P : Ya permisi mba. *menjabat tangan* K : Silahkan duduk mba. Maaf ada yang bisa saya bantu? P : Ini mba saya disuruh pihak kepolisian ngasih rujukan ke mba. K : Oh surat rujukan ya? Baik saya lihat lebih dulu ya *membaca surat rujukan* Dengan mba Dewi Sri Pangesti ya? P : Iya, saya sendiri mba. K : Senang dipanggil dengan sebutan apa? P : panggilnya Mba Dewi saja. K : *lanjut membaca surat rujukan* baik kalau begitu. Perkenalkan saya Adenovia. Mohon tunggu sebentar ya Mba Dewi *mengambil informed consent* baik saya mengapresiasi Mba Dewi karena sudah mau datang untuk berkonseling hari ini. Pertama saya ingin tanya apakah sebelumnya Mba Dewi pernah berkonseling? P : Belum mba K : Belum ya? Oh baik kalau begitu. Kalau begitu saya akan menjelaskan tentang kode etik konseling. Jadi, konseling hari ini bersifat konfidensial yaitu artinya bersifat rahasia, dimana hanya saya sebagai konselor dan Mba Dewi sebagai klien yang mengetahui apa yang kita bicarakan. Apabila nanti di dalam konseling ada hal-hal yang dapat membahayakan orang lain atau pihak ketiga maka saya akan memberitahukan kepada pihak ketiga atau pihak berwajib, seperti itu. P : Baik mba. K : Disini saya juga akan melakukan kontrak waktu dimana lama konseling kita pada hari ini kurang lebih selama 15 menit. Apakah bisa Mba Dewi? P : Bisa mba. K : Ada yang ingin ditanyakan terlebih dahulu? P : Tidak ada mba. K : Tidak ada? Baik kalau begitu. Sebelum kita mulai sesi konselingnya, saya minta tolong Mba Dewi bisa mengisi lembar informed consent-nya dan ditandatangani. Silahkan sambal dibaca terlebih dahulu. P : *mengisi informed consent* sudah mba K : Baik terima kasih. Sebelum masuk ke permasalahan, saya ingin bertanya nih ke Mba Dewi. Apakah ini keinginan Mba Dewi sendiri untuk dirujuk dari kepolisian untuk datang ke sini atau ada pihak lain yang memaksa? P : Dari pihak lain sih mba. K : Baik. Mba Dewi ini kasusnya narkoba ya? P : Iya benar. K : Sejak kapan Mba Dewi menjadi pengguna narkoba? P : Sudah sejak 3 atau 4 tahun yang lalu. K : Wah sudah cukup lama ya P : Iya K : Baik. Bisa diceritakan bagaimana awal mula Mba Dewi mengenal narkoba? Sejak kapan lalu kok bisa mengenal? Apakah diberikan oleh teman-teman atau Mba Dewi sendiri yang iseng-iseng ingin mencoba? P : Kalau awal mulanya sih dari lingkungan ya mba, pergaulannya memang agak bebas gitu. Jadi mau nggak mau. Awalnya sih nyoba-nyoba tapi kok jadi addict gitu ketagihan. Nah itu sampe sekarang mba. K : Jadi awal mula Mba Dewi mengenal barang-barang tersebut itu dari temen-temen Mba Dewi ya? P : Iya K : Itu apakah dari teman-teman disekitar rumah atau sekolah? P : Teman lingkungan kerja K : Baik. Apa yang Mba Dewi rasakan setelah Mba Dewi menjadi pecandu narkoba? P : Ngerasa apa ini mba maksudnya? K : Jadi apakah Mba Dewi merasa senang sudah menjadi pecandu narkoba atau apakah Mba Dewi sedih karena sudah terjerumus di dunia hitam menjadi pecandu narkoba seperti itu. Apa yang Mba Dewi rasakan? P : Kalau yang saya rasakan sih kalau nggak mengkonsumsi narkoba tuh jadi ngga semangat. Lemes, ngapa-ngapain nggak enak. K : Hm. Seberapa sering Mba Dewi menggunakannya dalam sehari? P : Kurang tau sih mba pastinya. Bisa 1-2-3 kali sehari. 