 jenis moluska.
Kita sebagai warga negara indonesia patut berbangga karena indonesia juga termasuk
wilayah Coral triangel atau segitiga karang dunia yang menjadi pusat ekosistem
keragaman laut di dunia. Raja ampat, papua barat merupakan kawasan penyumbang
terumbu karang terbesar di indonesia dan sekaligus menjadi kepulawan dengan jenis
terumbu karang terbanyak di dunia, yang memiliki hampir 500 lebih jenis karang dan
100 spesies ikan laut. Selain itu masih ada wilayah yang memiliki jenis terumbu karang
yang banyak antara lain, Kepulawan derawan, kalimantan timur; Kep.wakatobi, Sultra;
nusa penida,bali; yang masing-masing memiliki kekayaan terumbu karang yang tidak
kalah bagus.

Sayangnya, keberadaan terumbu karang di dunia khususnya di indonesia mulai teancam.


Di indonesia saja persentase perusakan terumbu karang tiap tahunnya menunjukan
kenaikan yang signifikan, dalam kurun waktu 4 tahun (2004-2008) 34% terumbu karang
di indonesia berkondisi sangat buruk, dan ironisnya hanya 3 % terumbu karang yang
dalam keadaan sangat baik.Data yang muncul mengisyaratkan apabila tidak diambil
langkah-langkah progresif, dapat dipastikan laju degradasi terumbu karang di negara kita
akan semakin menghawatirkan, bila tidak ingin dikatakan mengarah punah. Artinya,
harus ada upaya nasional untuk mengentikan laju kerusakannya. Jika tidak, degradasi
terumbu karang dikuatirkan akan semakin luas dan besar yang konsekuensinya juga akan
berdampak secara ekologis maupun ekonomis bagi Indonesia sendiritentunya.

Karenanya seluruh elemen harus menyadari bahwa menjaga kelestarian sumber daya
kelautan berarti merupakan suatu upaya penting dalam menjamin produktivitas sumber
daya perikanan. Sekali lagi harus disadari, manfaat terumbu karang bagi manusia amat
menakjubkan. Selain merupakan aset wisata bahari, juga berfungsi benteng alami pantai
dari gempuran ombak, bahkan sumber makanan dan obat-obatan. Tak heran, jika ratusan
juta orang hidupnya sangat bergantung pada terumbu karang di coral triangle.

Di Indonesia saja, nilai ekonomis terumbu karang tak bergeser dari angka US$1,6 miliar
per tahun. Memang, angka ini masih rendah ketimbang nilai ekonomis terumbu karang di
dunia sebesar US$29,8 miliar dari makanan, perikanan, keanekaragaman, dan wisata
bahari. Namun, angka ekonomis terumbu karang di Indonesia lebih besar dibandingkan
di Hawai yang sebesar US$361 juta bagi nonekstratif dan sebanyak US$3 juta bagi
perikanan pesisir.

Jadi, bisa dibayangkan berapa kerugian material yang timbul akibat rusaknya terumbu
karang yang merupakan tempat vital bagi ekosistem perikanan, begitu juga kerugian non
material berupa rusaknya ekosistem laut yang tentunya amat berdampak bagi kehidupan
kita.

2.8 Faktor-Faktor Pertumbuhan Terumbu Karang

Faktor-faktor lingkungan yang menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup hewan


karang antara lain :
• Cahaya Matahari
Cahaya matahari merupakan faktor paling penting dalam pertumbuhan terumbu
karang, karena cahaya matahari digunakan oleh Zooaxanthelallae dalam proses
fotosintesis. Tanpa cahaya yang cukup laju fotosintesis akan terhambat dan
pembentukan kerangka kalsium karbonat atau kalsifikasi dalam terumbu karang akan
terhambat pula. Kalsifikasi dapat terjadi jika terjadinya fotosintesis yang
menghasilkan karbon, maka kalsifikasi hanya terjadi pada saat produktif fotosintesis
yaitu siang hari. Penetrasi cahaya tergantung pada kedalaman, semakin dalam maka
semakin berkurang pula intensitas cahaya yang masuk. Intensitas dan kualitas cahaya
yang menembus perairan sangat penting, selain dalam proses fotosintesis tetapi juga
sebaran terumbu karang dalam perairan dan produksi oksigen
oleh Zooaxanthellae (Suharsono, 1998).

