Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Tubuh manusia terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian yang padat dan

bagian yang cair. Bagian padat terdiri dari tulang, kuku, otot, dan jaringan yang lain.

Sedangkan bagian yang cair berupa cairan intraselular dan ekstraselular. Cairan

ekstraseluler dibagi menjadi plasma darah sebanyak 5% dan cairan interstitial

sebanyak 15%. Cairan antarsel khusus disebut cairan transeluler, seperti cairan

serebrospinal, cairan persendian, cairan peritoneum, dan lain-lainnya. Dalam cairan

ekstraseluler dan intraseluler, terdapat elektrolit-elektrolit utama yang berbeda.

Elektrolit utama dalam cairan ekstraseluler adalah natrium dan klorida, sedangkan

elektrolit utama dalam cairan intraseluler adalah kalium, magnesium, kalsium, dan

fosfat. Cairan dan elektrolit sangat dibutuhkan oleh sel-sel dalam tubuh agar dapat

menjaga dan mempertahankan fungsinya, sehingga tercipta kondisi yang sehat pada

tubuh manusia.1

Cairan dan elektrolit di dalam tubuh merupakan satu kesatuan yang tidak

terpisahkan. Komposisi cairan dan elektrolit di dalam tubuh sudah diatur sedemikian

rupa agar keseimbangan fungsi organ vital dapat dipertahankan. Apabila terjadi

gangguan keseimbangan, baik cairan atau elektrolit, maka akan memberikan

pengaruh pada yang lainnya. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam

tubuh dapat terjadi pada keadaan diare, muntah-muntah, sindrom malabsorbsi,

ekskresi keringat yang berlebih pada kulit, pengeluaran cairan yang tidak disadari

(insesible water loss) secara berlebihan oleh paru-paru, perdarahan, berkurangnya


1
kemampuan pada ginjal dalam mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit dalam

tubuh. Dalam keadaan tersebut, pasien perlu diberikan terapi cairan agar volume

cairan tubuh yang hilang, dengan segera dapat digantikan.2

Terapi cairan merupakan terapi yang sangat mempengaruhi keberhasilan

penanganan pasien kritis. Selain dapat mengganti cairan yang hilang, terapi cairan

dapat dilakukan untuk mengganti kehilangan cairan yang sedang berlangsung,

mencukupi kebutuhan per hari, mengatasi syok, dan mengatasi kelainan akibat terapi

lain. Administrasi terapi cairan melalui intravena adalah salah satu rute terapi yang

paling umum dan penting dalam pengobatan pasien bedah, medis dan sakit kritis.3

Pemilihan pemberian terapi cairan untuk perbaikan dan perawatan stabilitas

hemodinamik pada tubuh cukup sulit. Karena pemilihannya tergantung pada jenis dan

komposisi elektrolit dari cairan yang hilang. Meskipun kesalahan terapi cairan jarang

dilaporkan, namun disebutkan satu dari lima pasien dengan terapi cairan dan elektrolit

intravena menderita komplikasi atau morbiditas karena pemberian terapi cairan yang

tidak tepat. 3

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cairan Tubuh

2.1.1 Komposisi Cairan Tubuh

Komponen terbesar tunggal dari tubuh adalah air. Air tubuh total atau total

body water (TBW) adalah persentase dari berat air dibagi dengan berat badan total,

yang bervariasi berdasarkan kelamin, umur, dan kandungan lemak yang ada di dalam

tubuh presentasenya dapat berubah tergantung pada umur, jenis kelamin, dan derajat

obesitas seseorang. Pada bayi usia < 1 tahun, cairan tubuh adalah sekitar 80-85%

berat badan, dan pada bayi usia > 1 tahun mengandung air sebanyak 70-75%. Seiring

dengan pertumbuhan, presentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-

angsur turun, yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan, pada wanita dewasa

50% berat badan. 4

Persentase tersebut bervariasi bergantung beberapa faktor , TBW pada orang

dewasa berkisar antara 45-75% dari berat badan. Kisaran ini tergantung pada tiap

individu yang memiliki jumlah jaringan adipose yang berbeda, yang mana jaringan

ini hanya mengandung sedikit air. TBW pada wanita lebih kecil dibanding dengan

laki-laki dewasa pada umur yang sama, karena struktur tubuh wanita dewasa yang

umumnya lebih banyak mengandung jaringan lemak. TBW pada neonatus lebih

tinggi yaitu sekitar 70-80% berat badan Untuk beberapa alasan, obesitas serta

3
peningkatan usia akan menurunjkan jumlah kandungan total air tubuh TBW dibagi

dalam 2 komponen utama yaitu cairan intraseluler (CIS) dan cairan ekstra seluler

(CES). 4

Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke ruang-ruang tubuh yang disebut

kompartemen. Kompartemen berisi cairan intraseluler (40% BB) dan cairan

ekstraseluler (20% BB). Ruang ekstraseluler meliputi ruang interstitial (15% BB) dan

ruang intravaskuler berisi sel-sel darah dan plasma, cairan intravaskuler (5% BB),

serta ruang serebrospinal berisi cairan serebrospinal. Terdapat ruang-ruang lain yang

juga termasuk di dalam ruang ekstraseluler yang disebut ruang ketiga (third space).

