BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) sering disebut the great imitatorkarena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh seperti otak (stroke), ginjal (gagal ginjal), jantung, mata, kaki
(gangren diabetik). Gejala DM dapat timbul perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari
adanya perubahan pada dirinya seperti minum menjadi lebih banyak (polidipsi), buang air kecil
lebih sering (poliuri), makan lebih banyak (polifagi) ataupun berat badan menurun tanpa sebab
yang jelas(Armstrong, 2007).
Pada penyandang diabetes melitus (DM) dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan
semua tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat pembuluh
darah kecil (mikro faskuler). Pada pembuluh darah besar, menisfestasi komplikasi kronik DM dapat
terjadi pada pembuluh darah serebral, jantung (penyakit jantung koroner) dan pembuluh darah
perifer (tungkai bawah). Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan berlebihan terhadap infeksi
dengan akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru dan infeksi kaki, yang
kemudian dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetes (Sudoyo,2009).
Istilah kaki diabetik digunakan untuk kelainan kaki mulai dari ulkus sampai gangren yang
terjadi pada orang dengan diabetes akibat neuropati atau iskemia perifer, atau keduanya (Grace &
Borley, 2005).
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2010, pasien diabetes mellitus
tipe 2 (kronis) di Indonesia naik dari 8,4 juta pada 2000 menjadi 21,3 juta tahun 2010.
Sedangkan International Diabetes Federation memperkirakan pada 2030 jumlah penderita
diabetes di seluruh dunia mencapai 450 juta orang (Mayfield, 2007).
B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui asuhan keperawatan klien dengan
gangrene (ulkus kaki diabetik).
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk
akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai.
Istilah kaki diabetik digunakan untuk kelainan kaki mulai dari ulkus sampai gangren yang
terjadi pada orang dengan diabetes akibat neuropati atau iskemia perifer, atau keduanya.
Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik Diabetes Melitus (Sudoyo, 2009).
Masalah khusus pada pasien ini adalah berkembangnya ulkus pada kaki dan tungkai bawah.
Ulkus terutama terjadi karena distribusi tekanan abnormal sekunder karena neuropati diabetik.
Kemungkinan lain ulkus diawali pemakaian sepatu yang tidak pas dan tertusuk benda asing
seperti jarum dan paku pada pasien dengan defisit sensori yang menghalangi pasien mengalami
nyeri (Isselbacher, 2000).
B. Anatomi Fisiologi
Pankreas adalah kelenjar berwarna merah muda keabuan dengan panjang 12 – 15 cm dan
tranversal membentang pada dinding abdomen posterior dibelakang lambung, kelenjar inilah
yang mengekresikan insulin melalui pulau langerhans yang berada dalam kelenjar pankreas.
Didalam kelenjar pankreas terdapat sel beta yang menghasilkan insulin, didalam penkreas
mengandung lebih kurang 100.000 pulau langerhans dan tiap pulau berisi 100 sel beta. Selain itu
pankreas juga terdapat sel alfa, yang bekerja sebaliknya insulin, sel ini menghasilkan glukagon
yang berfungsi untuk meningkatkan gula darah.
Insulin adalah suatu hormon yang menurunkan kadar gula darah dengan meransang
perubahan glukosa menjadi glukagen untuk disimpan dan dengan meningkatkan ambilan glukosa
selular. Insulin berfungsi memperbaiki kemampuan sel tubuh untuk mengobservasi dan
menggunakan glukosa serta lemak. Asupan glukosa yang terdapat dalam darah dihasilkan dari
pemecahan karbohidrat dalam berbagai bentuk termasuk monosakarida dan unit-unit kimia yang
komplek, disakarida dan polisakarida. Karbohidrat dikosumsi didalam tubuh dan dipecahkan
menjadi monosakarida kemudian diserap dalam tubuh melalui duodenum dan jejunum
proksimal.