• Suhu
Suhu dapat membatasi sebaran terumbu karang secara geografis. Suhu optimal untuk
kehidupan karang antara 250C-280C, dengan pertumbuhan optimal rerata tahunan
berkisar 230C-300C. Pada temperatur dibawah 190C pertumbuhan karang terhambat
bahkan dapat mengakibatkan kematian dan pada suhu diatas 330C menyebabkan
pemutihan karang atau lebih dikenal dengan sebutan bleaching yaitu proses
keluarnya Zooaxanthellae dari hewan karang, sehingga dapat menyebabkan kematian
karang (Putranto, 1997). Suhu dapat berubah setiap saat, ketika suhu berubah secara
ekstrim maka terdapat perubahan terhadap pertumbuhan karang seperti proses
metabolisme, reproduksi, dan yang paling penting adalah proses kalsifikasi atau
pengapuran (Suharsono, 1998).

• Salinitas
Secara fisiologis salinitas (kadar garam) sangat memengaruhi kehidupan hewan
karang. Terumbu karang memerlukan salinitas yang relatif tinggi untuk pertumbuhan.
Salinitas optimum bagi kehidupan karang berkisar 27 ppm – 40 ppm sehingga karang
jarang sekali ditemukan di daerah bercurah hujan yang tinggi, perairan dengan kadar
garam tinggi dan muara sungai (Nybakken, 1992). Adanya deposit air tawar yang
cukup banyak ke laut dapat menyebabkan kematian hewan karang. Hal ini disebabkan
perbedaan tekanan osmosis pada air tawar dan air laut (Suharsono, 1998).

• Kekeruhan dan Sedimentasi


Kekeruhan perairan dapat menghambat penetrasi cahaya yang masuk ke perairan dan
akan memengaruhi kehidupan karang karena karang tidak dapat melakukan
fotosintesis dengan baik. Sedangkan sedimentasi mempunyai pengaruh yang negatif
yaitu sedimen yang berat dapat menutup dan menyumbat bagian struktur organ
karang untuk mengambil makanan dan memengaruhi pertumbuhan karang secara
tidak langsung, karena terumbu karang harus mengeluarkan energi lebih besar untuk
menghalau sedimentasi yang menempel pada permukaan polip. Perairan yang
memiliki kekeruhan dan sedimentasi yang tinggi cederung memiliki keanekaragaman
dan tutupan karang hidup rendah. Jenis karang yang tumbuh di perairan
bersedimentasi tinggi seperti, foliate, branching, danramose. Sedangkan daerah yang
jernih/sedimentasinya rendah lebih banyak dihuni oleh karang yang berbentuk piring
(plate atau digitate plate) (Suharsono, 1998).

• Arus (pergerakan air)


Pergerakan air berupa ombak dan arus berperan dalam pertumbuhan karang, karena
membawa O2 dan bahan makanan serta terhindarnya karang dari timbunan endapan
dan kotoran yang akan menghambat karang dalam menangkap mangsa. Karang
cenderung akan tumbuh baik di daerah yang memiliki ombak dan pola arus yang kuat
(Putranto, 1997). Menurut Suharsono (1998), pertumbuhan karang dalam perairan
yang berarus kuat akan lebih baik dari pada di perairan yang tenang dan terlindungi.
Tipe karang yang hidup pada perairan yang memiliki gelombang besar atau arus lebih
mengarah ke bentuk encrusting dan massive.

• Substrat
Substrat keras sangat tepat untuk larva karang menempel dan tumbuh. Dengan sifat
substat yang keras larva karang mampu mempertahankan diri dari hempasan ombak
dan arus yang kuat (Aldila, 2011).

