Anda di halaman 1dari 5

Belajar Konsep melalui sejarah matematika

Kasus dari simbol aljabar

Albrecht Heeffer

Pusat logika dan filososfi sains- Ghent University, Belgia

Abstrak : pemikiran rasional pada abad pertengahan sering memasukkan pandangan epistomologi
matematika sebagai pengetahuan yang mana memberikan ketentuan yang mutlak. Beberapa
penemuan seperti teorema Godel dan susunan dari ketelitian aritmetika berhingga, bagaimanapun,
memberikan argumen yang kuat terhadap pandangan tersebut. Modus penyajian konsep yang statis
dan tidak dapat diubah dalam kurikulum matematika, daripada kurangnya pengetahuan metateori,
menyumbangkan pada kesalah pahaman ini. Saya akan menyatakan bahwa sejarah konseptual
matematika memberikan kesempatan yang luar biasa untuk menyampaikan dasar persoalan
epistomologi dan ontologi filosofi matematika dalam pendidikan matematika. Pada khususnya,
munculnya konsep pada persamaan akan disajikan dalam konteks historis. Contoh-contoh semacam
itu, akan mengingatkan siswa tentang relativitas metode matematika, kebenaran, dan pengetahuan,
dan akan memasukkan matematika kembali dalam perspektif waktu, budaya, dan konteks.

Key word: sejarah aljabar, rumus konsep, kebenaran mutlak, inkonsistensi.

1. Pengenalan

pada bab ini, kami mengusulkan integrasi(penggabungan) sejarah matematika dalam bidang
pendidikan matematika. Walaupun sejarah tidak sama dengan filosofi, kami percaya bahwa sejarah
matematika memberikan banyak kesempatan untuk menyampaikan dasar konsep filosofi mengenai
aspek epistemologis dan ontologis matematika.

Pada level epistemologis, sebuah konseptual sejarah matematika mengangkat pertanyaan sebagai
berikut:

 Bagaimana konsep dibentuk dalam matematika?


 Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi atau merubah maksud konsep?
 Apakah ada sebuah logika internal dan orde dalam pengembangan konsep matematika?
 Apa peran simbolisme pada pengetahuan matematika?
 Apakah terdapat bukti valid dalam matematika?

Mengenai ontologi, sejarah matematika memberikan tantangan argumen dalam debat realisme-
kontrukstivisme. Jika maksud dasar konsep matematika itu seperti bilangan atau persamaan,
berubah selama perkembangan matematika, apa yang terjadi pada status ontologis dari konsep-
konsep ini? Kami akan mengungkap bagaimana pertanyaan-pertanyaan ini dapat menjadi
pendekatan selama pembelajaran aljabar dasar.

Beberapa studi telah mempublis pada penggunaan sejarah matematika dalam bidang pendidikan
matematika. Mengusulkan menggunakan sejarah matematikamungkin untuk itu nampak menjadi
tugas yang berlebihan. Kurikulum ynag resmi untuk pendidikan menengah di Flander (Belgia)
menegaskan peran sejarah matematika secara eksplisit.
Pendidikan matematika perlu dihubungkan dengan disiplin ilmu yang lain. Matematika sendiri terus
berkembang selama berabad-abad dalam hubungan terdekat dengan pendapat umum dan
masalah-masalah. Sekarang, tentu konteks historis masih memberikan manfaat titik permulaan pada
pendekatan konsep khusus matematis dan topik pendidikan. Konteks historis mestinya digabungkan
dalam kurikulum kami.