(Evelyn, 2003)
C. Etiologi Kaki Diabetik
1. Suplay darah kurang. Jika sirkulasi terhambat akibat pembuluh darah menyempit, kaki menjadi
kurang peka terhadap gangguan seperti udara dingin, infeksi, atau luka.
2. Neuropati adalah kondisi kerusakan saraf akibat tingginya tingkat kadar gula darah sehingga terjadi
gejala kesemutan, nyeri, dan akhirnya mati rasa pada kaki dan tungkai (Sustrani dkk, 2006). Neuropati
merupakan salah satu komplikasi yang sering ditemukan pada penderita diabetes melitus yang
menyebabkan penderita beresiko mengalami kaki diabetes (Sudoyo dkk, 2009). Hiperglikemia pada
penderita diabetes melitus menyebabkan kerusakan pada saraf (Sudoyo dkk, 2009). Kerusakan pada
saraf membuat kaki kurang peka terhadap rasa sakit dan suhu. Jika kaki seseorang menjadi kurang
peka, memungkinkan orang tersebut tidak mengetahui bila terjadi luka atau infeksi sehingga
memperparah luka jika tidak segera diobati (Suriadi, 2004).
3. Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes lebih rentan
terhadap infeksi . Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih untuk membunuh kuman berkurang
pada kondisi kadar gula darah diatas 200mg%.
D. Manifestasi Klinik
7. ABI normal
E. Patofisiologi
Penyakit neuropati dan vaskular adalah faktor utama yang mengkontribusi terjadinya luka.
Masalah luka yang terjadi pada pasien dengan diabetik terkait dengan adanya pengaruh pada
saraf yang terdapat pada kaki. Pasien dengan diabetik juga mengalami gangguan pada sirkulasi.
Efek sirkulasi inilah yang menyebabkan kerusakan pada saraf yang sering disebut neuropati dan
berdampak pada sistem saraf autoimun yang mengontrol fungsi otot-otot halus, kelenjar dan
organ viseral. Gangguan pada saraf autonomi pengaruhnya adalah terjadi perubahan tonus otot
yang menyebabkan abnormalnya aliran darah, dengan demikian kebutuhan akan nutrisi dan
oksigen maupun pemberian antibiotik tidak mencukupi atau tidak dapat mencapai jaringan
perifer, dan atau untuk kebutuhan metabolisme pada lokasi tersebut. Efek pada autonomi
neuropati ini akan menimbulkan kulit menjadi kering, anhidrosis yang memudahkan kulit menjadi
rusak dan luka yang sukar sembuh, dan dapat menimbulkan infeksi dan mengkontribusi untuk
terjadinya gangren. Dampak lain adalah karena adanya neuropati perifer yang mempengaruhi
pada saraf sensori dan sistem motor yang menyebabkan hilangnya sensasi rasa nyeri, tekanan
dan perubahan temperatur.
F. Klasifikasi
Menurut Edmond 2004-2005 dalam Sudoyo (2009) klasifikasi kaki diabetes berdasarkan pada
perjalanan alamiah kaki diabetes terbagi menjadi 6 stage, yaitu:
tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh disertai dengan pembentukan kalus ”claw”
gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selullitis
Untuk stage 1 dan stage 2, peran pencegahan primer sangat penting dan semuanya dapat
dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer, baik oleh podiatrist/chiropodist maupun oleh
dokter umum atau dokter keluarga.
Stage 3 dan 4 kebanyakan sudah memerlukan perawatan di tingkat pelayanan kesehatan yang
lebih memadai umumnya sudah memerlukan pelayanan spesialistik. Untuk stage 5, apalagi 6 jelas
merupakan kasus rawat inap, dan jelas sekali memerlukan suatu kerjasama tim yang sangat erat,
dimana harus ada dokter bedah, terutamanya dokter ahli bedah vaskuler atau ahli bedah plastik
dan rekonstruksi (Sudoyo, 2009)
Klasifikasi lesi kaki diabetik juga dapat didasarkan pada dalamnya luka dan luasnya iskemik
yang dimodifikasi oleh Brodsky dara klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner, yaitu:
A Tanpa iskemia
C Patial gangrene
(Handaya, 2009)
5. Elektrolit
• Kaium: Normal/meningkat
• GDA: Biasanya menunjukkan pH rendah dan menurun pada HCO3 dengan kompensasi
alkalosisrespiratorik.
