Anda di halaman 1dari 8

HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI KELUARGA TERHADAP KEJADIAN

STUNTING (STUDI DI SMPN 15 KOTA SEMARANG TAHUN 2017)


Donna Kuswintoro Hidayat
*) Alumni Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro
**) Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro Semarang
Email : donnakuswintorohidayat@gmail.com

Stunting adalah kondisi tinggi badan yang tidak sesuai dengan usia sehingga terlihat
pendek. Penyebab terjadinya stunting akibat kurangnya asupan gizi dan juga penyakit kronis
dalam waktu lama. Jumlah pendapatan yang dihasilkan orangtua tidak mencukupi untuk
pengeluaran kebutuhan rumah tangga dapat menjadikan asupan gizi yang terganggu sehingga
anak stunting, berdasarakan hasil survey awal yang telah dilakukan didapatkan hasil 8,6%
mengalami stunting dari 900 anak
Penelitian ini menggunakan desain case control. Instrumen dalam penelitian ini
menggunakan kuisioner untuk mendapatkan data dari orangtua siswa SMPN 15 Kota Semarang.
Jumlah populasi penelitian 84 orangtua siswa yang terdiri dari 42 orangtua sebagai kasus dengan
anak yang mengalami stunting dan 42 orangtua dengan anak yang tidak mengalami stunting
dengan variabel bebas pendidikan orangtua, pendapatan orangtua, pekerjaan orangtua,
kepemilikan rumah, luas bangunan, kepemilikan kamar pribadi, kepemilikan kendaraan bermotor
dan jumlah anggota keluarga, sedangkan variabel terikat kejadian stunting pada remaja awal. Uji
statistik yang digunakan adalah uji Chi Square
Berdasarkan hasil uji statistik yang telah dilakukan menunjukan ada hubungan antara
pendapatan orangtua terhadap kejadian stunting pada remaja awal ( p-value 0,001), pekerjaan
orangtua (p-value 0,025), kepemilikan rumah (p-value 0,043), sedangkan variabel pendidikan
orangtua, kepemilikan kendaraan bermotor dan jumlah anggota keluarga tidak memiliki hubungan
yang signifikan terhadap kejadian stunting pada remaja awal.
Perlu adanya peningkatan pendidikan kesehatan masyarakat mengenai pentingnya asupan
gizi yang cukup bagi anaknya, serta perlu adanya peningkatan pendapatan bagi keluarga yang
berpendapatan dibawah UMR agar mereka dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga

Kata kunci : Stunting, Sosial Ekonomi Keluarga


Kepustakaan : 38. 1996 – 2016

ABSTRACT
. Stunting is a condition of height that does not correspond to age so it looks short.
The cause of stunting due to lack of nutritional intake and also chronic diseases in a long time. The
amount of income generated by parents is insufficient for household expenditures can make
impaired nutrient intake so that children stunting, based on the results of the initial survey that has
been done got 8.6% result of stunting of 900 children
This research use case control design. Instruments in this study using questionnaires to
obtain data from parents of students SMPN 15 Kota Semarang. Number of study populations 84
parent students consisting of 42 parents as a case with stunting children and 42 parents with
nonstudent children with independent variables of parental education, parental income, parent
occupation, home ownership, building area, private room ownership, ownership Motor vehicle and
the number of family members, while the dependent variable of stunting event in the early
adolescence. The statistical test used is Chi Square test
Based on the results of statistical tests that have been done shows there is a relationship
between parent income to the incidence of stunting in early adolescents (p-value 0.001), parental
work (p-value 0.025), home ownership (p-value 0.043), while parental education, Motor vehicles
and the number of family members do not have a significant relationship to the incidence of
stunting in early adolescence.
There needs to be an increase in public health education on the importance of sufficient
nutritional intake for their children, as well as the need for increased income for families who earn
below the UMR so they can meet the needs of households

