Anda di halaman 1dari 29

\

KOMPLIKASI BEDAH I
I

/
JAMES A. SCHULAK, M.D. . ROBERT J. CORRY, M-D.
/
\
:

14
Semua tindakan bedah bertujuan mengobati pasien transfusi ringan, dehidrasi, terapi obat (terutama anti-
dari penyakit atau meringankannya. Tetapi komplikasi biotika penisilin dan sefalosporin) atau flebitis pada
bisa mengikuti, bahkan tindakan yang berhasil dan bila tempat jalur intravena, Tetapi dalam semua keadaan
parah, bisa menyebabkan ketak-mampuan serius atau ini, suhu tubuh pasien jarang lebih dari 38 sampai
bahkan kematian. Dalam bagian terbesar, komplikasi 38,5" C, serta demam derajat lebih besar sering meng-
bedah merupakan masalah sepintas dan (sementara isyaratkan adanya keadaan lebih serius. Walaupun in'
menyebabkan kekuatiran sementara) dapat berhasil feksi seperti pneumonia, sistitis, abses intraperitone-
ditata laksana. Hal ini terutama benar jika komplikasi um, kontaminasi jalur nutrisi vena central (CVN)
dikenal dini dan diharapkan tindakan yang tepat me- dan sepsis luka menjadi sebab terlaztn demam lebih
nyembuhkannya. Irbih lanjut banyak komplikasi dari 38o C, komplikasi pascabedah lain yang sama
dapat diramalkan sebelum kemunculannya, karena bermakna harus dipertimbangkan. Ia mencakup hiper-
keadaan penyakit atau operasi pasien. temia yang diinduksi anestesi, tromboflebitis vena
Bab ini bertujuan membahas berbagai komplikasi profunda, embolisme pulmonalis, infark myocardium,
yang ditemukan setelah operasi. Penekanan akan di- kolesistitis akalkulosa dan pankreatitis. Akhirnya harus
tempatkan pada pengenalan tanda dan gejala kecelaka-
an bedah serta pemahaman kelainan patofisiologi TABEL 1. Tanda Fisik dan Gejala Kornplikasi Bedah
akibatnya, sehingga dapat dilakukan tindakan perrg- dengan Keadaan Penyerta yang Lazim
obatan yang tepat.
Tanda Keadaan Penyerta
Setelah melengkapi tindakan bedah, penltng me-
mantau pasien bagi tanda yang menunjukkan kompli Demam Atelektasis, reaksi transfusi, terapi
kasi, yang mencakup demam, takikardia, dispne, hi- obat, infeksi, tromboflebitis, emb-
potensi, oliguria, ikterus, distensi abdomen dan nyeri lisme pulmonalis
berlebihan. Perubahan keadaan mental seperti ansietas, Takikardia Ansietas, hipovolemia, hipoksemia,
demam, aritmia jantung. sepsis,
konfusi, somnolen, stupor dan koma juga sangat
nyeri
penting. Karena kebanyakan komplikasi bedah dimani Takipnea dan dispne Ansietas, atelektasis, pneumonitis,
festasikan oleh salah satu tanda ini atau lebih, maka edema paru, embolus pulmonalis
penting agar klinikus tidak hanya memahami patofi Hipotensi Hipovolemia, sepsis, payah jantung,
siologi respon ini, tetapi sama akrabnya dengan kom- anafilaksis
Oliguria Hipovolemia, gagal gnjal, obstruksi
plikasi yang lebih lazimyang secara khusus menyertai
tractus urinarius
perubahan yang timbul. Ringkasan singkat tanda ini Ikterus Hemolisis, hepatitis, sepsis, nutrisi
dan sebabnya diperlihatkan dalam Tabel l. vena sentral, obstruksi saluran em-
pedu, fistula saluran empedu
Distensi abdomen Ileus paralitikus, perdarahan intraab-
domen, obstrulisi usus, konstipasi
DEMAM PASCABEDAH Nyeri luka Infeksi, dehisensi
Perubahan keadaan Hipoksemia, sepsis, terapi obat, putus
Peningkatan suhu tubuh sering terlihat setelah ope-
mental alkohol,'stroke', demam, psikosis
rasi. Tetapi ia tidak selalu menunjukkan komplikasi pascatredah
serius. Misalnya demani bisa karena atelektasis, reaksi

253
2s4 BUKU AJAR BEDAH BAGIAN 1

diingat bahwa demam bisa komponen penyakit yang Infeksi Luka


mendasari pasien dan karena itu tidak menunjukkan
Infeksi luka tetap sebab penting demam pascabe'
komplikasi pascabedah. Contoh lazim mencakup ke-
dah dan morbiditas pasien; sehingga pemeriksaan luka
ganasan metastatik atau limfoproliferatif dan hiper-
juga komponen penting pemeriksaan pascabedah bagi
tiroidisme.
demam. Seperti diuraikan sebelumnya, sepsis luka
dapat tampil dalam 24 jam setelah operasi jika organis-
Etiologi
me penyebabnya streptokokus atau klostridium,
Karena etiologi demam pascabedah cukup ber- Infeksi yang karena organisme terakhir sangat serius,
variasi, maka pendekatan terorganisasi diperlukan mis. mionekrosis klostridium (gangren gas) dapat cepat
dalam menegakkan diagnosis. Jenis operasi yang di berkembang dengan akibat buruk. Tetapi biasanya le-
lakukan maupun perjalanan waktu munculnya demam bih lazim demam akibat infeksi luka timbul setelah
bisa bermanfaat dalam mengurangi daftar sebab yang hari keempat pascabedah, katena masa inkubasi 1'ang
mungkin. Misalnya atelektasis lebih lazim timbul dalam agak lebih lama diperlukan untuk gram negatif usus
masa pascabedah dini, sedangkan infeksi luka biasanya atau kontaminan stafilokokus eksogen - endogen yang
menjadi bermanifestasi 4 sampai 5 hari kemudian. sering menyebabkannya untuk mencapai tingkat ber-
Ada kekecualian, yang membuat konsep yang diper- makna. Awal dalam perjalanan pascabedah, demam
timbangkan sebelumnya menyesatkan. Sebagai ilus- bisa ringan, yang menyertai selulitis sederhana. Sewak-
trasi, menghubungkan begitu saja demam pascabedah tu proses septik berlanjut dengan pengembangan abses
dini ke atelektasis tanpa inspeksi cermat lukanya bisa subkutis, maka pola demam bisa berubah ke demam
membawa ke kelambatan akibatnya dalam diagnosis tinggi yang tiap hari memuncak, seperti yang akan
infeksi luka streptokokus atau klostrium yang bisa terlihat dengan abses intraabdomen. Nyeri tekan,
timbul dalam 24 jam pertama setelah operasi. Sehing- eritema, edema, krepitasi dan pengeluaran sekret
ga perlu mengevaluasi tiap pasien secara menyeluruh purulenta merupakan tanda stadium lebih lanjut dari
dengan pemeriksaan fisik lengkap dan membahas ke- infeksi luka ini dan dengan sedikit kekecualian, menun-
adaan klinik. jukkan keperluan drainase bedah segera. Walaupun
terapi antibiotika mungkin bermanfaat dalam meng-
Evaluasi obati seluiitis luka, namun kecuali ada sepsis sistemik,
Demam pascabedah lerlazim berasal dari paru, maka umumnya terapi demikian sedikit manfaatnya se-
karena atelektasis atau pneumonitis. Karena itu ins- telah debrideman dan drainase adekuat telah dilakukan.
peksi pola pernapasan pasien dan auskultasi paru Pertimbangan lebih luas bagi infeksi luka, pencegahan
merupakan komponen penting pemeriksaan demam dan profilaksis antibiotika di tampilkan dalam Bab
awal. Tetapi foto thorax rutin tidak dianjurkan, ke- 8 den 11.
cuaii tanda fisik pneumonia ada atau demam menetap
waldupun ada pemberian tindakan yang dirancang KELAINAN KEADAAN MENTAL
untuk mengembangkan kembali paru setelah atelek: Perubahan keadaan mental setelah operasi sangat
tasis. Biakan darah harus dilakukan sebagai bagian dikuatirkan pasien, keluarga dan ahli bedah. Berbagai
evaluasi awal dalam semua pasien dengan demam di presentasi mencakup kegagalan bangun setelah operasi,
atas 38,5" C. Biakan positif bisa indikasi pertama somnolen, konfusi, disorientasi, agitasi, konvulsi dan
abses intraabdomen, sepsis generalisata atau infeksi koma. Ia bisa mengikuti kelainan fisiologi yang meng€)-
jalur vena sentral. Karena infeksi tractus urinarius nai otak, seperti hipoksia, hipoglikemia, uremia, amc
merupakan infeksi nosokomial yang tersering dite- nia darah meningkat dan lainnya. Juga keadaan ntettta,l
mukan, maka pelepasan kateter urina saja dapat meng- bisa diubah oleh berbagai "kelebihan dosis" obat
hentikan demam. seperti analgesik narkotika, transkuilizer dan simetidin
Tes laboratorium tambahan diindikasikan dalam dalam orang tua. ksi intraktanial khusus dapat juga
pasien imunosupresi, seperti yang menerima kemo menyebabkan kelainan kesadaran dan orientasi. Yang
terapi kanker dan penerima transplantasi organ yang lebih lazim terlihat dalam masa pascabedah mencakup
mendapat terapi imunosupresi, karena banyak jenis 'stroke', emboli septik dan abses otak maupun cedera
infeksi yang mungkin ada pada pasien ini. Infeksi yang tak dikenal dalam korban dengan beberapa
jamur, parasit dan virus lazim dalam kelompok ini, trauma.
sehingga membenarkan pencakupan biakan yang tepat
dan analisis seroiogi dalam pemeriksaannya. Di Gagal Bangun Setelah Operasi
samping itu, demam
bisa tanda pertama rejeksi alo-
Kegagalan bangun setelah anestesi tersering karena
graft pada pasien transplantasi, seperti di-bicarakan
kegagalan sepintas untuk cepat pulih dari zat anestesi
dalam Bab 15.
KOMPLIKASI BEDAH 255

