Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN BAYI RESIKO TINGGI DENGAN

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (RDS)

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 5

1. AHMAD DANI ZULPANDI ADHA


2. CHAERUL UMAM
3. MUHAMMAD BADRIN
4. YULIANA

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG S1

MATARAM

2018
KATA PENGHANTAR

Puji syukur bagi Allah SWT yang dengan karunianya, telah


memungkinkan kami menyelesaikan Asuhan Keperawatan ini sebagai salah satu
tugas, semoga Asuhan Keperawatan ini dapat di manfaatkan semaksimal mungkin
oleh para pembaca.

Kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan Asuhan Keperawatan ini dari awal sampai akhir. Kami
menyadari bahwa Asuhan Keperawatan ini masih jauh dari kata sempurna oleh
karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan guna
penyempurnaan Asuhan Keperawatan ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat,
amin.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Teori ............................................................................ 3
2.1.1 Definisi RDS ............................................................................. 3
2.1.2 Etiologi RDS ............................................................................. 3
2.1.3 Tanda dan Gejala RDS ............................................................. 8
2.1.4 Patofisiologi RDS ..................................................................... 9
2.1.5 Pathway RDS ............................................................................ 10
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang ............................................................ 11
2.1.7 Penatalaksanaan ........................................................................ 12
2.1.8 Pencegahan ............................................................................... 12
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan .................................................. 13
2.2.1 Pengkajian ................................................................................. 13
2.2.2 Diagnosa Keperawatan ............................................................. 17
2.2.3 Intervensi Keperawatan ............................................................ 17
2.2.4 Implementasi Keperawatan....................................................... 21
2.2.5 Evaluasi Keperawatan .............................................................. 21
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab kesakitan
dan kematian yang paling sering dan penting pada anak, terutama pada bayi,
karena saluran pernafasannya masih sempit dan daya tahan tubuhnya masih
rendah. Disamping faktor organ pernafasan , keadaan pernafasan bayi dan
anak juga dipengaruhi oleh beberapa hal lain, seperti suhu tubuh yang tinggi,
terdapatnya sakit perut, atau lambung yang penuh. Penilaian keadaan
pernafasan dapat dilaksanakan dengan mengamati gerakan dada dan atau
perut.Neonatus normal biasanya mempunyai pola pernafasan abdominal. Bila
anak sudah dapat berjalan pernafasannya menjadi thorakoabdominal. Pola
pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih panjang
daripada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot pernafasan bekerja aktif,
sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernapasan bekerja secara pasif. Pada
keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola pernapasan yang paling
sering adalah takipneu.
Ganguan pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh berbagai
kelainan organic, trauma, alergi, insfeksi dan lain-lain. Gangguan dapat
terjadi sejak bayi baru lahir. Gangguan pernapasan yang sering ditemukan
pada bayi baru lahir (BBL) termasuk respiratory distress syndrome (RDS)
atau idiopatic respiratory distress syndrome (IRDS) yang terdapat pada bayi
premature.
Sindrom gawat nafas pada neonatus (SGNN) dalam bahasa inggris
disebut respiratory disstess syndrome, merupakan kumpulan gejala yang
terdiri dari dispneu atau hiperpneu. Sindrom ini dapat terjadi karena ada
kelainan di dalam atau diluar paru. Oleh karena itu, tindakannya disesuaikan
dengan penyebab sindrom ini. Beberapa kelainan dalam paru yang
menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/pneumomediastinum,
penyakit membram hialin (PMH), pneumonia, aspirasi, dan sindrom Wilson-
Mikity.
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena produksi
surfaktan, yang dimulai sejak kehamilan minggu ke 22, makin muda usia
kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS dan kelainan ini
merupakan penyebab utama kematian bayi prematur.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Dasar Teori RDS?
2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan RDS?
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep penyakit yang berhubungan dengan
Respiratory Distress Syndrome serta Asuhan Keperawatan Respiratory
Distress Syndrome
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian dari Respiratory Distress Syndrome
b. Untuk mengetahui Etiologi dari Respiratory Distress Syndrome
c. Untuk mengetahui patofisiologi Respiratory Distress Syndrome
d. Untuk mengetahui manifestasi klinis Respiratory Distress Syndrome
e. Untuk mengetahui komplikasi dari Respiratory Distress Syndrome
f. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik Respiratory Distress
Syndrome
g. Untuk mengetahui terapi / penatalaksanaan dari Respiratory Distress
Syndrome
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP DASAR TEORI