Keywords: Stunting, Family Social Economics


Literature: 38. 1996 - 2016

PENDAHULUAN
Retardasi pertumbuhan atau biasa disebut oleh masyarakat stunting, terjadinya penurunan
tinggi badan anak hal ini terjadi karena akibat dari kurangnya asupan gizi anak secara kronis sera
adanya penyakit infeksi, kebanyak anak stunting terjadi pada negara yang sedang berkembang
dan juga negara miskin.1
Angka stunting Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan Myanmar, Vietnam, dan
Thailand. Sekitar 17,9% Balita yang mengalami gizi kurang secara nasional, 4,5% mengalami gizi
buruk.6 Dari hasil survei awal yang dilakukan terhadap 900 siswa, dengan hasil pengukuran awal
pada siswa kelas 7&8 dengan mengambil 10 kelas dan mendapatkan hasil 105 anak mengalami
stunting, dapat dikatakan bahwa 8,6% siswa SMPN 15 Kota Semarang mengalami stunting, angka
ini relative rendah dibandingka angka stunting nasional 37,2%, dari angka stunting di Indonesia
masih tinggi pada 8 juta anak mengalami gizi kurang, atau satu dari tiga anak di indonesia
mengalami stunting.2
Jika dilihat secara singkat penyebab stunting dapat ditarik kesimpulan menjadi tiga
kategori tingkatan yaitu tingkat pada individu, pada rumah tangga/keluarga dan stunting pada
tingkat masyarakat. pada tingkat individu kurangnya pengetahuan tentang penyebab terjadinya
stunting dan mengabaikan akan kebutuhan gizi dan kesehatan individu yang dapat menjadikan
penyebab terjadinya stunting sedangkan pada tingkat rumah tangga/keluarga yaitu, stunting terjadi
karena asupan makananan yang tidak kurang serta tidak mencukupi gizi, rendahnya pendapatan
keluarga, akses dalam mendapat pelayanan kesehatan yang kurang, kebersihan rumah dan
ketersediaan air bersih merupakan penyebab terjadinya stunting. Pada tingkat masyarakat
ketersediaan dari sumber pangan dan kebersihan lingkungan disekitar dan juga kesadaran akan
masyarakat dalam menjaga kesehatan mereka. Oleh karena itu stunting tidak lah terjadi begitu
saja dan faktor risiko yang menjadi penyebab di balik stunting tersebut.1
Faktor sosial ekonomi pada keluarga dengan kejadian stunting pada anak usia remaja awal
perlu dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara hubungan faktor sosial ekonomi
keluarga terhadap kejadian stunting pada anak remaja awal, lokasi penelitian ini dilakukan di SMP
15 Kota Semarang, alasan pengambilan lokasi penelitian pada SMP 15 Semarang karena letak
dari sekolah yang berada pada tengah-tengah antara perkotaan dan pinggiran yang menjadikan
lokasi yang heterogen serta terdapat banyak varian dalam objek penelitian sehingga lokasi
tersebut sangat bagus jika dilakukan penelitian pada lokasi tersebut.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian Case Control yang dilakukan guna menganalisis
hubungan antara sosial ekonomi keluarga dengan Stunting pada anak remaja awal di SMP 15
Kota Semarang tahun 2017 Pendekatan Case Control, rancangan penelitian dengan melakukan
pengukuran atau pengamatan dengan melakukan pembandingan antara kasus dengan kontrol
yaitu membandikan antara yang mengalami stunting dengan yang tidak mengalami stunting
dengan analisis faktor sosial ekonomi keluarga. Penelitian ini melakukan observasi atau
pengukuran variabel bebas dengan variabel terikat (pertumbuhan remaja stunting) di wilayah
Sekolah Menengah Pertama Negeri 15 Kota Semarang. 3
HASIL PENELITIAN
Tabel Univariat
Variabel Kategori Kasus Kontrol
Pendidikan Orangtua Dasar 5 1
Tinggi 37 41
Pendapatan Orangtua < UMR 15 2
> UMR 27 40
Pekerjaan Orangtua Satu orangtua 20 11
Semua orangtua 22 31
Kepemilikan rumah Bukan 7 3
Milik sendiri 35 39
Kepemilikan kendaraan Motor saja 29 28
Bermotor Motor & mobil 13 14
Jumlah anggota keluarga 4 orang/kurang 16 14
>4 26 28

