Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah di panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat
dan karunian-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan
tema bangsa-bangsa kambing perah. Karya Ilmiah ini berisikan tentang bangsa-bangsa
kambing yang di pergunakan untuk produksi susu atau kambing.

Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas yang di berikan dosen. Tujuan
intruksional umum dari Karya ilmiah ini yaitu agar mahasiswa mampu membuat karya ilmiah
dengan sempurna dan dapat mengetahui lebih dalam tentang topik yang di bahas pada kali
ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada guru pembimbing yang telah
membimbing dalam pelajaran, begitu juga kepada teman-teman yang telah menyumbangkan
pemikirannya demi kesempurnaan karya ilmiah ini.

Dalam penulisan karya ilmiah ini tentu saja tidak terlepas dari kesalahan- kesalahan atau
kekhilafan-kekhilafan, untuk itu penulis menerima kritikan sekiranya kritikan tersebut dapat
menyempurnakan karya ilmiah ini. Akhir kata penulis berharap agar karya ilmiah ini
bermanfaat dan dapat meningkatkan pengetahuan bagi yang membacanya.

Tugumulyo, Maret 2016

Peneliti,Rizki Fitriansyah

i
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR .......................................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...............................................................................................................1
1.2 Tujuan ............................................................................................................................3
BAB II PEMBAASAN
2.1 Budidaya Beternak Kambing .........................................................................................4
2.2 Sistem Pemeliharaan Ternak Kambing PE ....................................................................5
2.3 Pemeliharaan Induk Kambing Laktasi ...........................................................................5
2.4 Pemberian Pakan Pada Induk Kambing PE ...................................................................5
2.5 Penanganan Kesehatan Induk Kambing PE ...................................................................6
2.6 Pemeliharaan Induk Bunting..........................................................................................6
2.7 Pemeliharaan Induk Masa Laktasi .................................................................................7
2.8 Karakteristik Pasar .........................................................................................................7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................................9
3.2 Saran ..............................................................................................................................9
Daftar Pustaka ....................................................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kambing perah merupakan komoditas baru di Indonesi yang kemungkinan memiliki
prospek pengembangan yang baik. Walaupun belum terbukti secara ilmiah, anggapan yang
berkembang di masyarakat adalah bahwa susu kambing dapat menyembuhkan berbagai
penyakit pernafasan, seperti asma dan TBC. Oleh karena itu permintaan cenderung semakin
meningkat dan harga yang masih cukup tinggi. Di sisi lain kambing perah dapat berperan
ganda sebagai peghasil susu dan daging. Dari kebutuhan investasi, usaha kambing pernah
memerlukan investasi jauh lebih kecil dibandingkan dengan sapi perah dan disamping ini
relatif lebih mudah dalam manajemen.
Kambing perah yang banyak dikembangkan di Indonesia umumya kambing
peranakan Etawah (PE), yang umumnya masih lebih dominan sebagai sumber daging
dibandingkan dengan sumber air susu. Susu kambing belum dikenal secara Iuas seperti susu
sapi padahal memiliki komposisi kimia yang cukup baik (kandungan protein 4,3% dan lemak
2,8%) relatif lebih baik dibandingkan kandungan protein susu sapi dengan protein 3,8% dan