2.9 Ancaman Ekosistem Terumbu Karang


Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi terumbu karang terbesar di dunia.
Luas terumbu karang di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 60.000 km2. Hal
tersebut membuat Indonesia menjadi negara pengekspor terumbu karang pertama di
dunia. Dewasa ini, kerusakan terumbu karang, terutama di Indonesia meningkat secara
pesat. Terumbu karang yang masih berkondisi baik hanya sekitar 6,2%. Kerusakan ini
menyebabkan meluasnya tekanan pada ekosistem terumbu karang alami. Meskipun
faktanya kuantitas perdagangan terumbu karang telah dibatasi oleh Convention on
International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), laju
eksploitasi terumbu karang masih tinggi karena buruknya sistem penanganannya.
Beberapa aktivitas manusia yang dapat merusak terumbu karang:
o Membuang sampah ke laut dan pantai yang dapat mencemari air laut
o Membawa pulang ataupun menyentuh terumbu karang saat menyelam, satu
sentuhan saja dapat membunuh terumbu karang
o Pemborosan air, semakin banyak air yang digunakan maka semakin banyak
pula limbah air yang dihasilkan dan dibuang ke laut.
o Penggunaan pupuk dan pestisida buatan, seberapapun jauh letak pertanian
tersebut dari laut residu kimia dari pupuk dan pestisida buatan pada akhinya
akan terbuang ke laut juga.
o Membuang jangkar pada pesisir pantai secara tidak sengaja akan merusak
terumbu karang yang berada di bawahnya.
o Terdapatnya predator terumbu karang, seperti sejenis siput drupella.
o Penambangan
o Pembangunan pemukiman
o Reklamasi pantai
o Polusi
o Penangkapan ikan dengan cara yang salah, seperti pemakaian bom ikan

2.10 Faktor Penyebab Kerusakan, Jenis Pencemar,dan Pengaruh Pencemaran


Terhadap Terumbu Karang Lingkungan terhadap Keberadaan Terumbu Karang

Kerusakan terumbu karang bisa terjadi karena faktor alam dan faktor manusia. Berikut
penyebab kerusakan karang meliputi :

• Faktor alam
Misalnya hempasan ombak yang mematahkan karang atau ikan dan hewan laut lainya
yang menjadikan karang sebagai mangsanya. Akan tetapi, regenerasi dan
pertumbuhan karang menggantikan kerusakan ini.
• Pengendapan sedimen
Pengendapan yang berasal dari sedimen tanah yang tererosi karena penebangan hutan,
sehingga tanah tersebut terbawa ke laut dan menutupi karang dari sinar matahari
• Aliran air yang tercemar
Aliran air yang sudah dicemari oleh limbah sisa pembuangan dapat lambat laun akan
membuat karang mati. Bahan pencemar bisa berasal dari berbagai sumber,
diantaranya adalah limbah pertanian, perkotaan, pabrik, pertambangan dan minyak.
• Pemanasan suhu bumi
Pemanasan suhu bumi dikarenakan pelepasan karbon dioksida (CO2) ke udara.
Tingginya kadar CO2 diudara berpotensi meningkatan suhu secara global. yang dapat
mengakibatkan naik nya suhu air laut sehingga karang menjadi memutih (bleaching)
seiring dengan perginya zooxanthelae dari jaringan kulit karang, jika terjadi terus
menerus maka pertumbuhan terumbu karang terhambat dan akan mati.
• Uji coba militer
Latihan militer yang dilakukan sering tidak memperhatikan keadaan lingkungan
sekitarnya. Pengujian bahan peledak dan radiasi nuklir memiliki potensi
meningkatkan kerusakan terumbu karang serta menyebabkan mutasi pada terumbu
karang.
• Eksploitasi yang berlebihan
Kebanyakan nelayan tidak mengerti pentingnya karan bagi kehidupan, sehingga
eksploitasi besar-besaran sering dilakukan, penambangan terumbu karang tentu perlu
di awasi karena dampaknya yang bisa menghancurkan bahkan menghilangkan spesies
terumbu karang.
• Asal melempar jangkar
Para nelayan bahkan perahu sewaan terkadang menambatkan jangkar di sembarang
tempat. Jangkar yang di jatuhkan sembarangan dapat merusak terumbu karang
Pengaruh Pencemaran Lingkungan terhadap Terumbu Karang

Indonesia telah berkembang ke arah tercapainya tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi,
sehingga sektor industri dapat menjadi lebih efektif sebagai sarana utama untuk
mendorong pembangunan ekonomi, meningkatkan kemampuan teknologi dan
mengoptimumkan pemanfaatan sumberdaya ekonomi. Di samping itu, hal tersebut juga
ditujukan pada peningkatan persaingan industri dan kemampuan untuk menghasilkan
produk yang bermutu tinggi, yang mampu menembus pasar internasional, menggalakkan
pertumbuhan industri kecil dan menengah, termasuk industri pedesaan; dan memperluas
pembagian industri daerah, terutama di Indonesia Timur, sehingga pusat pertumbuhan
ekonomi dapat dikembangkan di seluruh daerah sesuai potensinya.

