Teori Adopsionisme menjelaskan, Yesus pada mulanya adalah manusia biasa yang dilahirkan
oleh Bunda Maria. Tetapi Yesus mampu hidup kudus dan taat kepada Allah dengan menaati
613 Hukum Taurat dan 7 Aturan Rabi. Karena itu, Allah mengangkat Yesus menjadi anak-
Nya. Suara Allah saat Yesus dibaptis dianggap sebagai pernyataan langsung dari Allah untuk
mengadopsi Yesus.
Berdasarkan teori ini, kedudukan Yesus tidaklah setara dengan Allah karena Yesus adalah
anak yang diadopsi oleh Allah. Inti dari teologi adopsionisme adalah untuk menjelaskan
tentang kasih dan karunia Allah yang berkenan dengan kesalehan dan ketaatan Yesus
kepadaNya. Teori ini sangat menarik perhatian karena, Yesus yang pada mulanya hanya
manusia biasa dapat menjalankan hidup yang kudus dan taat kepada Allah. Dengan demikian,
muncul pertanyaan, bukankah kita semua juga dapat menjadi seperti Yesus jika kita semua
hidup kudus dan taat kepada Allah? Dari pertanyaan tersebut, timbullah kelemahan dari teori
ini.
Menurut Iman Kristen, akan mustahil bagi manusia untuk mencapai kesempurnaan seperti
Yesus. Akan mustahil untuk menaati keseluruhan hukum dan aturan yang berjumlah 620,
karena roh manusia membawa dosa ketika manusia diturunkan menjadi mahkluk fana. Sebaik
apapun usaha manusia untuk melakukan yang terbaik, pasti tidak akan berhasil pada
akhirnya, akan ada dosa yang muncul. Hal ini disebut dengan “Dosa Hamartia”. Oleh karena
itu, teori ini terbantahkan dan tidak digunakan menurut Iman Kristen, karena Yesus pada
awalnya hanya terlahir sebagai manusia biasa. Sebagai manusia biasa, seharusnya akan
mustahil untuk mencapai kesempurnaan karena adanya Dosa Hamartia.
Adopsionisme adalah kristologi yang paling awal, tetapi pandangan ini tidak dapat diterima
dalam Iman Kristen, karena tidak memperhatikan semua keterangan dalam Kisah Para Rasul
dan juga tidak memperhitungkan realitas Yesus sebagai Anak Allah. Bukti Kisah Para Rasul
mengenai pemberitaan pertama tidak pernah memberi kesan bahwa rasul-rasul memberitakan
Yesus sebagai orang biasa yang telah diangkat menjadi Anak Allah. Kisah Para Rasul 2:36
tidak dapat ditafsirkan seolah-olah Allah membuat manusia Yesus menjadi Tuhan dan Kristus
hanya pada waktu kebangkitan.
Salah satu kelemahan dari keyakinan Adopsionisme adalah tidak didukung oleh bukti bukti
dari tulisan yang memadai. Selain itu, kepercayaan adopsionisme bertentangan dari ajaran
gereja . Salah satu kepercayaan adopsionisme yang bertentangan dengan ajaran gereja adalah,
bahwa Yesus tidak sama kedudukannya dengan Allah. Adopsionisme menolak sifat ketuhanan
yang secara mutlak dimiliki oleh Kristus sebagaimana yang tertulis dalam pernyataan John
1:1 “Pada mulanya adalah Firman , dan Firman itu bersama Allah , dan Firman itu adalah
Allah”. Menurut John, sudah jelas bahwa Yesus bukanlah anak angkat dari Allah. Tetapi
Yesus adalah Firman dari Allah Bahkan Yesus juga memberikan pernyataan yang jelas
mengenai identitasnya. Yesus menyakatan dalam John 10:30 “Saya dan Ayah saya adala
satu”.
Kesalahan dari pandangan adopsionisme adalah dengan menganggap Yesus adalah manusia
yang diangkat menjadi anak Allah, dimana anak Allah sendiri adalah bagian yang mutlak dari
Trinitas. Pandangan adopsionisme juga dilarang oleh gereja-gereja di barat pada tahun 792 di
Regensburg, pada tahun 794 di Frankfort dan pada tahun 799 di Aken. Karena gereja
menganggap pandangan adopsionisme membagi Kristus menjadi dua orang, sebagai Anak
Allah dan sebagai anak angkat Allah.
Referensi
1. Guthrie, Donald. 1995. Teologi Perjanjian Baru 1. Jakarta. PT. BPK Gunung Mulia
2. Hindson, Ed., Ergun, Caner. 2008. The Popular Encyclopedia of Apologetics:
Surveying the Evidencefor the Truth of Christianity. Oregon: Harvest House
Publishers
3. Berkouwer, G.C. 1954. The Person of Christ. Michigan: Wm. B. Eerdmans Publishing