2.1.1 DEFINISI
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane
Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan
defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi
kurang. (Malloy & Freeman 2000).
RDS adalah perkembangan yang imatur pada sistem pernafasan atau
tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai
Hyaline Membrane Disesae (Suryadi, 2001).
RDS (Respiratory Distress Syndrome) termasuk penyebab utama
kematian pada anak baru lahir, yang diperkirakan 30% pada semua
kematian, neonates disebabkan oleh penyakit ini maupun komplikasi yang
mengikuti. Penyakit tersebut terjadi pada anak yang lahir premature serta
insidennya berbanding terbalik dengan umur kehamilan dan berat badan
(Fida dan Maya, 2012)
2.1.2 ETIOLOGI
Penyebab kelainan ini secara garis besar adalah kekurangan surfaktan,
suatu zat aktif pada alveoli yang mencegah kolaps paru.RDS seringkali
terjadi pada bayi prematur, karena produksi surfaktan, yang dimulai sejak
kehamilan minggu ke-22, baru mencapai jumlah cukup menjelang cukup
bulan. Makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan
terjadinya RDS. Kelainan merupakan penyebab utama kematian bayi
prematur. Adapun penyebab-penyebab lain yaitu:
1. Kelainan bawaan/kongenital jantung atau paru-paru.
Bila bayi mengalami sesak napas begitu lahir atau 1-2 hari
kemudian, biasanya disebabkan adanya kelainan jantung atau paru-
paru. Hal ini bisa terjadi pada bayi dengan riwayat kelahiran normal
atau bermasalah, semisal karena ketuban pecah dini atau lahir prematur.
Pada bayi prematur, sesak napas bisa terjadi karena adanya
kekurangmatangan dari organ paru-paru. Paru-paru harusnya berfungsi
saat bayi pertama kali menangis, sebab saat ia menangis, saat itu
pulalah bayi mulai bernapas. Tapi pada bayi lahir prematur, karena saat
itu organnya tidak siap, misalnya gelembung paru-paru tak bisa mekar
atau membuka, sehingga udara tidak masuk. Itu sebabnya ia tak bisa
menangis. Ini yang namanya penyakit respiratory distress syndrome
(RDS). Tidak membukanya gelembung paru-paru tersebut karena ada
suatu zat, surfactan, yang tak cukup sehingga gelembung paru-paru atau
unit paru-paru yang terkecil yang seperti balon tidak membuka.
Ibaratnya, seperti balon kempis. Gejala pada kelainan jantung bawaan
adalah napas sesak. Ada juga yang misalnya sedang menyusui atau
beraktivitas lainnya, mukanya jadi biru dan ia jadi pasif. Jadi,
penyakitnya itu utamanya karena kelainan jantung dan secondary-nya
karena masalah pernapasan. Jadi, biasanya sesak napas yang terjadi ini
tidak bersifat mendadak. Walaupun demikian, tetap harus segera
dibawa ke dokter.
2. Kelainan pada jalan napas/trakea.
Kelainan bawaan/kongenital ini pun paling banyak ditemui pada
bayi. Gejalanya, napas sesak dan napas berbunyi "grok-grok". Kelainan
ini terjadi karena adanya hubungan antara jalan napas dengan jalan
makanan/esophagus. Kelainan ini dinamakan dengan trackeo
esophageal fistula. Akibat kelainan itu,ada cairan lambung yang bisa
masuk ke paru-paru. Tentunya ini berbahaya sekali. Sehingga pada usia
berapa pun diketahuinya, harus segera dilakukan tindakan operasi. Tak
mungkin bisa menunggu lama karena banyak cairan lambung bisa
masuk ke paru-paru. Sebelum operasi pun dilakukan tindakan yang bisa
menolong jiwanya, misal dengan dimasukkan selang ke jalan napas
sehingga cairan dari lambung tak bisa masuk. Biasanya sesak napasnya
tampak begitu waktu berjalan 1-3 jam setelah bayi lahir. Nah, bila ada
sesak napas seperti ini, prosedur yang harus dilakukan adalah dilakukan
foto rontgen segera untuk menganalisanya.