Cairan dalam ruang ketiga ini dalam keadaan normal dapat diabaikan isinya, seperti

di ruang intrapleura, perikardium, intraperitoneal, dan lain-lain. 5

1. Cairan intraselular

4
Cairan intraseluler merupakan cairan yang terkandung di dalam sel. Cairan

intraseluler berjumlah sekitar 40% dari berat badan. Pada cairan intraseluler memiliki

ion kalium dan fosfat dalam jumlah besar, ion magnesium dan sulfat dalam jumlah

sedang, ion klorida dan natrium dalam jumlah kecil, dan hampir tidak ada ion

kalsium. Sel juga memiliki protein dalam jumlah besar, hampir lebih dari empat kali

lipat di dalam plasma. 4.5

Merupakan cairan yang terkandung di dalam sel. Pada orang dewasa, sekitar

dua pertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraseluler, sebaliknya pada bayi,

hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan intraseluler. 4.5

2. Cairan ekstraselular
Jumlah relatif cairan ekstraselular menurun seiring dengan bertambahnya usia,

yaitu sampai sekitar sepertiga dari volume total pada dewasa. Cairan ekstraselular

terbagi menjadi cairan interstitial dan cairan intravaskular. Cairan interstitial adalah

cairan yang mengelilingi sel dan termasuk cairan yang terkandung diantara rongga

tubuh seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi

saluran pencernaan, sekitar 11-12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk

dalam volume interstisial. 4.5


Sementara, cairan intravaskular merupakan cairan yang terkandung dalam

pembuluh darah, rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 liter dimana 3

liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari eritrosit, leukosit, dan platelet.
Pada orang dewasa normal, rata-rata asupan air setiap harinya adalah 2500 ml,

yang termasuk kira-kira 300 ml sebagai produk sampingan dari metabolisme substrat

energi. Rata-rata kehilangan cairan per hari adalah 2500 ml dimana 1500 ml di urin,

5
400 ml dievaporasi saluran pernafasan, 400 ml di evaporasi kulit, 100 ml di keringat,

dan 100 ml di feses. Penguapan sangat diperlukan untuk pengaturan suhu karena

mekanisme ini secara normal menyumbang 20-25% kehilangan panas. Perubahan

pada komponen cairan dan volume sel akan memicu kerusakan fungsi yang serius,

khususnya pada otak. 4.5

Distribusi cairan di dalam kompartemen diatur oleh osmolalitas, distribusi

natrium dan distribusi koloid terutama albumin. Osmolalitas dikontrol oleh intake

cairan dan regulasi ekskresi air oleh ginjal. Ada 2 jenis bahan yang terlarut didalam

cairan tubuh, yaitu :

a. Elektrolit
Elektrolit ialah molekul yang pecah menjadi partikel bermuatan listrik yaitu

kation dan anion, yang dinyatakan dalam mEq/L cairan. Tiap kompartemen

mempunyai komposisi elektrolit tersendiri. Komposisi elektrolit plasma dan

interstisial hampir sama, kecuali di dalam interstisial tidak mengandung protein.

Tabel. komposisi elektrolit dalam cairan tubuh

Elektrolit Plasma Cairan Interstitial Cairan Intracellular


(mEq/L) (mEq/L) (mEq/L)
Na+ 142 145 10
K+ 4 4 159
Mg2+ 2 2 40
Ca2+ 5 3 1
Cl- 103 117 10

6
HCO3- 25 27 7
(Sumber: Campbell I: Physiology of fluid balance. Anaesth Intensive Care Med 7:462-465
2006.). 6

b. Non elektrolit

Non elektrolit ialah molekul yang tetap, tidak berubah menjadi partikel-partikel,

terdiri dari dekstrosa, ureum dan kreatinin.

2.1.2. Kebutuhan Cairan

Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti defisit cairan dalam

batas-batas fisiologis dengan cairan kristaloid atau koloid secara intravena.

Pembedahan dengan anestesia memerlukan puasa pada saat sebelum dan sesudah

prosedur pembedahan. Terapi cairan parenteral diperlukan untuk mengganti defisit

cairan saat puasa sebelum dan sesudah prosedur pembedahan, mengganti kebutuhan

rutin saat prosedur pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi dan mengganti

cairan pindah ke ruang ketiga. 4,5,7

Tabel . Kebutuhan Cairan Basal. 7


Berat Badan Rate

10 kg pertama 4 mL/kgBB/jam
10–20 kg berikutnya tambahkan 2 mL/kgBB/jam
setiap kg di atas 20 kg tambahkan 1 mL/kgBB/jam

1. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan


a) Peningkatan terhadap kebutuhan cairan harian diantaranya :
 Demam (kebutuhan meningkat 12% setiap 10 C, jika suhu > 370 C)
 Hiperventilasi
 Suhu lingkungan yang tinggi
 Aktivitas yang ekstrim / berlebihan

7
 Setiap kehilangan yang abnormal seperti diare atau polyuria
b) Penurunan terhadap kebutuhan cairan harian diantaranya yaitu :
 Hipotermi ( kebutuhannya menurun 12% setiap 10 C, jika suhu <370 C )
 Kelembaban lingkungan yang sangat tinggi
 Oliguria atau anuria
 Hampir tidak ada aktivitas
 Retensi cairan misal gagal jantung.
2.2 Terapi Cairan

Pemberian cairan diperlukan karena gangguan dalam keseimbangan cairan dan

elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien dengan tindakan bedah.