lemak 5,0% (Sunarlim dkk, 1992). Disamping itu dibandingkan dengan susu sapi, susu
kambing lebih mudah dicerna, karena ukuran molekul lemak susu kambing lebih kecil dan
secara alamiah sudah berada dalam keadaan homogen (Sunarlim dkk, 1992) (Sinn, 1983).
Produktivitas biologis kambing cukup tinggi, 8-28% lebih tinggi dibandingkan sapi
(Devendra, 1975). Jumlah anak per kelahiran (litter size) bervariasi 1 sampai dengan 3 ekor
dengan tingkat produksi susu yang melebihi dari kebutuhan untuk anaknya, sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai produk komersial dan tidak mengganggu proses reproduksinya. Biaya
investasi usaha ternak kambing relatif rendah dan pemeliharaannya pun jauh lebih mudah
dibanding sapi.
Pengembangan usaha kambing PE mempunyai peluang pasar yang cukup tinggi di
Kabupaten Cianjur karena daya dukung kesesuaian iklim dan aksesibilitas ke berbagai daerah
konsumen. Tingginya impor dan masih rendahnya produksi susu sapi dalam negeri,
merupakan pasar yang perlu dijajagi.
Dari aspek produksi daging, permintaan daging kambing di Indonesia maupun di dunia juga
mengalami peningkatan pesat selama 10 tahun terakhir ini. Indonesia mengkonsumsi
kambing sebagai salah satu sumber protein hewani yang utama setelah sapi dan ayam.
Pasokan daging kambing relatif terbatas karena usaha peternakan kambing di Indonesia di
dominasi oleh usaha rumah tangga dengan skala pemilikian 4 – 10 ekor.
Permintaan kambing untuk konsumen khususnya seperti restauran dan hotel-hotel
masih dipenuhi oleh impor. Hal ini disebabkan daging kambing dalam negeri kurang sesuai
untuk masakan yang dikehendaki oleh restauran dan hotel tersebut. Pengembangan pasar ke
pasar spesifik merupakan peluang ekonomi yang pantas diraih dengan pengusahaan
peternakan kambing sistem ranch, dan hal ini sangat sesuai dengan kambing PE. Komoditas
susu kambing juga memiliki propek yang baik sejalan dengan semakin memasyarakatnya
susu tersebut.
Kabupaten Cianjur memiliki keunggulan komparatif dalam usaha peternakan kambing
karena ketersediaan lahan luas diikuti oleh kemampuan penduduk dalam menangani ternak
ini. Perkembangan teknologi dalam bidang peternakan yang pesat memungkinkan untuk
mencapai produktivitas lebih dari yang ada pada saat ini.
Usaha Peternakan Khususnya Kambing Perah Memiliki Banyak Manfaat Bagi
Masyarakat Petani Pedesaan, Antara Lain :
1. Meningkatkan penghasilan masyarakat dari penjualan produk usaha ternak (cempe),
2. Mengurangi biaya produksi pertanian melalui pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk
(selain lebih murah juga ramah lingkungan),
3. Meningkatkan gizi dengan konsumsi susu yang diperoleh dari hewan ternaknya.
Sumber daya alam di pedesaan sangat mendukung budidaya ternak terkait dengan
ketersedian hijauan makanan ternak yang hampir tersedia sepanjang tahun. Sumber daya
petani melalui bimbingan dan pelatihan secara kontinyu akan mampu menguasai teknik
beternak yang baik.
Kelemahan utama yang ada adalah keterbatasan modal sehingga usaha peternakan
khususnya kambing perah belum menjadi pilihan. Disamping itu jiwa kewirausahaan belum
menjadi budaya masyarakat sehingga inovasi dan kreatifitas tidak berkembang meskipun
tingkat pendidikan formal cukup memadai. Masyarakat pedesaan umumnya lebih suka
menduplikasi atau meniru usaha yang telah berjalan daripada memulai percobaan usaha
sendiri.
Untuk itulah saya melakukan inisiasi peternakan kambing perah di desa tempatku
lahir dan dibesarkan. Pengalaman beternak kambing biasa (jawa randu) selama 2 tahun
menunjukkan secara bisnis cukup menguntungkan (dari 1 ekor menjadi 4 ekor). Kendala
utama yang dihadapi adalah keterbatasan pejantan sehingga perkawinan kambing tidak
optimal, sebagai akibatnya calving period terlalu panjang. Disisi lain jika memelihara
pejantan tanpa dibarengi jumlah betina yang memadai akan memboroskan biaya. Menurut
perhitungan setidaknya 10 ekor betina harus dipelihara jika memelihara 1 ekor pejantan.