1. Tingkat pendidikan orangtua


Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap orangtua siswa SMPN 15 Kota
Semarang dengan jumlah responden 84 yang di bagi 42 responden sebagai kasus atau yang
mengalami stunting dan 42 responden kelompok kontrol yang tidak mengalami stunting,
didapatkan hasil pada kelompok kasus terdapat yang cukup tinggi yakni (11,90%) keluarga dengan
orangtua yang menempuh pendidikan tingkat dasar dibandingkan pada kelompok kontrol (2,38%),
sedangkan pada pendidikan tinggi terdapat (88,10%) keluarga dengan orangtua yang telah
mempuh pendidikan tinggi yang memiliki anak stunting, lebih rendah dibandingkan dengan
keluarga dengan orangtua yang telah menempuh pendidikan tinggi (97,62%), angka yang cukup
tinggi orangtua yang sudah berpendidikan tinggi akan tetapi masih memiliki yang stunting
diperlukan penelitian yang lebih lanjut untuk mengetahui faktor penyebabnya
2. Tingkat pendapatan keluarga

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap orangtua siswa SMPN 15 Kota
Semarang dengan jumlah responden 84 yang di bagi 42 responden sebagai kasus atau yang
mengalami stunting dan 42 responden kelompok kontrol yang tidak mengalami stunting,
didapatkan yang hasil lebih tinggi pada kelompok kasus terdapat (35,71%) keluarga dengan
orangtua yang berpenghasilan dibawah UMR dibandingkan pada kelompok kontrol terdapat (4,7%)
keluarga yang berpenghasilan dibawah UMR, sedangkan pada kelompok kasus terdapat (64,29%)
keluarga dengan pendapatan orangtua yang sudah melebihi UMR angka ini cukup rendah
dibandingan kelompok control yang mencapai (90,24%) keluarga dengan pendapatan orangtua
yang sudah melebihi UMR
3. Pekerjaan orangtua

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap orangtua siswa SMPN 15 Kota
Semarang dengan jumlah responden 84 yang di bagi 42 responden sebagai kasus atau yang
mengalami stunting dan 42 responden kelompok kontrol yang tidak mengalami stunting,
didapatkan hasil Lebih tinggi pada kelompok kasus terdapat (47,62%) keluarga dengan orangtua
yang bekerja hanya salah satu saja sedangkan pada kelompok kontrol hanya terdapat (26,19%)
keluarga yang bekerja salah satu anggota keluaraga saja. Kemudian untuk semua orangtua yang
bekerja pada kelompok kasus didapatkan hasil lebih rendah (52,38%) keluarga dengan kedua
orangtua bekerja semua, sedangkan pada kelompok kontrol lebih tinggi (73,81%) keluarga dengan
kedua orangtua bekerja semua
4. Kepemilikan Rumah