Pembangunan pertambangan ditujukan ke arah peningkatan produksi dan diversifikasi


produk pertambangan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku dan sumberdaya energi
primer, peningkatan ekspor, dan terpenuhinya kebutuhan masyarakat lainnya. Produksi
tahunan minyak bumi (minyak mentah dan kondensat) adalah sekitar 600 juta barel,
dengan ekspor sekitar 300 juta. Ekspor minyak murni adalah sekitar 80 juta barel per
tahun. Produksi tahunan gas alam adalah sekitar 3.000 milyar kaki kubik dengan
konsumsi lokal sebesar sekitar 2.800 milyar kaki kubik. Produksi Gas Alam Cair (LNG)
adalah sekitar 1,4 milyar MMBTL, sebagian besar diekspor. Produksi LPG adalah sekitar
2,9 juta ton dan sekitar 2,6 juta diekspor.

Sayangnya kemajuan industri dan teknologi tidak hanya memberikan dampak positif,
tetapi juga mampu menimbulkan efek negatif khususnya pada lingkungan. Efek negatif
yang kerap kali menurunkan kuantitas dan kualitas lingkungan adalah pencemaran
dimana hal tersebut berpengaruh pula pada eksistensi ekosistem terumbu karang.
Pencemaran laut karena minyak bumi tumpah ke laut dapat terjadi karena pemindahan
minyak bumi dari kapal ke kapal, dari kapal ke pelabuhan atau sebaliknya, dari
penyulingan minyak, dan dari pencucian kapal tanker.

Minyak yang tertumpah di laut akan mengalami absorbsi, pertukaran ion, penguapan dan
pengendapan. Selain itu, tumpahan minyak akan tersebar di permukaan air laut. Ikawati
(2001) mengemukakan bahwa sebagian tumpahan minyak di permukaan akan terseret ke
pantai saat ada arus angin sedangkan yang melekat pada sedimen akan tenggelam ke
dasar laut dan mengenai karang. Tumpahan tersebut dapat merusak atau menyebabkan
kematian karang. Sebenarnya tumpahan minyak ini tidak dapat melekat begitu saja pada
karang, tetapi tergantung efektifitas reaksi pembersihan karang (jenis karang) dan jenis
pencemar.

Sebagai contoh, pada sebuah percobaan di laboratorium, Thompson dan Bright (1977)
membandingkan kemampuan tiga spesies karang (Diploria strigosa, Montastrea
annularis, M.cavernosa) dengan memindahkan empat tipe sedimen dari permukaan
mereka. Empat tipe sedimen yang digunakan pada perlakuan tersebut adalah lumpur
pengeboran, barite, bentonite, dan CaCO3. Percobaan dilakukan dengan menambahkan
25 ml adukan sedimen pada permukaan karang. Meskipun hasil mengindikasikan adanya
tingkatan variasi pada pembersihan karang, tetapi semua karang yang diujikan dapat
membersihkan barite, bentonite dan CaCO3 secara efektif dan tidak satupun spesies
dapat membersihkan lumpur pengeboran secara keseluruhan.
Bahan pencemar lain yang dikenal berpengaruh terhadap kehidupan terumbu karang
adalah tailing. Limbah tailing berasal dari batu-batuan dalam tanah yang telah
dihancurkan hingga menyerupai bubur kental. Proses itu dikenal dengan sebutan proses
penggerusan. Batuan yang mengandung mineral seperti emas, perak, tembaga dan
lainnya, diangkut dari lokasi galian menuju tempat pengolahan yang disebut processing
plant. Di tempat itu proses penggerusan dilakukan. Setelah bebatuan hancur menyerupai
bubur biasanya dimasukkan bahan kimia tertentu seperti sianida atau merkuri, agar
mineral yang dicari mudah terpisah. Mineral yang berhasil diperoleh biasanya berkisar
antara 2% sampai 5% dari total batuan yang dihancurkan. Sisanya sekitar 95% sampai
98% menjadi tailing, dan dibuang ke tempat pembuangan.