1. 2 Tujuan
Melakukan analisis finansial usaha ternak kambing di lingkungan di Kabupaten
Cianjur mencangkup keuntungan usaha jangka pendek maupun jangka panjang serta prospek
pengembangan di masa yang akan datang.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Budidaya Beternak Kambing


Kambing banyak dipelihara oleh penduduk pedesaan Indonesia (Mulyono, 2003),
karena pemeliharaannya lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan ternak ruminansia
besar. Kambing cepat berkembang biak dan pertumbuhan anaknya juga tergolong cepat.
Menurut Sarwono (1999), nilai ekonomis, social, dan budaya beternak kambing sangat nyata,
karena peningkatan pendapatan keluarga bisa mencapai 14-25 % dari total pendapatan
keluarga, semakin rendah perluasan lahan pertanian dan nilai sumber daya yang diusahakan
dari beternak kambing.
Kambing Etawa Berasal dari wilayah Jamnapari India. Kambing ini paling popular di
Asia Tenggara, termasuk tipe dwiguna yaitu penghasil susu dan penghasil daging. Ciri-
cirinya postur tubuh besar, telinga panjang menggantung, bentuk muka cembung, bulu bagian
paha sangat lebat, BB jantan mencapai 90 kg, BB betina 60 kg. produksi susu mencapai 235
kg/ms laktasi. Di Indonesia untuk perbaikan mutu kambing local maka menghasilkan
kambing PE (Peranakan Etawa). Sentra terbesar kambing PE adalah di Kaligesing Purworejo
Jawa Tengah (Anonim,2008).
Kambing Peranakan Etawa adalah ternak dwi guna, yaitu sebagai penghasil susu dan
sebagai penghasil daging (Williamson dan Payne, 1993). Kambing PE adalah bangsa
kambing yang paling populer dan dipelihara secara luas di India dan Asia Tenggara
(Devendra dab Burns, 1994).
Ciri-ciri kambing PE adalah warna bulu belang hitam putih atau merah dan coklat
putih; hidung melengkung; rahang bawah lebih menonjol; baik jantan maupun betina
memiliki tanduk; telinga panjang terkulai; memiliki kaki dan bulu yang panjang
(Sosroamidjoyo, 1984). Kambing PE telah beradaptasi dengan baik terhadap kondisi dan
habitatIndonesia (Mulyono, 2003).
Menurut Sarwono (1999), bila tata laksana pemeliharaan ternak kambing yang sedang
bunting atau menyusui serta anaknya baik, maka bobot anak kambing bisa mencapai 10-14
kg/ekor ketika disapih pada umur 90-120 hari. Williamson dan payne (1993) menyatakan
untuk kambing pedaging ada kecendrungan menunda penyapihan untuk memberikan
kesempatan anak kambing memperoleh keuntungan yang maksimal dari susu induknya.
Sedangkan untuk kambing perah, penyapihan harus dilakukan lebih awal, tanpa mengganggu
pertumbuhan anaknya, agar kelebihan produksi induk dapat dimanfaatkan oleh peternak
untuk meningkatkan pendapatan atau keperluan gizi keluarga (Asih, 2004).

2.2 Sistem Pemeliharaan Ternak Kambing PE


Menurut Williamson dan Payne (1993), sistem pemeliharaan secara ekstensif
umumnya dilakukan di daerah yang padang pengembalaannya luas, kondisi iklim yang
menguntungkan, dan untuk daya tampung kira-kira tiga sampai dua belas ekor kambing per
hektar. Sistem pemeliharaan secara ekstensif, induk yang sedang bunting dan anak-anak
kambing yang belum disapih harus diberi persediaan pakan yang memadai (Devendra dan
Burns, 1994). Rata-rata pertambahan bobot badan kambing yang dipelihara secara ekstensif
dapat mencapai 20-30 gram per hari (Mulyono 2003).
Sistem pemeliharaan secara intensif memerlukan pengandangan terus menerus atau
tanpa pengembalaan dan lebih terkontrol (Williamson dan Payne 1993). Kambing jantan dan
betina dipisahkan begitu juga betina muda dari umur tiga bulan sampai cukup umur untuk
dikembang biakkan. Kambing pejantan harus dipisahkan dengan yang betina (Devendra dan
Burns, 1994). Pertambahan bobot badan pada sistem pemeliharaan intensif ini bisa mencapai
100-150 gram per hari dengan rata-rata 120 gram perhari (Sarwono, 1999).
Sistem pemelihraan semi intensif merupakan gabungan dari ekstensif dan intensif
yaitu dengan pengembalaan terkontrol dan pemberian konsentrat tambahan (Williamson dan
Payne 1993). Pertambahan bobot badan sistem ini bisa mencapai 30-50 gram per hari.