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap orangtua siswa SMPN 15 Kota
Semarang dengan jumlah responden 84 yang di bagi 42 responden sebagai kasus atau yang
mengalami stunting dan 42 responden kelompok kontrol yang tidak mengalami stunting,
didapatkan hasil lebih tinggi pada kelompok kasus terdapat (16,67%) keluarga yang belum
mempunyai rumah sendiri sedangkan pada kelompok kontrol terdapat (7,14%) keluarga yang
belum memiliki rumah sendiri. Kemudian orangtua yang sudah memiliki rumah sendiri pada
kelompok kasus terdapat (83,33%) keluarga yang sudah mempunyai rumah sendiri lebih rendah
dibandingkan pada kelompok kontrol terdapat (92,86%) keluarga yang sudah mempunyai rumah
sendiri, jumlah kasus pada orangtua yang sudah memiliki rumah sendiri akantetapi memiliki anak
yang stunting mencapai (83,33) angka ini cukup tinggi, seharusnya secara ekonomi orangtua yang
sudah memiliki rumah sendiri lebih mampu untuk memenuhi kebutuhan gizi karena tidak harus
mengeluarkan hasil pendapatan untuk membayar sewa rumah.
5. Kepemilikan kendaraan bermotor
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap orangtua siswa SMPN 15 Kota
Semarang dengan jumlah responden 84 yang di bagi 42 responden sebagai kasus atau yang
mengalami stunting dan 42 responden kelompok kontrol yang tidak mengalami stunting,
didapatkan hasil pada kelompok kasus terdapat (69,05%) hanya memiliki sepeda motor saja
sedangkan pada kelompok control terdapat (66,67%) keluarga yang hanya memiliki sepeda motor,
kemudian pada kelompok kasus yang memiliki sepda motor dan mobil sebanyak (30,95%)
keluarga yang memiliki sepeda motor serta mobil, sedangkan pada kelompok kontrol terdapat
(33,33%) keluarga yang memiliki sepeda motor serta mobil.
6. Jumlah Anggota Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap orangtua siswa SMPN 15 Kota
Semarang dengan jumlah responden 84 yang di bagi 42 responden sebagai kasus atau yang
mengalami stunting dan 42 responden keompok kontrol yang tidak mengalami stunting,
didapatkan lebih tinggi pada hasil kelompok kasus terdapat (38,10%) keluarga memiliki jumlah
anggota keluarga lebih dari 4 sedangkan pada kelompok kontrol terdapat (33,33%) keluarga
dengan jumlah anggota lebih dari empat orang, kemudian pada jumlah anggota empat
orang/kurang pada kelompok kasus terdapat (61,90%) keluarga dengan jumlah anggota keluarga
4 orang atau kurang lebih rendah dibandingkan pada kelompok kontrol terdapat (66,67%) keluarga
dengan jumlah anggota keluarga 4 orang atau kurang.

Uji Bivariat

Tabel hasil uji bivariat


Variabel Hasil p-value
Pendidikan Orangtua Tidak ada hubungan 0,202
Pendapatan Orangtua Ada hubungan 0,001
Pekerjaan Orangtua Ada hubungan 0,025
Kepemilikan Rumah Ada hubungan 0,043
Kepemilikan kendaraan bermotor Tidak ada hubungan 1
Jumlah anggota keluarga Tidak ada hubungan 0,649
1. Hubungan antara pendidikan orangtua terhadap kejadian stunting pada
remaja awal

Tabel silang anatara tingkat pendidikan orangtua dengan kejadian stunting pada remaja awal
menunjukan bahwa, orangtua dengan status pendidikan dasar yang mengalami stunting terdapat 5
anak sedangkan yang tidak stunting hanya 1 saja, kemudian dengan orangtua yang berpendidikan
tinggi terdapat 42 anak yang mengalami stunting dan 41 anak yang tidak stunting. Karena
expected count kurang dari 5 maka pembacaan hasil pada uji chi square diambil pada hasil
Fisher's Exact Test.
Hasil dari uji hubungan antara pendidikan orangtua terhadap stunting menggunakan chi
square didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan orangtua terhadap kejadian
stunting pada remaja awal, hasil uji diambil dari fisher’s exact test Exact Sig (2-sided) dengan hasil
,202 hasil yang digunakan sided 2 karena peneliti menggunakan hipotesis dua arah, yang mana
hasil uji yang dilakukan >0,05 sehingga dikatakan tidak terdapat hubungan kuat
2. Hubungan antara tingkat pendapatan keluarga terhadap kejadian stunting
pada remaja awal
Tabel silang antara tingkat pendapatan keluarga terhadap kejadian stunting pada remaja
awal menunjukkan bahwa orangtua dengan pendapatan di bawah UMR (UMR semarang ±2jt)
terdapat 15 kasus stunting sedangkan yang tidak mengalami stunting hanya 2 anak saja,
kemudian dengan orangtua yang memiliki pendapatan diatas UMR terdapat 27 anak yang
mengalami stunting dan terdapat 40 anak yang tidak mengalami stunting. Karena expected count
kurang dari lima (5) maka pembacaan hasil pada uji chi square diambil pada hasil Fisher's Exact
Test.