Logam-logam yang berada dalam tailing sebagian adalah logam berat yang masuk dalam
kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Sembiring (2010) mengemukakan
bahwa tailing menyebar ke daerah yang lebih dangkal dan produktif secara biologis
sehingga mendatangkan lebih banyak masalah dari yang diperkirakan yaitu mengusir
spesies ikan yang berpindah-pindah, menyebabkan kerusakan permanen di dasar laut,
memusnahkan spesies asli, menghilangkan organisme langka dan mengurangi
keanekaragaman organisme termasuk terumbu karang.

Limbah merupakan polutan utama yang berasal dari anak sungai. Limbah pencemar
tersebut dapat mengandung pestisida, herbisida, klhorin, logam berat dan limbah organik
lainnya. Materi-materi tersebut dapat menyebabkan tingginya nilai BOD (Biological
Oxygen Demand) dan meracuni ekosistem pesisir termasuk terumbu karang (Nganro,
2009). Melalui penelitiannya, Yudha (2007) mengemukakan bahwa kandungan fosfat,
sulfida, dan logam berat seperti Pb, Hg, Cu dan Cd di perairan laut Bandar Lampung,
yang dekat dengan pabrik-pabrik dan industri rumah tangga, terdapat dalam jumlah yang
melebihi baku mutu yang ditetapkan untuk kehidupan biota laut. Hal tersebut semakin
menegaskan bahwa kegiatan manusia merupakan penyebab terbesar kerusakan terumbu
karang.

Wilkinson (1993) menduga bahwa sekitar 10 % dari terumbu karang dunia telah hancur
dan saat ini kondisi terumbu karang dunia dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) katagori :

1. Kritis (critical). Sekitar 30 % dari terumbu karang berada pada tingkat kritis dan akan
hilang dalam waktu 10 -20 tahun kemudian jika tekanan antropogenik tidak berkurang
atau dihilangkan
2. Terancam (threatened). Sekitar 30% te rumbu karang dikategorikan terancam dan
akan tampak pada 20-40 tahun, jika populasi dan tekanan yang ditimbulkannya terus
bertambah
3. Stabil (stable). Hanya sekitar 30 % dari terumbu karang dunia berada dalam kondisi
stabil dan diharapkan akan bertahan dalam waktu yang sangat lama.

Menurut Nybakken (1988), untuk dapat memulihkan habitat terumbu karang dibutuhkan
waktu yang cukup lama, yaitu antara 50 hingga 100 tahun, tergantung dari kualitas
perairan, tingkat tekanan terhadap lingkungan, letak terumbu karang yang akan menjadi
sumber penghasil individu karang baru, dan lain-lain. Kerusakan habitat terumbu karang
dapat menyebabkan inhibisi pertumbuhan jaringan dan rangka batu kapur karang,
metabolisme tubuh menurun, respon perilaku termodifikasi, produksi mukus berlebih,
kemampuan reproduksi melemah, serta hilangnya Zooxanthellae.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa keberadaan herbivora dan vertebrata laut


mempengaruhi kesehatan terumbu karang. Vertebrata laut sangat penting dalam hal
pendegradasian biomassa suatu spesies (Aronson, 2007). Akan tetapi, meningkatnya
polutan organik merupakan tanda bahwa lokasi tersebut kaya akan unsur hara (nutrien)
dan kelimpahan nutrien yang tidak terkendali akan menyebabkan peristiwa eutrofikasi
yaitu ledakan populasi dari suatu jenis fitoplankton sehingga vertebrata pendegradasi
tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya karena kelimpahan fitoplankton yang begitu
tinggi (Ikawati, 2001). Hal ini juga menyebabkan adanya kompetisi antara karang
dengan fitoplankton tersebut untuk mendapatkan cahaya matahari sebagai bahan
fotosintesis.