• Darah:
– Insulin darah: Pada tipe I mungkin menurun atau tidak ada. Pada tipe II mungkin normal.
• Urin
Menurut Soegondo (2006), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan Diabetes Mellitus
meliputi:
3) Penghambat glukoneogenesis.
b. Insulin
3) Ketoasidosis diabetik.
c. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.
2. Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan antibiotika
atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan
antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1:500 mg dan penutupan ulkus
dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata tekanan tubuh
terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM.
Menurut Smeltzer dan Bare (2001),tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes Mellitus
adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya
adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan
Ulkus Diabetik:
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua
unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah
yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.
b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan kadar
glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian kadar insulin.
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada penderita
diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
1. Monofilamen
Pemeriksaan dengan monofilamen ini adalah untuk mengevaluasi tekanan sensasi pada
kaki pasien dengan diabetes. Cara melakukan pemeriksaan monofilamen adalah dengan
memberikan sentuhan nilon monofilamen pada sisi plantar (area metatarsal, tumit dan dan di
antara metatarsal dan tumit) dan sisi dorsal.
Uji monofilamen merupakan pemeriksaan yang sangat sederhana dan cukup sensitif
untuk mendiagnosis pasien yang memiliki risiko terkena ulkus karena telah mengalami
gangguan neuropati sensoris perifer. Hasil tes dikatakan tidak normal apabila pasien tidak
dapat merasakan sentuhan nilon monofilamen (Suriadi, 2004).
2. Refleks Hammer
Reflex Hammer/palu refleks adalah alat medis yang
digunakan oleh dokter untuk menguji refleks tendondalam/lutut. Pengujian refleksitas
pasien merupakan bagian penting daripemeriksaan fisik neurologis untuk mendeteksi kelainan
pada sistem sarafpusat atau perifer.
b. Bila pasien tidur terlentang pemeriksa berdiri dan bila pasien duduk pemeriksa jongkok
disisi kiri pasien.
c. Bila pasien tidur terlentang lutut fleksi 90 derajat dan disilangkan diatas kaki berlawanan,
bila pasien duduk kaki menggelantung bebas.
d.Pergelangan kaki dorsofleksikan dan tangan kiri pemeriksa memegang/ menahan kaki
pasien.
e. Carilah tendon achiles diantara 2 cekungan pada tumit yang terasa keras dan makin tegang
bila posisi kaki dorsofleksi.
f. Ayunkan refleks hammer diatas tendon achiles.
3. Pemeriksaan biotesiometer
Biotesiometer merupakan instrumen yang dirancang untuk mengukur sederhana dan
akurat ambang apresiasi getaran pada subyek manusia. Biotesiometer digunakan sebagai
alat penelitian di penyakit saraf banyak. Pada dasarnya Biotesiometer adalah sebuah “garpu
tala listrik” yang amplitudonya dapat diatur untuk setiap tingkat yang telah ditentukan atau
yang amplitudonya dapat ditingkatkan secara bertahap sampai ambang sensasi getaran
tercapai.
Sebaliknya, amplitudo dapat diturunkan sampai getaran tidak terlihat lagi dilihat.
Biotesiometer tidak hanya jauh lebih unggul garpu tala dalam akurasi, namun akan
mendeteksi perubahan neurologis yang tidak diungkapkan dengan garpu tala.
Peralatan
- Nampan balutan balutan steril (gunting, forsep, bantalan kasa jika perlu)
- Mangkok steril
- Plaster 2 inchi
Tujuan
1. Menghilangkan sekresi yang tera kumulasi dan jaringan mati dari luka atau tempat
insisi.