yang diberikan selirma operasi dan biasanya sembuh sanakan kelainan homeostasis kalsium selama beberapa
sendiri. Tetapi penyakit serebrovaskular harus diper- hari sampai beberapa minggu setelah operasi."Sebalik-
timbangkan dalam semua pasien 'bruit' carotis pra- nya hiperkalsemia bisa menginduksi keadaan somnolen
bedah, yang menjalani operasi dengan penyumbatan atau koma dan lebih lazim ditemukan pada pasien
arteria carotis dan yang dengan masa hipotensi ber- dengan neoplasia metastatik. Hidrasi intravena dengan
makna sebelum atau selama operasi. Skan tomografi 'saline' dan induksi diuresis dengan furosemid atau
dikomputerisasi (CT) telah menjadi paling bermanfaat asam etakrinat merupakan jalur pertama terapi pada
dalam membuat diagnosis dini komplikasi ini. I-ebih pasien demikian, sedangkan penggunaan kortikoste-
lazim agitasi dan ansietas ditemukan dalam masa segera roid, mitramisin dan asam etilendiamintetraasetat
pascabedah. Untunglah penjelasan dan pemecahan (EDTA) harus dicadangkan bagi yang koma dalam
sederhana seperti nyeri, ketak-nyirmanan akibat sonde atau yang aritmia jantungnya mengancirm nyawa.
nasogaster dan pipa endotrakea yang dibiarkan ter-
pasang atau ketakmampuan mengosongkan vtesica Delirium Tremens
urinarius yang penuh, sering mudah ditemukan. Agitasi Pasien alkoholik bisa memanifestasikan sindroma
dan ansietas bisa juga karena hipoksemia arteri atau putus sebagai hasil penghentian alkohol mendadak,
perdarahan intraabdomen, keduanya memerlukan Gejala berkisar dari agitasi ringan dan tremor sampai
evaluasi bijaksana dan intervensi yang tepat. Somnolen disorientasi lengkap dengan halusinasi dan konvulsi.
yang diinduksi secara farmakologi bisa timbul dalam Sindroma ini (yang dikenal sebagai delirium tremens)
pasien tua yang dinarkotisasi, terutama yang dengan bisa disertai oleh hiperpireksia, dehidrasi dan bahkan
gagal ginjal. Untunglah komplikasi ini mudah dihilang- insufisiensi adrenalis serta memerlukan perhatian medis
kan dengan nalokson. Sejumlah pasien bisa menderita segera. Hidrasi intravena maupun tindakan untuk me-
halusinasi setelah pemberian meperidin atau lebih ngurangi demam harus diberikan. Sedasi harus diin-
lazkn pentazosin dan akan membaik setelah diganti ke duksi dengan obat seperti klordiazepoksid, torazin,
zat analgesik parenteral berbeda. paraldehid, atau kloral hidrat. Pengekangan mekanik
harus digunakan jika diperlukan. Jarang alkohol
Disolientasi intravena bisa digunakan dalam pasien yang sulit di
Agitasi atau disorientasi yang timbul beberapa hari kontrol. Defisiensi vitamin B dan magnesium terlibat
setelah operasi lebih mungkin karena kelainan meta- dalam farmakologi sindroma ini; sehingga zat gizi
bolik. Pasien diabetes sering menderita hiperglikemi, ini harus ditambahkan ke paduan terapi. Konvulsi
yang bila cukup parah dapat menumpulkan kognisi diterapi dengan suatu obat antikonvulsi seperti berbi
atau hipoglikemia diinduksi insulin, dengan somnolens turat, magnesium sulfat dan difenilhidantoin. Profi-
atau koma berikutnya. Karena hipoglikemia yang tak laksis delirium tremens bisa merupakan terapi terbaik
diobati lebih mencederai otak laripada hiperglikemia, dan penerusan minuman alkohol dalam tingkat sedang
maka diindikasikan infus intravena cepat bagi dekstrosa pascabedah mungkin tepat dalam pasien terpilih.
dalam semua pasien diabetes yang mendadak menjadi
tak sadar. Diagnosis dikonfirmasi dengan membangun-
kannya kembali dalam beberapa menit infus dan Gangguan Psikiatri
dengan kadar glukosa darah rendah abnormal (kurang Gangguan psikiatri setelah operasi sering terlihat
dari 50 mg per 100 ml) dari contoh yang diambil tepat pada pasien tua, pasien yang menjalani operasijantung,
sebelum pemberian dekstrosa. yang mengalami lama tinggal dalam unit perawatan
Juga penghentian mendadak nutrisi intravena hi- intensif (ICU) dan pada pasien kanker. Dalam mem-
pertonik bisa menyebabkan koma hipoglikemia karena perhatikan yang terakhir ini, komplikasi ini terutama
pelepasan insulin menetap oleh pancreas. Yang ter- tampil sebagai apati dan depresi, terutama pada yang
akhir ini dapat dihilangkan dengan menggunakan padu- telah mengalami perubahan besar dalam anatomi
an yang diturunkan pelan-pelan sewaktu CVN tidak seperti mastektomi, kolostomi dan amputasi ekstre-
lagi diperlukan atau dengan infus perifer dekstrosa mitas. Sering pasien tua kehilangan orientasi malam
l0 persen bila jalur vena sentral mendadak gagal. hari dan menjadi konfusi atau bahkan melawan per-
Pasien yang menerima CVN untuk masa yang lama bisa sonil medis. Sindroma ini yang lazim dinamai sebagai
juga menderita gemetar dan agitasi karena hipokalse- "terbenamnya matahari", bisa dijelaskan oleh kehi-
mia dan hipomagnesemia. Hipokalsemia juga kom- langan lingkungan yang diakrabi dan keluarga penyo-
plikasi lazkn paratiroidektomi dan tiroidektomi, ter- kong.
utama pada pasien yang telah menjalani reseksi para- Terapi terdiri dari peneteraman kembali oleh ahli
thyroidea subtotal untuk osteodistrofi renalis. "Lapar bedah dan staf perawatan. Usaha pada reorientasi
tulang" parah bisa menyebabkan kesulitan menatalak- pasien demikian dengan seringnya kunjungan perawat
2s6 BUKU AJAR BEDAH BAGIAN 1

serta pemap:uan ke radio dan televesi sering berman- pasien, biaya perawatan dan mortabilitas. Jenis infeksi
faat. Di samping itu keluarga harus didorong meng- ini tampil sebagai abses terlokalisata baik atau peritoni-
gunakan sebanyak mungkin waktu dengan pasien tis generalisata atau mediastinitis. Jika tidak dikenal di-
tua yang terdisorientasi, karena ia bisa membantu ni dan diterapi secara pasti, maka sering mereka menye-
menghilangkan paranoia sementaranya. Kadang-kadang babkan sepsis sistemik dan gejala sisanya yang paling
penggunaan pengekangan diperlukan untuk mencegah ditakuli,gagal beberapa organ. Selingga penting diagno-
pasien menghalangi perawatannya dengan memutuskan sis cepat dan intervensi yang tepat. Tetapi diagnosis
jalur intravena, drain dan alat pemantau. Tetapi obat perlu tepat, karena operasi yang tak diperlukan dalam
transkuilizer harus digunakan dengan hatihati pada pencarian sepsis samar bisa tepat sama merugikan
pasien tua, karena mereka mungkin tidak hanya sebab pemulihan pasien seperti kelambatan operasi yang di-
sejumlah bentuk "psikosis pascabedah", tetapi telah perlukan.
mempunyai potensi mencetuskan gagal pernapasan dan
hemodinamik. Pertimbangan Umum