Seperti kita ketahui bahwa karang hidup bersimbiosis dengan zooxanthellae yang
merupakan spesies algae uniseluler. Selama fotosisntesis berlangsung, zooxanthellae
memfiksasi sejumlah besar karbon yang dilewatkan pada polip inangnya. Karbon ini
sebagian besar berbentuk gliserol termasuk glukosa dan alanin. Produk kimia ini
digunakan oleh polip karang untuk menjalankan fungsi metaboliknya atau sebagai
pembangun blok-blok dalam rangkaian protein, lemak dan karbohidrat. Apabila terjadi
ledakan satu jenis fitoplankton maka kesempatan zooxanthellae untuk berfotosintesis
semakin kecil sehingga tidak ada materi organik (nutrisi) yang dapat digunakan spesies
karang untuk menjalankan hidupnya yang pada akhirnya menyebabkan menurunnya
kesehatan terumbu karang hingga kematian karang.

Sebagai suatu ekosistem, terumbu karang memiliki komponen-komponen sebagaimana


ekosistem lain yaitu komponen biotik dan abiotik. Komponen-komponen tersebut saling
mempengaruhi satu sama lain. Keterkaitan antar komponen-komponen tersebut sangat
erat sehingga perubahan salah satu komponen dapat berakibat pada berubahnya kondisi
ekosistem. Berkaca pada pencemaran yang telah dijelaskan sebelumnya maka kematian
terumbu karang dapat diasumsikan hilangnya salah satu komponen biotik di suatu
ekosistem. Berkurang atau punahnya salah satu spesies tersebut dapat berakibat
terjadinya alur tropik dalam jaring makanan yang tidak konsisten sehingga memicu
terjadinya kelabilan ekosistem. Adanya rantai makanan yang terputus (missing link)
dapat memicu munculnya spesies-spesies asing (exotic species) atau bioinvasi.

Peristawa algae bloom’s (eutrofikasi) juga dapat menyebabkan kematian pada spesies
ikan. Pada 1979-1982 di Skotlandia, kematian ikan salmon meningkat karena adanya
ledakan spesies Olisthodiscus sp. dan Chattonella sp. Selain itu, tahun 1978 di Inggris
terjadi peningkatan kematian biota laut akibat melimpahnya Gyrodinium aureolum. Jenis
ikan karang yang ada di Indonesia diperkirakan sebanyak 592 spesies. Sejumlah 736
spesies ikan karang dari 254 genera di temukan di perairan Pulau Komoodo. Sementara
itu di Kepulauan Raja Ampat terdapat kenaekaragaman spesies ikan karang tertinggi di
dunia, sedikitnya terdapat 970 spesies. Akan tetapi, jumlah spesies ikan karang mulai
menurun seiring dengan menurunnya angka produktivitas ekosistem terumbu karang.
Suatu penelitian mengenai eutrofikasi di pantai terluar Long Island pada tahun 1986
menyebutkan bahwa setiap liter air mengandung 1.000.000.000 sel alga jenis Aurecoccus
anophogefferens selama musim panas sehingga terjadi penurunan penetrasi cahaya ke
dasar laut.

Secara kumulatif, ancaman-ancaman dari eskploitasi berlebihan, perubahan tata guna


lahan, pencemaran, dan pembangunan pesisir, bersama dengan efek perubahan iklim
global, memberi gambaran ketidakpastian masa depan ekosistem terumbu karang.
Walaupun sudah diketahui secara luas bahwa terumbu karang sudah sangat terancam,
informasi yang berkenaan dengan ancaman-ancaman tertentu di area yang spesifik
sangatlah terbatas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dibutuhkan sumber daya
manusia yang berkualitas serta dana yang memadai untuk melakukan pengelolaan efektif
pada ekosistem terumbu karang. Karena banyak tekanan pada terumbu karang yang
berakar dari masalah sosial dan ekonomi, pengelolaan juga harus melihat aspek lain
selain aspek biologi dimana upaya yang perlu ditekankan adalah pengentasan
kemiskinan, mata pencaharian alternatif, perbaikan pemerintahan, dan peningkatan
kepedulian masyarakat akan nilai terumbu karang serta ancaman yang dihadapinya.