Ketika mencari garis pedoman konkrit tentang bagaimana menyatukan sejarah matematika,
bagaimanapun juga, contoh yang ditawarkan oleh rencana yang mengecewakan. Kami hanya
mencari bentuk umum seperti pendekatan dengan contoh dari arsitektur dan lukisan yang dapat
mengilustrasi peran matematika dalam perkembangan bentuk seni tertentu” (ibid.11) dan “asesmen
dapat diberikan kepada penelitian fakta historis, seperti menelusuri internet terhadap
matematikawan, pentingnya teorema matematis, ilustrasi matematis dan penerapannya”(ibid.28).
sejarah matematika merupakan kekuatan kedalam peran yang membantu menjelaskan. Sejarah
menyampaikan berbagai gambar untuk menerangkan buku teks yang redup,untuk menguatkan
sebuah hubungan dengan disiplin ilmu yang lain, dan untuk menjaga kesibukan siswa antara
asesmen yang lainnya. Sebuah pandangan kesatuan pada pendidikan matematika yang mana sejarah
matematika memiliki relevansi secara metodelogi dan filosofi, yang ditinggalkan.

Kami akan menetapkan beberapa dasar argumen untuk manggabungkan sejarah matematika
kedalam pendidikan matematika. Yang pertama berbicara secara epistemologi keadaan matematika.
Pemikiran rasional pada zaman pertengahan sering mencakup pandangan matematika secara
epistemologi sebagai pengetahuan yang memberikan ketentuan yang mutlak. Dia mungkin telah
mengetahui tentang geometri yang mana postulat kesejajaran tidak dipertahankan, tapi kebanyakan
mungkin percaya bahwa geometri Euclid adalah benar. Kami dapat mengasumsikan bahwa ia tidak
terkenal dengan teorema Godel dan ragu-ragu. Selanjutnya ketidak mungkinan yang telah dipikirkan
tentang keberadaan dari ketidakkonsistenan aritmetika yang menunjukkan perhitungan berhingga
sebagai pembenaran aritmetika tradisional. Penemuan-penemuan ini memberikan argumen yang
kuat menghadapi pandangan bahwa matematika memberikan kebenaran yang mutlak. Cara yang
statis dan tak dapat diubah (baku) dari penyajian konsep-konsep dalam kurikulum matematika,
daripada kekurangan pengetahuan, yang malah memberikan miskonsepsi ini. Konsep matematis,
tetap yang paling dasar, yang telah dirubah secara lengkap dan berulang-ulang hingga selesai.
Kontribusi terbesar untuk mengembangkan matematika telah tepat hanya karena perbaikan yang
berarti dan perluasan bidang dan isi dari objek matematika. Namun, kami tidak menemukan
cerminan ini dalam pembelajaran di kelas, sementara ruang untuk mengintegrasikan filosofi dalam
pendidikan matematika masih sangat terbatas, perhatian pada pemahaman konsep matematika
adalah sebuah kondisi yang perlu untuk tulisan filosofi tentang matematika. Sejarah konseptual dari
matematika yang menyediakan cukup materi bagi perhatian (fokus) tersebut. Dan menuju kepada
pemahaman matematika yang lebih baik dan pengetahuan matematika kami. Aku akan
mengusulkan untuk menggabungkan atau mengintegrasikan sejarah matematika dalam kurikulum
matematika. Sebagai cara untuk mengajar siswa tentang evolusi dan dependensi-isi dari
pengetahuan manusia. Seperti pandangan yang setuju dengan pendekatan kontekstual terhadap
rasionalitas sebagai tujuan oleh Batens (2004). Sebagai contoh prima, saya akan melatih
mengembangkan konsep sebuah persamaan simbolik sebelum abad ke-17. sejalan dengan Lakatos
(1976) dan Kitcher (1984), contohnya didorong oleh relevansi secara epistemologi dalam sejarah
matematika.

2. Hidup dengan ketidak konsistenan

Ketika diminta untuk memberikan contoh kebenaran yang mutlak, siswa mungkin menjawab “ satu
ditambah satu sama dengan dua”. Ini adalah contoh yang sederhana untuk diperluas. Satu ditambah
satu sama dengan dua adalah sebuah arus aksiomatisasi dari aritmetika, dan untuk itu sah dengan
mematuhi teori tersebut. Itu cukup mudah, bagaimanapun juga, untuk menyesuaikan aksiomatisasi
guna mencari nilai kebenaran dari pernyataan yang diberikan.