2. Menurunkan pertumbuhan mikroorganisme pada luka atau tempat insisi.
No Tindakan Rasional
Meningkatkan efisiensi
11 Letakkan balutan di atas luka sampai luka Mencegah kontaminasi luka oleh organisme
tertutup rapat permukaan kulit
13 Catat tanggal dan waktu penggantian Mencegah pertumbuhan bakteri pada luka
balutan
14
Memberikan fiksasi
15
16
17
Dokumentasi
18
19
4 sampai 5 gram/hari.
c) Perbaikan fungsi ginjal (diet rendah protein). Asupan protein hingga 0,8
g/kg/bb/hari.
e) Melakukan gaya hidup yang sehat meliputi olahraga rutin, diet, menghentikan
2. Retinophaty
a) Lakukan pemeriksaan mata setiap setahun sekali atau lebih sering lagi oleh
dokter spesialis mata yang harus dimulai 5 tahun sesudah diagnosis diabetes
tipe I ditegakkan atau pada tahun ketika diagnosis diabetes tipe II ditegakkan.
b) Lakukan terapi laser dini disertai dengan pengendalian glukosa dan tekanan
darah yang baik dapat mencegah kehilangan penglihatan akibat retinopati.
3. Cardiovaskuler
L. Kolaborasi
Berikan diet kira-kira 60% karbohidrat, 20% protein, dan 20% lemak dalam penataan
makan/ pemberian makanan tambahan. Kompleks karbohidrat (seperti jagung, wortel,
brokoli, buncis gandum, dan lain-lain) menurunkan kadar glukosa/ kebutuhan insulin,
menurunkan kadar kolesterol darah dan meningkatkan rasa kenyang. Pemasukan makanan
akan dijadwalkan sesuai karakteristik insulin yang spesifik (misal efek puncaknya) dan respon
pasien secara individual. Catatan : makanan tambahan dari kompleks karbohidrat terutama
sangat penting (jika insulin diberikan dalam dosis terbagi) untuk mencegah hipoglikemia
selama tidur (Doenges, 2000).
1. Susu krim atau semi krim 1. Roti, pasta, atau kentang dengan isi rendah
lemak, seperti seiris daging, kacang-kacangan,
2. Pemanis buatan sebagai pangganti gula
keju rendah lemak, atau ikan kalengan
3. Sereal kaya akan serat
2. Buah segar atau kalengan dengan jus alami
4. Roti dari beras atau tepung
3. Sayuran atau salad
5. Mentega tak jenuh atau low fat
7. Buah
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan gangren kaki
diabetik menurut Ismail (2008) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya/ menurunnnya aliran darah ke daerah
gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
e. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan
yang tidak adekuat.
f. Potensial terjadinya penyebaran infeksi berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.
h. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
i. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
2. Intervensi
3. Kolesterol tinggi
dapat
oksigen. terjadinya
vasokontriksi
pembuluh darah,
relaksasi untuk
mengurangi efek
stres.
4. Pemberian
vasodilator akan
meningkatkan
dilatasi pembuluh
darah sehingga
perfusi jaringan
dapat diperbaiki,
sedangkan
pemeriksaan gula
darah secara rutin
dapat mengetahui
perkembangan dan
keadaan pasien,
terapi oksigen
untuk memperbaiki
oksigenisasi daerah
ulkus/gangren
2 Ganguan TJ: Tercapainya proses 1. Kaji luas dan keadaan luka 1. Pengkajian yang
integritas penyembuhan luka. serta proses penyembuhan. tepat terhadap luka
jaringan KH: dan proses
berhubungan penyembuhan
1. Berkurangnya
dengan adanya akan membantu
oedema sekitar luka.
gangren pada dalam menentukan
ekstrimitas. 2. Pus dan jaringan tindakan
2. Rawat luka dengan baik dan
berkurang selanjutnya.
