Anda di halaman 1dari 15

I.

Identitas Pasien

Nama : Ibu W

Umur : 62 tahun

Alamat : Prenggan RT 02/18 Sidokarto, Godean, Sleman

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Lemas, pusing

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang dengan keluhan lemas dan pusing. Keluhan dirasakan sejak
1 hari sebelum masuk rumah sakit. Lemas dan pusing tidak berkurang ketika pasien
beristirahat ataupun mencoba makan dan minum. Pasien merupakan rujukan dari
puskesmas. Selain itu pasien juga mengaku mual ketika makan, tetapi tidak muntah.
Beberapa hari sebelumnya pasien mengaku terdapat sariawan di pipi bagian dalam
tetapi sudah membaik. Keluhan BAB dan BAK disangkal riwayat hemoroid disangkal,
dan keluhan lain disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu:

- Riwayat HT (+)
- Riwayat DM (+) sejak lebih dari 10 tahun lalu
- Riwayat anemia (+)
- Riwayat stroke (-)
- Riwayat asma (-)
- Riwayat jantung (-)
- Riwayat opname dengan keluhan sama sebanyak 3 kali dalam 1,5 tahun terakhir
- Riwayat keganasan (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:

- Riwayat sakit yang sama (-)


- Riwayat HT (-)
- Riwayat DM (-)
- Riwayat stroke (-)
- Riwayat asma (-)
- Riwayat jantung (+) dari ayah pasien
- Riwayat keganasan (-)

Riwayat Personal Sosial:

Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, tinggal sendiri berseblahan


dengan rumah anaknya. Sejak terdiagnosis DM pasien mulai menjaga makan dan rutin
kontrol ke puskesmas, tetapi 1 bulan terkhir pasien tidak kontrol dan minum obat.

III. PEMERIKSAAN FISIK:


 KU : Compos mentis, tampak lemas
 VS :
 TD : 144/67
 N : 104x/menit
 T : 36,5C
 RR : 20x/mnt
 BB : 47 kg

Status Generalis :

 Pemeriksaan Kepala Leher


o Bentuk : Mesocephal, Simetris
o Mata : Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-), edem palpebral
(-)
o Hidung : discharge (-), nafas cuping hidung (-)
o Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), stomatitis (+)
o Leher : Limfadenopati (-)
 Pemeriksaan Thorax
o Inspeksi : dinding dada simetris, ketertinggalan gerak (-), retraksi (-),
jejas (-)
o Palpasi : Vokal Fremitus kanan = kiri
o Perkusi : sonor di kedua lapang paru
o Auskultasi : vesicular +/+, ronkhi basah halus di basal paru -/-,
wheezing -/-, suara jantung S1 > S2 regular
 Pemeriksaan Abdomen
o Inspeksi : Datar, jejas (-)
o Auskultasi : BU (+) normal
o Perkusi : Timpani, pekak beralih (-)
o Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), undulasi (-)
o Hepar-Lien : Tidak teraba
 Ekstermitas
o Superior : Edem -/-, deformitas -/-, akral hangat +/+, bentuk kuku
sendok (-)
o Inferior : Edem -/-, deformitas -/-, akral hangat +/+

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

HEMATOLOGI – DARAH RUTIN


PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Leukosit 32.500 4000-11.000
Basofil 2 0-1
Eosinofil 1 1-3
Neutrofil 75 50-70
Limfosit% 16 20-40
Monosit% 6 2-8
Eritrosit 2,64 3,8-5,4
Hemoglobin 8,5 12-18
Hematokrit 26 37-54
MCV 99,6 82-98
MCH 32,2 27-34
MCHC 32,3 32-36
Trombosit 179 150-400
RDW CV 12,4 11-16
PT 14,5 11,0-17,0
APTT 32,0 23,0-45,0
LED 1 118 0-15
FE (IRON) 42 37-145
IBC 264 150-250
TIBC 306 228-428