Menyadur dari aksioma Peano yang terkenal untuk satu pengganti satu, akan menghasilkan contoh
yang salah didalam teori baru. (3) diketahui bahwa “ satu ditambah satu samadengan dua” itu
adalah benar. Siswa mungkin keberatan bahwa mengubah aturan aritmetika akan menyebabkan
pergolakan di masyarakat. Siswa yang lebih pandai mungkin memperhatikan bahwa mengubah
aksioma Peano dengan cara tertentu akan mengarah pada teori yang tidak konsisten, dan sesuatu
itu dapat diambil dari ketidak konsistenan. Mari kita lihat pada penolakan-penolakan ini.

Hal yang merubah nilai kebenaran dari contoh yang diberikan tidak membuat arti yang mungkin
menjadi benar untuk sekarang. Dapat menjadi alasan bagaimanapun untuk merubah aksioma
aritmetika. Van Bendegem (1994) telah mengembangkan sebuah aritmetika ketidak konsistenan
oleh perubahan aksioma Peano sehingga ada satu bilangan yang menggantikan dirinya. Alasannya
dilakukannya untuk mendemonstrasikan kelayakan aritmetika berhingga yang ketat. Kelima aksioma
Peano menyatakan bahwa jika persamaan digunakan untuk x=y maka x dan y adalah bilangann yang
sama. Ini adalah aksioma yang lemah dari Van Bendegem sehingga dimulai dari beberapa bilangan n,
setiap pengganti akan sama ke n. Jika kita mengambil n menjadi 1, maka dalam hal ini baru saja
aritmetika ditetapkan, yakni 1+1=1. Itu akan menjadi aritmetika trivial, tetapi tidak bermaksud
perusahaan ini. Daripada menggunakan 1, bilangan n dapat menjadi beberapa bilangan yang kamu
inginkan. Diberikan sebuah n yang cukup besar, setiap operasi aritmetika berjalan dengan cara yang
sama. Selama bilangan n tidak dapat tercapai selama perhitungan. Sekarang sebuah masalah hadir
ketika kami mencapai n. Pernyataan n=n+1 jadi keduanya benar dan salah dalam waktu yang sama.
Ini membuat aritmetika inkonsisten baru.