3. Tersedak air ketuban.
Ada juga penyakit-penyakit kelainan perinatologi yang didapat saat
kelahiran. Karena suatu hal, misalnya stres pada janin, ketuban jadi
keruh dan air ketuban ini masuk ke paru-paru bayi. Hal ini akan
mengakibatkan kala lahir ia langsung tersedak. Bayi tersedak air
ketuban akan ketahuan dari foto rontgen, yaitu ada bayangan "kotor".
Biasanya ini diketahui pada bayi baru lahir yang ada riwayat tersedak,
batuk, kemudian sesak napasnya makin lama makin berat. Itulah
mengapa, pada bayi baru lahir kita harus intensif sekali menyedot lendir
dari mulut, hidung atau tenggorokannya. Bahkan jika tersedak air
ketubannya banyak atau massive, harus disedot dari paru-paru atau
paru-parunya dicuci dengan alat bronchowash. Lain halnya kalau air
ketubannya jernih dan tak banyak, tak jadi masalah. Namun kalau air
ketubannya hijau dan berbau, harus disedot dan "dicuci" paru-parunya.
Sebab, karena tersedak ini, ada sebagian paru-parunya yang tak bisa
diisi udara/atelektasis atau tersumbat, sehingga menyebabkan udara tak
bisa masuk. Akibatnya, jadi sesak napas. Biasanya kalau di-
rontgen,bayangannya akan terlihat putih. Selain itu, karena tersumbat
dan begitu hebat sesak napasnya,ada bagian paru-paru yang
pecah/kempes/pneumotoraks. Ini tentu amat berbahaya. Apalagi
kejadiannya bisa mendadak dan menimbulkan kematian. Karena itu bila
sesak napas seperti ini, harus lekas dibawa ke dokter untuk
mendapatkan alat bantu napas/ventilator.
4. Pembesaran kelenjar thymus.
Ada lagi napas sesak karena beberapa penyakit yang cukup
merisaukan yang termasuk kelainan bawaan juga. Gejalanya tidak
begitu kuat. Biasanya bayi-bayi ini pun lahir normal, tak ada kelainan,
menangisnya pun kuat. Hanya saja napasnya seperti orang menggorok
dan semakin lama makin keras, sampai suatu saat batuk dan berlendir.
Kejadian ini lebih sering dianggap karena susu tertinggal di
tenggorokan. Namun ibu yang sensitif biasanya akan membawa
kembali bayinya ke dokter. Biasanya kemudian diperiksa dan diberi
obat. Bila dalam waktu seminggu tak sembuh juga, baru dilakukan
rontgen. Penyebabnya biasanya karena ada kelainan pada jalan napas,
yaitu penyempitan trakea. Ini dikarenakan adanya pembesaran kelenjar
thymus. Sebetulnya setiap orang punya kelenjar thymus. Kelenjar ini
semasa dalam kandungan berfungsi untuk sistem kekebalan. Letaknya
di rongga mediastinum (diantara dua paru-paru). Setelah lahir karena
tidak berfungsi, maka kelenjar thymus akan menghilang dengan
sendirinya. Namun adakalanya masih tersisa: ada yang kecil, ada juga
yang besar; baik hanya satu atau bahkan keduanya. Nah, kelenjar
thymus yang membesar ini akan menekan trakea. Akibatnya, trakea
menyempit dan mengeluarkan lendir. Itu sebabnya napasnya berbunyi
grok-grok dan keluar lendir, sehingga jadi batuk. Pengobatannya
biasanya dilakukan dengan obat-obatan khusus untuk mengecilkan
kelenjar thymus agar tidak menekan trakea. Pemberian obat dalam
waktu 2 minggu. Kalau tak menghilang, diberikan lagi pengobatan
selama seminggu. Sebab, jika tidak diobati, akan menganggu
pertumbuhan si bayi. Berat badan tak naik-naik, pertumbuhannya
kurang, dan harus banyak minum obat.
5. Kelainan pembuluh darah.
Ada lagi kelainan yang gejalanya seperti mendengkur atau
napasnya bunyi (stridor), yang dinamakan dengan vascular ring.
Yaitu,adanya pembuluh darah jantung yang berbentuk seperti cincin
(double aortic arch) yang menekan jalan napas dan jalan makan. Jadi,
begitu bayi lahir napasnya berbunyi stridor. Terlebih kalau ia menangis,
bunyinya semakin keras dan jelas. Bahkan seringkali dibarengi dengan