"ICU-itis" GAMBARAN FISIK


Halusinasi, disorientasi dan delirium juga sering Diagnosis infeksi pascabedah utama ditentukan
ditemukan pada pasien yang dalam lingkungan jenis oleh berbagai faktor, yang mencakup gambaran fisik,
ICU. Walaupun faktor metabolik (mis. hipoksia dan terutama demam dan nyeri maupun data laboratorium,
gangguan elektrolit) kadang-kadang dilibatkan dalam terutama hitung leukosit dan analisis banding. Di
perkembangan "ICU-itis" ini, namun faktor lingkung- samping itu, penting tingginya indeks kecurigaan yang
an seperti sama sekali hilang orientasi kronologi mau- berhubungan dengan operasi yang dilakukan. Demam
pun sangat sekali tergantung atas personil perawatan (terutama yang ringan) lazim pascabedah dan biasanya
juga memainkan peranan utama dalam etiologinya, Se- dihubungkan ke atelektasis. Tetapi peningkatan suhu
perti dengan orang tua, penenteraman tetap, pemulih- di atas 38,5o C, yang timbul 4 sampai 5 hari atau lebih
an fisiologi dan pemindahan dari ICU disertai aktivitas lambat setelah operasi harus dipertimbangkan karena
kontinu biasanya cukup untuk mengoreksi kelainan infeksi, sampai terbukti tidak. Biasanya ieukositosis
ini. Harus diingat bahwa pasien dengan riwayat ke- tampil selama beberapa hari setelah operasi karena
lainan psikiatri sebelum operasi, walaupun sering mem- demarginasi kumpulan leukosit intravaskular, tetapi
baik sementara waktu selama masa segera pascabedah, nilai ini akan kembali ke normal dalam beberapa hari.
cenderung ke eksaserbasi selama konvalesensi. Sebaliknya leukositosis yang muncul kemudian, ter-
utama dengan demam dan dominasi bentuk sel tak
Somnolens matang (pergeseran ke kiri) sangat mungkin menunjuk-
Akhirnya disorientasi atau somnolens meudadak kan infeksi dan memerlukan pemeriksaan.
bisa tanda pertama sepsis samar. Sering pasien menja-
lani reseksi usus dan anastomosis tanpa gejala sisa yang
jelas. Lima sampai tujuh hari kemudian, tanda pertama Gambaran Operasi.
gangguan bisa merupakan perubahan keadaan mental
Pertimbangan utama lain dalam membuat diagno-
yang mendahului pengembangan tanda biasa peritoni-
sis infeksi pascabedah adalah pengetahuan pribadi ahli
tis karena terputusnya anastomosis atau abses. Pada
bedah dalam hubungan dengan gambaran operasi.
pasien demikian, kegagalan untuk mudah menemukan
Misalnya pasien yang telah menjalani ekstirpasi viskus
sebab metabolik bagi masalah ini membenarkan pen-
yang perforasi dengan pengotoran peritoneum yang
n menyeluruh bagi infeksi samar.
luas atau yang telah menjalani anastomosis usus yang
kurang sempurna berisiko lebih besar bagi abses intra-
peritoneum daripada yang dengan cavitas peritonealis
INFEKSI yang bersih dan tindakan bedah yang sempurna.
Infeksi setelah operasi pada cavitas abdominalis Evaluasi radiologi dengan menggunakan ultrasonografi,
atau thoracica bisa berkisar dalam keparahannya dari CT dan skintigrafi leukosit yang ditandai secara isotop
selulitis luka sederhana sampai abses yang mengancam sering sangat berhasil menunjukan abses terkecil pun
nyawa dan septikemia. Selulitis dan infeksi luka telah bagi ketajaman keahlian klinik. bbih lanjut, ultraso-
dibicarakan sebelumnya dalam bab ini dan lebih terin- nografi dan CT bisa memberikan lokalisasi demikian
ci dalam'Bab 8 dan 11. Walaupun sepsis luka jelas tepat atas abses, karena memungkinkan drainase
menambah morbiditas pasien, ia jaratg menyebabkan kateter langsung perkutis yang relatif aman, sehingga
kematian. Sebaliknya infeksi intraihorax dan intraabdo- meniadakan keperluan reoperasi dalam kasus terpilih.l0
KOMPLIKASI BEDAH 257,

Suprahepatik anterior
Infeksi Intra-abdomen Subfrenik kanan lSubfrenik, suprahe-
td;",#tr'i+ Patik kiri
Infeksi intraabdomen bisa tampil sebagai abses Subhepati k,
atau peritonitis generalisata. Morbiditas bervariasi Per iko le- infrahe. ratik
kiri
besar, yang tergantung atas jenis dan luas infeksi kistik,
Subhepatik Subfreni k kiri
serta berkisar dari drainase rectum spontan bagi abses Su bfreni k
pelvis setelah apendektomi sampai peritonitis fekal kana n, .
Posteol atera
multimikroba generalisata setelah terputusnya anas- I

tomosis usus lengkap. Namun prinsip terapi tetap tanpa Morrison


memandang jenis infeksi. Diagnosis tepat harus ditegak- Parakolik
kanan
kan dan evakuasi pus yang bijaksana dengan drainase
dependen adekuat harus dicapai. Faktor penyebab Apendiseal,
kuad ran
harus dikoreksi, seperti dengan reseksi atau eksteriosi- kana n
sasi viskus yang perforasi. Akhirnya penggunaan anti bawah
biotika sistemik yang bijaksana diindikasikan dalam Subfreni k.
terapi suatu abses sewaktu menyertai sepsis sistemik suprahePati k
dan dalam semua pasien dengan peritonitis generali- anteflor Subfreni k
sata. Terapi antibiotika (dibicarakan dalam Bab I 1) Sub-
harus sespesifik mungkin, sehingga menekankan kepen- Subhepat ik hepalik
Ka nto ng
tingan biakan pus yang dievakuasi. Tetapi sampai data Subhepatik Morrison
demikian tersedia, paduan antibiotika yang dipilih kiri
harus berspektrum luas, yang mencakup cakupan
, Antar' Parakol ik
untuk bakteri usus gram negatif aerobik maupun ge lu ng kana n
spesies bakteroides anaerob.
Apend iseal,
I,l kuadran
ABSES kanan
Kanan bawah
timbul terlazkn dalam kua-
Abses intraperitoneum
Kiri ;t!i.re*.4 'in
dran bawah rlan pelvis. Tetapi ia bisa timbul pada
Gambar 1. Lokasi abses intruabdornen. (Dari Welch, C.E., dan
tempat apa pun dalam cavitas peritonealis 2 (Gambar
Hardy, J.D.: Advances in Surgery, Vol. 5. Chicago, Year Book
1). Tindakan lazkn yang menyebabkan komplikasi Medical Publishers Inc., 1971, hlm. 305.)
ini adalah apendektomi dan reseksi colon, terutama
dengan anastomosis colon yang rendah. Abses pelvis
bahkan lebih mungkin jika sepsis ada pada operasi,
seperti dengan perforasi appendix vermicularis atau
sistemik mencakup yang diuraikan sebelumnya mau-
diverticulum colon sigmoideum. Pasien bisa telah
pun kepenuhan abdomen atas serta nyeri 'flank',
menjalani pemulihan lengkap dalam masa segera pasca-
pleuritik atau bahu. Diagnosis bisa digambarkan pada
bedah, tanpa tanda khas seperti demam memuncak
foto polos thorax tegak dengan efusi pleura pada sisi
intermiten, kedinginan, leukositosis atau nyeri pelvis abses, peninggian hemidiaphragma, adanya gelembung
sampai sekitar seminggu setelah operasi. Malaise yang
udara atau batas udara-cairan di bawah diaphragma
tetap ada dan tanpa penjelasan yangjelas,sering menye-
atau pergeseran anterior bagi bayangan udara lambung.
tai diagnosis abses terakhir. Pemeriksaan vagina dan Abses subfrenik biasanya terbaik diperlihatkan dengan
rectum digital sederhana cukup untuk menegakkan
CT. Bila tidak tersedia CT, maka abses ini dapat juga
diagnosis oleh adanya massa nyeri tekan pada sisi tin-
diperlihatkan dalam kombinasi skintigrafi paru dan
dakan bedah atau dalam pelvis. Bukti konfimasi bisa
hati-limpa, dengan ruangan yang lebar antara bayang-
didapat dengan memperlihatkan massa terisi cairan
an visera yang diperlihatkan. Drainase abses subfrenik
pada ultrasonogram atau skan CT. Jika rendah, maka
bisa dicapai melalui pendekatan ekspraperitoneum
abses bisa didrainase melalui rectum atau pada wanita
atau intraperitoneum dengan drainase ekstraperito-
melalui vagina. Penggantinya insisi abdomen bawah
neum yang tersering diusahakan secara posterior me-
yang kecil mungkin diperlukan untuk melengkapi eva-
lalui lapangan iga kedua belas (Gambar 2) atau teruta-
kuasi kumpulan pelvis yang besar.
ma pada abses suprahepatik, di anterior yang meng-
gunakan insisi subcosta atau ekstraserosa. Bila dicuri-
Abses Subfrenik dan Subhepatik gai beberapa abses atau kebocoran visera menetap (atau
Abses subfrenik dan subhepatik lebih lazim setelah pada yang kegemukan), maka sering diindikasikan
operasi pada organ abdomen atas. Tanda dan sistem pendekalan intraperitoneal.
258 BUKU AJAR BEDAH BAGIAN 1