2.11 Akibat Yang Ditimbulkan dari Rusaknya Terumbu Karang

Berkurang atau punahnya salah satu spesies tersebut dapat berakibat terjadinya alur
tropik dalam jaring makanan yang tidak konsisten sehingga memicu terjadinya kelabilan
ekosistem. Adanya rantai makanan yang terputus (missing link) dapat memicu
munculnya spesies-spesies asing (exotic species) atau bioinvasi (Sunarto, 2006).
Peristawa algae bloom’s (eutrofikasi) juga dapat menyebabkan kematian pada spesies
ikan. Pada 1979-1982 di Skotlandia, kematian ikan salmon meningkat karena adanya
ledakan spesiesOlisthodiscus sp. dan Chattonella sp. Selain itu, tahun 1978 di Inggris
terjadi peningkatan kematian biota laut akibat melimpahnya Gyrodinium aureolum
(Sindermann, 2006). Jenis ikan karang yang ada di Indonesia diperkirakan sebanyak 592
spesies. Sejumlah 736 spesies ikan karang dari 254 genera di temukan di perairan Pulau
Komoodo. Sementara itu di Kepulauan Raja Ampat terdapat kenaekaragaman spesies
ikan karang tertinggi di dunia, sedikitnya terdapat 970 spesies (Sunarto, 2006). Akan
tetapi, jumlah spesies ikan karang mulai menurun seiring dengan menurunnya angka
produktivitas ekosistem terumbu karang. Suatu penelitian mengenai eutrofikasi di pantai
terluar Long Island pada tahun 1986 menyebutkan bahwa setiap liter air mengandung
1.000.000.000 sel alga jenisAurecoccus anophogefferens selama musim panas sehingga
terjadi penurunan penetrasi cahaya ke dasar laut (Sindermann, 2006).

2.12 Cara Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Terhadap Terumbu Karang.

Kerusakan terumbu karang yang diakibatkan oleh aktivitas manusia harus sedapat
mungkin di cegah, karena akan sangat berdampak pada terganggunya ekosistem lainnya
dan menurunnya produksi ikan yang merupakan sumber protein hewani bagi
kemaslahatan umat manusia. Untuk maksud tersebut masyarakat maupun stakeholders
perlu diajak untuk duduk bersama dengan menyatukan visi dan misi sehingga wilayah
pesisir dan lautan dapat dikelola secara terpadu dan berkelanjutan.

Visi pengelolaan terumbu karang yaitu terumbu karang merupakan sumber pertumbuhan
ekonomi yang harus dikelola dengan bijaksana, terpadu dan berkelanjutan dengan
memelihara daya dukung dan kualitas lingkungan melalui pemberdayaan masyarakat dan
stakeholders (pengguna) guna memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat dan
pengguna secara berkelanjutan (sustainable).

Dalam upaya untuk mewujudkan visi tersebut maka ada empat tujuan pokok (1) tujuan
sosial, yaitu meningkatkan kesadaran masyarakat dan stakeholders mengenai pentingnya
pengelolaan terumbu karang secara terpadu dan berkelanjutan (2) tujuan konservasi
ekologi yaitu melindungi dan memelihara ekosistem terumbu karang untuk menjamin
pemanfaatan secara optimal dan berkelanjutan, (3) tujuan ekonomi yaitu meningkatkan
pemanfaatan ekosistem terumbu karang secara efisien dan berkelanjutan untuk
memperbaiki kesejateraan masyarakat dan stakeholders serrta pembangunan ekonomi,
(4) tujuan kelembagaan yaitu menciptakan sistem dan mekanisme kelembagaan yang
profesional, efektif dan efisien dalam merencanakan dan mengelola terumbu karang
secara terpadu dan optimal.

Pemulihan kerusakan terumbu karang merupakan upaya yang paling sulit untuk
dilakukan, serta memakan biaya tinggi dan waktu yang cukup lama. Upaya pemulihan
yang bisa dilakukan adalah zonasi dan rehabilitasi terumbu karang.