3 kali sehari. K : Baik. Saya cukup tertarik dengan antusias Mba Dewi dalam konseling ini. Saya mau tanya lagi nih, apakah Mba Dewi tau tentang dampat positif dan negatif dari narkoba? P : Kalau positifnya ya bisa lupa semuanya gitu. Bisa bebas lupain semua masalah- masalah. Kalau negatifnya sih itu tadi mungkin kalau nggak mengkonsumsi jadinya nggak semangat ngapa-ngapain, males, performansinya nggak maksimal. K : Baik. Jadi kalau yang saya tangkap adalah Mba Dewi menggunakan narkoba dilatarbelakangi masalah ya Mba Dewi sehingga bisa menjadi pengguna narkoba? P : Iya mba K : Kira-kira masalahnya apa ya Mba Dewi sampai bisa memakai narkoba. P : Mungkin karena… Sebenarnya sih merasa kesepian ajasih. Karena di daerah lingkungan keluarga mungkin kurang begitu memperhatikan. Cuma temen-temen lingkungan itu tadi ya… setidaknya ada komunikasi. Saya tau itu kurang baik ya, tapi setidaknya mereka care, kenal sama saya. K : Jadi Mba Dewi merasa nyaman ya dengan teman-teman Mba Dewi ini yang menjerumuskan Mba Dewi ke narkoba? Karena mereka care sama Mba Dewi? P : Iya benar. K : Saya mau tanya lagi, apakah di kehidupan Mba Dewi ada orang yang disayangi? P : Tidak ada. Paling cuma orang tua aja. K : Seberapa tinggi sayangnya Mba Dewi sama orang tua? P : Kalau sayang sih… Ya gimana ya mba ya. Sebenernya sih sayang, tapi ya karena itu tadi loh. Orang tua kan pada sibuk kerja. Kerumah cuma tidur. Besoknya langsung kerja lagi. Begitu terus mba. Jadi sebenernya tuh ada hiburan-hiburan yang lain seperti main game. Tapi saya ngerasanya nggak ada komunikasi antara orang tua dan anak. K : Baik. Sepenangkap saya, saya mengerti Mba Dewi. Mba Dewi tinggal dengan keluarga yang sangat sibuk dengan pekerjaannya, sehingga melupakan Mba Dewi. Mba Dewi merasa kurang diperhatikan kedua orangtuanya? P : Iya benar seperti itu. K : Baik. Apakah kedua orang tua Mba Dewi tau bahwa Mba Dewi menjadi pecandu narkoba? P : Orang tua sebelumnya nggak mengetahui. Tapi waktu ditangkap polisi kemarin jadi tau. Saat ini diluar orang tua menunggu. K : Bagaimana reaksi kedua orang tua ketika Mba Dewi tertangkap? P : Kalau dari ibu kaget ya mba ya. Tapi kalau dari ayah biasa aja sih. Seperti tidak perduli. K : Hm, baik. Jadi Mba Dewi merasa ayah lebih tidak memperdulikan Mba Dewi ya disbanding ibu? P : Iya K : Baik. Saya ingin menanyakan tentang kondisi saat ini. Apa yang Mba Dewi rasakan mengenai kondisi saat ini? P : Biasa aja mba. K : Biasa aja ya? Baik. Ketika orang tua mengetahui kondisi Mba Dewi yang menjadi pecandu narkoba, kira-kira Mba Dewi berharap orang tua bagaimana? Apa harapan Mba Dewi terhadap kedua orang tua Mba Dewi? P : Kalau harapan dari orang tua sih mungkin bisa lebih care terhadap anaknya. Jadi nggak dikasih duit terus. Tapi kan kita butuh komunikasi dan kasih sayang. Nggak semuanya bisa dinilai dengan materi gituloh. Itu saja sih. K : Baik. Mba Dewi sudah menggunakan sejak 3 atau 4 tahun yang lalu ya? Saya ingin mengetahui lebih dalam kehidupan Mba Dewi sebelum masuk menjadi pecandu narkoba itu bagaimana dibandingkan dengan sekarang? P : Kalau dulu sih sebenernya nggak jauh beda ya mba ya. Setelah lulus sekolah udah mulai semakin jarang komunikasinya. Dulu mungkin masih ada ya mba, tapi makin kesini makin jarang ada komunikasi antar keluarga. Semua makin sibuk dengan rutinitas masing- masing. Itu ajasih dari temen-temen yang care. Awalnya sih nggak mau pake, tapi dipaksa dan nggak enak juga sama temen dan lingkungan. K : Apakah Mba Dewi merasa kalau narkoba ini sudah mengganggu kehidupan Mba Dewi? P : Sekarang ya? K : Iya P : Iya mba. Karena kalau nggak mengkonsumsi itu sekarang tuh ngapa-ngapain lemes, nggak semangat, trus males gitu. K : Seberapa penting narkoba menurut Mba Dewi? Jika dibuat skala 1 tidak penting dan 5 sangat penting, seberapa pentingkah narkoba di kehidupan Mba Dewi? P : Kalau sekarang sih saya sebenernya pengeng berubah. Kalau sekarang sih 1. K : 1 ya? Berarti Mba