2.3 Pemeliharaan Induk Kambing Laktasi


Pemliharaan induk kambing laktasi dapat dilakukan dengan beberapa cara untuk
memenuhi kebutuhan susu anaknya dan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuhnya yaitu
dengan melakukan penanganan pada waktu melahirkan, kemudian memperhatikan pakan dan
air minum yang diberikan dan juga sanitasi (kebersihan) kandang supaya terhindar dari
sumber-sumber penyakit yang bisa mengurangi produktifitas induk kambing laktasi laktasi
tersebut (Anonim, 2009).

2.4 Pemberian Pakan Pada Induk Kambing Pe


Sarwono (1999) menyatakan, kambing membutuhkan jenis hijauan yang beragam.
Kambing sangat menyukai daun-daunan dan hijauan selain itu kambing juga memerlukan
pakan penguat untuk mencukupi kebutuhan gizinya. Pakan penguat bisa berupa dedak,
bekatul padi, jagung atau ampas tahu dan dapat juga campurannya. Sodiq (2002)
menjelaskan, kambing tergolong hewan herbivore atau hewan pemakan tumbuhan.
Kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan, tergantung dari jenis ternaknya, umur ternak,
fase (pertumbuhan, dewasa, bunting atau menyusui), kondisi tubuh dan lingkungan
tempatnya hidup. Pakan sangat dibutuhkan kambing untuk tumbuh dan berkembang biak
(Sarwono, 1991).
Pakan yang sempurna mengandung gizi seperti protein, karbohidrat lemak, vitamin
dan mineral yang seimbang (Mulyono, 2003). Pemberian pakan yang efisien mempunyai
pengaruh lebih besar dari pada faktor-faktor yang lainnya, dan merupakan cara yang sangat
penting untuk peningkatan produktivitas (Devendra dan Burns, 1994).

2.5 Penanganan Kesehatan Induk Kambing Pe


Ternak kambing merupakan ternak yang umumnya dipelihara di pedesaan, sehingga
banyak ditemukan penyakit-penyakit seperti scabies (kudis), belatungan (myasis), cacingan
dan keracunan tanaman. Pengobatan yang biasa diberikan di pedesaan yaitu pengobatan
tradisional, meskipun banyak obat-obatan terjual di toko. Namun demikian usaha pencegahan
perlu dilakukan dengan menjaga kebersihan ternak dan lingkungannya, pemberian pakan
yang cukup (kualitas dan kuantitas), bersih dan tidak beracun (Anonim, 2009).
Menurut Muljana (2001), Pengobatan ternak kambing khususnya penyakit scabies
bisa menggunakan obat seperti Asuntol, Tiguvon, Neguvon, Termadex, Benzyl Benzonate
dan bisa dilakukan dengan cara menempatkan ternak ditempat yang hangat dan pakan bergizi
tinggi, rambut kambing dicukur dan dimandikan serta bisa juga menggunakan obat-obatan
seperti serbuk belerang dicampur kunyit dan binyak kelapa yang dipanasi, kemudian
dioleskan. Penyakit belatung disebabkan oleh luka yang berdarah dan infeksi kemudian
dihinggap lalat sehingga tumbuh larva belatung. Pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan Gusanex dan obat anti biotik lainnya, atau bisa dilakukan dengan cara
membersihkan luka kemudian obati dengan gerusan kamper/kapur barus kemudian luka
ditutup dengan perban dan diulangi pada hari selanjutnya (Anonim, 2009).
2.6 Pemeliharaan Induk Bunting
Kebuntingan pada seekor induk dapat dianggap terjadi apabila induk tidak
menunjukkan tanda birahi kurang lebih 3 minggu setelah terjadi perkawinan. Proses
kebuntingan pada induk menimbulkan banyak perubahan fisiologis, sehingga setiap cekaman
dari luar harus dapat dicegah semaksimal mungkin. Kepekaan induk bunting terhadap
berbagai potensi cekaman ini semakin kuat seiring dengan bertambahnya usia kebuntingan.
Kebuntingan biasanya menyebabkan kapasitas saluran cerna untuk menampung pakan
menurun, sehingga secara fisik menekan konsumsi pakan, sedangkan kebutuhan nutrisi
meningkat, sejalan dengan bertambahnya bobot fetus di dalam kandungan.
Masa bunting pada induk kambing sekitar 5 bulan (146-155 hari), namun periode
paling kritis terjadi selama 6-8 minggu sebelum melahirkan, karena 80% pertumbuhan janin
terjadi dalam masa tersebut. Oleh karena itu, mengetahui saat terjadi perkawinan menjadi
sangat penting dalam menduga umur kebuntingan seekor induk .Kambing yang bunting harus
ditempatkan di kandang terpisah untuk menghindari gangguan kambing lainnya untuk
menghindari perkelahian sesama kambing. Perlu juga dijaga agar kandang tidak licin, karena
bisa menyebabkan kambing yang sedang bunting tergelincir yang mengakibatkan keguguran.
Untuk melancarkan proses kelahiran, setiap hari kambing bunting sebaiknya
dikeluarkan dari kandang dan dibawa berjalan-jalan selama satu jam. Masa kebuntingan
kambing selama 5 bulan.Selama periode bunting, kambing juga membutuhkan pakan yang
lebih banyak dan lebih berkualitas untuk menunjang seluruh proses didalam tubuhnya. Di
samping itu untuk menunjang proses laktasi setelah beranak. Pakan berupa hijauan yang
bervariasi (dalam jumlah 10% berat badan) dan kosentrat 0,5-0,6 kg perhari sudah mampu
mencukupi kebutuhan kambing bunting ( Sodiq dan Abidin.2002).