benar : membersihkan luka
2. Merawat luka
3. Adanya jaringan secara abseptik
dengan teknik
granulasi. menggunakan larutan yang
aseptik, dapat
tidak iritatif, angkat sisa
4. Bau busuk luka menjaga
balutan yang menempel
berkurang. kontaminasi
pada luka dan nekrotomi
luka dan larutan
jaringan yang mati.
yang iritatif akan
3. Kolaborasi dengan dokter merusak jaringan
untuk pemberian insulin, granulasi tyang
pemeriksaan kultur pus timbul,
pemeriksaan gula darah sisa balutan jaringan
pemberian anti biotik. nekrosis dapat
menghambat proses
granulasi.
3. Insulin akan
menurunkan kadar
gula darah,
pemeriksaan kultur
pus untuk
mengetahui jenis
kuman dan anti
biotik yang tepat
untuk
pengobatan,
pemeriksaan kadar
gula darahuntuk
mengetahui
perkembangan
penyakit.
3. Gangguan rasa Tujuan : Setelah 1. Kaji tingkat, frekuensi, dan 1. untuk mengetahui
nyaman (nyeri) dilakukan tindakan reaksi nyeri yang dialami berapa berat nyeri
berhubungan keperawatan selama 4 x pasien. yang dialami
dengan iskemik 24 jam rasa pasien.
2. Jelaskan pada pasien
jaringan. nyeri hilang/berkurang
tentang sebab-sebab
Kriteria hasil : timbulnya nyeri.
2. pemahaman pasien
a. Penderita secara tentang penyebab
verbal mengatakan nyeri yang terjadi
nyeri berkurang atau akan mengurangi
hilang. ketegangan pasien
dan memudahkan
b. Penderita dapat
pasien untuk
melakukan metode
diajak
atau tindakan untuk
bekerjasama
mengatasi nyeri.
dalam melakukan
c. Elspresi wajah klien tindakan.
rileks.
3. Rangsang yang
d. Tidak ada keringat berlebihan dari
dingin, tanda vital lingkungan akan
dalam batas 3.Ciptakan lingkungan yang memperberat rasa
normal.(S : 36 – tenang. nyeri.
0
37,5 C, N: 60 – 80 x
/menit, T : 4. Teknik distraksi
120/80mmHg, RR : dan relaksasi dapat
18 – 20 x /menit ). mengurangi rasa
4. Ajarkan teknik distraksi nyeri yang
dan relaksasi. dirasakan pasien.
5. Posisi yang
nyaman akan
membantu
5. Atur posisi pasien memberikan
senyaman mungkin kesempatan pada
sesuai keinginan pasien. otot untuk
relaksasi seoptimal
mungkin.
6. Massage dapat
meningkatkan
vaskulerisasi dan
pengeluaran pus
6. Lakukan massage saat
rawat luka . 7. Obat-obat
analgesik dapat
membantu
7. Kolaborasi dengan dokter mengurangi nyeri
untuk pemberian analgesik. pasien
4 Keterbatasan TJ: Pasien dapat 1. Kaji dan identifikasi tingkat 1. Untuk mengetahui
mobilitas fisik mencapai tingkat kekuatan otot pada kaki derajat kekuatan
berhubungan kemampuan aktivitas pasien. otot-otot kaki
dengan rasa nyeri yang optimal. pasien.
pada luka di kaki. KH:
2. Beri penjelasan tentang
1. Pergerakan paien
pentingnya melakukan 2. Pasien mengerti
bertambah luas.
aktivitas untuk menjaga pentingnya aktivitas
2. Pasien dapat kadar sehingga dapat
melaksanakan gula darah dalam keadaan kooperatif
aktivitas sesuai normal. dalam tindakan
dengan keperawatan.
kemampuan (duduk, 3. Anjurkan pasien untuk
berdiri, berjalan). menggerakkan/mengangkat
ekstrimitas bawah sesui
3. Rasa nyeri berkurang.
kemampuan. 3. Untuk melatih otot
4. Pasien dapat – otot kaki sehingg
4. Bantu pasien dalam
memenuhi kebutuhan berfungsi dengan
memenuhi kebutuhannya.
sendiri secara baik.
bertahap
sesuai dengan
5. Kerja sama dengan tim
kemampuan.
kesehatan lain : dokter (
pemberian analgesik ) dan 4. Agar kebutuhan
tenaga fisioterapi. pasien tetap dapat
terpenuhi.