Setelah dilakukan uji hubungan antara pendapatan keluarga terhadap stunting


menggunakan chi square, didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara pendapatan orangtua
terhadap kejadian stunting pada remaja awal, hasil uji diambil dari fisher’s exact test Exact Sig (2-
sided) dengan hasil 0.001 hasil yang digunakan sided 2 karena peneliti menggunakan hipotesis
dua arah, yang mana hasil uji yang dilakukan >0,05 sehingga dikatakan tidak terdapat hubungan
kuat antara pendapatan keluarga terhadap stunting pada remaja awal.
3. Hubungan pekerjaan orangtua terhadap kejadian stunting pada remaja awal
Tabel silang antara tingkat pekerjaan orangtua terhadap kejadian stunting pada remaja
awal menunjukkan bahwa salah satu dari anggota keluarga yang bekerja terdapat 21 anak
mengalami stunting dan 31 tidak mengalami stunting, sedangkan orangtua yang semuanya
bekerja terjadi 21 anak mengalami stunting dan 11 anak tidak mengami stunting. Karena nilai
expected count lebih dari 5 maka hasil uji chi square diambil dari nilai pearson chi square.

Berikut ini hasil uji hubungan pekerjaan orangtua terhadap stunting menggunakan chi
square, didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara kepemilikan rumah orangtua terhadap
kejadian stunting pada remaja awal, terdapat hubungan kuat, yaitu nilai p-value 0.025 yang mana
<0,05 hal ini membuktikan adanya hubungan antara pekerjaan orangtua terhadap kejadian
stunting pada remaja awal.
4. Hubungan antara kepemilikan rumah terhadap kejadian stunting pada remaja
awal
Tabel silang antara kepemilikan rumah terhadap kejadian stunting pada remaja awal
menunjukkan bahwa orangtua yang tidak memiliki rumah sendiri terdapat 8 anak mengalami
stunting dan 2 anak yang tidak mengalami stunting, kemudian orangtua yang memiliki rumah
sendiri terdapat 34 anak mengalami stunting dan 40 lainnya tidak mengalami stunting. Karena
expected count kurang dari lima (5) maka pembacaan hasil pada uji chi square diambil pada hasil
Fisher's Exact Test.
Setelah diuji hubungan kepemilikan rumah terhadap stunting menggunakan chi square
didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara kepemilikan rumah orangtua terhadap kejadian
stunting pada remaja awal, hasil uji diambil dari hasil p-value 0,043 yang mana hasil uji yang
dilakukan >0,05 sehingga dikatakan terdapat hubungan kuat antara pendapatan keluarga
terhadap stunting pada remaja awal.

5. Hubungan kepemilikan kendaraan bermotor terhadap kejadian stunting pada


remaja awal
Berdasarkan hasil diatas dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara kepemilikan
kamar pribadi terhadap kejadian stunting pada remaja awal, hasil uji diambil dari Fisher’s Exact
Test Exact Sig (2-sided) dengan hasil 1.000 hasil yang digunakan sided 2 karena peneliti
menggunakan hipotesis dua arah, yang mana hasil uji yang dilakukan >0,05 sehingga dikatakan
tidak terdapat hubungan antara kepemilikan kendaraan bermotor terhadap kejadian stunting pada
remaja awal
6. Hubungan jumlah anggota keluarga terhadap kejadian stunting pada remaja
awal

Berdasarkan hasil diatas dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara kepemilikan
kamar pribadi terhadap kejadian stunting pada remaja awal, hasil uji diambil dari Fisher’s Exact
Test Exact Sig (2-sided) dengan hasil 0.649 hasil yang digunakan sided 2 karena peneliti
menggunakan hipotesis dua arah, yang mana hasil uji yang dilakukan >0,05 sehingga dikatakan
tidak terdapat hubungan antara jumlah anggota keluarga terhadap stunting pada remaja awal.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pendidikan orangtua tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian stunting (hasil
p-value 0,202 ).
2. Pendapatan orangtua memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian stunting ( hasil p-
value 0,001 ).
3. Pekerjaan orangtua memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian stunting ( hasil p-
value 0,025 ).
4. Kepemilikan rumah orangtua terhadap kejadian stunting memiliki hubungan yang signifikan (
hasil p-value 0,043 ).
5. Kepemilikan kendaraan bermotor tidak memiliki hubunngan yang signifikan terhadap kejadian
stunting pada remaja awal ( hasil p-value 1,000 ).
6. Jumlah anggota keluarga tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian stunting (
hasil p-value 0,649 ).

SARAN
Status sosial ekonomi keluarga mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kejadian
stunting yang telah didukung oleh 4 variabel dalam penelitian ini, yaitu pendapatan orangtua,
pekerjaan orangtua, kepemilikan rumah serta luas bangunan rumah. Keluarga dengan status
ekonomi yang lebih baik dapat memenuhi kebutuhan gizi keluarga yang lebih baik. Sehingga
diperlukan peningkatan pendapatan masyarakat agar masyarakat yang berpendapatan dibawah
UMR bisa mencapai UMR, kemudian bagi yang berpendapatan diatas UMR agar lebih
memperhatikan kebutuhan asupan gizi anaknya supaya tidak terjadi stunting.
Daftar Pustaka
1. Wiyogowati,C. Kejadian stunting pada anak berumur lima tahun (0-59 bulan) di Provinsi
Papua Barat tahun 2010, Skripsi FKM UI 2010

2. Depkes RI. Profil Kesehatan Kota Semarang tahun 2013.Jakarta: Depkes RI :2014. (Diakses
pada 26 November 2016 Pukul 22.26 WIB) sumber http;//www.kemenkes.go.id.

3. Sugiyono. Metode Penelitian Administasi. Bandung : Alfabeta. Tahun 2015

4. Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:


Salemba Medika. 2008.

5. Anindita Putri. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluarga, Kecukupan Protein &
Zinc Dengan Stunting (Pendek) Pada Balita Usia 6 – 35 Bulan Di Kecamatan Tembalang Kota
Semarangjurnal Kesehatan Masyarakat, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 617 – 626
Online Di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm
6. Kusuma Kukuh Eka. Faktor Risiko Kejadian Stunting pada Anak Usia 2-3 Tahun (Studi di
Kecamatan Semarang Timur). 2013
7. Musthaq MU. etc Prevalence socio-demoghrapic correlates of stunting and thinnes among
Pakistani primary school children. BMC Public Health 2011; 11:790. [diakses 10 Mei 2017].
Available from: http://www.biomedcentral.com/1471-2458/11/790)
8. Rachman, HPS. Kajian Pola Konsumsi dan Permintaan Pangan Masyarakat Berpendapatan
Rendah Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat. Dalam Jurnal Agro Ekonomi: 15 (2) : 36-53.
Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Bogor) 2001.
9. Adiana Pande Putu Erwin dan Ni Luh Karmini. Pengaruh pendapatan, jumlah anggota
keluarga,dan pendidikan terhadap pola konsumsi rumah tangga miskin di kecamatan gianyar
10. Masrin, Yhona Paratmanitya2 Veriani Aprilia. Ketahanan pangan rumah tangga berhubungan
dengan stunting pada anak usia 6-23 bulan Household food security correlated with stunting in
children 6-23 months. Jurnal Gizi Dan Dietetik Indonesia Vol. 2, No. 3, September 2014: 103-
115)
11. Desti Sagita Putri dan Dadang Sukandar Keadaan Rumah, Kebiasaan Makan, Status Gizi,
Dan Status Kesehatan Balita Di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor (Housing Condition,
Eating Habits, Nutritional and Health Status of Underfive Children in Tamansari Subdistrict,
Bogor District)ISSN 1978 – 1059. Jurnal Gizi dan Pangan, November 2012, 7(3): 163—168)
12. Fatimah Siti, Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah Yang Berhubungan Dengan Kejadian Tb
Paru Di Kabupaten Cilacap (Kecamatan : Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan,
Gandrungmangu, Bantarsari) Tahun 2008. Tesis kesehatan lingkungan
13. Fatimah siti, Pengaruh Status Sosial Ekonomi Terhadap Pemilihan Moda Transportasi Untuk
Perjalanan Kerja (Studi Khasus Karyawan Pt. Ssswi Kabupaten Wonosobo).

Anda mungkin juga menyukai