Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1. OUTLINE
1.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Heat Exchanger
1.2. Fouling Factor (Faktor Pengotoran)
2. PEMBAHASAN
2.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Heat Exchanger
Terdapat 4 faktor penyebab utama yang mempengaruhi performa heat
exchanger shell-and-tube, yaitu:
Adanya endapan dari material yang tidak diinginkan akibat penggunaan dalam
jangka waktu panjang menghambat aliran pada tabung alat penukar kalor. Terdapat
beberapa jenis pengotor, diantaranya adalah:
Pengotor partikel
Pengotor akibat korosi
Pengotor biologis
Pengotor akibat kristalisasi
Pengotor akibat reaksi kimia
Pengotor akibat pembekuan
Pengotor partikel dipengaruhi oleh karena terbawanya benda padat atau
senyawa cair mikroskopis yang tersuspensi pada aliran masuk heat exchanger. Pada
kasus korosi, permukaan heat exchanger dapat mengalami korosi akibat adanya
interaksi antara fluida kerja dengan material penyusun dari heat exchanger. Penurunan
performa heat-exchanger oleh karena factor pengotor sangat beragam, masih terdapat
banyak faktor-faktor lain yang menyebabkan turunnya kinerja dari alat penukar kalor.
Faktor pengotor mempengaruhi perpindahan panas yang terjadi sebagai tahanan
termal bagi perpindahan kalor, maka dari itu pada bahasan berikutnya, faktor pengotor
dianggap dalam perhitungan koefisien panas menyeluruh sebagai tahanan termal
kotor untuk menghitung koefisien perpindahan kalor menyeluruh sistem.
Pengotoran dalam tube heat exchanger sangat dipengaruhi oleh fluida apa
yang lewat pada aliran di dalamnya. Maka dari itu, pada Tabel 2, terdapat daftar faktor
pengotoran normal yang berdasarkan pada jenis fluidanya. Salah satu fluida yang
sering dipakai untuk sistem alat penukar kalor ialah air. Kualitas air menjadi salah satu
pertimbangan dalam pengoperasian heat exchanger. Faktor yang mempengaruhi
kualitas air sebagai fluida kerja pada sistem alat penukar kalor yang dipertimbangkan
adalah kemurnian, kandungan klorida, kadar oksigen terlarut, konsentrasi sulfide,
residual klorin, konsentrasi mangan, PH dan temperatur.
Tabel 1. Kandungan senyawa pada air yang mempengaruhi kinerja heat exchanger.
Terkadang pada fluida yang berasal dari tube dapat bocor ke fluida yang
berada pada shell, demikian pula kebalikannya. Hal tersebut dapat menyebabkan
kerugian yang sangat fatal. Kebocoran dapat terjadi pada sambungan tube dengan
wadah penyangganya yang disebabkan oleh karna ekspansi termal antara tube dengan
shell. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya kebocoran juga ialah siklus termal
yang disebabkan oleh karena sering dihidup atau dimatikannya alat serta sistem batch
yang menyebabkan terjadinya siklus termal yang menyebabkan adanya diferensiasi
temperatur yang tiba-tiba.
Gambar 1. (kiri) skema heat exchanger; (kanan) ilustrasi sambungan tube dengan tube shell-nya
dalam alat. (sumber: https://image.slidesharecdn.com/cfakepathcompactheatexchangersintd-
090513122457-phpapp02/95/compact-heat-exchangers-18-728.jpg?cb=1242218119; Heat transfer 10th
Edition, Holman, Halaman 529).
Alat penukar kalor yang melewati dua sampai tiga siklus termal dalam satu
hari biasanya membutuhkan maintenance mekanik yang lebih, seperti pengelasan
yang kuat pada bagian sambungan tube dengan tube sheet, pemantauan spesifik dalam
proses pembuatan shell. Mengelas tube pada wadahnya (tube sheet) tidak dapat
menjamin bebas dari kebocoran, karena terkadang kebocoran dapat memungkinkan
terjadi oleh karena faktor porositas dari hasil pengelasan. Untuk meminimalisir
kebocoran dapat digunakan double tube sheets atau wadah tabung ganda sebagai
support dari desain heat exchanger.
2.1.4. Dead Zones atau Zona Mati
Zona mati adalah area yang memiliki aliran minimal atau bahkan tidak
terdapat aliran yang terjadi dimana biasanya hanya terjadi sejumlah kecil pertukaran
panas yang biasanya berujung pada penumpukan zat-zat pengotor. Alat penukar kalor
shell-and-tube biasanya menggunakan sekat atau biasa disebut baffles untuk
menjamin bahwa fluida yang mengalir dari shell mengalir melintasi sekitaran luar
tabung sehingga menghasilkan pertukaran kalor yang menyeluruh.
Gambar 2. Baffles pada heat exchanger. (sumber: Heat transfer 10th Edition, Holman, Halaman
529).
Bagian-bagian pada sekat yang tidak terlewati fluida dari shell justru meningkatkan
kemungkinan terjadinya penumpukan zat pengotor yang lebih tinggi disbanding pada
area-area lainnya.
maka dari itu, perhitungan tahanan pengotoran akan diperhitungkan bersama tahanan
termal lainnya dalam menghitung koefisien perpindahan kalor menyeluruh.
Nilai faktor pengotoran hanya bisa didapatkan melalui percobaan, yaitu melalui
selisih perhitungan nilai U pada kondisi bersih dan kondisi kotor pada alat penukar
kalor, maka dari itu nilai tahanan termal pengotoran dapat didefinisikan sebagai:
1 1
𝑅𝑓 = 𝑈 −𝑈 ……………………(2)
𝑘𝑜𝑡𝑜𝑟 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ
Walau nilai dari fouling factor yang tersedia di Tabel 2 merupakan konstanta, namun
kenyataannya, nilai faktor pengotoran merupakan suatu variabel yang berubah-ubah
selama pengoperasian heat exchanger. Nilainya dapat berubah-ubah dari nol untuk
permukaan yang bersih hingga bertambah bahkan melebihi dari nilai yang diberikan
pada Tabel 2 apabila penumpukan sudah terakumulasi pada permukaan.
3. REFERENSI
Aljundi, K. (2018). Problems affecting performance in in Shell and tube heat exchangers.
[online] Webbusterz.org. Tersedia di: http://www.webbusterz.org/problems-
affecting-performance-in-shell-and-tube-heat-exchangers/ [Diakses pada 9 Apr.
2018].
Farhami, N dan Bozorgian, A. (2011). Factors Affecting Selection of Tubes of Heat
Exchanger. In 2011 International Conference on Chemistry and Chemical
Process. Singapore, 2011. Singapore: Islamic Azad University, Mahshahr Branch.
224-226.
Incropera, F. (2007). Fundamentals of heat and mass transfer. New York: Wiley.
Holman, J. (2010). Heat transfer. Boston: McGraw Hill Higher Education.