5. Analgesik dapat
membantu
mengurangi rasa
nyeri, fisioterapi
untuk melatih
pasien melakukan
aktivitas secara
bertahap dan benar.
5 Gangguan TJ: Kebutuhan nutrisi 1. Kaji status nutrisi dan 1. Untuk mengetahui
pemenuhan dapat terpenuhi kebiasaan makan. tentang keadaan
nutrisi (kurang KH: dan kebutuhan
dari) kebutuhan nutrisi pasien
1. Berat badan dan
tubuh sehingga dapat
tinggi badan ideal.
berhubungan diberikan tindakan
dengan intake 2. Pasien mematuhi dan pengaturan diet
2. Anjurkan pasien untuk
makanan yang dietnya. yang adekuat.
mematuhi diet yang telah
kurang.
3. Kadar gula darah diprogramkan. 2. Kepatuhan terhadap
dalam batas normal. diet dapat
mencegah
3. Timbang berat badan setiap komplikasi lebih
seminggu sekali. lanjut.
3. Mengetahui
perkembangan
4. Identifikasi perubahan pola berat badan pasien
makan. (berat badan
merupakan salah
satu indikasi untuk
menentukan diet).
5. Pemberian insulin
akan meningkatkan
pemasukan glukosa
ke
dalam jaringan
sehingga gula darah
menurun,pemberian
diet yang sesuai
dapat mempercepat
penurunan gula
darah dan
mencegah
komplikasi.
2. Tanda-tanda vital
2. Tingkatkan upaya
dalam batas normal
pencegahan dengan
(T: 36-37,50C).
melakukan cuci tangan
2. Mencegah
yang baik pada semua
timbulnya infeksi
orang yang berhubungan
3. Keadaan luka baik dengan pasien termasuk silang (infeksi
dan kadar gula darah pasiennya sendiri. nosokomial)
normal.
3. Kolaborasi Lakukan
pemeriksaan kultur dan
sensitifitas sesuai dengan
indikasi.
4. Penanganan awal
dapat membantu
mencegah
timbulnya sepsis.
4. Informasi yang
akurat tentang
penyakitnya dan
keikutsertaan
4. Beri informasi yang akurat pasien dalam
tentang proses penyakit dan melakukan
anjurkan pasien untuk ikut tindakan dapat
serta dalam tindakan mengurangi beban
keperawatan. pikiran pasien.
7. lingkungan yang
tenang dan
nyaman dapat
membantu
mengurangi rasa
cemas pasien.
6.Untuk meningkatkan
perilaku yang adiktif
dari pasien.
9 Gangguan pola TJ: Gangguan pola tidur 1. Ciptakan lingkungan yang 1. Lingkungan yang
tidur pasien akan teratasi. nyaman dan tenang. nyaman dapat
berhubungan KH: membantu
dengan rasa nyeri meningkatkan
1. Pasien mudah tidur 2. Kaji tentang kebiasaan tidur
pada luka di kaki. tidur/istirahat.
dalam waktu 30 – 40 pasien di rumah.
menit. 2. mengetahui
perubahan dari hal-
2. Pasien tenang dan
hal yang merupakan
wajah segar.
kebiasaan
3. Pasien pasien ketika tidur
mengungkapkan akan mempengaruhi
dapat beristirahat pola tidur pasien.