SEKRESI dan EKSKRESI


PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Urin Rutin
Warna Kuning Jernih-Kuning
Kekeruhan Jernih Jernih
BJ Urin 1,020 1,005-1,030
Protein Urin 1+ Negatif
Reduksi/Glukosa Urine Negatif Negatif
Bilirubin Urine Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif
Ph 6.0 7,38-7,46
Keton Urine Negatif Negatif
Nitrit/Bakteri Negatif Negatif
Sedimen Urine
Leukosit Gelap 0-2 0-10
Leukosit Pucat 3-7 0-10
Eritrosit Sedimen 0-1 0-10
Epitel +1 Positif
Kristal Amorf Negatif Negatif
Kristal Asam Urat Negatif Negatif
Cistin Negatif Negatif
Leucin Negatif Negatif
Silinder Granular Negatif Negatif
Siinder Hyalin Negatif Negatif
Silinder Eritrosit Negatif Negatif
Silinder Leukosit Negatif Negatif
Sel Ragi/YEAST Negatif Negatif
Trichomonase Negatif Negatif
SEROLOGI
HBsAg Non Reactive

KIMIA KLINIK
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Glukosa Sewaktu 228,38 70-140
SGOT 12 0-35
SGPT 6 0-35
Ureum 59,3 15-45
Kreatinin 2,52 0-1,3
Bilirubin Total 0.60 <1
Total Protein 9,3 6-8
Asam Urat 6,86 2,4-5,7
Cholesterol 136,8 <200
Trigliserid 381,98 <150
Albumin 5,46 3,8-4,4
Globulin 3,84 2,0-4,0
HASIL PEMERIKSAAN MORFOLOGI DARAH TEPI

ERITROSIT Anisositosis, mikrosit (+), normokromik, sel cigar (+)


LEUKOSIT Kesan jumlah meningkat, neutrofilia, pergeseran ke kiri seri
granulosit (stab, metamyelosit, myelosit, promyelosit), granula
toksik dan vakuolisasi netrofil (+)
TROMBOSIT Kesan jumlah cukup, distribusi merata,makrotrombosit (+)

V. DIAGNOSIS
- Anemia ec CKD
- DM
- Infeksi Bakterial

VI. DIAGNOSIS BANDING


- Anemia defisiensi besi
- Reaksi Leukemoid
- Chronic Myeloid Leukimia

VII. PENATALAKSANAAN
- Tranfusi PRC 3 kantong
- Furosemid 1 ampul pre tranfusi
- Ceftriaxone 1gr per 12 jan intravena
- Humalog 3x15 unit
- Cairan RL 20 tpm
VIII. MASALAH YANG DIKAJI
1. Apa yang dimaksud dengan anemia?
2. Apa saja klasifikasi dari anemia?
3. Bagaimana terjadinya anemia pada pasien?
4. Bagaimana terapi yang diberikan kepada pasien?
PEMBAHASAN

ANEMIA

A. DEFINISI
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah masa eritrosit
(red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam
jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity) (Setiati &
Alwi, 2014). Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala
berbagai macam penyakit dasar yang mendasari. Sehingga penentuan penyakit dasar juga
penting dalam pengelolaan kasus anemia, karena tanpa mengetahui penyebab yang
mendasari anemia tidak dapat diberikan terapi yang tuntas pada kasus anemia tersebut.

B. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI


1. Klasifikasi Anemia Menurut Etiopatogenesis
a.) Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
1. Kekurangan Bahan Esensial Pembentukan Eritrosit
 Anemia defisiensi besi
 Anemia defisiensi asam folat
 Anemia defisiensi vitamin B12
2. Gangguan Penggunaan (Utilisasi) Besi
 Anemia akibat penyakit kronik
 Anemia sideroblastik
3. Kerusakan Sumsum Tulang
 Anemia aplastik
 Anemia mieloplastik
 Anemia pada keganasan hematologi
 Anemia diseritropoetik
 Anemia pada sindrom mielodisplastik
 Anemia akibat kekurangan eritropoetin (anemia pada gagal ginjal
kronik)
b.) Anemia Akibat Hemoragi
1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia pasca perdarahan kronik
c.) Anemia Hemolitik
1. Anemia hemolitik intrakorpuskular
 Gangguan membrane eritrosit (membranopati)
 Gangguan enzim eritrosit (defisiensi G6PD)
 Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
 Thalasemia
2. Anemia hemolitik ekstrakopuskular
 Anemia hemolitik autoimun
 Anemia hemolitik mikroangiopati
d.) Anemia Dengan Penyebab Tidak Diketahui Atau Dengan Patogenesis Yang
Kompleks

2. Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi Dan Etiologi


a.) Anemia mikrositik hipokromik
1. Anemia defisiensi besi
2. Thalassemia mayor
3. Anemia akibat penyakit kronik
4. Anemia sideroblastik
b.) Anemia normositik normokromik
1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia aplastic
3. Anemia akibat penyakit kronik
4. Anemia pada gagal ginjal kronik
5. Anemia pada sindrom mielodisplastik
6. Anemia pada keganasan hematologic
c.) Anemia makrositik
1. Bentuk megaloblastik
 Defisiensi asan folat
 Defisiensi B12
2. Bentuk non-megaloblastik
 Anemia pada penyakit hati kronik
 Anemia pada hipotiroid
 Anemia pada sindrom mielodisplastik

C. PATOFISIOLOGI
Eritropoiesis berasal dari kata eritro yang berarti sel darah merah dan poiesis
yang berarti membuat, jadi eritropoesis merupakan proses pembentukan atau produksi
sel darah merah. Pada manusia, proses eritropoiesis terjadi di sumsum tulang merah.
Ketika ginjal mendeteksi rendahnya kadar oksigen di darah maka ginjal akan
melepaskan hormone yang disebut eritropoetin (EPO) yang akan menuju sumsum
tulang merah untuk menstimulasi pembentukan sel darah merah
EPO diproduksi pada bagian sel endotelial kapiler peritubular ginjal akibat
mekanisme feed back pengukuran kapasitas pembawa oksigen. Hypoxia inducible
factor (HIF) merupakan senyawa yang diproduksi di ginjal dan beberapa jaringan lain.
Degradasi spontan HIF dihambat jika terdapat penurunan oksigen yang seharusnya
terjadi anemia atau hypoksia. Adanya HIF memicu stimulasi sintesis EPO.
Penurunan konsentrasi oksigen jaringan mengakibatkan ginjal meningkatkan
produksi dan pelepasan EPO ke dalam plasma darah, yang menstimulasi stem sel untuk
berdeferensiasi ke dalam proeritroblast, selanjutnya meningkatkan kecepatan mitosis,
meningkatkan pelepasan retikulosit dari sumsum tulang belakang, dan menginduksi
pembentukan hemoglobin. Pada gagal ginjal terjadi defisiensi eritropoietin sehingga
proses pembentukan hemoglobin menjadi berkurang.

D. GEJALA KLINIS
1). Gejala
Gejala anemia diantaranya lemah, mudah lelah, nafas pendek, kehilangan
semangat untuk aktivitas. Gejala ini muncul jika kadar Hb ≤10 g/dL. Penurunan
kemampuan berolahraga, letih, pusing, mudah tersinggung, jantung berdebar-debar,
vertigo, nafas pendek, nyeri dada, muncul gejala neurologi pada defisiensi vitamin
B12.

2). Tanda
Takikardi, pucat, penurunan ketajaman mental, lemah otot, pingsan.

E. KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis berdasarkan derajat anemia
Kadar HB (gr/dL)
Ringan Sekali 10-13
Ringan 8-9,9
Sedang 6-7,9
Berat <6

Pada pasien didapatkan nilai Hb saat datang adalah 7,4gr/dL sehingga dapat
dikategorikan sebagai anemia derajat sedang.

Diagnosis anemia berdasarkan morfologinya


Dilihat dari hasil pemeriksaan MCV (mean corpuscular volume) atau volume
rata-rata eritrosit yang menggambarkan ukuran dari eritrosit mikrositik, nornokromik,
dan makrositik), dan MCH (mean corpuscular hemoglobin) yang mengindikasikan berat
Hb rata-rata dalam eritrosit yang dapat menentukan kuantitas warna dari eritrosit
(hipokromik, normokromik, hiperkromik)
Diagnosis CKD berdasarkan derajatnya