Abses subhepatik bisa ditemukan setelah operasi nyeri tekan lokalisata maupun obstruksi usus sebagian
pada saluran empedu atau duodenum. Harus hatihati disamping gambaran sistemik yang biasa. Bila abses
dalam menginterpretasikan ultrasonogram daerah ini, demikian tunggal dan dekat permukaan fasia, maka
.
karena banyak pasien m6nderita pengumpulan cairan bisa mgngkin dilakukan aspirasi perkutis langsung.
.suhepatik jinak yang tak terinfeksi setelah operasi Tetapi -laparotomi dengan eksplorasi yang luas dan
kuadran kanan atas yang tidak memerlukan drainase. debridemen cavitas peritonealis sering diperlukan
Walaupun drainase bedah abses subfrenik dan sub- untuk mencapai resolusi lengkap. Abses visera ter-
hepatik terluas dilakukan, nzunun pendekatan ultra- lazim timbul dalam hati, tetapi bisa juga tampil dalam
sonografi atau skan CT bagi aspirasi kateter perkutis limpa, pancreas, ginjal dan adnexae wanita. Ia harus
sering berhasil dan bisa menghilangkan keperluan dicurigai bila pengembangan disfungsi organ spesifik
untuk reoperasi. seperti ikterus (hati), trombositosis (lunpa) atau
hiperglikemia (pancreas) tampil bersama tanda siste-
Abses Intraperitoneal Lain mik sepsis. Abses visera biasanya terbaik diperlihatkan
dengan'CT scanning'.
Abses intraperitoneal lain mencakup yang berlo-
kulasi oleh omentum dan/atau permukaan visera mau-
PERITONITIS
pun yang dalam organ padat. Ia bisa beberapa dan sulit
dibuat gambarnya karena ukurannya yang kecil, yang Peritonitis generalisata dalam masa pascabedah
memerlukan laparotomi untuk diagnosis definitif. biasanya mengikuti sepsis peritoneum pada operasi
Pengembangan belakangan ini bagi skintigrafi leukosit awal atau setelah putusnya anastomosis. Yang terakhir
memberikan teknik bermanfaat dalam diagnosis abses secara klasik ditemukan 5 sampai 7 hari setelah operasi
intraabdomen jenis antargelung ('interloop'). Pasien dan harus dipertimbangkan dalam pasien manapun
abses antar gelung bisa tampil dengan tanda nyeri dan dengan takikardia, demam, perubahan keadaan mental
dan nyeri abdomen yang tak dapat dijelaskan. Sering
diagnosis didasarkan atas penemuan klinik, tetapi bisa
dikonfirmasi dengan memperlihatkan ekstravasasi yang
menggunakan radiografi kontras yang larut air (Gas-
trogafin) pada pasien dengan anastomosis colon atau
gastrointestinalis atas. Diagnosis perforasi usus halus
dengan menggunakan rontgenografi kontras sulit di-
lakukan, kecuali dilakukan enteroklisis infus terkon-
trol. Sebaliknya penggunaan parasentesis yang cermat
Tempat insisi
bisa bermanfaat dalam memperlihatkan adanya empe-
du, leukosit, amilase, partikel makanan atau bakteri
dalam cairan yang diaspirasi, gambaran demikian sangat
menggambarkan diagno sis perforasi.

Putusnya Anastomosis
Dengan putusnya anastomosis, maka mendesak
diperlukan reoperasi. Anastomosis dapat direvisi dalam
sejumlah pasien bila pemutusan melibatkan usus halus
atau lambung. Tetapi dengan adanya kontaminasi
yang luas, terutama pada kebocoran colon, maka lebih
disukai eksteriorisasi usus dengan pengalihan diversi
feses. Di samping itu semua kuadran cavitas peritonea-
lis harus dibilas bersih dengan irigasi 'saline' yang
banyak. Beberapa ahli juga merekomendasikan peng-
gunaan irigasi antibiotika dan debrideman yang luas
atas lapisan purulenta pada permukaan peritoneum;
Kateter Foley 30 cc tetapi praktek terakhir ini bersifat kontroversial.

Perforasi
Gambqr 2. Drairwse posterior abses wbfrenik. (Dari Sabiston,
D.C., Jr. (Ed.): Davis-Christopher Textbook of Surgery, 12th Perforasi usus spontan pascabedah merupakan ke-
ed. Philadelphia, W.B. Saunders Company, 1981, hLm.427.) jadian yang jarang ditemukan dengan gambaran klinik
KOMPLIKASI BEDAH 259

serupa dengan yang terlihat pada kebocoran anasto- kan. Bila empiema mengikuti reseksi paru, maka ada-
motik. Komplikasi ini (yang umumnya sekunder ter- nya fistula bronkopleura harus juga dipertimbangkan.
hadap cedera intraoperatif samar seperti robekan serosa Diagnosis empiema ditegakkan dengan aspirasi cairan
atau luka bakar elektrokauter), jugamemerlukan per- pleura atau pus. Biasanya terapi terdiri dari drainase
baikan bedah segera. Tetapi beberapa cedera usus dan lama dengan pipa thorax, sering memerlukan penem-
kebocoran anastomotik bisa menimbulkan fistula en- patan lebih dari satu pipa untuk memastikan drainase
terokutis tanpa peritonitis generalisata atau pemben- yang adekuat. Tetapi aspirasi sederhana mungkin
tukan abses. Walaupun intervensi bedah akhirnya bisa efektif jika efusi karena kontaminasi transdiafragma
diperlukan pada sejumlah pasien, namun kadang- atas infeksi intraabdomen yang telah terjadi, asalkan
kadang fistula ini dapat berhasil ditata laksana tanpa yang terakhir ini juga didrain. Di samping itu, pemberi'
operasi. Usus bisa ditempatkan istirahat dengan mem- an sistemik terapi antibiotika diindikasikan dalam
bentuk CVN dan memungkinkan fistula sembuh spon- semua pasien dengan infeksi ruang pleura, sedangkan
tan. Fistula yang timbul dalam usus iskemik atau dira- pemberian intrapleura bisa dipellukan untuk empiema
diasi, yang disertai dengan adanya benda asing, atau pascapneumonektomi. Intervensi bedah untuk empie-
yang timbul dalam gelung usus yang terobstruksi distal ma dicadangkan unttrklyang dengan beberapa lokulasi
atau terlibat dengan keganasan, tak mungkin ditutup yang tak dapat didrain secara adekuat dengan tora-
tanpa tindakan bedah. kostomi pipa dan yang membentuk kulit pleura yang
tebal, yang menghambat reekspansi paru. Dalam kasus
Infeksi Intrathorax demikian, debrideman dan dekortikasi dilakukan
maupun reseksi paru terbatas pada paru yang rusak.
Infeksi pascabedah dalam thorax dapat timbul
di paru sendiri (seperti pneumonia dan abses paru) atau
dalam ruang pleura atau mediastinum.ls Terapi infeksi
paru tak tepat atau tak lengkap, terutama yang dise- MEDIASTINITIS
babkan oleh Staphylococcus atau Klebsiella. bisa me' Mediastinitis salah satu komplikasi pascabedah,
nyebabkan nekrosis parenkima dan timbulnya abses yang paling menakutkan, karena ia sering menyebab-
paru. Kavitasi dan pembentukan abses sering mengi- kan kematian. Ia terlazim terlihat setelah operasi
kuti infeksi tuberkulosis atau jamur maupun pneumo- esophagus, yang kontaminasi intraoperasinya akibat
nia sekunder terhadap aspirasi. Diagnosis abses paru tumpahan isi usus atau yang timbul kebocoran anas-
terutama ditegakkan dengan pemeriksaan rontgenografi tomosis. Perforasi esophagus setelah endoskopi atau
bersama dengan manifestasi klinik infeksi. Terapi ter- tindakan dilatasi juga sebab lazim infeksi ini. Jarang
diri dari pemberian antibiotika jangka lama, dengan mediastinitis bisa timbul setelah tindakan jantung yang
identifikasi tepat organisme penyebab dan sensitivitas- "bersih" dan hampir sela1u karena kontaminasi intra-
nya terhadap berbagai antibiotika. Bila aspirasi merupa- operatif. Seperti infeksi ruang tertutup lainnya, perja-
kan faktor penyebabnya, maka cakupan antibiotika lanan klinik bisa salah satu satu pemburukan cepat
bagi organisme anaerob diharuskan. Sedangkan fisio- dengan progresivitas ke syok dan insufisiensi pernapas-
terapi thorax dan drainase sikap bisa cukup untuk an, yang menekankan keperluan untuk pengenalan dan
melakukan drainase spontan dalam banyak pasien, terapi segera"
evakuasi bronkoskopi abses ini akhirnya bisa diper- Tanda dini mediastinitis mencakup demam, taki'
lukan dalam lainnya. Kadang-kadang operasi diindikasi kardia, leukositosis dan nyeri thorax. Emfisema
kan untuk abses paru bila gejala menetap, sewaktu subkutis bisa juga terbukti jika timbul perforasi atau
abses berdinding tebal tidak sembuh, sewaktu lesi tak terputusnya anatomi esophagus proksimal. Diagnosis
dapat dibedakan dari keganasan atau dengan pengem- sangat digambarkan oleh adanya hidropneumotoraks
bangan hemoptisis parah. Dalam keadaan ini, lobekto- atau batas udara-cairan dalam mediastinum pada foto
mi merupakan tindakan terpilih. thorax. Bukti konfirmasi untuk cedera esophagus dapat
diperoleh dengan ekstravasasi serta kontras pada
penelanan Gastrografin. Terapi antibiotika berspek-
EMPMMA trum luas dan aspirasi nasogaster bisa cukup,untuk te-
Empiema suatu pengumpulan pus dalam ruangan rapi perforasi esophagus yang kecil karena kecelakaan
pleura dan bisa timbul setelah operasi thorax, terutama entioskopi. Tetapi intervensi operasi segera dengan
tindakan yang mungkin terkontaminasi seperti lobek- drainase dan perbaikan cacat esophagus biasanya di-
tomi untuk abses, reseksi esophagus dan anastomosis indikasikan untuk kasus mediatinitis lain maupun yang
atau eksplorasi bagi trauma tusuk thorax. Infeksi ruang mula-mula diterapi nonoperasi jika tidak segera timbul
pleura pascapneumonektomi kadang-kadang ditemu- resolusi.
260 BUKU AJAR BEDAH BAGIAN 1

daran. Beberapa faktor utama sering mempengaruhi


INSUFISIENSI PARU kadar Po2, yang mencakup konsentrasi oksigen yang
diinspirasi (FIO2), mekanik ventilasi yang mencakup
Inwfisiensi pmu mungkin komplikasi fisiologi kecepatan pernapasan, volume tidal dan ruang rugi
terlazim yang terlihat dalam masa pascabedah. Insi- serta ketak-seimbangan ventilasi dan perfusi. yang
densnya tergantung tidak hanya atas sifat pasien yang
terakhir (lazim dinamai sebagai pintas intrapulmoner)
mencakup usia, kebiasaan pribadi dan penyakit intrin-
sangat penting dalam penatalaksanaan patogenesis
sik, tetapi atas perjalanan klinik selama dan setelah ARDS.
operasi. Faktor predisposisi yang jelas berhubungan Po2 ncrmal berkisar dari 80 sampai 100 torr dan
dengan timbulnya ancilnan paru pascabedah mencakup nilai lebih dari 100 torr menunjukkan inspirasi oksigen
usia tua, keadaan gtr,i yang buruk, riwayat merokok, dalam konsentrasi lebih dari yang dalam udara kamar.
adanya penyakit paru obstruktifatau restriktif, operasi Tetapi tidak diperlukan untuk mencapai kadar tinggi
yang berlangsung lama, terutama yang menggunakan demikian secara terapi, karena dengan nilai di atas
insisi thoracoabdominalis, sepsis, tinggal dalam ICU 95 torr, hemoglobin telah dijenuhkan penuh dengan
serta kegagalan sistem organ utama lain. Morbiditas oksigen. Interpretasi kadar po2 rendah (di pihak lain)
akibat komplikasi paru bervariasi dan berkisar dari memerlukan pengetahuan pco2 sebagai indeks keadaan
demam asimtomatik sepintas atau atelektasis ringan ventilasi dan FIO2. Misalnya po2 rendah dengan pco2
sampai sindroma gawat pernapasan orang dewasa tinggi serta FIO2 adekuat menggambarkan ventilasi
(ARDS='adult respiratory distress syndrome'). Un- takadekuat. Dalam keadaan ini, perbaikan ventilasi
tunglah, tanda dan gejala komplikasi paru tidak samar- dengan meningkatkan volume tidal atau kecepatan
samar dan diagnosis dini yang didasarkan atas adanya pernapasan bisa menurunkan hiperkarbia dan mem-
takipne, dispne, demam, batuk, ansietas, kelainan aus- perbaiki oksigenasi.
kultasi, perubahan gas darah dan gambaran foto thorax, Sebaliknya Pco2 rendah atau normal (40 torr
mudah dibuat. atau kurang) dan FIO2 tinggi (lebih dari 40 persen)
menunjukkan masalah bermakna dengan pertukaran
Pertimbangan Umum gas pada tingkat alveolar-kapiler. Biasanya ia mengi_
Peranan primer paru untuk memberikan pertukar- kuti ventilasi yang buruk (karena atelektasis atau ede-
an gas dengan ambilan oksigen, pemindahannya ke ma paru) dari alveoli yang berperfusi dengan pemben-
eritrosit dan pembuangan karbon dioksida berikutnya. tukan pintas intrapulmoner nantinya (Gambar 3).
Walaupun kriteria klinik bermanfaat dalam menilai Terapi yang tepat mula-mula akan mencakup pening-
kualitas proses ini, namun evaluasi laboratorium pen- katan jumlah oksigen yang tersedia bagi pertukaran
ting agar diagnosis dan terapi tepat insufisiensi paru dengan meningkatkan FIO2.
efektif. Gas arteri paling mewakili keadaan pernapasan
sebenarnya dan lebih mudah diinterpretasikan; sehing-
ga ia harus digunakan bila mungkin, yang lebih di- PENURUNAN CURAH JANTUNG
sukai daripada contoh vena. Di samping faktor intrapulmoner, penurunan
curah jantung dapat juga menyokong penurunan po2
FAKTOR INTRAPULMONER
arteri dengan lebih menurunkan kejemuhan oksigen
Tiga nilai utamanya adalah tekanan parsial ok- darah vena . Sehingga pada pasien dengan pintas intra-
sigen (PO2) dan karbon dioksida (PO2) maupun pH pulmoner, sokongan bermakna ke Po2 arteri yang dila-

PERTUKARAN CO2

Gambar 3. Pintas dalam Paru. (Dari DIBATASI OLEH VENTI LASI


paru yang berperfusi
Bartlett, R.H.: Surg. Clin. North Am.,
60:1325, 1980.)

PCa 2'
PERTUKARAN Oz

DtBATAS| OLEH AMBILAN 02 DARAH


dalam paru berventilasi
KOMPLIKASI BEDAH 261

kukan dengan konsentrasi oksigen sisa darah vena, dihi-


langkan.

VENTILASI
Interpretasi kadar Pco2 kurang rumit, karena ter-
utama dipengaruhi oleh ventilssi. Konsentrasi Pco2
yang normal mendekati 40 torr dan nilai lebih tinggi
bermakna menggambarkan adanya ventilasi tak
adekuat. Hipoventilasi mungkin normalnya terlihat
pada pasien yang tak diintubasi dengan penyakit paru
obstruktif atau pada yang diintubasi dengan ventilasi
mekanik yang kecepatan pernapasannya rendah tak
tepat, volume tidal rendah atau ruang rugi berlebihan.
Gambar 4. Pembagian volume paru. TLC = kapasitas paru total;
Kadar Pco2 terbaik diinterpretasikan bersama dengan
VT = volume tidal; IC = kapasitas inspirasi; FRC = kapasitas
yang untuk pH, karena tidak hanya konsentrasi karbon
sisa fungsiorcl, yaitu volume paru pada akhir ekspirasi;ERV=
dioksida mempengaruhi pH, tetapi kadarnya bisa juga volume cadangan ekspirasi; RIt = volume sisa, yaitu valume
menunjukkan apakah mekanisme kompensasi perna- paru setelah ekspirasi paksa dai FRC; VC = kapasitas vital,
pasan yang tepat berfungsi dengan adanya kelainan yaitu volume maksimum gas yang diinspirasi dai RV. (Dari
metabolik. Misalnya pH fisiologi normal berkisar Sabiston, D.C., Jr. (Ed.): Davis-Chistopher Textbook of
Surgery, 12th ed. Philadelphia, 1il.8. &unden Company,. 1981,
dari 7,38 sampai 7 ,41 . Kadu lebih rendah menunjuk- htu. 2a36.)
kan asidosis, yang jika disertai oleh Pco2 yang tinggi
(lebih dari 40 torr) menggambarkan hipoventilasi se-
bagai penyebabnya. Juga pH alkalosis bersama dengan di samping data analisis gas darah dasar prabedah pen-
Pco2 yang rendah, juga menunjukkan sebab pernapas- ting sebelum memulai tindakan thorax, terutama yang
an, dalam kasus ini overventilasi. Perbedaan dari hu- mencakup reseksi paru. I-ebih lanjut dengan data de-
bungan ini, terutama dalam kasus pH rendah dan Pco2
mikian dapat dibuat ramalan tentang kemungkinan
normal sampai rendah, menggambarkan ketak-mam- pasien menderita kesulitan pernapasan pascabedah
puan mekanisme pernapasan mengkompensasi kelain-
setelahjenis tindakan bedah apa pun.
an metabolik, seperti terlihat pada ARDS dini atau
lebih tak menyenangkan, asidosis metabolik terlalu
parah untuk koreksi dengan perubahan dalam meka-
nisme pernapasan. Atelektasis

SPIROMETRI ETIOLOGI
Untuk mengevaluasi prabedah keadaan ventilasi Atelektasis yang didefinisikan sebagai ekspansi
pasien dan pemahaman lebih baik penggunaan ventilasi tak lengkap atau kolapsnya sgmua atau sebagian paru,
mekanik dalam masa pascabedah, maka penting ke- timbul dalam derajat tertentu dalam semua pasien yang
akraban dengan prinsip dasar spirometri. Skema spiro- menjalani operasi. Etiologi atelektasis bervariasi, tetapi
gram yang memperiihatkan pembagian volume paru mencakup sumbatan mukus bronchus, kompresi eks-
digambarkan dalam Gambar 4. Volume ini dapat di- trinsik dari hemopneumotoraks dan hipoventilasi
ukur langsung atau diekstrapolasikan melalui peng- alveolus sederhana, dari hal itu yang terakhir inilah
gunaan pemeriksaan fungsi paru rutin. Di samping itu, yang Ierlazim sejauh ini. Ia timbul .karena penurunan
parameter fungsional seperti penentuan fraksi udara volume tidal atau "pendangkalan" pernapasan yang
yang diekspirasi paksa dalam I detik (volume ekspirasi sering dicetuskan oleh nyeri insisi selama beberapa
paksa atau FEVI ) dapat dikukur dan bersama dengan hari pertama setelah operasi. Pengurangan hasilnya
data analisis gas darah. digunakan untuk melengkapi dalam volume sisa fungsional paru mempredisposisi
penilaian paru prabedah. Penyakit paru restriktif yang ke penutupan bronchus bawah, sehingga menciptakan
disebabkan oleh obesitas, fibrosis paru dari etiologi p ola khas atelektasis b ini tersering
asis. Atelektasis j enis
apa pun atau immobilitas cavitas thoracica ri karena timbul dalam pasien tua dan perokok maupun yang
deformitas dinding thorax akan dimanifestasikan oleh kegemukan dan yang menderita pengurangan kapasitas
pengurangan kapasitas vital. Penyakit paru obstruktif sisa fungsional (FRC ='fungsional residual capacity).
diramalkan oleh FEVI yang kurang dari 80 persen Tiga faktor tambahan yang mempredisposisi ke
dan peningkatan Pco2.. Pengetahuan parameter ini perkembangan atelektasis dalam pasien pascabedah
262 BUKU AJAR BEDAH BAGIAN 1

Gambar 5. Atelektasis paru. A, Sebelum bronkoskopi. B, Setelah bronkoskopi. (Dari &biston, D.C., Jr., dan Spencer, F.C. (Ed.):
Gibbon's surgery of the chest,3rd ed. Philadelphia, w.B. saunders company,I976. hlm. 191.)

mencakaup posisi terlentang untuk masa yang lama (ia paru dapat juga diinduksi oleh penggunakan pernapas-
juga mengurangi FRC), ventilasi dengan gas tinggi an gerak badan dan batuk. Alat samping ranjang yang
dalam konsentrasi oksigen (oksigen lebih mudah dise- mahal seperti spirometer pendorong dan botol peniup,
rap dari alveoli yang tersumbat, sehingga memungkin' telah digunakan, tetapi banyak keraguan tentang nilai
kan timbul kolaps alveolus lebih cepat) dan pengu- sejatinya dan hasil yang lebih baik dapat dicapai
rangan surfaktan paru setelah operasi (senyawa ini dengan dorongan berulang dari staf medis dan perawat
normalnya melapisi membrana alveolus dan penting bagi pasien untuk hanya bernapas dalam dan batuk
untuk mengurangi tegangan permukaan yang diperlu- pada interval tiap jam. Sebaliknya, penggunaan alat
kan untuk mempertahankan volume paru yang nor- pernapasan tekanan positif intermiten (lpPB='in-
mal). Pasien atelektasis bisa tampil dengan takipne termittent positive pressure breathing') untuk terapi
dan ansietas karena hipoksia ringan, tetapi jarang mere- atelektasis tidak dinasehatkan, karena kemanjurannya
ka menderita dispne. kbih lazim manifestasi primer beium terbukti.
atelektasis merupakan demam ringan.
Yang sama penting dalam terapi dengan memper-
baiki mekanik pernapasan daiam terapi atelektasis
TERAPI
adalah pengawasan analgesia yang tepat. Harus diingat
Terapi atelektasis diarahkan ke ekspansi paru, yang bahwa pasien tidak menjadi adiksi terhadap narkotika
biasanya menyebabkan pemulihan cepat gejala ini. dengan menggunakan obat ini selama beberapa hari,
Ia dapat dicapai dengan ambulasi dini pascabedah. tetapi ia dapat mengembangkan morbiditas yang ber-
Berjalan tidak hanya memungkinkan penyimpangan makna jika toilet paru yang adekuat tidak dipertahan-
diaphragma yang lebih penuh, sehingga ekspansi paru kan, terutama sewaktu batuk dihindari karena nyeri
yang lebih baik daripada yang dapat dicapai dalam pascabedah. Atelektasi yang progresif dan disertai
posisi berbaring; ia juga meningkatkan FRC, yang dengan dispne atau peningkatan demam bisa karena
dengan sendirinya mengurangi atelektasis. Pada pasien sumbat mukus yang besar" Diagnosis dikonfirmasi
yang tidak ambulans, sangat penting bahwa reekspansi dengan pembuktian kolaps lobaris pada foto thorax,
KOMPLIKASI BEDAH 263

seperti digambarkan dalam Gambar 5. aspirasi dengan mengganggu mekanisme pertahanan


Terapi bisa dimulai dengan fisioterapi thorax normal menelan, batuk dan 'gagging'. Karena kebijak-
agresif, tetapi mungkin memerlukan bronkoskopi sanaan yang keras tentang pemeliharaan peralatan ven-
untuk melepaskan sumbat ini dan reekspansi segmen tilasi, maka jarang kontaminasi langsung ruang udara
paru yang kolaps. Demam lebih dari 38,5o C yang tidak akibat inhalasi bakteri dalam ventilator sendiri. Namun
mudah hilang dengan tindakan yang disebutkan sebe- kemungkinan ini perlu dipertimbangkan dalam semua
lumnya dalam pasien takipne atau dispne tidak boleh pasien pneumonia berventilasi, terutama yang dalam
dihubungkan ke atelektasis sederhana. Evaluasi radio- ICU, tempat telah didiagnosis pneumonia lain. Akhir-
logi segera dibenarkan dalam pasien demikian, karena nya dan kurang rnungkin terjadi adalah penyebaran
bisa ada pneumonia atau kolaps lobaris toial. Analisis limfohematogen organisme dari tempat infeksi lain
gas darah juga diindikasikan, karena adanya hipoksia seperti vesica urinaria, luka atau abses. Tanpa me-
arteri yang parah menggambarkan perkembangan mandang pintu masuk bagi bakteri yang mengkon-
ARDS atau embolus pulmonalis (diagnosis dan tera- taminasi dalam pasien pascabedah, keadaan yang me-
pi komplikasi paru utama ini dipertimbangkan secara nyokong timbulnya pneumonia timbul karena per-
terinci dalam Bagian II). ubahan sementara respon kekebalan dalam banyak pa-
sien bedah.
Pneumonia
Pneumonia pascabedah (walaupun tidak menye-
DIAGNOSIS
babkan insufisiensi paru seperti didefinisikan oleh
ketergantungan ventilator atau bahkan timbulnya Diagnosis pneumonia pascabedah umumnya jelas
defisiensi oksigenasi utama, namun menggambarkan dan didasarkan atas adanya tanda dan gejala spesifik
bentuk lazim komplikasi paru pascabedah. Pneumonia demam, takipne, batuk, ronki atau pemadatan pada
yang timbul dalam pasien pascabedah menurut definisi auskultasi paru dan produksi sputum. Rontgenogram
merupakan suatu infeksi nosokomial dan mempunyai thorax diharuskan pada evaluasi awal semua pasien
potensi lebih besar untuk morbiditas dan mortalitas,20 dengan kecurigaan pneumonia, karena ia mungkin
Perangkat pneumonia nosokomial hanya dibelakang bukan hanya mengkonfirmasi adanya penumonitis,
infeksi tractus urinarius dan flebitis tempat kanula tetapi juga bisa membantu dalam menentukan etiolo-
intravena dalam frekuensi kejadian dan sangat lazim gi. Misalnya pembuktian pemadatan lobaris menggam-
dalam pasien bedah. Insidens komplikasi ini telah di- barkan sebab bakteri, infiltrat interstisial menggambar-
perhitungkan antan 2 dan 17 persen pada pasien kan sebab virus dan pola lain seperti pemadatan ber-
bedah, yang tergantung atas adanya berbagai faktor becak-bercak menunjukkan pneumonia karcna Legio'
risiko. Ia mencakup usia tua, adanya penyakit kardio- nella pnanmophila. Tetapi evaluasi radiologi bisa sedi-
vaskular atau pulmonalis yang mendasari, pneumonia kit manfaatnya dalam mendiagnosis pneumonia dalam
sebelumnya, riwayat merokok, perumah-sakitan pra- pasien dengan ARDS menyertai, karena "paru putih"
bedah yang lama, insisi abdomen atas atau thorax, bilateral dalam keadaan ini sering mengaburkan gam-
terapi imunosupresif (baik profilaksis untuk trans- baran penyakit parunya.
plantasi atau kemoterapi antineoplastik) dan yang ter- Bukti konfirmasi didapat melalui isolasi patogen
penting keperluan untuk sokongan .rentilasi, terutama yang dibuktikan biakan, yang memerlukan pengumpul-
dengan intubasi yang lama. Walaupun peningkatan an contoh sputum yang adekuat, yang mengandung
morbiditas pasien dan tinggal di rumah sakit hampir leukosit dan sel epitel minimum. Hal ini dapat dicapai
pasti akibat komplikasi ini, namun risiko kematian dengan bilas endotracheada aspirasi dalam pasien yang
juga mempunyai probabilitas yang tinggi (28 sampai diintubasi, tetapi mungkin sangat sulit mencapainya
57 persen dalam satu penelitian).20 dalam pasien yang tidak berventilasi. Jika pasien yang
tak diintubasi tak dapat menghasilkan bahan contoh
yang memuaskan melalui batuk, maka mungkin diper-
PATOGENESIS lukan aspirasi nasotrachea atau transtrachea. Pada
Patogenesis pneumonia pascabedah mencakup pasien imunosupresi, tempat lebih penting terapi
kontaminasi paru melalui aspirasi, inhalasi, atau pe- antibakteri spesifik yang dini, maka sering diagnosis
nyebaran limfohematogen organisme penyebab dari dibuat secara agresif dengan menggunakan aspirasi
tempat terinfeksi lain pada pasien ini. Dari lintasan jarum tanspleura, bronkoskopi atau bahkan biopsi
yang mungkin ini, aspirasi merupakan mekanisme ter- paru terbuka. Semua bahan contoh harus dievaluasi
lazim. Intubasi nasogaster dan endotrakea (sering di- dengan perwarnaan Gram, karena ia bisa bermanfaat
perlukan setelah operasi) meningkatkan kemungkinan dalam menyeleksi terapi antibakteri yang tepat. Jika
264 BUKU AJAR BEDAH BAGIAN 1

infeksi L. pneumophila dicuigai, maka aspirat atau menjalani operasi yang lama dan pasien yang deplesi
materi biopsi harus juga dievaluasi dengan teknik anti- gizi, sehingga kekurangan tenaga yang adekuat untuk
bodi fluoresen langsung, karena bisa sulit mendapatkan kerja otot pernapasan. Di samping itu, edema paru
hasil bibpsi yang menunjukkan bahwa organisme ini yang dapat berkembang secara tak diperkirakan selama
patogennya. operasi, bisa juga secara bermakna mengubah pertukar-
an gas paru, sehingga menghalangi ekstubasi yang ber-
hasil dalam masa pascabedah dini.
TERAPI
Terapi pneumonia bakteri pascabedah didasarkan FARMAKOLOGI
atas pemilihan antibiotika yang tepat maupun toilet Faktor farmakologi juga hargs dipertimbangkan
paru yang adekuat. Pertimbangan keadaan klinik dalam pasien dengan komplikasi ini, Agen anestesi
maupun hasil pewarnaan Gram bermanfaat dalam me- seperti metoksifluran dapat terkumpul dalam jaringan
milih agen demikian sebelum mendapatkan laporan adiposus kegemukan dan dilepaskan dalam bentuk
biakan dan sensitivitas, karena yang terakhir ini mung- 'rebound', yang menyebabkan depresi pernapasan
kin tidak tersedia selama beberapa hari. Batang gram setelah pasien diekstubasi. Juga relaksan otot yang di-
negatif pada hapusan sputum biasanya menunjukkan berikan selama,operasi bisa juga terkumpul dan meng-
pilihan agen antipseudomonas maupun yang juga men- ganggu pemulihan kembali ventilasi spontan. Hal ini bi-
cakup patogen lazim lain. Misalnya terapi kombinasi sa lebih mudah timbul dalam pasien gagal ginjal, karena
dalam pasien demikian mungkin mencakup aminogli- kurare diekskresikan oleh ginjal, tetapi kadang-kadang
kosida dan sefalosporin generasi ketiga. Bila ditemukan juga terlihat pada pasien yang telah menerima infus
kokus gram negatif, maka tepat antibiotika yang men- kontinu agen depolarisasi yang bermasa kerja lebih
cakup stafilokokus dan streptokokus serta bisa menca- pendek seperti suksinilkolin. Di samping itu, irigasi
kup sefalosporin generasi pertama atau penisilin intraperitoneal dengan neomisin dapat juga mengha-
resisten penisilinase. Pada pasien yang dicurigai aspirasi, langi kembalinya ventilasi spontan, karena ia mudah
penting mencakup suatu obat yang memberikan ca- diserap oleh peritoneum dan bisa mempotensiasi
kupan anaerob. Di samping itu jika Legionella sttatu kerja obat penghambat neuromuskular nondepolarisasi
kemungkinan, maka diindikasikan pencakupan eritro- yang bermasa kerja lebih lama, seperti kurare dan pan-
misin dalam paduan terapi. Dalam kasus apa pun, kuronium. Dalam keadaan apa pun, otot pernapasan
harus ditekankan bahwa terapi berspektrum luas bisa menjadi atau tetap paralisis untuk masa lama,
demikian perlu disesuaikan secara spesifik ke organisme kecuali keadaan ini dihilangkan dengan neostigmin.
penyebab setelah data biakan tersedia untuk menurun- Penekanan dorongan ventilasi pascabedah (biasanya
kan kemungkinan superinfeksi dengan organisme lain pada pasien tua dengan penyakit obstruktlf kronika)
dan timbulnya strain resisten. terlazim sekunder terhadap kelebihan dosis analgesik
narkotika. Pemulihan farmakologi dengan antagonis
narkotika nalokson bisa bermanfaat dalarn keadaan ini.
Inzufisiensi Pernapasan Akuta

PRESENTASI KLINIK EKSTUBASI


Insufisiensi pernapasan akuta (terutama pada Ekstubasi yang berhasil dapat diramalkan dalam
bentuk terparahnya (ARDS) merupakan salah satu sebagian besar pasien.
Jika kriteria berikut dipenuhi
yang terserius dari semua komplikasi pascabedah. dan mencakup bukti bahwa halangan neuromuskular
Gagal pernapasan pascabedah bisa tampil sebagai dua dihilangkan dengan penyimpangan inspirasi yang
sindroma yang jelas berbeda dan dalam dua hal ber- adekuat maupun gerakan kelompok otot lain: pCo2
beda. Yang pertama dan terlazim adalah salah satu ke- yang tepat untuk pH ini (biasanya 40 torr atau ku_
tergantungan ventilator yang lama setelah anestesi rang), kecepatan pernapasan l5 sampai 25 pernapasan
endotrachea. Hal ini bisa ditemui sebagai kegagalan per menit dan volume tidal 5 sampai 7 ml per kg.
pasien memenuhi kriteria yang dapat diterima untuk Kriteria absolut untuk po2 sulit ditentukan, juga
ekstubasi setelah operasi (lihat setelah ini) atau keper- karena banyak faktor yang mempengaruhi parameter
luan mendesak untuk reintubasi dan memulai lagi ini. Namun patokan rimum bahwa po2 harus paling
sokongan ventilator setelah ekstubasi yang jelas berha- kurang 65 sampai 70 torr dengan pasien bernapas udara
sil. Seperti yang mungkin diperkirakan, komplikasi kamar. Juga indikasi untuk reintubasi juga mencakup
ini tersering dialami oleh pasien tua dengan penyakit kriteria klinik dan laboratorium. Distres pernapasan
paru yang telah ada sebelumnya, oleh pasien yang dengan peningkatan kecepatan lebih dari 30 sampai
KOMPLIKASI BEDAH 265

40 pernapasan per menit biasanya tak dapat diper- meningkat, maka cairan dan protein terkumpul dalam
tahankan untuk waktu yang lama sebelum timbul ruang udara alveolus juga, yang menimbulkan edema
kelelahan otot. Di samping itu, volume tidal yang paru parah dan timbulnya membrana hialin. Bersamaan
rendah kurang dari 300 ml. per pernapasan tidak akan dengan ini ada kehilangan sel Tipe II alveolus dan
memungkinkan pertukaran gas yang adekuat. Mani- penurunan dalam produksi surfaktannya. Proses ini
festasi fisiologi akibatnya dari pola pernapasan demiki- mengurangi komplians, lebih menurunkan FRC dan
an adalah retensi karbon dioksida dengan Pco2 dalam menyokong atelektasis progresif. Karena jumlah alveoli
rentang 45 sampai 50 torr dan hipoksia darah arteri tidak berventilasi tetapi berperfusi meningkat karena
dengan Po2 kurang dari 65 torr. edema dan atelektasis, maka pintas intrapulmoner juga
meningkat, dengan akibat penurunan Po2. Normalnya
Sindroma Gawat Pernapasan Dewasa fraksi pintas sekitar 5 persen, tetapi dengan ARDS, ia
'nilai setinggi 35 sampai 40 persen.6
Sindroma gawat pernapasan orang dewasa ('adult bisa mencapai
respiratory distress syndrome') merupakan jenis utama Pengurangan jumlah resusitasi cairan intravena
kedua insifisiensi paru pascabedah akuta dan bisa atau peningkatan jumlah oksigen yang diinspirasi tidak
hanya didefinisikan sebagai ketak-mampuan pasien akan adekuat untuk mengatasi keadaan ini dalam se-
untuk berventilasi sendiri secara memuaskan tanpa bagian besar pasien. Beberapa ujicoba klinik telah dila-
intervensi mekanik. Sindroma ini jelas berbeda dari kukan yang membandingkan peranan pemberian la-
sindroma yang diuraikan sebelumnya dari ketergan- rutan koloid dan kristaloid intravena dalam etiologi
tungan ventilator yang lama dalam hal perubahan komplikasi dengan konsensus bahwa peningkatan te'
patologi yang timbul dalam paru, yang bertanggung kanan hidrostatik pada yang pertama tidak dilibatkan
jawab bagi penyimpangan fisiologi yang menyertai dalam perkembangannya. Lebih lanjut pemberian ok'
komplikasi ini. Istilah ARDS nama yang salah, karena sigen hanya efektif jika alveoli terbuka, sehingga meng-
gagal pernapasan akuta jenis ini telah terlihat dalam gambarkan kebutuhan melakukan tindakan lain dalam
kelompok anak juga. Lebih lanjut, selama tahun- terapi sindroma ini.
tahun ini, sindroma ini telah mendapat banyak nama,
yang tergantung atas apa yang sekarang dianggap etio-
loginya. Sejumlah istilah ini mencakup paru syok, TERAPI
paru basah, sindroma insufisiensi pernapasan pasca- Ventilasi Mekanik
trauma dan sindroma embolisme lemak pulmonalis' Terapi ARDS terutama menyokong penggunaan
Seperti dinyatakan oleh berbagai tata nama ini, ARDS ventilasi mekanik dan terefektif bila dimulai dini dalam
bisa timbul dalam keadaan trauma masif, syok akibat sindroma ini. Walaupun pada sejumlah kasus hanya
sebab apa pun, trauma intrakranial, luka bakar, sepsis. diperlukan ventilasi sederhana dengan sedikit mening-
pankreatitis, fraktura tulang panjang dan beberapa katkan volume tidal dan FIO2, namun hasil terbaik
transfusi. didapat dengan tambahan tekanan akhir ekspirasi po-
Manife stasi klinik ARDS biasanya takipne'ansietas, sitif (PEEP ='positive end-expiratory pressure').
kelelahan ventilasi karena penurunan komplians "paru Tetapi sebelum memberikan PEEP, bisa diindikasikan
yang kaku", peningkatan pintas arteriovenosa dengan ujicoba singkat diuretika untuk menyingkirkan ke-
hipoksemia dan sering Pco2 yang lebih rendah dari mungkinan bahwa insufisiensi disebabkan oleh edema
yang diperkirakan. Foto thorax bisa normal dalam paru saja. Lebih lanjut, pasien gagal ginjal bisa menda-
awal perjalanan. Tetapi infiltrasi paru bilateral pro- pat manfaat dari dialisis mendesak dalam keadaan ini.
gresif selalu berkembang dan penelitian fungsi paru Bila tindakan ini gagal, maka penggunaan PEEP atau
menunjukkan penurunan komplians dan kapasitas dalam pasien diintubasi yang bernapas spontan, tekan-
sisa fungsional. an saluran pernapasan positif kontinu (CPAP='conti-
nuous positive airway pressure') jelas diindikasikan dan
PATOFISIOLOGI telah menimbulkan peningkatan jelas dalam penyela-
Seperti diusulkan oleh beberapa nalna yang diberi matan pasien dengan komplikasi yang merusak ini.a
kan sindroma ini, maka patofisiologi ARDS bisa men- PEEP bekerja dengan mencegah kolaps alveolus lebih
cakup beberapa faktor. Tetapi hasil akhirnya sama, lanjut dan meningkatkan reinflasi alveoli'yang telah
karena paru hanya satu cara untuk berespon terhadap kolaps. Hasil akhirnya peningkatan kapasitas sisa fung-
trauma secara morfologi. Fase dini ARDS ditandai sional, penurunan dalam luas pintas arteriovenosa
oleh cedera membran aiveolar dan endotel. Mula-mula serta oksigenasi yang lebih baik. Lebih lanjut penggu-
ia menyebabkan perkembangan edema interstisial dan naan PEEP memungkinkan pengurangan dalam FIO2
peradangan. Karena permeabilitasmembrana alveolar yang diperlukan untuk mencegah hipoksemia, yang
266 BUKU AJAR BEDAH BAGIAN 1