3. Kaji adanya faktor
dengan cukup.
penyebab gangguan pola 3. Mengetahui faktor
tidur yang lain seperti penyebab gangguan
cemas, pola tidur yang lain
efek obat-obatan dan dialami dan
suasana ramai. dirasakan pasien.
5. Untuk mengetahui
terpenuhi atau
tidaknya kebutuhan
tidur
pasien akibat
gangguan pola tidur
sehingga dapat
diambil tindakan
yang
tepat.
BAB III
KASUS
A. Uraian Kasus
Seorang laki-laki berusia 42 tahun datang ke RS dengan keluhan kaki kanan membusuk.
Keluhan dirasakan sejak 1 bulan yang lalu setelah tertusuk paku. Luka berbau, keluar nanah dan
mengeluarkan darah. Awalnya kaki kiri terluka karena tertusuk kayu, namun lama-kelamaan
luka semakin bertambah parah. Riwayat berobat ke puskesmas, diberi obat pil untuk membuat
luka kering, luka sudah dikompres dengan air hangat dan diberi madu ada perubahan pada luka,
luka menjadi agak kering. Berat badan menurun sejak 2 bulan ini. Riwayat sakit diabetes melitus
sejak 5 tahun yang lalu. Keluhan dirasakan sering merasa haus, cepat lapar, banyak buang air
kecil, penglihatan kabur sejak 3 tahun yang lalu, kadang merasa kesemutan di tangan dan kaki.
Rutin berobat di Puskesmas dan mendapat obat Glibenclamid. Pada ekstremitas inferior dextra
tampak udem, pedis dextra tampak ulkus, pus dan hiperemis. Pemeriksaan gula darah sewaktu
332 mg/dL, mata kelihatan cekung dan terlihat lingkaran hitam di sekitar mata, pasien
mengalami kesulitan tidur sejak dirawat dan anoreksia dan mual. Pasien hanya makan 2-3
sendok. BP: 130/90 mmHg, P:75 x/i, RR: 26 x/i, T: 36,4 C. Pasien terlihat putus asa dan murung,
khawatir dengan keadaannya.
B. Pengkajian
Data Objektif:
1. Luka berbau, keluar nanah, dan mengeluarkan darah.
3. Ekstremitas inferior dextra tampak udem, pedis dextra tampak ulkus, pus,
dan hiperemis.
7. Konjungtiva anemis
11. P: 75 x/i.
13. T: 36,4 .
14. Pasien terlihat putus asa dan murung, khawatir dengan keadaannya.
Data Subjektif:
1. Keluhan dirasakan sejak satu bulan yang lalu karena tertusuk paku.
2. Awalnya kaki kiri terluka karena tertusuk kayu namun lama kelamaan luka semakin
bertambah parah.
4. Klien sering merasa haus, cepat lapar, banyak buang air kecil.
Makroangiopati
Penyakit pembuluh
darah kapiler
DO:
(Normalnya: 0,6-1,3 )
2 DS: Neuropati perifer Gangguan mobilitas fisik
1. Kadang-kadang merasa
kesemutan pada di
tangan dan kaki.
DO:
Ulkus
- BB :58 kg
Gangguan Pemenuhan
Nutrisi Kurang dari
Kebutuhan Tubuh
Gangguan integritas
DO: jaringan
2. Ekstremitas inferior
dextra tampak udem,
pedis dextra tampak
ulkus, pus, dan
hiperemis.
2. Ekstremitas inferior
dextra tampak udem, Sel PNM tidak bekerja
pedis dextra tampak
dengan baik
ulkus, pus, dan
hiperemis.
DS:
1. Ekstremitas inferior
dextra tampak udem,
pedis dextra tampak
ulkus, pus, dan
hiperemis.
DS:
3. Pasien mengalami
kesulitan tidur sejak Poliuria polidipsi
dirawat.
D. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan b.d menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat
adanya obstruksi pembuluh darah
2. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki
E. Asuhan keperawatan
3. Mengetahui
3. Timbang berat badan perkembangan
setiap seminggu sekali. berat badan
pasien (berat
badan
merupakan salah
satu indikasi
untuk
menentukan
diet).