2.7 Pemeliharaan Induk Masa Laktasi


Masa laktasi adalah masa kambing perah mampu menghasilkan susu. Sesaat setelah
melahirkan , ambing kambing sudah menghasilkan cairan yang disebut kolostrum. Kolostrum
bisa keluar dengan cara diisap oleh cempe atau diperah. Untuk kambing-kambing perah,
sebaiknya kolostrum dikeluarkan dengan cara diperah dan diberikan kepada cempe dengan
menggunakan ambing buatan berupa botol susu bayi. Tujuannya untuk menghindari kotornya
ambing yang akan menyebabkan susu kambing yang akan dihasilkan tercemar. Kolostrum
dihasilkan oleh ambing selama 2-7 hari, setelah itu ambing akan menghasikan susu normal.
Atas dasar pertimbangan ekonomi , sebaiknya cempe diberi susu buatan, sedangkan susu
kambing yang dihasilkan seluruhnya dijual (Sodiq dan Abidin.2002).

2.8 Karakteristik Pasar


Pasar bagi daging kambing dapat digolongkan menjadi 2 bagian besar yakni pasar
tradisional bagi masyarakat pedesaan dan sebagian masyarakat kota dan pasar khusus bagi
masyarakat kota. Kedua jenis konsumen daging kambing ini mempunyai karakteristik yang
berbeda. Konsumen dari pasar tradisonal belum memperhatikan aspek-aspek kesehatan
hewan, pembangunan jenis daging dan cara penanganan daging. Sedang konsumen
masyarakat kota sangat memperhatikan masalah-masalah kesehatan hewan/daging, cara
penanganan dan pembagian jenis daging. Besarnya pangsa kedua jenis pasar ini tak dapat
ditentukan.
Pada pasar tradisional, daging kambing dibeli oleh pedagang dari ternak, kemudian
dipotong di rumah pemotongan hewan atau dipotong sendiri. Penjualan daging ini
dilaksanakan di pasar-pasar umum. Pasar khusus masyarakat kota umumnya membeli dari
pedagang daging yang telah disertifikasi. Daging dipotong di rumah pemotongan hewan dan
dijual di supermarket atau di toko-toko khusus yang menjual daging. Hotel dan restoran
selain membeli dari supermarket juga membeli dari pemasok yang khusus mengantarkan
daging ke restoran sesuai dengan pesanan.
Tingkat permintaan daging kambing tidak terlalu fluktuatif sepanjang tahun, namun
permintaan akan meningkat dengan cepat pada saat Hari raya Idul Adha. Pada hari raya
tersebut, biasanya permintaan daging akan meningkat dan harga akan meningkat pula. Pada
Hari raya Idul Adha, dijual kambing hidup yang sehat untuk digunakan pada kegiatan
keagamaan.