Dewi memiliki keinginan untuk berubah? P : Iya mba. K : Jika saya berikan skala 1 tidak siap berubah dan 5 sangat siap berubah, seberapa siapkah Mba Dewi untuk berubah? P : 5 Mba K : 5 ya? Sangat siap? P : Iya mba. Setelah tertangkap kemarin saya jadi sadar kalau lama-lamaan itu juga nggak baik. Lama-kelamaan pasti tubuh saya bakal rusak. K : Kalau saya simpulkan, berarti Mba Dewi mulai memiliki keinginan untuk berubah. Jika nanti Mba Dewi sudah berubah dan sudah sembuh, apa yang Mba Dewi harapkan? P : Ya mungkin saya pingin berkeluarga sih mba. Karna sudah usianya juga. K : Mba Dewi sudah bekerja berapa lama? P : Sudah 4 tahun. K : Berarti sudah benar-benar siap untuk berkeluarga? P : Iya benar. K : Baik. Saya kira saya sudah cukup mengerti tentang kondisi Mba Dewi saat ini, tentang seberapa siap Mba Dewi untuk berubah dan seberapa penting perhatian orang tua bagi Mba Dewi. Tadi Mba Dewi bilang orang tua menunggu di luar? Bolehkah jika kita berbicara sebentar dengan kedua orang tua Mba Dewi? P : Boleh. Sebentar ya *berdiri memanggil orang tua* Ayah (A) : Permisi Ibu (I) : Permisi K : Iya baik silahkan duduk. Bapak dan Ibu perkenalkan saya Adenovia, boleh saya tahu nama bapak dan ibu dan juga senangnya dipanggil dengan sebutan apa? I : Saya Intan, panggilnya Bu Intan saja. A : Saya Abi, panggilnya juga Pak Abi saja. K : Baik Bu Intan dan Pak Abi, saya sangat mengapresiasi kehadiran bapak dan ibu hari ini karena sudah datang menemani anaknya untuk konseling. A : Iya mba. I : Makasih mba. K : Sama-sama pak, bu. Saya ingin menanyakan bagaimana perasaan bapak dan ibu ketika mengetahui Mba Dewi terlibat kasus narkoba? I : Ya jujur ya mba, saya awalnya kaget dan nggak percaya. Bagaimana anak saya yang pendiam di rumah ini kok bisa-bisanya terkena narkoba. A : *mengangguk-angguk saja* K : Hm. Lalu apakah bapak dan ibu mendukung Mba Dewi untuk mengikuti program konseling ini? I : Iya saya mendukung sekali. Saya bersyukur anak saya tidak masuk penjara. Semoga dengan program konseling ini, Dewi bisa sembuh secepatnya. K : Bagaimana dengan bapak? A : Iya saya mendukung. Ya semoga bisa belajar dari kesalahan. K : Baik pak, bu. Apakah ada harapan dari bapak dan ibu selama proses konseling? A : Ya semoga konseling bisa membantu Dewi lah pokoknya I : Iya, minta tolong dibantu, saya pengennya ya Dewi balik seperti dulu sebelum pakai barang-barang seperti itu. K : Baik bapak dan Ibu. Saya kira cukup untuk konseling pada hari ini. Terima kasih kepada Mba Dewi karena sudah mau berbicara jujur dan terbuka dalam konseling kali ini Terima kasih juga pada bapak dan ibu yang mau berbicara dengan saya. Saya harap bapak dan ibu dapat memberikan support-nya terhadap Mba Dewi selama proses konseling berjalan. P : Iya mba sama-sama A&I : Iya mba K : Baik kira-kira Mba Dewi perlu apa ya untuk konseling selanjutnya? Adakah hal khusus yang Mba Dewi ingin bicarakan untuk pertemuan kita selanjutnya? P : Mungkin dibantu ingatkan mba trus juga support-nya. Saya kan juga ada niatan ingin berubah berhenti dari menggunakan narkoba, saya minta bantuannya semoga cepat berhenti gitu. K : baik saya juga ingin sekali memfasilitasi Mba Dewi, tapi memang perubahan itu dari diri sendiri ya mba. Mba Dewi sudah siap untuk berubah, saya sudah melihat hal itu. P : Iya mba K : Baik konseling kali ini kita cukupkan, untuk konseling selanjutnya saya jadwalkan 3 hari lagi di jam dan tempat yang sama ya Mba Dewi. Apakah bisa? P : Bisa mba. K : Baik sekian, terima kasih Mba Dewi, sampai ketemu lagi *menjabat tangan*. P : Terima kasih kembali, permisi mba.