Pada logika klasik kamu mempunyai aturan ex falso quodlibet (EFQ) yang menyatakan bahwa 𝑝 ∧
−𝑞 → 𝑞 atau dari inkonsistensi kamu dapat memperoleh sesuatu. Ini akan memberikan aritmetika
trivial dalam logika klasik. Beberapa logika parakonsisten yang sekarang ada bahwa tidak memiliki
masalah ini, sebaik logika adaptif-inkonsisten yang dikembangkan di pusat logika dan filosofi sains
(Batens 2001). Van Bendegem menggunakan logika tiga nilai parakonsisten PL dari Priest (1987),
dimana EFQ tdak memegang. Dengan logika yang mendasari, ia membuktikan bahwa jika pernyataan
A valid dalam teori bilangan dasar klasikal, maka A juga valid pada sebuah teori bilangan dasar yang
berdasarkan pada model terbatas. Pembuktian Godel bahwa setiap teori formal konsisten yang
cukup kaya untuk model aritmetika akan mengandung pernyataan yang benar bahwa tidak dapat
dibuktikan dalam teori itu. Dengan kata lain, setiap teori formal konsisten itu tidak lengkap.
Menghentika konsistensi, aritmetika baru ini yang berdasarkan pada model terbatas, yang memiliki
manfaat yang sempurna
Sisa-sisa penolakan dari pemberontakan. Apakah akan terjadi jika beberapa orang memutuskan
untuk mengubah aturan aritmetika? Akankah laporan kami dan gaji program perhitungan kami
menjadi tidak reliabel ketika bekerja dengan aritmetika di program komputer? Dalam beberapa hal,
kami siap menggunakan batasan ini dan aritmetika di program komputer. Sebuah bilangan bulat
yang tidak bertanda dalam sebuah bahasa pemograman seperti C direpresentasikan dengan 32 atau
64 bit struktur data. Bergantung pada pokok hardware. Inkonsisten bilangan n disini menjadi 232 − 1
Atau 264 − 1, sementara penggantinya adalah 0. Biasanya penyususn memperingatkan pada
keadaan yang penuh sesak seperti ini. Ketika memanipulasi struktur biner dengan operasi sedikit
bergeser, programmer memiliki alasan dalam aritmetika inkonsisten dan hati-hati pada situasi garis
batas dirinya. Rupanya bnayak yang khawatir tentang membuang sepenuhnya ketentuan dalam
matematika daripada tentang kehidupan mereka sendiri dengan mengandalkan komputer dalam
kehidupan sehari-hari. kami tidak memiliki pembuktian yang paling ringan bahwa komputer komersil
sekarang ini dan penyusun (perakit) kami gunakan untuk menciptakan program yang berfungsi
dengan cara yang kita pikir mereka lakukan. Seperti program untuk mengaktifkan sistem anti-
pengereman pada mobil kami, rambu-rambu lalu lintas, yang digunakan untuk menghitung struktur
jembatan dan membangunnya. Jika mereka jatuh dalam bekerja, nyawa manusia menjadi
taruhannya. Ada upaya untuk membuktikan cara yang benar dalam mendesain hardware dan
program komputer, tapi ini bukan untuk penggunaan praktis atau penggunaan komersial. Faktanya
kami membuktikan bantahan. Komputer komersil telah diketahui tidak konsisten dalam
aritmetikanya, sebagaimana telah ditunjukkan dengan bug intel pentium terkenal. (4). Faktanya,
karenanya bahwa kita hidup dengan ketidak konsistenan setiap hari pada kehidupan kita. mengapa
itu begitu sulit untuk menerimanya pada tingkatan filosofis.

3. Ketentuan mutlak dalam matematika

“saudara, bahwa 𝑒 𝑖 + 1 = 0 memang benar, tetapi itu benar-benar sebuah paradoks, kami tidak
dapat memahaminya dan kami tidak tahu apa artinya, tetapi kami telah membuktikannya, dan oleh
karena itu hal tersebut merupakan sebuah kebenaran yang pasti.”
Ini adalah kutipan terkenal oleh Benjamin Pierce setelah membuktikan identitas euler dalam
perkuliahan. Mencerminkan pandangan utama matematikawan sebelum tahun 1930 ketika
kebenaran matematika setara dengan kemampuan membuktikan. Ketika Godel membuktikan
bahwa ada pernyataan yang benar dalam sistem formal yang konsisten yang tidak dapat dibuktikan
dalam sistem itu. Kebenaran menjadi terpisah dari provabilitas.