Gangguan cairan yang terjadi dikarenakan kombinasi dari faktor-faktor sebelum

pembedahan, selama pembedahan dan sesudah pembedahan. Faktor sebelum bedah

berhubungan dengan kondisi penyerta, prosedur diagnostik yang dilakukan sebelum

operasi, pemberian obat sebelum proses operasi dan restriksi cairan sebelum

operasi.4,5,9

Terapi cairan adalah salah satu terapi yang sangat menentukan keberhasilan

penanganan pasien kritis. Dalam langkah-langkah resusitasi, langkah D (“drug and

fluid treatment”) dalam bantuan hidup lanjut, merupakan langkah penting yang

dilakukan secara simultan dengan langkah-langkah lainnya. Tindakan ini seringkali

merupakan langkah “life saving” pada pasien yang menderita kehilangan cairan yang

banyak seperti dehidrasi karena muntah, diare dan syok. 4,5,9

Berdasarkan penggunaannya, cairan infus dapat digolongkan menjadi empat

kelompok, yaitu:

1. Cairan Pemeliharaan4,5,9

8
Jumlah cairan yang dibutuhkan selama 24 jam, ditujukan untuk menggantikan

air yang hilang lewat urine, tinja, paru dan kulit. Jumlah kehilangan air tubuh ini

berbeda sesuai dengan umur. Tujuan saat memberikan cairan perawatan rutin adalah

untuk menyediakan cukup cairan dan elektrolit untuk memenuhi insensible losses

(500-1000 ml), mempertahankan status normal tubuh kompartemen cairan dan

memungkinkan ekskresi ginjal dari produk-produk limbah (500-1500 ml).


Jenis cairan rumatan yang dapat digunakan adalah : NaCl 0,9%, glukosa 5%,

glukosa salin, ringer laktat/asetat, NaCl 0,9% hanya untuk rumatan yang tinggi

kandungan NaCl dari saluran cerna ataupun ginjal, glukosa 5% atau glukosa salin.

Jumlah kehilangan air tubuh berbeda sesuai dengan umur, yaitu

Dewasa 1,5-2ml/kg/jam
Anak-anak 2-4 ml/kg/jam
Bayi 4-6 ml/kg/jam
Neonatus 3 ml/kg/jam

2. Cairan pengganti (replacement therapy)

Ditujukan untuk mengganti kehilangan air tubuh akibat sekuestrasi atau proses

patologi lain seperti fistula, efusi pleura asites, drainase lambung. Cairan yang

diberikan bersifat isotonik, seperti RL, NaCl 0,9 %, D5RL, D5NaCl. Secara umum,

terapi cairan intravena untuk penggantian harus bertujuan untuk memenuhi kebutuhan

ekstra dari cairan dan elektrolit seperti kebutuhan pemeliharaan, sehingga

homeostasis dapat kembali dan terjaga.

3. Cairan khusus

9
ditujukan untuk keadaan khusus misalnya asidosis. Cairan yang dipakai seperti

Natrium bikarbonat, NaCl 3%.

4. Cairan Nutrisi

Cairan nutrisi biasanya digunakan untuk nutrisi parenteral pada pasien yang

tidaak mau makan, tidak boleh makan dan tidak bisa makan peroral. Jenis cairan

nutrisi parenteral pada saat ini sudah dalam berbagai komposisi baik untuk parenteral

parsial atau total maupun untuk kasus penyakit tertentu. Adapun syarat pemberian

nutrisi parenteral yaitu berupa:

a. Gangguan absorpsi makanan seperti pada fistula enterokunateus, atresia

intestinal, kolitis infektiosa, obstruksi usus halus.


b. Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pankreatitis berat, status

preoperatif dengan malnutrisi berat, angina intestinal, stenosis arteri

mesenterika, diare berulang.


c. Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang berkepanjangan, pseudo-

obstruksi dan skleroderma.


d. Kondisi dimana jalur enteral tidak dimungkinkan seperti pada gangguan makan,

muntah terus menerus, gangguan hemodinamik, hiperemesis gravidarum.


2.3. Pemilihan Cairan

Cairan intravena diklasifikasikan menjadi kristaloid dan koloid. Kristaloid

merupakan larutan dimana molekul organik kecil dan inorganik dilarutkan dalam air.

Larutan ini ada yang bersifat isotonik, hipotonik, maupun hipertonik. Cairan

kristaloid memiliki keuntungan antara lain : aman, nontoksik, bebas reaksi, dan

10
murah. Adapunkerugian dari cairan kristaloid yang hipotonik dan isotonik adalah

kemampuannya terbatas untuk tetap berada dalam ruang intravaskular. 4,5,9

1. Kristaloid

Larutan kristaloid adalah larutan air dengan elektrolit dan atau dextrose, tidak

mengandung molekul besar. Kristaloid dalam waktu singkat sebagian besar akan

keluar dari intravaskular, sehingga volume yang diberikan harus lebih banyak (2,5-4

kali) dari volume darah yang hilang. Kristaloid mempunyai waktu paruh intravaskuler

20-30 menit. Ekspansi cairan dari ruang intravaskuler ke interstital berlangsung

selama 30-60 menit sesudah infus dan akan keluar dalam 24-48 jam sebagai

urine. Secara umum kristaloid digunakan untuk meningkatkan volume ekstrasel

dengan atau tanpa peningkatan volume intrasel.

Cairan kristaloid yang paling banyak digunakan adalah normal saline dan

ringer laktat. Cairan kristaloid memiliki komposisi yang mirip cairan ekstraselular.

Karena perbedaan sifat antara kristaloid dan koloid, dimana kristaloid akan lebih

banyak menyebar ke ruang interstitial dibandingkan dengan koloid maka kristaloid

sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang intersisial.