1. Zonasi
Pengelolaan zonasi pesisir bertujuan untuk memperbaiki ekosistem pesisir yang sudah
rusak. Pada prinsipnya wilayah pesisir dipetakan untuk kemudian direncanakan
strategi pemulihan dan prioritas pemulihan yang diharapkan. Pembagian zonasi
pesisir dapat berupa zona penangkapan ikan, zona konservasi maupun lainnya sesuai
dengan kebutuhan/pemanfaatan wilayah tersebut, disertai dengan zona penyangga
karena sulit untuk membatasi zona-zona yang telah ditetapkan di laut. Ekosistem
terumbu karang dapat dipulihkan dengan memasukkannya ke dalam zona konservasi
yang tidak dapat diganggu oleh aktivitas masyarakat sehingga dapat tumbuh dan pulih
secara alami

2. Rehabilitasi
Pemulihan kerusakan terumbu karang dapat dilakukan dengan melakukan rehabilitasi
aktif, seperti meningkatkan populasi karang, mengurangi algae yang hidup bebas,
serta meningkatkan ikan-ikan karang.
a. Meningkatkan populasi karang
Peningkatan populasi karang dapat dilakukan dengan meningkatkan rekruitmen,
yaitu membiarkan benih karang yang hidup menempel pada permukaan benda
yang bersih dan halus dengan pori-pori kecil atau liang untuk berlindung;
menambah migrasi melalui transplantasi, serta mengurangi mortalitas dengan
mencegahnya dari kerusakan fisik, penyakit, hama dan kompetisi.
b. Mengurangi alga hidup yang bebas
Pengurangan populasi alga dapat dilakukan dengan cara membersihkan karang
dari alga dan meningkatkan hewan pemangsa alga.
C. Meningkatkan ikan-ikan karang
Populasi ikan karang dapat ditingkatkan dengan meningkatkan rekruitmen, yaitu
dengan meningkatkan ikan herbivora dan merehabilitasi padang lamun sebagai
pelindung bagi ikan-ikan kecil; meningkatkan migrasi atau menambah stok ikan,
serta menurunkan mortalitas jenis ikan favorit
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari bahasan kali ini adalah sebagai berikut :

• Keberadaan terumbu karang di dunia khususnya di indonesia mulai terancam. Di


indonesia persentase perusakan terumbu karang tiap tahunnya menunjukan kenaikan
yang signifikan, dalam kurun waktu 4 tahun (2004-2008) 34% terumbu karang di
indonesia berkondisi sangat buruk, dan ironisnya hanya 3 % terumbu karang yang
dalam keadaan sangat baik.
• Faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan teumbu karang adalah faktor alam,
pengendapan sedimen, aliran air yang tercemar, pemanasan suhu bumi, uji coba
militer, eksploitasi yang berlebihan, asal melempar jangkar.
• Ancaman utama terhadap terumbu karang adalah pembangunan daerah pesisir, polusi
laut, sedimentasi dan pencemaran dari darat, overfishing (penangkapan sumberdaya
berlebih), destruktif fishing (penangkapan ikan dengan cara merusak), dan pemutihan
karang ( coral bleaching ) akibat pemanasan global.
• Cara pencegahan untuk mengurangi pencemaran terhadap terumbu karang dapat
dilakuakn dengan dua hal yaitu dengan Zonasi dan Rehabilitasi.

3.2 Saran

Sebagai mahasiswa diharapkan kita dapat peduli terhadap lingkungan diantaranya yaitu
dengan melestarikan terumbu karang dan tidak merusaknya hanya untuk kepentingan
semata sehingga fungsi terumbu karang di Indonesia tetap terjaga.
DAFTAR PUSTAKA

Dahuri, Rokhim. 1999. Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Terumbu Karang. Lokakarya
Pengelolaan dan IPTEK Terumbu Karang Indonesia. Jakarta.

Muttaqin, Aisyah Fitri, dkk. 2011. Coral Bleaching Ancaman Terbesar Ekosistem Terumbu
Karang Saat Ini: Analisis dan Upaya Pemantauan. Jurusan Manajemen Sumberdaya
Perairan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Suharsono. 1996. Jenis-Jenis Karang Yang Umum Dijumpai di Perairan Indonesia. LIPI.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai