Anda di halaman 1dari 23

1

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Target dari Millenium Development Goals (MDGs) 2015, salah satunya


yaitu menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan meningkatkan kesehatan
ibu yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium ke 5.
Kesehatan ibu merupakan komponen yang sangat penting dalam kesehatan
reproduksi, dan untuk menciptakan keluarga yang sehat, angka kematian ibu
(AKI) yaitu 102 per 100.000 kelahiran. Dari hasil survei yang dilakukan, AKI
telah menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya
untuk mewujudkan target dan tujuan membutuhkan komitmen dan usaha keras
yang terus menerus (Ardiaansz, 2007).
Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan, diseluruh dunia
lebih dari 585 ribu ibu meniggal tiap tahun saat hamil atau bersalin. Artinya,
setiap menit ada satu perempuan yang meninggal dan pada tahun 2010,
sebanyak 536.000 perempuan meninggal akibat persalinan. Sebanyak 99%
kematian ibu akibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara
berkembang (WHO,2010).
AKI di Indonesia terbilang masih tergolong tinggi diantara negara-
negara ASEAN lainnya. Dari jumlah yang ditargetkan, yaitu 102 kematian per
100.000 kelahiran pada tahun 2015, perbandingan angka kematian ibu tahun
2012 masih 228 jiwa tiap 100.000 kelahiran, sama seperti tahun 2007. Dan
pada tahun 2013 meningkat menjadi 358 jiwa per 100.000 kelahiran hidup
(Depkes RI, 2013).
Mortalitas dan Morbiditas pada wanita hamil dan bersalin merupakan
masalah besar di negara miskin dan berkembang seperti Indonesia.
Sebagian besar kematian perempuan disebaban komplikasi karena hamil,
bersalin dan nifas. Menurut data yang didapat dari WHO pada tahun 2005
terdapat 536.000 kematian maternal di dunia yaitu 25% disebabkan oleh
2

perdarahan, infeksi 15% dan eklampsia 12% (WHO,2005). Sedangkan di


Indonesia sendiri menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI),
penyebab langsung kematian ibu terkait kehamilan dan persalinan adalah
perdarahan (28%), eklamsi (24%), infeksi (11%), partus lama (5%), dan
abortus(5%) (SDKI, 2013).
Data AKI di Jawa Tengah pada tahun 2012 sebanyak 116,34
per100.000 kelahiran hidup mengalami peningkatan dibanding tahun 2011
yaitu 116,01 per 100.000 kelahiran hidup, penyebabnya meliputi perdarahan,
preeklampsia berat atau eklampsia, partus lama, komplikasi abortus dan infeksi.
(Dinkes Prov Jateng, 2012).
Di kabupaten Banyumas, Angka Kematian Ibu (AKI) pada tahun 2012
sebesar 112 per 100.000 kelahiran hidup. Eklampsia merupakan penyebab
tertinggi kematian ibu. Berdasarkan tabel lampiran profil kesehatan kabupaten
Banyumas tahun 2012, diperoleh informasi bahwa jumlah kematian ibu hamil
sebanyak 32 orang. Dilihat dari proporsi kematian berdasarkan penyebab
medis, ditemukan sebanyak 5 orang (15,63%) karena eklampsia, 4 orang
(12.5%) karena perdarahan, 1 orang (3.13%) karena infeksi dan 22 orang
(68,75%) karena penyakit penyerta (Profil Dinkes Banyumas, 2012). Hal
ini membuat preeklampsia- eklampsia masih menjadi masalah dalam
pelayanan obstetri di Indonesia.
Hipertensi diperkirakan menjadi komplikasi sekitar 7% sampai 10%
seluruh kehamilan. Dari seluruh ibu yang mengalami hipertensi selama masa
hamil, setengah sampai duapertiganya didiagnosis mengalami preeklampsia
atau preekalmpsia (Bobak,2004). Menurut Leveno dkk (2009), insiden
preeklampsia sering mencapai sekitar 5 persen meskipun angkanya sangat
bervariasi. Preeklampsia merupakan suatu kondisi spesifik dimana hipertensi
minimal TD ≥ 140/90 mmHg pada umur kehamilan lebih dari 20 minggu dan
terdapat protein urin 300 mg atau lebih (Cunningham, 2005).
Pada penelitian yang ada, dikemukakan bahwa terjadi peningkatan
risiko yang merugikan dari keluaran persalinan pada wanita yang mengalami
hipertensi dalam kehamilan. Keluaran persalinan terdiri dari keluaran maternal
3

dan keluaran perinatal. Keluaran maternal pada preeklampsia-eklampsia selain


kematian maternal antara lain seperti sindrom HELLP, solusio plasenta,
hipofibrinogemia, perdarahan otak, gagal ginjal, dekompensasi kordis
(Prawirohardjo, 2008). Sedangkan penyebab utama kematian neonatus akibat
preeklampsia adalah insufisiensi plasenta, persalinan prematur, BBLR,
solusio plasenta, asfiksia dan retardasi pertumbuhan dalam rahim (IUGR, intra
uterine growth retardation) (Bobak, 2004).
Hasil studi pendahuluan di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo
Purwokerto pada tahun 2012 kejadian preeklampsia berat sebanyak 198 kasus
dari 303 kejadian preeclampsia-eklampsia, mengalami peningkatan pada tahun
2013 tercatat 537 kasus preeklampsia berat dari 633 kejadian preeclampsia-
eklampsia. Kasus preeklampsia berat hampir mengalami peningkatan dua
kali lipat dibandng tahun sebelumnya.
Berdasarkan latar belakang di atas, menarik penulis untuk mengadakan
penelitian dengan melihat gambaran keluaran maternal dan perinatal pada ibu
preeklampsia berat di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto tahun
2016.
B. Perumusan Masalah

Meningkatnya kejadian preeklampsia berat menyebabkan tingginya


morbiditas dan mortalitas menggantikan perdarahan sebagai penyebab pertama
kematian langsung pada ibu. Pada preeklampsia berat terjadi peningkatan
yang merugikan pada keluaran maternal dan perinatal. Berdasarkan latar
belakang tersebut maka rumusan masalah penelitian ini yaitu “gambaran
keluaran maternal dan perinatal pada ibu preeklampsia berat di RSUD Prof.
Dr. Margono Soekardjo Purwokerto tahun 2016”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran keluaran maternal dan perinatal pada
4

ibu preeklampsia berat di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo


Purwokerto.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui presentase ibu bersalin dengan preeklampsia berat di
RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto
b. Mengetahui gambaran keluaran maternal pada ibu bersalin dengan
preeklampsia berat meliputi cara persalinan, perdarahan postpartum,
eklampsia, sindrom HELLP, gagal ginjal akut, edema paru, kematian
maternal di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto.
c. Mengetahui gambaran keluaran perinatal dari ibu bersalin dengan
preeklampsia berat meliputi BBLR, asfiksia neonatorum, kelahiran
preterm dan kematian perinatal di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo
Purwokerto.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi
masyarakat tentang salah satu risiko seorang ibu hamil yaitu preeklamsia
sehingga diharapkan masyarakat dapat membantu untuk mendorong ibu
hamil menjaga dan memperhatikan kehamilannya sejak awal dan
diharapkan risiko kejadian preeklamsia berat akan berkurang.
2. Bagi Pelayanan Kebidanan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
gambaran keluaran maternal dan perinatal preeklampsia berat yang dapat
dijadikan sebagai masukan dalam peningaktan kualitas pelayanan
kebidanan.
3. Bagi Profesi
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi petugas
kesehatan, khususnya bidan sebagai penolong pertama yang biasanya
dimintai pertolongan bila ada kasus terkait dengan kejadian preeklamsia
berat.
5

4. Bagi Institusi Pendidikan


Digunakan sebagai bahan kajian pustaka bagi kemajuan Ilmu
Pengetahuan mengenai preeklampsia berat dan penelitian lebih lanjut bagi
Poltekkes Kemenkes Semarang umumnya dan bagi Prodi DIII Kebidanan
Purwokerto khususnya.
5. Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan dalam penelitian dan
meningkatkan pengetahuan tentang gambaran keluaran maternal dan
perinatal preeklampsia berat.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pre-eklampsia
1. Pengertian
Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan
dapat terjadi ante, intra, dan postpartum. Dari gejala-gejala klinik
preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia
berat. (Prawirohardjo, 2008).
Preeklampsia adalah suatu sindrom khas kehamilan berupa
penurunan perfusi organ akibat vasospasme dan pengaktifan endotel.
Dalam hal ini, proteinuria adalah adanya 300 mg atau lebih protein urine
per 24 jam atau 30 mg/dL (1+pada dipstick) dalam sampel urine acak.
Derajat proteinuria dapat sangat berfluktuasi dalam periode 24 jam,
bahkan pada kasus yang parah. Oleh karenaitu, satu sampel acak
mungkin gagal memeperlihatkan adanya proteinuria yang signifikan.
Kombinasi proteinuria plus hipertensi selama kehamilan sangat
meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas perinatal (Leveno dkk,
2009).
Preeklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana
hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya
memiliki tekanan darah normal. Preeklampsia merupakan suatu penyakit
vasospastik, yang melibatkan banyak sistem dan ditandai oleh
hemokosentrasi, hipertensi dan proteinuria (Bobak, 2004).

2. Etiologi
Menurut Manuaba (2004) , hipertensi dalam kehamilan (super
impossed preeklampsia, preeklampsia dan eklampsia), tidak dapat
diterangkan dengan satu faktor atau teori, tetapi merupakan
multifaktor (teori) yang menggambarkan berbagai manifestasi klinik yang
kompleks, oleh Zweifel (1922) disebut “disease of theory”. Bebagai teori
7

yang mencoba menerangkan gambaran klinik:


a. Teori Genetik
Eklampsia merupakan penyakit keturunan dan penyakit yang
lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre
eklamsia.
b. Teori Imunologik
Kehamilan sebenarnya merupakan hal yang fisiologis. Janin
yang merupakan benda asing karena ada faktor dari suami secara
imunologik dapat diterima dan ditolak oleh ibu. Adaptasi dapat
diterima oleh ibu bila janin dianggap bukan benda asing, dan rahim
tidak dipengaruhi oleh sistem imunologi normal sehingga terjadi
modifikasi respon imunologi dan terjadilah adaptasi. Pada eklampsia
terjadi penurunan atau kegagalan dalam adaptasi imunologik yang
tidak terlalu kuat sehingga konsepsi tetap berjalan.
c. Teori Iskhemia Regio Utero Placental.
Kejadian eklamsia pada kehamilan dimulai dengan
iskhemia utero placenta menimbulkan bahan vaso konstriktor yang bila
memakai sirkulasi, menimbulkan bahan vaso konstriksi ginjal.
Keadaan ini mengakibatkan peningkatan produksi renin angiotensin
dan aldosteron.Renin angiotensin menimbulkan vasokonstriksi general,
termasuk oedem pada arteriol.
Perubahan ini menimbulkan kekakuan anteriolar yang
meningkatkan sensitifitas terhadap angiotensin vasokonstriksi
selanjutnya akan mengakibatkan hipoksia kapiler dan peningkatan
permeabilitas pada membran glumerulus sehingga menyebabkan
proteinuria dan oedem lebih jauh.
d. Teori Radikal Bebas
Faktor yang dihasilkan oleh ishkemia placenta adalah radikal
bebas. Radikal bebas merupakan produk sampingan metabolisme
oksigen yang sangat labil, sangat reaktif dan berumur pendek.
Ciri radikal bebas ditandai dengan adanya satu atau dua elektron dan
8

berpasangan. Radikal bebas akan timbul bila ikatan pasangan elektron


rusak. Sehingga elektron yang tidak berpasangan akan mencari
elektron lain dari atom lain dengan menimbulkan kerusakan sel.
e. Teori Kerusakan Endotel.
Fungsi sel endotel adalah melancarkan sirkulasi darah,
melindungi pembuluh darah agar tidak banyak terjadi timbunan
trombosit dan menghindari pengaruh vasokonstriktor. Kerusakan
endotel merupakan kelanjutan dari terbentuknya radikal bebas yaitu
peroksidase lemak atau proses oksidase asam lemak tidak jenuh yang
menghasilkan peroksidase lemak asam jenuh. Pada eklamsia diduga
bahwa sel tubuh yang rusak akibat adanya peroksidase lemak adalah
sel endotel pembuluh darah.
Dengan teori kerusakan endotel pembuluh darah sekitar plasenta
diterangkan sindrom HELLP, yaitu Hemolisis eritrosit (H),
peningkatan enzim liver (EL), turunnya kadar trombosit (LP) yang
menunjukkan beratnya preeklampsia sekitar 4-8%.
f. Teori Trombosit
Placenta pada kehamilan normal membentuk derivat
prostaglandin dari asam arakidonik secara seimbang yang aliran darah
menuju janin. Ishkemi regio utero placenta menimbulkan gangguan
metabolisme yang menghasilkan radikal bebas asam lemak tak jenuh
dan jenuh.
Keadaan ishkemi regio utero placenta yang terjadi menurunkan
pembentukan derivat prostaglandin (tromboksan dan prostasiklin),
tetapi kerusakan trombosit meningkatkan pengeluaran tromboksan
sehingga berbanding 7:1 dengan prostasiklin yang menyebabkan
tekanan darah meningkat dan terjadi kerusakan pembuluh darah karena
gangguan sirkulasi.
g. Teori Diet Ibu Hamil
Kebutuhan kalsium ibu hamil cukup tinggi 2 - 2½ gram per hari.
Bila terjadi kekurangan kalsium, kalsium ibu hamil akan digunakan
9

untuk memenuhi kebutuhan janin, kekurangan kalsium yang terlalu


lama menyebabkan dikeluarkannya kalsium otot sehingga
menimbulkan sebagai berikut; dengan dikeluarkannya kalsium dari
otot dalam waktu yang lama, maka akan menimbulkan kelemahan
konstruksi otot jantung yang mengakibatkan menurunnya stroke volume
sehingga aliran darah menurun. Apabila kalsium dikeluarkan dari otot
pembuluh darah akan menyebabkan konstriksi sehingga terjadi
vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah.
3. Gejala
Gambaran klinik preeklamsia bervariasi luas dan sangat individual.
Kadang-kadang sukar untuk menentukan gejala preeklampsia mana yang
timbul lebih dahulu. Kriteria umum untuk mendiagnosis preeklampsia
adalah hipertensi plus proteinuria minimal. Semakin parah hipertensi atau
proteinurianya, semakin pasti diagnosis preeklampsia (Cunningham,
2005).
Edema, dahulu edema tungkai, dipakai sebagai tanda- tanda
preeklampsia, tetapi sekarang edema tungkai tidak dipakai lagi, kecuali
edema generalisata (anasarka). Perlu dipertimbangkan faktor risiko
timbulnya hipertensi dalam kehamilan, bila edema generalisata, atau
kenaikan berat badan >
0,57 kg/mg (Prawiroharjo, 2008). Tekanan darah ≥140/90 mmHg atau
tekanan sistolik meningkat >30 mmHg dan tekanan diastolik meningkat
>15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit
(Sinclair, 2009).
Dari semua gejala tersebut, timbulnya hipertensi dan proteinuria
merupakan gejala yang paling penting. Namun, sayangnya penderita
seringkali tidak merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh
adanya gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan, atau nyeri
epigastrum, maka penyakit ini sudah cukup

Tabel 2.1 Perubahan umum hasil pemeriksaan laboratorium pada


10

preeklampsia (Bobak, 2004)

Normal PIH HELLP


Hemoglobin/hematokrit 12-16/37-47 Bisa ↑ ↓
Trombosit Tidak berubah Tidak berubah <
100.000
PT/PTT Tidak berubah Tidak berubah Tdk
berubah
Fibrinogen 150-400 300-600 Ada
Fibrin split product Tidak ada Tidak ada ↑
(FSP)
Nitrogen urea darah 9-20 < 10 ↑
(BUN)
Kreatinin 0,5-1,3 < 1,0 ↑
Dehidrogenasi laktat 84-220 Tidak berubah ↑
(LDH)
Aspartat 4-20 Tidak berubah ↑
aminotransferase
(AST) (dulu SGOT)
Alanin 3-21 Tidak berubah ↑
aminotransferase
(ALT) (dulu SGPT)
Protein 0-100 0-300 ↑
Klirens kreatinin 97-137 130 -180 ↓
Sel Burr/schistocytes Tidak berubah Tidak ada Ada

4. Klasifikasi

Keparahan preeklampsia dinilai berdasarkan frekuensi dan


intensitas kelainan yang tercantum dalam tabel 2.2 semakin parah
kelainannya, semakin besar keharusan menghentikan kehamilan. Hal yang
penting, perbedaan antara preeklampsia ringan danberat dapat
11

menyesatkan karena penyakit yang tampak ringan dapat cepat


berkembang menjadi parah (Leveno dkk, 2009).

Tabel 2.2 indikasi keparahan preeklampsia

Kelainan Ringan Berat


Kelainan darah diastole < 100 mmHg 110 mmHg atau
lebih
Proteinuria Sekelumit sampai Menetap 2+ atau
1+ lebih
Sakit kepala Tidak ada Ada
Gangguan penglihatan Tidak ada Ada
nyeri abdomen atas Tidak ada Ada
Oliguria Tidak ada Ada
Kejang Tidak ada Ada (eklampsia)
Kreatinin serum Normal Meningkat
Trombositopenia Tidak ada Ada
Peningkatan enzim hati Minimal Nyata
Hambatan Tidak ada Jelas
pertumbuhan
janin
Edema paru Tidak ada Ada

a. Preeklampsia ringan
Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan
dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya
vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.
Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasarkan atas
timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah
kehamilan 20 minggu.
1) Hipertensi: sistolik/diastolik ≥ 140/90 mmHg. Kenaikan
sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan diastolik ≥ 15 mmHg tidak
dipakai lagi sebagai kriteria preeklampsia.
2) Proteinuria: ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1+ dipstik.
12

3) Edema: edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria


preeklampsia, kecuali edema pada lengan, muka dan perut, edema
generalisata.

b. Preeklampsia berat
Preelampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah
sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai
proteinuria lebih 5 g/24 jam (Prawirohadjo, 2008).
Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria preeklampsia berat
sebagaimana tercantum di bawah ini. Preeklampsia digolongkan
preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai
berikut:
1) Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥
110 mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil
sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
2) Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif
3) Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500cc/24 jam. (4) Kenaikan
kreatinin plasma
4) Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala,
skotoma, dan pandangan kabur.
5) Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran atas abdomen
(akibat teregangnya kapsula Glisson).
6) edema paru-paru dan sianosis
7) Hemolisis mikroangiopatik

8) Trombositopenia berat: < 100.000 sel /mm3 atau penurunan


trombosit dengan cepat
9) Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan
kadar alanin dan aspartate aminotransferase.
10) Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat
11) Sindrom HELLP (Bobak, 2004).
13

5. Penanganan
a) Pengobatan medikamentosa
1) Pemberian obat antikejang
Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang dianggap lebih
efektif dan sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk anti
kejang pada preeklampsia atau eklampsia
(a) Dosis awal/Loading dose
4 gram MgSO4 : intravena, (40% dalam 10 cc) selama 15 menit
(b) Dosis pemeliharaan/Maintenance
dose
Dibeikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam
(c) Syarat-syarat pemberian MgSO4:
Harus tersedia antidotum MgSO4 , bila terjadi intoksikasi
yaitu kalsium glukonas 10%=1 g (10% dalam 10 cc) diberikan
i.v. 3 menit, Refleks patella (+) kuat, Frekuensi pernafasan >
16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distres napas.
(d) Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda-tanda
intoksikasi dan setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam
setelah kejang terakhir.
2) Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali jika ada edema
paru-paru, payah jantung kongestif.
3) Pemberian antihipertensi
Pemberian antihipertensi jika tekanan sistolik ≥ 180 mmHg
dan/atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg. Untuk mencapai tujuan
diastolik < 110 diberikan antihipertensi nifedipin dosis 10-20 mg
per oral, diulangi setelah 30 menit; atau hidralazin 5-10 mg IV
dengan dosis berulang sesuai kebutuhan atau labetolol 20-40 mg
IV (dengan tambahan 10 mg) (Sinclair, 2009).
b) Sikap terhadap kehamilan
1) Perawatan aktif (agresif) berarti kehamilan segera di
akhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan
14

medikamentosa. Indikasinya ialah:


(a) Ibu: UK ≥ 37 minggu, impending eklampsia, diduga
solusio plasenta, ketuban pecah atau perdarahan.
(b) Janin: fetal distress, IUGR, oligohidramnion. (c) Laboratorik:
adanya tanda sindrom HELLP
2) Perawatan konservarif berarti kehamilan tetap
dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan
medikamentosa. Indikasi perawatan konservatif adalah kehamilan
preterm ≤ 37 minggu tanpa disertai impending eklampsia dengan
keadaan janin baik.

B. KELUARAN MATERNAL
Pada penelitian yang ada, dikemukakan bahwa terjadi peningkatan
risiko yang merugikan dari keluaran persalinan pada wanita yang mengalami
hipertensi dalam kehamilan. Keluaran persalinan terdiri dari keluaran maternal
dan keluaran perinatal. Menurut Cunningham dkk (2005) keluaran maternal
dari preeklampsia berat selain mortalitas antara lain:
1. Eklampsia
Eklampsia merupakan kelanjutan dari preeklampsia ringan dan berat
serta dapat terjadi antepartum, intrapartum dan pascapartus sekitar
24 jam pertama (Manuaba, 2004).
2. Impending Eklampsia
Bila terdapat gejala preeklampsia berat disertai salah satu atau beberapa
gejala dari nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri
epigastrum, dan kenaikan tekanan darah yang progesif, dikatakan pasien
tersebut menderita impending preeklampsia. Impending preeklampsia
ditangani sebagai kasus eklampsia (Prawirohardjo, 2008).
3. Sindrom HELLP
Preeklampsia berat atau eklampsia disertai timbulnya hemolisis,
peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia disebut
mengalami sindrom HELLP. Haddad dkk dalam Cunningham (2005)
15

melaporkan bahwa 5 persen diantara 183 wanita dengan sindrom HELLP


mengalami gagal ginjal akut. Selain itu separuhnya juga mengalami
solusio plasenta, dan sebagian besar mengalami perdarahn postpartum.
4. Cara persalinan atau terminasi kehamilan pada preeklampsia berat
Jenis atau cara persalinan diantaranya spontan, seksio sesarea, ekstraksi
vaum, ekstraksi forcep, Induksi. Apabila diagnosis preeklampsia berat
sudah ditegakkan, kecenderungannya adalah pelahiran segera. Induksi
persalinan untuk melahirkan janin pervaginam secara tradisional dianggap
tindakan yang terbaik bagi ibu. Beberapa pertimbangan seperti serviks
yang kurang siap sehingga induksi tidak berhasil, adanya perasaan darurat
karena keparahan preeklampsia dan perlunya mengkoordinasikan dengan
perawatan neonatal, mendorong sebagian dokter menganjurkan untuk
seksio sesarea (Cunningham, 2005).
5. Perdarahan antepartum dan pospartum
Pada wanita preeklampsia berat atau eklampsia rentan terhadap
kehilangan darah saat persalinan maupun setelah persalinan karena
tidak terjadinya hipervolemia atau hemokonsentrasi seperti kehamilan
normal. Sangat penting bila terjadi penurunan tekanan darah secara
bermakna setelah melahirkan sebagian besar mencerminkan perdarahan
yang berlebihan (Cunningham, 2005). Insiden solusio meningkat 25% pada
wanita yang mengalami preeklamsia yang diperkirakan karena faktor
hipertensifnya (Leveno dkk, 2009). Sedangkan menurut
Prawirohardjo (2008), wanita dengan preeklampsia memiliki risiko
relatif 2,1-4,0 untuk mengalami solusio plasenta.
6. Gagal ginjal
Pada ibu yang mengalami preeklampsia yang berat dapat terjdi gagal
ginjal akut akibat nekrosis tubulus. Gagal ginjal semacam ini ditandai oleh
oliguria atau anuria dan azotemia progresif (peningkatan kreatinin serum
sekitar 1 mg/dL per hari). Walaupun sering terjadi pada kasus yang
terlambat ditangani, penyulit ini umumnya dipicu oleh syok hipovolemik,
biasanya berkaitan dengan perdarahan saat melahirkan yang tidak
16

mendapat penggantian darah yang memadai.


7. Edema paru
Wanita dengan preeklampsia berat atau eklampsia biasanya mengalami
edema paru setelah melahirkan. Aspirasi isi lambung, akibat kejang atau
mungkin dari anestesia harus disingkirkan; namun sebagian besar wanita
ini menderita gagal jantung. Beberapa perubahan yang normal terjadi pada
kehamilan, yang diperparah oleh preeklampsia-eklampsia, menyebabkan
pasien rentan terhadap edema paru (Cunningham, 2005). Edema paru
dapat terjadi akibat kardiogenik (payah jantung ventrikel kiri akibat
peningkatan afterload) atau non-kardiogenik (akibat kerusakan sel endotel
pembuluh darah kapilar paru) (Prawirohardjo, 2009).
8. Kematian maternal
Jika wanita preeklampsia berat mengalami perburukan dan terjadi
kejang atau eklampsia, pasien dapat meninggal mendadak
bersamaan dengan kejang atau segera sesudahnya, akibat perdarahan otak
yang luas (Leveno dkk, 2009). Angka mortalitas ibu dengan
preeklampsia mencapai 24%, sedangkan angka mortalitas ibu pada
eklampsia memiliki rentang dari <1-20% (Sinclair, 2009).

C. KELUARAN PERINATAL
Gangguan perfusi uteroplasenta akibat vasospasme hampir pasti
merupakan penyebab utama meningkatnya morbiditas dan mortalitas
perinatal yang menyertai preeklampsia (Cunningham, 2005). Pelahiran
prematur yang terpaksa dilakukan karena preeklampsia berat dan hambatan
pertumbuhan janin akibat penyakit vaskular hipertensif yang mengenai
plasenta. Insidensi hambatan pertumbuhan janin berkaitan langsung dengan
keparahan hipertensi ibu (Leveno dkk, 2009).
Preeklampsia berat memberikan pengaruh buruk pada kesehatan janin
yang disebabkan oleh menurunnya perfusi uteroplasenter, hipovolemia,
vasospasme, dan kerusakan endotel pembuluh darah plasenta. Dampak pada
janin antara lain:
17

1. Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin secara tidak langsung akibat


intra uterine growth restriction, prematuritas, oligohidramnion dan solusio
plasenta.
2. intra uterine growth restriction (IUGR) dan oligohidramnion
(Prawirohardjo, 2008)
Sedangkan menurut Bobak (2004), penyebab utama kematian
neonatus akibat preeklampsia adalah insufisiensi plasenta, persalinan
prematur, BBLR, solusio plasenta, asfiksia dan retardasi pertumbuhan dalam
rahim (IUGR, intra uterine growth retardation).
Angka mortalitas perinatal pada wanita dengan tekanan darah
normal dengan preeklampsia memiliki angka keseluruhan 7,7%; wanita
hipertensi dengan disertai preeklampsia memiliki angka mortalitas
perinatal 13,5%. Pada sindrom HELLP, angka mortalitas perinatal 7,7-
60% (Sinclair, 2009).

D. KERANGKA TEORI

Sumber: Bobak (2004) dan Prawirohardjo (2008) yang telah dimodifikasi

Etiologi

Teori Genetik
Teori Imunologik Kehamilan
Iskhemia Regio
Teori Radikal Bebas
Teori Kerusakan Endotel Keluaran maternal:
Teori Trombosit Placenta
perdarahan postpartum,
Teori Diet Ibu hamil
eklampsia, impending
eklampsia, sindrom
HELLP, gagal ginjal
akut, edema paru,
Hipertensi dalam kehamilan
kematian maternal
Superimposed preeklamsia
Preeklampsia: Keluaran perinatal:
PE ringan BBLR, asfiksia
neonatorum, kelahiran
PE berat preterm dan kematian
perinatal
eklampsia
18

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN
Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang hendak dicapai maka jenis
penelitian yang digunaan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif.
Penelitian deskriptif ini bertujuan menerangkan atau menggambarkan masalah
penelitian diantaranya keluaran maternal dan perinatal preeklampsia berat. Atau
dengan kata lain, rancangan ini mendeskripsikan seperangkat peristiwa atau
kondisi keluaran maternal maupun perinatal yang diakibatkan oleh
preeklampsia berat.
B. KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep merupakan bagian penelitian yang menyajikan

konsep atau teori dalam bentuk kerangka yang mengacu pada masalah-

masalah yang akan diteliti atau berhubungan dengan penelitian dan

dibuat dalam diagram (Hidayat, 2007). Berdasarkan kerangka teori diatas,

maka dapat dibuat keranga konsep sebagai berikut:

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Input Proses output

Keluaran maternal:
perdarahan postpartum,
eklampsia, impending
cara persalinan: eklampsia, sindrom
persalinan dengan HELLP, gagal ginjal
tindakan (seksio akut, edema paru,
Ibu sesarea, ekstraksi kematian maternal
preeklampsia vaum, ekstraksi
berat forcep, Induksi) Keluaran perinatal:
persalinan normal BBLR, asfiksia
(spontan) neonatorum, kelahiran
preterm dan kematian
perinatal
19

C. DEFINISI OPERASIONAL
No Variabel Definisi Alat ukur Kategori Skala
operasional
1 Preeklamp Ibu bersalin Dokumentasi 1. Ya Nominal
sia berat dengan tekanan 2. Tidak
darah sistolik
≥ 160 mmHg dan
tekanan darah
diastolik ≥ 110
mmHg disertai
proteinuria lebih
5 g/24 jam atau
+2, yang
didiagnosis
dokter sebagai
PEB
2 Keluaran Suatu bentuk Dokumentasi 1. Ya Nominal
maternal hasil yang 2. Tidak
preeklamp terjadi pada ibu
sia berat yang
dipengaruhi oleh
preeklampsia
berat meliputi:
cara persalinan,
perdarahan post
partum,
eklamsia,
Impending
eklamsia,
sindrom HELLP,
gagal ginjal,
edema paru,
kematian
Maternal.
3 Keluaran Suatu bentuk Dokumentasi 1. Ya Nominal
perinatal hasil yang 2. Tidak
preeklamp terjadi pada
sia berat bayi saat
20

umur kehamilan
28 mg sampai
28 hari
setelah lahir
dengan ibunya
yang
preeklampsia
berat, meliputi:
BBLR, Asfiksia
Neonatorum,
kelahiran
preterm,
kematian
perinatal

D. POPULASI DAN SAMPEL


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 2002).
Menurut Sugiyono (2008), populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil dengan
preeklampsia berat yang melakukan persalinan di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekardjo Purwokerto pada periode Januari sampai Juli 2016.

2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek
yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo,2005).
Sampel penelitian ini diambil dengan teknik pengambilan total sampling
yaitu teknik pengambilan sampel dengan mengambil semua angggota
populasi menjadi sampel (Hidayat,2010).

3. Teknik pengumpulan data


Data yang dikumpulkan diambil dengan metode dokumentasi, yaitu
peneliti menyelidiki dari benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah,
dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan
21

sebagainya dengan sumber data sekunder, yaitu data di rekam medik


pasien.
Teknik pengumpulan data penelitian ini dilakukan di RSUD
Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto dengan prosedur sebagai berikut:
a. Mengajukan surat permohonan izin penelitian dari institusi
untuk ditujukan kepada Direktur RSUD Prof. Dr. Margono
Soekardjo Purwokerto sebagai tempat penelitian.
b. Setelah mendapatkan izin dari RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo
Purwokerto, peneliti melakukan pengumpulan data dengan melihat
pada catatan rekam medik RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo
Purwokerto.
c. Mencatat hal-hal yang akan diteliti.
d. Sampel yang sudah didapatkan kemudian diolah oleh peneliti.
4. Instrumen penelitian
Alat yang digunakan adalah checklist yaitu suatu daftar pengecek,
berisi nama, subyek, beberapa gejala / identitas lainnya dari sasaran
pengamatan (Notoatmodjo, 2005).

E. ANALISA DATA
Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa univariat.
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Analisis ini hanya menghasilkan
distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variable (Notoatmodjo, 2010).
Analisa yang digunakan adalah analisa univariat yaitu dimaksudkan
untuk mengetahui distribusi frekuensi dari variabel yang diamati, sehingga
dapat diketahui karakteristik atau gambaran dari variabel yang diteliti.
Dalam analisa univariat ini digunakan rata-rata (mean) untuk menganalisa
hasil rata-rata hitung dari semua hasil pengamatan yang telah dilakukan,
analisa ini digunakan karena kemungkinan ditemukan adanya kesamaan pada
hasil pengukuran/pengamatan, sedangkan standar deviasi digunakan untuk
memperoleh gambaran adanya hasil nilai tengah secara berbeda.
22

BAB IV
BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN

A. Biaya penelitian

NO KEGIATAN JUMLAH

1 Pajak Rp 1.200.000,-

2 Ijin penelitian dan ethical clearance Rp 1.300.000,-

3 Bahan habis pakai

a.Kertas A4 Rp 300.000,-

b.Tinta priter Rp 250.000,-

c.Foto kopi 100 lembar x Rp 250 Rp 250.000,-

d.Jilid laporan 16 eks x Rp 25.000 Rp 400.000,-

e.Bingkisan tempat penelitian Rp 500.000,-

f.Materai 5 x 6.000 Rp 30.000,-

g.Pulpen 1 dos Rp 20.000,-

f.Tipe eks 5 buah Rp 50.000,-

4 Perjalanan

a.ke semarang (presentasi) Rp 3.150.000,-

1 org x 3 kali x 350.000

b.ke semarang (pengiriman) Rp 250.000,-

5 kali x 50.000

c.Ke tempat penelitian Rp 1.800.000,-

3 org x 6 kali x 100.000

5 Publikasi Rp 500.000

Jumlah Biaya Rp 10.000.000,-


23

B. Jadwal kegiatan

Kegiatan Bulan Pelaksanaan (Tahun 2016)


No
. Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

1. Revisi proposal X

2. Koordinasi tim X X
peneliti

3. Perijinan X

4. Persiapan X
penelitian

5. Pelaksanaan X X
penelitian

6. Konsultasi X
hasil

7. Pengolahan X
data

8. Analisis data X X

9. Seminar hasil X

10. Penulisan X
laporan

11. Pengiriman X
laporan

Anda mungkin juga menyukai