4. Mengetahui
4. Identifikasi perubahan
apakah pasien
pola makan.
telah
melaksanakan
program diet yang
ditetapkan.
5. Kerja sama dengan tim
kesehatan lain untuk 5. Pemberian insulin
diet meningkatkan
diabetik. pemasukan
glukosa ke
dalam jaringan
sehingga gula
darah
menurun,pemberi
an diet yang
sesuai
dapat
mempercepat
penurunan gula
darah dan
mencegah
komplikasi.
4. Penanganan awal
dapat membantu
mencegah
timbulnya sepsis
5. Untuk
mengetahui
5. Kaji tanda-tanda terpenuhi atau
kurangnya pemenuhan tidaknya
kebutuhan tidur pasien. kebutuhan tidur
pasien akibat
gangguan pola
tidur sehingga
dapat diambil
tindakan yang
tepat.
BAB IV
PENUTUP
A Kesimpulan
Kaki diabetik digunakan untuk kelainan kaki mulai dari ulkus sampai gangren yang terjadi
pada orang dengan diabetes akibat neuropati atau iskemia perifer, atau keduanya. Adapun
etiologi dari kaki diabetik adalah Suplay darah kurang, Neuropati dan Berkurangnya daya tahan
tubuh terhadap infeksi.
Manifestasi Klinik untuk ulkus diabetik adalah Umumnya pada daerah plantar kaki,
Kelainan bentuk kaki; deformitas kaki, Berjalan yang kurang seimbang, Adanya fisura dan kering
pada kulit, Pembentukan kalus pada area yang tertekan, Tekanan nadi pada area kaki
kemungkinan normal, ABI normal, Luka biasanya dalam dan berlubang, Sekeliling kulit dapat
terjadi selulitis, Hilang atau berkurangnya sensasi nyeri, Xerosis (keringnya kulit kronik),
Hyperkeratosis pada sekeliling luka dan anhidrosis, Eksudat yang tidak begitu banyak, Biasanya
luka tampak merah. Pemeriksaan dignostik yang dapat dilakukan pada ulkus diabetikum
yaitu Gula darah , Aceton plasma, Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol , Osmolalitas
serum, Elektrolit (Natrium, Kalium,Fosphor, GDA, Darah, Urin.
Penatalaksanaan Medis ulkus diabetik yaitu Obat hiperglikemik oral (OHO), Insulin dan
Terapi Kombinasi dan penatalaksanaan keperawatan nya yaitu Diet (Diet dan pengendalian
berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur makanan esensial, memenuhi
kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak)
.Latihan (Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan menurunkan
kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian kadar insulin). Pemantauan (Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa
darah secara mandiri diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara
optimal). Adapun Pemeriksaan Neuropati untuk Ulkus diabetik ini adalah Monofilamen,
Refleks Hammer dan Pemeriksaan biotesiometer
B. Saran
1. Untuk klien diharapkan mengontrol gula darah dan control ke dokter atau
rumah sakit setiap bulan dengan teratur, melakukan perawatan luka,
memperhatikan pola makan, olahraga dan minum obat dengan teratur.
Johnson, J. Y. [et al]. (2005). Prosedur Perawatan di Rumah Pedoman untuk Perawat. Jakarta:
EGC.
Mayfield, J. A. [et al]. (2007). Preventive Foot Care in People with Diabetes. Jakarta: EGC
Pendsey, S. [et al]. (2004). Diabetic Foot: A Clinical Atlas. New Delhi: Jaypee BrothersMedical
Publisher (P) Ltd.
Rendy, M. C & Margareth, T.H. (2012).Asuhan Keperawatan Medikal Bedah & Penyakit Dalam.
Jogyakarta: Nuha Medika.
Sudoyo, A. W. [et al]. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta:Interna
Publishing.
‹
›
Beranda
Rizki Kurniadi
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.