Pierce tampaknya menyiratkan sesuatu yang lebih kuat, apapun itu membuktikan hal-hal dalam
matematika membawa kita pada kebenaran, hal ini di luar sudut pandang epistemologis dan
merupakan pernyataan metafisik tentang keberadaan objek matematika dan kebenaran mereka
terlepas dari pengetahuan manusia. Hardy seorang matematikawan hebat merumuskannya lebih
kuat (Hardy 1929):
“tampaknya bagi saya bahwa tidak ada filsafat yang menaruh perhatian kepada matematikawan
yang tidak diakui, dalam satu atau lain cara. Validitas kebenaran matematis yang tetap dan tanpa
syarat. Teorema matematika benar atau salah. Kebenaran mutlak atau kesalahan mutlak dan tidak
bergantung pada pengetahuan kami tentang hal itu. Dalam beberapa hal, kebenaran matematika
merupakan bagian dari realitas objektif.”
Pernyataan semacam itu lebih dari sekedar refleksi metafisik terbuka yang murni untuk diskusi.
Mereka menyembunyikan tentang cara matematika berkembang. Dan memiliki akibat penting bagi
pendidikan dan penelitian matematika. Suatu realitas objektif menyiratkan konsep-konsep
matematika bersifat tetap dan kekal. Sedangkan sejarah matematika memberikan bukti yang
sebaliknya. Bahkan konsep matematika yang paling dasar sekalipun, seperti konsep bilangan kontinu
yang terus berlanjut. Objek-objek yang ditandai oleh konsep Yunani kuno dari arithmos berbeda
dengan sejumlah matematikawan pada abad Renaisans, yang pada selanjutnya berbeda dengan
pandangan kita saat ini. Seseorang dapat menolaknya bukan matematika itu sendiri. Pemahaman
kita tentang realitas matematika berubah. Studi lapangan Jacob Klein (1934, 6), bagaimanapun tetap
berfokus pada pergeseran ontologis dalam konsep bilangan. Dalam aritmetika Yunani tidak
mengenal angka, tapi selanjutnya, setelah itu akar dua diterima sebagai bilangan, dan pada akhir
abad ke 16 akar -15 menjadi bilangan.

4. Mencari dibalik hambatan berpikir simbolik


Menghadapi pengembangan aljabar simbolik, kita harus mendefinsikan beberapa istilah secara lebih
eksplisit. Mari kita sebut aljabar sebagai pemecahan masalah analitis, metode untuk masalah
aritmetika dimana kuantitas yang tidak diketahui diwakili oleh entitas abstrak. Ada kondisi penting
dalam dua definisi ini: analitis, yang berarti bahwa masalah diselesaikan dengan mempertimbangkan
beberapa hipotesis yang tidak diketahui pentingnya dan menurunkan pernyataan secara deduktif
sehingga ini yang tidak diketahui dapat dinyatakan sebagai nilai dan entitas abstrak yang digunakan
untuk mewakili yang tidak diketahui. Entitas ini dapat berupa simbol, angka atau bahkan warna,
seperti yang akan kit lihat dibawah ini. Lebih ketat, aljabar simbolis merupakan metode pemecahan masalah
analitis untuk masalah aritmatika dan geometri yang terdiri dari manipulasi sistematis dari representasi simbolis
dari masalah. Aljabar simbolik jadi dimulai dari representasi simbolik dari masalah, artinya sesuatu yang lebih
dari sekedar notasi singkat. Tidak ada ruang disini untuk memperluas perbedaan penting ini sebaliknya kita kan
fokus pada satu kesalahpahaman yang penting "karena masalah aritmatika diselesaikan secara aljabar
selama lebih dari 3.000 tahun, persamaan aljabar adalah konsep yang sangat kuno." Ini bukan
persoalannya, seperti yang telah kita nyatakan. Persamaan simbolik adalah penemuan abad keenam
belas.

Kita semua terpelajar dalam cara berpikir simbolis, yang begitu dominan sehingga menjadi sangat sulit untuk
memahami bagaimana aljabar non-simbolis benar-benar bekerja. Bahkan, dalam sejarah matematika ada banyak
kasus di mana seseorang benar-benar mengabaikan perbedaannya. Mari kita ambil satu contoh aljabar
Babilonia. Orang Babylonia itu memiliki pengetahuan lanjutan tentang aljabar adalah fakta yang dikenal agak
terlambat — sekitar tahun 1930. Banyak ribuan tablet bentuk tanah liat yang ditemukan yang berisi tabel dengan
angka atau solusi untuk masalah numerik. Salah satu tablet tersebut adalah YBC 6967 dari Yale University,
yang ditulis dalam dialek Akkadia sekitar 1500 SM. Sarjana yang paling menonjol yang mempelajari dan
mengedit tablet matematika ini adalah Otto Neugebauer (1935-7, 1945). Untuk masalah pada YBC 6967,
Neugebauer menulis sebagai berikut: 7.

Anda mungkin juga menyukai