kelainan menelan, karena jalan makanan juga terganggu. Pemberian
makanan yang agak keras pun akan menyebabkannya muntah, sehingga
anak lebih sering menghindari makanan padat dan maunya susu saja.
Pengobatannya, bila setelah dirontgen tidak ditemui kelenjar thymus
yang membesar, akan diminta meminum barium untuk melihat apakah
ada bagian jalan makan yang menyempit. Setelah diketahui, dilakukan
tindakan operasi, yaitu memutuskan salah satu aortanya yang kecil.
6. Tersedak makanan.
Tersedak atau aspirasi ini pun bisa menyebabkan sesak napas. Bisa
karena tersedak susu atau makanan lain, semisal kacang. Umumnya
karena gigi mereka belum lengkap, sehingga kacang yang dikunyahnya
tidak sampai halus. Kadang juga disebabkan mereka menangis kala
mulutnya sedang penuh makanan. Atau ibu yang tidak berhati-hati kala
menyusui, sehingga tiba-tiba bayinya muntah. Mungkin saja sisa
muntahnya ada yang masih tertinggal di hidung atau tenggorokan.
Bukankah setelah muntah, anak akan menangis? Saat menarik napas
itulah, sisa makanan masuk ke paru-paru. Akibatnya, setelah tersedak
anak batuk-batuk. Mungkin setelah batuk ia akan tenang, tapi setelah 1-
2 hari napasnya mulai bunyi. Bahkan bisa juga kemudian terjadi
peradangan dalam paru-paru. Anak bisa panas karena terjadi infeksi.
Yang sering adalah napas berbunyi seperti asma dan banyak lendir.
Biasanya setelah dilakukan rontgen akan diketahui adanya
penyumbatan/atelektasis. Pengobatan dapat dilakukan dengan
bronkoskopi, dengan mengambil cairan atau makanan yang
menyumbatnya. Selain makanan, akan lebih berbahaya bila aspirasi
terjadi karena minyak tanah atau bensin, meski hanya satu teguk. Ini
bisa terjadi karena kecerobohan orang tua yang menyimpan minyak
tanah/bensin di dalam botol bekas minuman dan menaruhnya
sembarangan. Bahayanya bila tersedak minyak ini, gas yang dihasilkan
minyak ini akan masuk ke lambung dan menguap, kemudian masuk ke
paru-paru, sehingga bisa merusak paru-paru. Akan sangat berbahaya
pula kalau dimuntahkan, karena akan langsung masuk ke paru-paru.
Jadi, kalau ada anak yang minum minyak tanah/bensin jangan berusaha
dimuntahkan, tapi segera ke dokter. Oleh dokter, paru-parunya akan
"dicuci" dengan alat bronkoskop.
7. Infeksi.
Selain itu sesak napas pada bayi bisa terjadi karena penyakit
infeksi. Bila anak mengalami ISPA (Infeksi saluran Pernapasan Akut)
bagian atas, semisal flu harus ditangani dengan baik. Kalau tidak
sembuh juga, misalnya dalam seminggu dan daya tahan anak sedang
jelek, maka ISPA atas ini akan merembet ke ISPA bagian bawah,
sehingga anak mengalami bronkitis, radang paru-paru, ataupun asmatik
bronkitis. Gejalanya, anak gelisah, rewel, tak mau makan-minum, napas
akan cepat, dan makin lama melemah. Biasanya juga disertai tubuh
panas, sampai sekeliling bibir biru/sianosis, berarti pernapasannya
terganggu. Penyebabnya ini akan diketahui dengan pemeriksaan dokter
dan lebih jelasnya lagi dengan foto rontgen. Pengobatan dilakukan
dengan pemberian antibiotika. Biasanya kalau bayi sudah terkena ISPA
bawah harus dilakukan perawatan di rumah sakit. Setelah
diobati,umumnya sesak napas akan hilang dan anak sembuh total tanpa
meninggalkan sisa, kecuali bagi yang alergi.
2.1.3 TANDA DAN GEJALA
Gejala utama pada gawat napas / distress respirasi syndrome yaitu:
1. Takipnea : laju napas >60 x/menit (normal laju napas 40x/menit)
2. Sianosis sentral pada suhu kamar yang menetap atau memburuk pada
48-49 jam.
3. Retraksi dada: cekungan pada sternum.
4. Grunting: suara merintih saat ekspirasi pernapasan cuping hidung.