a. Persepsi konsumen.
Dari hasil studi Sukmawati et al. 19.., memperlihatkan tentang posisi susu kambing
yang semakin penting di masyarakat. Dari hasil wawancara tersebut, bahwa sebagian besar
konsumen memanfaatkan susu kambing sebagai obat (56,3%) selebihnya untuk menambah
daya tahan tubuh (31,2%) dan sebagai aprodisiak (12,5%). Susu kambing lebih dikenal
sebagai penawar penyakit tertentu disamping sebagai sumber gizi. Berdasarkan kesimpulan
dari berbagai literature tentang kandungan dan khasiat susu kambing adalah sebagai berikut :
Dari data yang ada, susu kambing ternyata sangat potensial sebagi sumber protein
hewani disamping susu sapi. Bagi anak-anak (bayi) yang alergi terhadap susu sapi, susu
kambing dapat menggantikannya. Oleh sebab itu, tepat sekali kalau pemasyarakatan susu
kambing dikaitkan dengan program gizi keluarga dalam program posyandu. Di Inggris, susu
kambing selain dikonsumsi, juga diolah menjadi berbagai bentuk seperti keju, krim, mentega
dan yoghurt (Mackenzie,1970).

b. Harga yang sangat menarik.


Persepsi tersebut diatas mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap mahalnya
harga susu kambing jika dibandingkan harga susu sapi yang dapat mencapai 10 kali lipat.
Harga susu kambing segar mulai Rp12.000/liter di Jawa Barat, sebaliknya harga susu sapi
Rp2500 – 3000/liter.

c. Konsumsi Susu Kambing.


Akhir-akhir ini konsumsi susu kambing terus meningkat dari tahun ketahun. Laju
peningkatan populasi yang tidak seimbang dengan laju permintaan kambing tersebut akan
menciptakan ketidakseimbangan antara permintaan dan produksi tersebut. Jika diperkirakan
seekor kambing dapat menghasilkan daging seberat 10 kg, laju permintaan daging kambing
6% per tahun dan laju peningkatan populasi kambing sebesar 3% per tahun maka proyeksi
permintaan dan populasi kambing tahun 1999.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kambing perah merupakan komoditas baru di Indonesi yang kemungkinan memiliki
prospek pengembangan yang baik. Walaupun belum terbukti secara ilmiah, anggapan yang
berkembang di masyarakat adalah bahwa susu kambing dapat menyembuhkan berbagai
penyakit pernafasan, seperti asma dan TBC.

3.2 saran
Tempat pakan seharusnya tetap dibersihkan sebelum diberikan pakan lagi, supaya
sisa-sisa pakan tersebut tidak membusuk dan mengeluarkan bau yang mengurangi nafsu
makan ternak kambing.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008 . Kambing Perah.


http://rozi2m1.blogspot.com/2008/05/setelah-150-hari-di-dalam-perut.html ( diakses pada
tanggal 16 april 2014 ).

Anonim, 2009. Penyakit Umum Yang Menyerang Pada Kambing.


http://klinikhewan09.wordpress.com ( diakses pada tanggal 16 april 2014 ).

Arif, 2010. Penanganan Proses Kelahiran Pada Ternak Kambing. Penanganan Proses Kelahiran Pada
Ternak.

Penanganan Proses Kelahiran Pada Ternak Kambing Kandang Bambu Management.html (


diakses pada tanggal 16 april 2014 ).

Asih, A.R.S. 2004. Manajemen Ternak Perah. UNRAM Press. Mataram.


Devendra C. dan M. Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Penerbit ITB. Bandung.

Ginting, Simon P.2009. Pedoman Teknis Pemeliharaaan Induk dan Anak Kambing Masa Pra-Sapih.
Loka Penelitian Kambing Potong. Sumatra Utara.

Muljana, W, 2001. Cara Beternak Kambing. CV. Aneka Ilmu. Semarang.

Anda mungkin juga menyukai