STADIUM DESKRIPSI GFR


(mL/mnt/1,73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau ≥90
meningkat
2 Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan 60-89
3 Penurunan GFR sedang 30-59
4 Penurunan GFR berat 15-29
5 Gagal Ginjal <15 (dialysis)

Nilai GFR dapat dihitung menggunakan rumus Cockroft-Gault. Pada pasien


didapatkan nilai GFR = 17,17 mL/mnt/1,73m2, yang menunjukkan CKD stadium 4.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan penyaring (screening)


- Kadar hemoglobin
- Indeks ertrosit
- Hapusan darah tepi
2. Pemeriksaan darah seri anemia
- Hitung leukosit
- Hitung trombosit
- Hitung retikulosit
- Laju endap darah
3. Pemeriksaan sumsum tulang
Untuk diagnosis definitive pada diagnosis anemia aplastic, anemia megaloblastik,
sindrom mielodisplastik.
4. Pemeriksaan khusus
- Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC, saturasi transferrin, ferritin serum,
pengecatan besi pada sumsum tulang belakang.
- Anemia megaloblastik: folat serum, B12 serum, tes supresi deoksuridin dan tes
schilling
- Anemia hemolitik: bilirubin serum, tes comb, elektroforesis hb
- Anemia aplastic: biopsy sumsum tulang
- Pemeriksaan faal hati, ginjal, atau fungsi tiroid

G. TERAPI
1. Pengobatan hendaknya diberikan berdasarkan diagnosis definitive yang telah
ditegakkan terlebih dahulu.
Pada pasien dengan CKD, kontrol glukosa darah dan tekanan darah tinggi
memperlambat perkembangan dari penyakit ginjal kronik. Pada pasien diberikan
injeksi insulin untuk meningkatkan kontrol gula darah. Pemberian Humalog (rapid
insulin) dapat dilakukan dalam 15 menit sebelum atau setelah makan. Dosis pemberian
disesuaikan dengan hasil pemantauan glukosa darah sewaktu.
2. Pengobatan anemia dapat berupa
- Terapi untuk keadaan darurat seperti pada perdarahan akut disertai gangguan
hemodinamik
Tranfusi diberikan pada anemia dengan tanda tanda gangguan
hemodinamik. Diberikan tranfusi PRC, bukan whole blood untuk menghindari
volume cairan berlebih. Dan dapat diberikan deuretik kerja cepat seperti furosemide
sebelum tranfusi.
- Terapi suportif
Pemberian cairan infus RL atau NaCl untuk menjaga integritas fisiologis
atau fungsional.
Pemberian antibiotic ceftriaxone untuk mengobati atau mencegah infeksi
bakteri.
- Terapi yang khas untuk setiap jenis anemia

Pada pasien anemia yang disebabkan oleh berkurangnya eritropoetin karena


kegagalan fungsi ginjal, Erythropoiesis-Stimulating Agents (ESA) dapat
digunakan sebagai standar terapi. Obat yang tergolong kelas ESA antara lain
epoetin alfa/EPO, darbopoetin alfa/DPO, dan methoxy polyethylene glycol-
epoetin beta. Jenis eritropoietin yang banyak dipakai di Indonesia adalah epoetin
alfa. ESA bekerja dengan menstimulasi sumsum tulang untuk mempoduksi sel
darah merah. Terapi ini bersifat individual dan digunakan dosis sekecil mungkin
sudah cukup menurunkan kebutuhan transfusi darah.
DAFTAR PUSTAKA

Setiati, S. & Alwi, I. eds., 2014. Pendekatan Terhadap Pasien Anemia. In: BUKU AJAR
ILMU PENYAKIT DALAM EDISI V1. jakarta: Interna Publishing, p. 2575.

Kathuria, Yogendra, MD, FACP, FASN. 2012. CHRONIC KIDNEY DISEASE


http:www.emedicinehealth.com/chronic_kidney_disease/article_em.htm.

Davey, Patrick. At aGlance Medicine. 2005. Penerbit :Erlangga. Hal :258, Gagal
Ginjal Kronis dan pasien dialysis.

Tanagho EA, McAninch JW . Smith’s General Urology. Edisi ke-16. New York :
Lange Medical Book.2004.

Anda mungkin juga menyukai