Didapatkan gejala lain seperti :

1. Bradikardi
2. Hipotensi
3. Kardiomegali
4. Edema terutama didaerah dorsal tangan atau kaki
5. Hipotermi
6. Tonus otot yang menurun

Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS


yaitu:

1. Stadium 1
Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara
2. Stadium 2
Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan
gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai
ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
3. Stadium 3
Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan
paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat,
bronchogram udara lebih luas.
4. Stadium 4
Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat
dilihat.
2.1.4 PATOFISIOLOGI
Faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga sulit berkembang,
pengembangan kurang sempurna karena dinding thorax masih lemah,
produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan
kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru
(compliance) menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi berat,
shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat,
hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah diketahui
bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein
ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli
tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi
udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru
memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara
histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian distal
menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga
menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II.
Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya
defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan
barotrauma atau volutrauma dan toksisitas oksigen, menyebabkan
kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian distal
sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah.
Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam
setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada
36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada
bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang
dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi
Bronchopulmonal Displasia (BPD).
2.1.5 PATHWAY

Bayi lahir premature

Inadekuat surfaktan lapisan lemak belum


Terbentuk pada kulit
Alveolus kolaps
Resiko gangguan
Ventilasi berkurang hipoksia termoregulasi:hipertermia

Peningkatan usaha cedera paru pembentukan


napas membrane hialin
edema
takipnea mengendap di
Pertukaran Gas alveoli
Pola napas tidak efektif Terganggu

reflek hisap menurun penguapan meningkat

intake tidak adekuat Resiko Kekurangan


Volume Cairan
Kekurangan Nutrisi
MRS

Hospitalisasi Familly
centered problem

Tindakan invasif Perpisahan Lingkungan baru kurang situasi


Informasi krisis
Nyeri - Cemas Cemas
& Injuri - Gangguan Fungsi kurang cemas
peran (bermain) pengetahuan

2.1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan laboratorium
a. Analisis gas darah
1) Dilakukan untuk menentukan adanya gagal napas akut ditandai
dengan PaCO2 >50 mmHg, PaO2 <60 mmHg.
2) Dilakukan pada BBL yang memerlukan suplementasi oksigen
lebih dari 20 menit.
3) Diambil berdasarkan indikasi klinis dengan mengambil sample
darah dari arteri umbilikalis atau fungsi arteri
4) Menggambarkan gambaran asidosis metabolic
5) Hipoksia terjadi akibat pirau dari kanan ke kiri melalui
pembuluh darah pulmonal
6) Pulse oxymeter digunakan sebagai cara non invansip untuk
memantau saturasi oksigen yang dipertahankan pada 90-95%.
b. Elektrolit
1) Kenaikan kadar serum bikarbonat mungkin karena kompensasi
metabolic untuk hiperkapnea kronis.
2) Kadar glukosa darah untuk menentukan adanya hipoglikemi
c. Pemeriksaan jumlah sel darah
2. Pemeriksaan radiologic
a. Pemeriksaan radiologi torax pada bayi dengan SGN menunjukkan
gambaran retikulo yang difus bilateral dan paru yang tidak
berkembang
b. Untuk evaluasi adanya kelainan yang memerlukan tindakan segera
misalnya adanya pneumotoraks.
2.1.7 PENATALAKSANAAN
1. Lingkungan yang optimal
Suhu tubuh harus diusahakan agar tetap dalam batas normal
2. Pemberian oksigen
Pemberian O2 sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan analisis gas darah
3. Pemberian cairan dan elektrolit
Pada permulaan diberikan glukosa 5-10%, 60-125 ml/kg bb/hari.
Asidosis yang selalu dijumpai pun harus segera dikoreksi dengan
Nahco3 secara intravena
4. Pemberian antibiotic
Bertujuan mencegah infeksi sekunder. Anak dapat diberi penisilin
dengan dosis 5.000-10.000 u/kg bb/bb/hari
5. Pemberian surfaktan oksigen
Pemberian surfaktan oksigen melalui endotrakeal tube. Obat ini terbukti
sangat efektif untuk mengobati terjadinya RDS
(Fida dan Maya, 2012)