Penggunaan cairan normal salin dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan

timbulnya asidosis hiperkloremik, sedangkan penggunaan cairan ringer laktat dengan

jumlah besar dapat menyebabkan alkalosis metabolik yang disebabkan adanya

peningkatan produksi bikarbonat akibat metabolisme laktat. Larutan dekstrose 5%

11
sering digunakan jika pasien memiliki gula darah yang rendah atau memiliki kadar

natrium yang tinggi. Namun penggunaannya untuk resusitasi dihindarkan karena

komplikasi yang diakibatkan antara lain hiperomolalitashiperglikemik, diuresis

osmotik, dan asidosis serebral.10

Berikut ini tabel beberapa jenis cairan kristaloid dan kandungan masing- masing : 10

Dekstrose Kalori
Nama produk Na+ K+ Mg+ Cl- Laktat
(gr/L) (Kcal/L)
Ringer laktat 130 4 - 109 28 - -
NaCl 0,9% 154 - - 154 - - -
Dextrose 5% - - - - - 27 108

2. Koloid
Cairan koloid disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut

“plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat

molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung

bertahan agak lama dalam ruang intravaskuler. Koloid dapat mengembalikan volume

plasma secara lebih efektif dan efisien daripada kristaloid, karena larutan koloid

mengekspansikan volume vaskuler dengan lebih sedikit cairan dari pada larutan

kristaloid. Sedangkan larutan kristaloid akan keluar dari pembuluh darah dan hanya

1/4 bagian tetap tinggal dalam plasma pada akhir infus.

Koloid adalah cairan yang mengandung partikel onkotik dan karenanya

menghasilkan tekanan onkotik. Bila diberikan intravena, sebagian besar akan

menetap dalam ruang intravaskular. Meskipun semua larutan koloid akan

mengekspansikan ruang intravaskular, namun koloid yang mempunyai tekanan

12
onkotik lebih besar daripada plasma akan menarik pula cairan ke dalam ruang

intravaskular. Ini dikenal sebagai ekspander plasma, sebab mengekspansikan volume

plasma lebih dari pada volume yang diberikan.

Secara umum koloid dipergunakan untuk :


a. Resusitasi cairan pada penderita dengan defisit cairan berat (syok hemoragik)

sebelum transfusi tersedia.


b. Resusitasi cairan pada hipoalbuminemia berat, misalnya pada luka bakar.

Koloid mengandung molekul-molekul besar berfungsi seperti albumin dalam

plasma tinggal dalam intravaskular cukup lama (waktu parah koloid intravaskuler 3-6

jam), sehingga volume yang diberikan sama dengan volume darah yang hilang.

Contoh cairan koloid antara lain dekstran, haemacel, albumin, plasma dan darah.4,5,10

A. Albumin

Albumin merupakan larutan koloid murni yang berasal dari plasma manusia.
0
Albumin dibuat dengan pasteurisasi pada suhu 60 C dalam 10 jam untuk

meminimalisir resiko transmisi virus hepatitis B atau C atau pun virus

imunodefisiensi. Waktu paruh albumin dalam plasma adalah sekitar 16 jam, dengan

sekitar 90% tetap bertahan dalam intravascular 2 jam setelah pemberian. 4,5,10

B. Dekstran

Dekstran merupakan semisintetik koloid yang secara komersial dibuat dari

sukrose oleh mesenteroides leukonostok strain B 512 dengan menggunakan enzim

dekstran sukrose. Dekstran untuk pemakaian klinis tersedia dalam dekstran 70 (BM

70.000) dan dekstran 40 (BM 40.000) dicampur dengan garam faal, dekstrosa atau

Ringer laktat. Dekstran 70% digunakan pada syok hipovolemik dan untuk profilaksis
13
tromboembolisme dan mempunyai waktu paruh intravaskular sekitar 6 jam.

Pemakaian dekstran untuk mengganti volume darah atau plasma hendaknya dibatasi

sampai 1 liter (1,5 gr/kgBB) karena risiko terjadi perdarahan abnormal. Batas dosis

dekstran yaitu 20 ml/kgBB/hari. Disfungsi trombosit dan penurunan fibrinogen dan

faktor VIII merupakan alasan timbulnya perdarahan yang meningkat. Reaksi alergi

terhadap dekstran telah dilaporkan, tetapi kekerapan reaksi anafilaktoid mungkin

kurang dari 0,02 %. Dekstran 40 hendaknya jangan dipakai pada syok hipovolemik

karena dapat menyumbat tubulus ginjal dan mengakibatkan gagal ginjal akut. 4,5,10

C. Gelatin

Gelatin dibuat dengan jalan hidrolisis kolagen sapi. Preparat yang umum

dipasaran adalah gelatin yang mengalami suksinasi seperti Gelofusin dengan pelarut

NaCL isotonik. Gelatin dengan ikatan urea-poligelin ( Haemaccel ) dengan pelarut

NaCL isotonik dengan Kalium 5,1 mmol/l dan Ca 6,25 mmol/ L. Pemberian gelatin

agaknya lebih sering menimbulkan reaksi alergik daripada koloid yang lain. Berkisar

dari kemerahan kulit dan pireksia sampai anafilaksis yang mengancam nyawa.

Reaksi-reaksi tersebut berkaitan dengan pelepasan histamin yang mungkin sebagai

akibat efek langsung gelatin pada sel mast.

Gelatin dapat diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal bahkan

pada pasien yang menjalani hemodialisis. Indikasi gelatin : Penggantian volume

primer pada hipovolemia, stabilisasi sirkulasi perioperatif. Sedangkan kontraindikasi

14
adalah infark miokard yang masih baru terjadi, gagal jantung kongestif dan syok

normovolemik. 4,5,10

D. Hydroxylethyl Starch (HES)

Senyawa kanji hidroksietil ( HES ) merupakan suatu kelompok koloid sintetik

polidisperse yang mempunyai glikogen secara structural. Waktu paruh dari 90%

partikel HES adalah 17 hari. Seperti semua koloid lainnya, kanji hidroksietil juga

berkaitan dengan reaksi anafilaktoid yang ringan dengan kekerapan kira-kira 0,006

%. Indikasi pemberian HES adalah :Terapi dan profilaksis defisiensi volume

(hipovolemia) dan syok (terapi penggantian volume) berkaitan dengan pembedahan

(syok hemoragik), cedera (syok traumatik), infeksi (syok septik), kombustio (syok

kombustio). Sedangkan kontra indikasi adalah : Gagal jantung kongestif berat, Gagal

ginjal (kreatinin serum >2 mg/dL dan >177 mikromol/L).Gangguan koagulasi berat

(kecuali kedaruratan yang mengancam nyawa). Dosis penggunaan HES adalah 20

ml/kgBB/hari. 4,5,10

Tabel perbandingan koloid dan kristaloid

Kristaloid Koloid
Keuntungan Lebih mudah tersedia dan  Ekspansi volume plasma
murah tanpa ekspansi interstitial
 Komposisi serupa dengan Ekspansi volume lebih besar
Durasi lebih lama
plasma (Ringer asetat/ringer
Oksigenasi jaringan lebih
laktat)
Bisa disimpan di suhu kamar baik
 Insiden edema paru dan/atau
Bebas dari reaksi anafilaktik.
Komplikasi minimal edema sistemik lebih rendah
Kekurangan Edema bisa mengurangi 1. Anafilaksis
Ekspansibilitas dinding dada  Koagulopati

15
Oksigenasi jaringan  Albumin bisa memperberat
terganggu karena depresi miokard pada pasien
bertambahnya jarak kapiler syok
dan sel
Memerlukan volume 4 kali
lebih banyak

Berikut ini tabel yang menunjukkan pilihan cairan pengganti untuk suatu

kehilangan cairan yaitu ;

Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang dapat dilakukan penghitungan untuk

menghitung berapa besarnya cairan yang hilang tersebut :

1. Refraktometer

Defisit cairan : BD plasma – 1,025 x BB x 4 ml


Ket. BD plasma = 0,001
2. Dari serum Na+
Air yang hilang : 0,6 Berat Badan x BB (Plasma Natrium–1)
Ket. Plasma Na = 140
3. Dari Hct

16
Defisit plasma(ml) = (vol.darah normal–(vol.darah normal x nilai Hct

awal))/ Hct terukur.

Sementara kehilangan darah dapat diperkirakan besarnya melalui beberapa kriteria

klinis seperti pada tabel di bawah ini

Klas I Klas II Klas III Klas IV


Kehilangan
Sampai 750 750-1500 1500-2000 >2000
darah(ml)
Kehilangan darah
Sampai 15% 15-30% 30-40% >40%
( %EBV)
Denyut nadi <100 >100 >120 >140
Tek. Darah
Normal Normal Menurun Menurun
(mmHg)
Tek. Nadi Normal atau
Menurun Menurun Menurun
(mmHg) meningkat
Frek. Napas 14-20 20-3- 30-35 >35
Produksi urin
>30 20-30 5-15 Tidak ada
(ml/jam)
Gelisah ringan Gelisah sedang Gelisah dan Bingung
SSP / status mental
bingung bingung bingung dan Letargi
Kristaloid
Cairan pengganti
Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan
( rumus 3 :1)
darah

Untuk pemberian terapi cairan dalam waktu yang singkat dapat digunakan

vena-vena di punggung tangan, sekitar pergelangan tangan, lengan bawah atau daerah

kubiti. Pada pasien anak dan bayi sering digunakan daerah punggung kaki, depan

mata kaki dalam, atau pada daerah kepala. Pada pasien neonatus, dapat juga

digunakan akses vena umbilikalis.

17
Penggunaan jarum anti karat atau kateter vena berbahan plastic anti

trombogenik pada vena perifer biasanya perlu diganti setiap 1 sampai 3 hari untuk

menghindari infeksi dan macetnya tetesan. Pemberian cairan infus lebih lama dari 3

hari, sebaiknya menggunakan kateter berukuran besar dan panjang yang ditusukan

pada vena femoralis, vena kubiti, vena subklavia, vena jugularis eksterna atau interna

yang ujungnya sedekat mungkin dengan atrium kanan atau di vena cava inferior atau

superior.

2.4. Jalur Pemberian Terapi Cairan

Secara umum telah disepakati bahwa pemberian terapi cairan dilakukan melalui

jalur vena, baik vena perifer maupun vena sentral melalui kanulasi tertutup atau

terbuka dengan seksi vena.

1. Kanulasi Vena Perifer

Syarat dari pemilihan kanulasi ini adalah vena di daerah ekstremitas atasm

berikutnya dilanjutkan pada vena bagian ekstremitas bawah. Hindari vena di daerah

kepala karena sangat tidak fiksasinya, sehingga mudah terjadi hematom. Pada bayi

baru lahir, vena umbilikalis bisa digunakan untuk kanulasi terutama dalam keadaan

darurat. Tujuan dilakukannya kanulasi vena perifer ini adalah untuk:

 Terapi cairan pemeliharaan dalam waktu singkat. Apabila lebih dari tiga hari,

harus pindah lokasi vena dan set infus harus diganti pula.
 Terapi cairan pengganti dalam keadaan darurat, untuk menganti kehilangan

cairan tubuh atau perdarahan akut.


 Terapi obat lain secara intravena yang diberikan secara kontinyu atau berulang
2. Kanulasi Vena Sentral

18
Kanulasi dengan penggunaan jangka panjang, misalnya untuk nutrisiparenteral

total, kanulasi dikalukan melalui vena subklavikula atau vena jugularis interna.

Sedangkan untuk jangka pendek, dilakukan melalui venavena di atas ekstremitas atas

secara tertutup atau terbuka dengan vena seksi. Tujuan dari kanulasi vena sentral ini

tersendiri adalah:

 Terapi cairan dan nutrisi pareterla jangka panjang. Terutama untuk cairan nutrisi

parenteral dengan osmolaritas yang tinggi untuk mencegah iritasi pada vena.
 Jalur pintas terapi cairan pada keadaan darurat, misalnya cardio vascular, vena

perifer sulit diidentifikasi


 Untuk pemasanganan alat pemacu jantung

2.5 Terapi Cairan Perioperatif

Terapi cairan perioperatif mencakup penggantian kehilangan cairan atau

defisiensi cairan yang ada sebelumnya, dan kehilangan darah pada tindakan bedah

seperti pada sebelum tindakan pembedahan, selama, dan pasca pembedahan.11

Gangguan dalam keseimbangan caifran dan elektrolit merupakan hal yang

umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif,

perioperatif dan postoperatif.


Faktor-faktor preoperatif :
1. Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh

stres akibat operasi.


2. Prosedur diagnostic

19
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat

menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek

diuresis osmotik.
3. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi ekskresi air dan

elektrolit.
4. Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan

elektrolit dari traktus gastrointestinal


5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada
6. Restriksi cairan preoperative
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan

cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien

menderita demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.


7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya. 12.13
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.
Faktor Perioperatif :

 Induksi anestesi

 Kehilangan darah yang abnormal

 Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya

kehilangan cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)

 Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka

operasi yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan)

Faktor postoperatif :

a) Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi

b) Peningkatan katabolisme jaraingan

20
c) Penurunan volume sirkulasi yang efektif

d) Risiko atau adanya ileus postoperative

2.5.1. Dasar-dasar Terapi Cairan Elektrolit Perioperatif

Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan dalam

pemberian cairan perioperatif, yaitu :

1. Kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian

Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan + 30-35 ml/kgBB/hari dan

elektrolit utama Na+ = 1-2 mmol/kgBB/hari K+=1 mmol/kgBB/hari. Kebutuhan

tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi

gastrointestinal, keringan (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal

dengan insensible water losses. Cairan yang hilang ini pada umumnya bersifat

hipotonus (air lebih banyak dibandingkan elektrolit).

2. Defisit cairan dan elektrolit pra bedah

Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada penderita

bedah elektif (sekitar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali

menyertai penyakit bedahnya (perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan,

translokasi cairan pada penderita dengan trauma), kemungkinan meningkatnya

insensible water loss akibat hiperventilasi, demam dan berkeringan banyak.

Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah ini harus segera diganti sebelum dilakukan

pembedahan.

3. Kehilangan cairan saat pembedahan

21
a. Perdarahan

Secara otoritas perdarahan dapat diukur dari :

 Botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap darah

(suction pump).
 Dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan setelah

pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4 cm) mengandung + 10 ml

darah, sedangkan tampon besar (laparatomy pads) dapat menyerap darah +

100 – 10 ml.

Dalam prakteknya jumlah perdarahan selama pembedahan hanya bisa

ditentukan berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman banyak) dan keadaan

klinis penderita yang kadang-kadang dibantu dengan pemeriksaan kadar hemoglobin

dan hematokrit berulang-ulang (serial). Pemeriksaan kada hemoglobin dan hematokrit

lebih menunjukkan rasio plasma terhadap eritrosit daripada jumlah perdarahan.

Kesulitan penaksiran akan bertambah bila pada luka operasi digunakan cairan

pembilas (irigasi) dan banyaknya darah yang mengenai kain penutup, meja operasi

dan lantai kamar bedah.

b. Kehilangan cairan lainnya

Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih menonjol

dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan translokasi cairan

internal. Kehilangan cairan akibat penguapan (evaporasi) akan lebih banyak pada

pembedahan dengan luka pembedahan yang luas dan lama. Sedangkan perpindahan

22
cairan atau lebih dikenal istilah perpindahan ke ruang ketiga atau sequestrasi secara

masif dapat berakibat terjadi defisit cairan intravaskuler.

Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat mengakibatkan

sequestrasi sejumlah cairan interstisial dan perpindahan cairan ke ruangan serosa

(ascites) atau ke lumen usus. Akibatnya jumlah cairan ion fungsional dalam ruang

ekstraseluler meningkat. Pergeseran cairan yang terjadi tidak dapat dicegah dengan

cara membatasi cairan dan dapat merugikan secara fungsional cairan dalam

kompartemen ekstraseluler dan juga dapat merugikan fungsional cairan dalam ruang

ekstraseluler.

4. Gangguan fungsi ginjal

Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan :

 Laju filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate) menurun.


 Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh

meningkatnya kadar aldosteron.


 Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan terjadinya

retensi air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes (collecting tubules)

meningkat.

2.5.2. Terapi Cairan Prabedah

Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement)

harus diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah

sebelum induksi. Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan pada jam pertama

23
pembedahan, sedangkan sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya. Kehilangan

cairan di ruang ECF ini cukup diganti dengan cairan hipotonis seperti garam

fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada penderita yang karena penyakitnya tidak

mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya diberikan nutrisi enteral atau parenteral

lebih dini lagi. Penderita dewasa yang dipuasakan karena akan mengalami

pembedahan (elektif) harus mendapatkan penggantian cairan sebanyak 2

ml/kgBB/jam lama puasa.

Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan (hipovolemik, dehidrasi) yang

seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti dengan melakukan

resusitasi carian atau rehidrasi sebelum induksi anestesi.

2. Terapi Cairan selama Operasi

Tujuan dari pemberian cairan selama operasi adalah sebagai koreksi kehilangan

cairan melalui luka operasi, mengganti peredarahan dan mengganti cairan yang hilang

melalui organ eksresi. Idealnya, perdarahan seharusnya diatasi dengan penggantian

cairan dengan kristaloid atau koloid untuk menjaga volum intravascular

(normovolemia) sehingga resiko terjadinya anemia dapat diatasi. Namun jika terjadi

anemia berat pada pasien dapat diatasi dengan pemberian transfusi darah. Untuk

menentukan jumlah transfuse yang akan diberikan dapat ditentukan dari hematokrit

dan dengan menghitung estimated blood volume.

Jumlah perdarahan selama operasi dihitung berdasarkan:

 Jumlah darah yang tertampung di dalam botol penampung atau tabung suction

24
 Tambahan berat kasa yang digunakan ( 1 gram = 1 ml darah )
 Ditambah dengan factor koreksi sebesar 25% kali jumlah yang terukur

ditambah terhitung (jumlah darah yang tercecer dan melekat pada kain

penutup lapangan operasi)

Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan kebutuhan

dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan, translokasi

cairan dan penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang diberikan tergantung kepada

prosedur pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.

1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah

mata (ekstraksi, katarak) cukup diberikan cairan rumatan selama pembedahan.


2. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan

cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam

untuk pengganti akibat trauma pembedahan. Total yang diberikan adalah 6

ml/kgBB/jam.
3. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam

untuk kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total 10

ml/kgBB/jam.

Pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga. Untuk

menggantinya sangat tergantung dengan besar-kecilnya prosedur pembedahan.

Tabel . Kebutuhan Cairan Tambahan Berdasarkan Derajat Trauma. 7

Derajat Trauma Jaringan Kebutuhan Cairan Tambahan

Minimal (contoh: herniorrhaphy) 0–2 mL/kg

25
Derajat Trauma Jaringan Kebutuhan Cairan Tambahan

Moderate (contoh: cholecystectomy) 2–4 mL/kg


Severe (cotoh: bowel resection) 4–8 mL/kg

Tujuan utama dari pemberian cairan intraoperatif adalah untuk menjaga

penghantaran oksigen yang adekuat, konsentrasi elektrolit yang normal, dan

normoglikemia. Idealnya, kehilangan darah harus digantikan dengan cairan kristaloid

ataupun cairan koloid untuk menjaga volume intravascular pada titik di mana bahaya

yang ditimbulkan pada keadaan anemia melebihi resiko dari prosedur transfusi. 8
Pada titik tersebut, kehilangan darah yang lebih lanjut digantikan dengan

transfusi sel darah merah untuk menjaga konsentrasi hemoglobin atau hematokrit.

Pada kebanyakan pasien, titik tersebut terjadi pada saat hemoglobin mencapai angka

7 dan 8 g/dL, atau hematocrit mencapai angka 21–24%. Pada pasien lanjut usia dan

pasien dengan kelainan kardio-pulmoner yang signifikan, angka hemoglobin 10 g/dL

umum digunakan. Batasan yang lebih tinggi dapat bermanfaat jika diperkirakan

kehilangan darah yang cepat terus berlangsung. 8


Pada praktik klinis, kebanyakan klinisi memberikan larutan ringer laktat

sejumlah 3 sampai 4 kali volume kehilangan darah, atau larutan koloid dengan rasio

1:1, sampai titik di mana transfusi perlu diberikan tercapai. Pada titik tersebut, darah

yang hilang digantikan unit demi unit, dengan reconstituted packed red blood cells.
Pasien dalam kondisi yang hematokrit yang normal harus menerima transfusi

hanya jika telah kehilangan darah sebesar lebih dari 10 sampai 20% dari volume

darah. Jumlah kehilangan darah yang terjadi sampai menyebabkan hematokrit

mencapai angka 30% dapat dikalkulasikan dengan cara berikut: 4.5


1. Estimate blood volume

26
2. Estimate the red blood cell volume (RBCV) pada preoperative hematocrit

(RBCVpreop).
3. Estimate RBCV pada kisaran hematokrit 30% (RBCV30%), diasumsikan volume

darah normal tetap terjaga.


4. Kalkulasikan volume sel darah merah yang hilang saat hematokrit mencapai

kisaran 30%, RBCVlost = RBCVpreop – RBCV30%.


5. Allowable blood loss = RBCVlost x 3.
Tabel . Volume Darah Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin.4.5

Usia Volume Darah

Neonatus
Premature 95 mL/kg
Cukup bulan 85 mL/kg
Anak 80 mL/kg
Dewasa
Pria 70 mL/kg
Wanita 65 mL/kg

Sebagai patokan kasar dalam pemberian transfusi darah :

A. 1 unit sel darah merah (PRC = Packed Red Cell) dapat menaikkan kadar

hemoglobin sebesar 1 gr% dan hematokrit 2-3% pada dewasa.

B. Transfusi 10 cc/kgBB sel darah merah dapat menaikkan kadar hemoglobin 3 gr

%. Monitor organ-organ vital dan diuresis, berikan cairan secukupnya sehingga

diuresis + 1 ml/kgBB/jam.

2.5.3. Terapi Cairan Pasca Bedah

27
Pemberian cairan pasca bedah digunakan tergantung dengan masalah yang

dijumpai, bisa mempergunakan cairan pemeliharaan, cairan pengganti atau cairan

nutrisi. Prinsip dari pemberian cairan pasca bedah adalah:

a. Dewasa:
 Pasien yang diperbolehkan makan/minum pasca bedah, diberikan cairan

pemeliharaann.
 Apabila pasien puasa dan diperkirakan < 3 hari diberikan cairan nutrisi dasar

yang mengandung air, eletrolit, karbohidrat, dan asam amino esensial. Sedangkan

apabila diperkirakan puasa > 3 hari bisa diberikan cairan nutrisi yang sama dan

pada hari ke lima ditambahkan dengan emulsi lemak.


 Pada keadaan tertentu, misalnya pada status nutrisi pra bedah yang buruk segera

diberikan nutrisi parenteral total.


b. Bayi dan anak, memiliki prinsip pemberian cairan yang sama, hanya komposisinya

berbeda, misalnya dari kandungan elektrolitnya, jumlah karbohidrat dan lain-lain.


c. Pada keadaan tertentu misalnya pada penderita syok atau anemia,

penatalaksanaanya disesuaikan dengan etiologinya.Satu atau lebih komplikasi

yang terjadi pasca operasi memberikan dampak buruk dalam jangka waktu pendek

atau panjang. Pencegahan angka morbiditas pada pasca operasi adalah kunci untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas.

28
BAB III

KESIMPULAN
Air merupakan komponen terbesar dari tubuh manusia. Persentase cairan tubuh

tergantung pada usia, jenis kelamin, dan derajat status gizi seseorang. Seluruh cairan

tubuh tersebut secara garis besar terbagi ke dalam 2 kompartemen, yaitu intraselular

dan ekstraselular. Terapi cairan perioperatif merupakan pemberian cairan pada

periode sebelum, sesaat, dan setelah operasi. Terapi cairan perioperatif dilakukan

dengan tujuan untuk melengkapi kebutuhan cairan dan elektrolit dalam

29
mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat, mencegah, dan mengoreksi adanya

defisit cairan.

Pemberian terapi cairan perioperatif dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu pre

operatif, intra operatif, dan post operatif. Cairan kristaloid, cairan koloid, maupun

darah, adalah jenis cairan yang digunakan dalam pemberian terapi cairan. Pemilihan

jenis cairan yang diberikan dibedakan oleh komposisi cairan yang diberikan.

Pemilihan rute pemberian cairan adalah hal yang perlu diperhatikan. Pemilihan rute

pemberian cairan didasari pada beberapa pertimbangan seperti durasi pemberian

cairan.
Dalam pemberian terapi cairan terdapat beberapa komplikasi yang dapat

terjadi, seperti gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, hingga terjadinya infeksi.

Pemberian terapi cairan sesuai dengan prosedur dapat mencegah terjadinya

komplikasi dan mempercepat penyembuhan pasien pasca operasi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hall, J. E., 2006. Guyton's Textbook of Medical Physiology. 11 ed. Philadelpia:

Elsevier. Chow JL, B. K. a. B. L., 2004. Critical Care Handbook of the

Massachusetts General Hospital. 3rd ed. US: Lippincott Williams & Wilkins.
2. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Management of Patients with Fluid

and Electrolyte Disturbances. Dalam Morgan & Mikhail’s Clinical

Anesthesiology 5th ed. New York: Mc-Graw Hill. 2013; 4 (49): h. 1107 – 40
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi. Panduan

Tatalaksana Terapi Cairan Perioperatif. Jakarta: PT Fresenius Kabi Indonesia;

30
2009. p. 2-16, 88-149. Available from:

http://janesti.com/uploads/default/files/4.1-full_.pdf
4. Putu D Suta. Terapi Cairan. 2017. Available from URL:

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/4edffa59ee1f819fb8d38d

45bda90131.pdf. Accessed September 22, 2018.


5. Syamsul Hilal Salam. Dasar-dasar Terapi Cairan dan Elektrolit. Available from:

https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp content/uploads/2016/10/DASAR-

DASAR-TERAPI-CAIRAN-DAN-ELEKTROLIT.pdf. Accessed September 23,

2018.
6. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Edisi kedua. Bagian Anestesiologi dan

Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta. 2009; 133-

139
7. Morgan GE, Mikhail MS. Clinical Anesthesiology. 4 ed. Appleton & Lange

Stamford. 2006
8. Mulyono I. Jenis-jenis Cairan. Symposium of Fluid and Nutrition Therapy in

Traumatic Patients. Departemen Anestesiologi FKUI Jakarta.


9. Antonius H Pudjiadi. Resusitasi Cairan: dari Dasar Fisiologis hingga Aplikasi

Klinis. Departmen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta: 2017. Available from:

https://www.researchgate.net/publication/315997511_Resusitasi_Cairan_dari_Da

sar_Fisiologis_hingga_Aplikasi_Klinis. Accessed September 23, 2018.


10. Mulyono I. Jenis-jenis Cairan. Symposium of Fluid and Nutrition Therapy in

Traumatic Patients. Departemen Anestesiologi FKUI Jakarta.


11. Suntoro A. Terapi Cairan Perioperatif. Jakarta: CV Infomedika; 2005. p. 22-35.
12. Kaswiyan U. Terapi Cairan Perioperatif. Bagian Anestesiologi dan Reanimasi.

Fakultas Kedokteran UnPad/RS Hasan Sadikin. 2000.


13. Sunatrio S. Resusitasi Cairan. Jakarta : Media Aesculapius; 2000:1-58.
31
32

Anda mungkin juga menyukai