2.1.8 PENCEGAHAN
1. Perhatian langsung diberikan untuk mengantisipasi dan mengurangi
komplikasi dan juga diupayakan untuk pencegahan persalinan kurang
bulan
2. Pemberian terapi streroid antenatal diberikan ibu yang terancam
persalinan kurang bulan.
3. Melakukan resusitasi dengan baik dan benar
4. Pemberian surfaktan bila perlu.
2.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1 PENGKAJIAN
1. Anamnesa :
a. Data Demografi
1) Nama
2) Usia : bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu.
3) Jenis Kelamin
4) Suku / Bangsa
5) Alamat
b. Keluhan Utama :
Pasien dengan RDS didapatkan keluhan seperti sesak,
mengorok ekspiratori, pernapasan cuping hidung, lemah, lesu,
apneu, tidak responsive, penurunan bunyi napas.
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada pasien RDS, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda
mudah letih, dispnea, sianosis, bradikardi, hipotensi, hipotermi,
tonus otot menurun, edema terutama di daerah dorsal tangan atau
kaki, retraksi supersternal/ epigastrik/ intercosta, grunting expirasi.
Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa
tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
Perlu ditanyakan apakah pasien mengalami prematuritas
dengan paru-paru yang imatur (gestasi dibawah 32 minggu),
gangguan surfactan, lahir premature dengan operasi Caesar serta
penurunan suplay oksigen saat janin saat kelahiran pada bayi matur
atau premature, atelektasis, diabetes mellitus, hipoksia, asidosis.
e. Riwayat Maternal
Meliputi riwayat menderita penyakit seperti diabetes mellitus,
kondisi seperti perdarahan placenta, placenta previa, tipe dan lama
persalinan, stress fetal atau intrapartus, dan makrosomnia (bayi
dengan ukuran besar akibat ibu yang memiliki riwayat sebagai
perokok, dan pengkonsumsi minuman keras serta tidak
memperhatikan gizi yang baik bagi janin).
f. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang terkena
penyakit -penyakit yang disinyalir sebagai penyebab kelahiran
premature / Caesar sehinnga menimbulakan membrane hyialin
disease.
g. Riwayat psikososial
Meliputi perasaan keluarga pasien terhadap penyakitnya,
bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku keluarga
pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap bayinya.
h. Status Infant saat Lahir
1. Prematur, umur kehamilan.
2. Apgar score, apakah terjadi aspiksia.
3. Bayi premature yang lahir melalui operasi Caesar

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60
kali/menit), pernafasan mendengkur, retraksi subkostal/interkostal,
pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu,
gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada
awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya
pertukaran udara, nafas menjadi parau dan pernapasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan
dapat dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi
kardiovaskuler. Penilaian fungsi respirasi meliputi:
a. Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada
bayi. Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan
merupakan usaha kompensasi terhadap terjadinya asidosis
metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis,
diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik.
Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada
hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda
memburuknya keadaan klinik.
b. Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping
hidung, retraksi dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi
jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala ke atas,
merintih, stridor dan ekspansi memanjang menandakan terjadi
gangguan mekanik usaha pernafasan.
c. Warna kulit/membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh
terlihat berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat
dan teraba dingin.
d. kardiovaskuler
1) Frekuensi jantung dan tekanan darah, Adanya sinus tachikardi
merupakan respon umum adanya stress, ansietas, nyeri, demam,
hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi jantung.
2) Kualitas nadi, Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk
mengetahui volume dan aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak
adekwat dan tidak teraba pada satu sisi menandakan
berkurangnya aliran darah atau tersumbatnya aliran darah pada
daerah tersebut. Perfusi kulit kulit yang memburuk dapat dilihat
dengan adanya bercak, pucat dan sianosis.
e. Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara:
1. Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)
2. Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit
ekstremitas dibandingkan jantung kemudian tekan telapak
tangan atau kaki tersebut selama 5 detik, biasanya tampak
kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan
menghilang 2-3 detik.
3. Perfusi pada otak dan respirasi, Gangguan fungsi serebral
awalnya adalah gaduh gelisah diselingi agitasi dan letargi. Pada
iskemia otak mendadak selain terjadi penurunan kesadaran juga
terjadi kelemahan otot, kejang dan dilatasi pupil.
3. ADL (Activity daily life)Nutrisi :
a. Bayi dapat kekeurangan cairan sebagai akibat bayi belum minum
atau menghisap
b. Istirahat tidur, Kebutuhan istirahat terganggu karena adanya sesak
nafas ataupun kebutulan nyaman tergangu akibat tindakan medis
c. Eliminasi, Penurunan pengeluaran urine
4. Pemeriksaan penunjang
a. Foto rontgen thorak
1) Pola retikulo granular difus bersama bromkogram udara yang
saling tumpang tindih.
2) Tanda paru sentral dan batas jantung sukar dilihat, inflasi paru
buruk.
3) Kemungkinan terdapat kardiomegali bila sistem lain juga
terkepa (bayi dari ; ibu diabetes, hipoksia, gagal jantung
kongestif).
4) Bayangan timus yang besar .
5) Bergranul merata pada bronkogram udara, yang menandakan
penyakit berat jika terdapat pada beberapa jam pertama.
b. Pemeriksa darah
1) Asidosis metabolic :
a) PH menurun (N : PH 7,35- 7,45)
b) Penurunan Bicarbonat (N : 22-26 meg/L)
c) PaCO2 Normal (N : 35-45 mmHg)
d) Peningkatan serum K
2) Asidosis respiratorik
3) PH menurun (N : PH 7,35-7,45)
4) Peningkatan PaCO2 (N : 35-45 mmHg)
5) Penurunan PaO2 (N : 80-100 mmHg)
6) Imatur lecithin / sphingomylin (L/S)
2.2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan
dinding dada atau kurangnya jumlah cairan surfaktan.
2. Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan ketidaksamaan
nafas bayi dan ventilator, tidak berfungsinya ventilator
3. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya
cairan yang tanpa disadari
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan, motilitas gerak menurun dan penyarapan.
5. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan lapisan lemak
belum terbentuk.
2.2.3 INTERVENSI
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan
dinding dada atau kurangnya jumlah cairan surfaktan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pola nafas efektif.
Kriteria hasil:
a. Jalan nafas bersih
b. Frekuensi jantung 100-140 x/menit
c. Pernapasan 40-60 x/menit
d. Takipneu atau apneu tidak ada
e. Sianosis tidak
Intervensi:
a. Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal; tempatkan pada
posisi telentang dengan leher sedikit ekstensi dan hidung
menghadap keatap dalam posisi ’mengendus’.
Rasional: untuk mencegah adanya penyempitan jalan nafas.
b. Hindari hiperekstensi leher
Rasional: karena akan mengurangi diameter trakea.
c. Observasi adanya penyimpangan dari fungsi yang diinginkan,
kenali tanda-tanda distres misalnya: mengorok, pernafasan cuping
hidung, apnea.
Rasional: memastikan posisi sesuai dengan yang diinginkan dan
mencegah terjadinya distres pernafasan.
d. Lakukan penghisapan mucus
Rasional: menghilangkan mukus yang terakumulasi dari
nasofaring, trakea, dan selang endotrakeal.
e. Penghisapan selang endotrakeal sebelum pemberian surfaktan
Rasional: memastikan bahwa jalan napas bersih.
f. Hindari penghisapan sedikitnya 1 jam setelah pemberian
surfaktan
Rasional: meningkatkan absorpsi ke dalam alvelolar.
g. Observasi peningkatan pengembangan dada setelah pemberian
surfaktan
Rasional: menilai fungsi pemberian surfaktan.
h. Turunkan pengaturan, ventilator, khususnya tekanan inspirasi
puncak dan oksigen.
Rasional: mencegah hipoksemia dan distensi paru yang
berlebihan.
2. Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan ketidaksamaan
nafas bayi dan ventilator, tidak berfungsinya ventilator dan posisi
bantuan ventilator yang kurang tepat.
Tujuan: Pola nafas efektif
Kriteria Hasil: Mempertahankan pola pematasan efektif.
a. Irama nafas, kedalaman nafas normal.
b. Oksigenasi adekuat.
Intervensi:
a. Analisa Monitor serial gas darah sesuai program.
Rasional: Mempertahankan gas darah optimal dan mengetahui
perjalanan penyakit.
b. Gunakan alat bantu nafas sesuai intruksi.
Rasional: Memudahkan memelihara jalan nafas atas.
c. Pantau ventilator setiap jam
Rasional: Mencegah turunnya konsentrasi mekanik dan
kemungkinan terjadinya komplikasi.
d. Berikan lingkungan yang kondusif
Rasional: Supaya bayi dapat tidur dan memberikan rasa nyaman.
e. Auskultasi irama jantung, suara nafas dan lapor adanya
penyimpangan.
Rasional: Mendeteksi dan mencegah adanya komplikasi.
3. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya
cairan yang tanpa disadari
Tujuan: mempertahankan cairan dan elektrolit
Kriteria Hasil:
a. Keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dipertahankan
Intervensi:
a. Pertahankan cairan infus 60- 10 ml /kg/hari atau sesuai protokol
yang ada.
Rasional: Penggantian cairan secara adekuat untuk mencegah
ketidakseimbangan.
b. Tingkatkan cairan infus 10 ml/ kg, tergantung dari urin output,
penggunaan pemanas dan jumlah fendings.
Rasional: mempertahankan asupan cairan sesuai kebutuhan
pasien, penggunaan pemanas tubuh akan meningkatkan
kebutuhan cairan.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan, motilitas gerak menurun dan penyarapan.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi adekuat.
Kriteria hasil:
a. Mencapai status nutrisi normal dengan berat hadan yang sesuai.
b. Bising usus 8 x/menit
c. Mencapai kadar gula darah normal.
d. Mencapai keseimbangan intake dan output.
e. Bebas dari adanya komplikasi Gl.
f. Lingkar perut stabil.
g. Pola eliminasi nonnal
Intervensi:
a. Timbang helat badan tiap hari.
Rasional: Mendeteksi adanya penurunan atau peningkatan
berat badan.
b. Berikan glukosa 5-10% banyaknya sesuai umur dan berat badan.
Rasional: Diperlukan keseimbangan cairan dan kehutuhan kalori
secara parsiasif.
c. Monitor adanya hipoglikemi.
Rasional: Masukkan nutrisi inadekuat menyebabkan penurunan
glukosa dalam darah.
d. Monitor adanya komplikasi GI:
1) Disstres
2) Konstipasi / diare.
3) Frekwensi muntah
Rasional: Mempertahankan nutrisi cukup energi dan
keseimbangan intake dan output.
5. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan lapisan lemak
belum terbentuk.
Tujuan : suhu kembali ke batas normal
Kriteria Hasil:
a. Temperature stabil 36,5-37,6
b. Tidak ada kejang
c. Seimbang antara produksi panas yg diterima dan kehilangan
panas selama 20 hari pertama kehidupan
Intervensi
a. Monitor suhu minimal 2 jam sekali
b. Monitor nadi dan resfirasi
c. Monitor suhu dan warna kulit
d. Monitor tanda-tanda hipo dan hipertermi
e. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
f. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
2.2.4 IMPLEMENTASI
Pelaksanaan atau implementasi adalah inisiatif dari rencana
tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik, melaksanakan anjuran
dokter dan menjalankan ketentuan-ketentuan rumah sakit dalam
memberikan asuhan keperawatan, pada tahap ini perawat di tunrut untuk
dapat menerapkan keterampilan dan pengetahuan serta kemampuan
berkomunikasi (Hidayat, 2009).
2.2.5 EVALUASI
Evaluasi yang dilakukan mengacu kepada tujuan yang diharapkan :
1. Pertukaran gas menjadi efektif,
2. Menunjukkan fungsi paru yang normal dan bebas dari tanda-tanda
distres pernafasan.
3. Ventilasi/oksigenasi adekuat untuk memenuhi kebutuhan perawatan
diri.
4. Jalan nafas kembali efektif.
5. Pola nafas kembali efektif.
6. Tidak ada distress respirasi.
7. Bayi tidak menggigil.
8. Bayi tidak gelisah.
9. Bayi tidak letargi
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
RDS (Respiratory Distress Syndrome) termasuk penyebab utama kematian
pada anak baru lahir, yang diperkirakan 30% pada semua kematian, neonates
disebabkan oleh penyakit ini maupun komplikasi yang mengikuti. Penyakit
tersebut terjadi pada anak yang lahir premature serta insidennya berbanding
terbalik dengan umur kehamilan dan berat badan (Fida dan Maya, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat, Aziz. 2009. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba


Medika.
Fida &Maya. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. D-MEDIKA. Jogjakarta.
Filianti, Evi. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penyakit Asma di
Ruang Musdalifah Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang. (KTI
Akper Pembina Palembang).
Doenges , E. Marilyn. 2009. Online : hhtp://rencanaasuhankeperawatan.com.
Diakses pada tanggal 15-04-2014 pukul 15.00 wib
Heru, Sundaru. 2011. Online : hhtp://WHOdataasma.com.Diakses pada tanggal
09-04-2014 pukul 10.00 wib
Hidayat. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika
Nughoro. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan
Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika
NANDA International. Nanda International: Nursing Diagnoses 2009-2011.
USA:Willey Blackwell Publication, 2009.6.

Anda mungkin juga menyukai