juga penting dalam mencegah timbulnya toksisitas yang mendasari. Gizi harus dipertahankan melalui
oksigen dan fibrosis paru. alimentasi enteral atau intravena. Fokus sepsis memer-
Tetapi ventilasi tekanan positif tidak tanpa kom- lukan pembasmian dengan drainase abses yang cepat,
. plikasi, karena ruptura alveolus dengan timbulnya ber- debrideman jaringan nekrotik dan pemberian anti-
ikutnya pneumotoraks, pneumotoraks tegangan, pneu- biotika yang tepat. Probabilitas pasien yang diventilasi
momediastinum dan jarang pneumoperitoneum, telah menderita pneumonia meningkat, sehingga mengharus-
terlihat pada pasien yang diterapi dengan PEEP. I€bih kan pengawasan yang tetap. Edema paru bisa berespon
lazim penurunan curahjantung terjadi karena beberapa terhadap pemberian diuretika, walaupun harus hati
faktor hemodinamik, tetapi terutama mengurangi hati untuk ridak menurunkan volume vaskular terlalu
aliran balik vena dengan penurunan berikutnya isi besar, agar tidak terjadi penurunan curahjantung,
sekuncup ventrikel .kiri.ls' le. Potensi bagi kompli yang memerlukan penurunan tak tepat dalam PEEP.
kasi ini membenarkan pemeriksaan rutin dengan film Secara keseluruhan, pemahaman dan penatalak-
thorax berseri dan pemantauan cermat sistem kardio- sanaan ARDS telah membaik sampai saat pasien muda
vaskular dengan kateter Swan-Ganz. yang mengalami penyembuhan penyakitnya yang men-
Bila dibuat diagnosis ARDS, maka pasien diintu- dasari, diharapkan bertahan hidup. Namun menetapnya
basi dan diventilasikan dengan respirator diregulasi sebab yang mencetuskan atau yang lebih buruk, tim-
volume, PEEP ditambahkan dalam peningkatan 3 bulnya kegagalan organ majemuk biasanya menggam-
sampai 5 cm H2O sampai Po2 adekuat (lebih dari 60 barkan prognosis yang buruk.
torr) dicapai dengan menggunakan FIO2 terendah
mungkin. Umumnya usaha dilakukan untuk memperta-
hankan FIO2 pada 50 persen atau kurang (tingkat yang
dapat timbul kerusakan paru akibat toksisitas oksigen) GAGALGINJAL
sementara tidak melebihi PEEP 15 cm HzO. Namun Insufisiensi ginjal merupakan komplikasi serius,
terapi bertujuan untuk oksigenasi yang memuaskan, apakah ia timbul dalam pasien bedah atau nonbedah;
sehingga peningkatan dalam PEEP dan FIO2 di atas
tetapi ia telah menambah bermakna dalam yang per-
garis penuntun ini kadang-kadang diperlukan. Dalam
tama, karena ia disertai dengan angka mortalitas 50
keadaan ini, konsensus saat ini menentukan pening-
persen atau lebih tinggi.2z Cvahurina kurang dari
katan cermat dalam PEEP dengan sokongan kardiovas-
500 ml per hari atau kurang dari 0,5 ml per kg per
kular melalui tambahan volume intravaskular dan peng-
-gunaan bijaksana obat inotropik jika curah jantulg jam didefinisikan sebagai oliguria dan merupakan tanda
ancaman gagal ginjal akuta (ARF). Anuria total jarang
turun ketimbang ventilasi lama dengan tingkat FIO2
ditemukan dan terutama terlihat pada pasien obstruk-
80 sampai 100 persen.2a
si pascarenal atau nekrosis korteks tak reversibel.
Di samping PEEP, penggunaan ventilasi diharuskan Insufisiensi ginjal bisa juga dimanifestasikan oleh
intermiten (Iittv='intermittent mandatory ventilati- nonoliguria atau bahkan curah urina volume tinggi dan
on') juga telah menolong dalam memperbaiki hasil karena itu bisa tidak dihargai pada awal perjalanannya.
pasien dengan ARDS. Teknik ini memungkinkan pasien
Di samping untuk mengklasifikasi insufisiensi ginjal
bernapas spontan, sementara memberikan pernapasan
menurut jumlah produksi urina, komplikasi ini telah
tambahan dikendalikan ventilator pada kecepatan yang
dibagi secara klasik ke dalam tiga kategori yang ter-
telah ditentukan sebelumnya sesuai keperluan. Sehing- gantung atas tempat fisiologi abnormal : (l) azotemia
ga IMV mengurangi keperluan bagi sedasi dan paralisis prarenal (hipovolemia), (2) azotemia renal (cedera
sementara melindungi sedikit tonus otot pernapasan. giriial) aan (3) azotemia pascarerwl (uropati obstruk-
l*bih lanjut telah didalilkan bahwa penggunaan IMV tif).
bisa menghasilkan perbaikan fungsi paru dan kardio- Perkembangan insufisiensi ginjal lebih lazim pad,a
vaskular serta secara serentak membuat penyapihan pasien tua, terutama yang menjalani tindakan kardio-
dari ketergantungan ventilator merupakan tugas vaskular dengan pintas kardiopulmoner atau klem
yang lebih mudah.a Akhirnya karena ARDS menyem- silang aorta. Komplikasi ini bisa timbul dalam kelom-
buh dan sokongan ventilator tidak lagi diperlukan, pok usia berapa pun jika ada faktor predisposisi yang
maka banyak pasien mendapat manfaat dari masa tepat. Pasien kelemahan ginjal ringan yang telah ada
pernapasan CPAP sebelum ekstubasi.
sebelumnya, yang telah menjalani angiografi segera
sebelum operasi, yang telah mengalami masa hipotensi
Terapi Kelainan yang Mendasari selama operasi atau yang telah menerima obat yang
Pendekatan terpadu bagi ARDS mencakup tidak mungkin nefrotoksik setelah operasi paling mungkin
hanya sokongan ventilator, tetapi juga terapi kelainan calon bagi timbulnya insufisiensi ginjal. Di samping
KOMPLIKASI BEDAH 267

itu, keadaan apa pun yang menyebabkan ketak-stabilan ke penggantian cepat yang adekuat pada pasien yang
hemodinamik dalam masa pascabedah, seperti payah jelas tanpa payah jantung kongestif. Hal ini dapat di-
jantung atau sepsis, juga menempatkan pasien pada capai dengan pemberian bolus cairan intravena antara
risiko bermakna bagi timbulnya ARF. 500 dan 1000 ml' saline' normal atau laktat Ringer
dalam masa singkat (30 umpai 60 menit). Biasanya
ia'mengekspansikan volume vaskular yang cukup untuk
Azotemia Prarenal meningkatkan curah urina ke tingkat yang memuaskan.
Jika tidak, harus diberikan bolus kedua dan jika mung-
ETIOLOGI .
kin harus diukur tekanan vena sentral (CW) atau
Hipoperfusi ginjal merupakan sebab terlazim azo' tekanan 'wedge' pulmonalis (PWP). Nilai kurang dari
temia prarenal dalam pasien bedah. Karena azotemia 12 mm. Hg dalam kasus mana pun menunjukkan me-
prarenal mudah reversibel jika segera dikenal dan di- netapnya penurunan volume vaskular dan membenar-
terapi, maka ia harus dicurigai pada pasien mana pun kan resusitasi cairan
yang kontinu sampai pengeluaran
yang menderita oliguria atau disfungsi ginjal biokimia. urina membaik atau 'compartment' vaskular diisi lagi.
Perfusi ginjal dan fungsi nantinya tergantung atas be- Setelah pengeluaran adekuat (30 sampai 50 ml per
berapa faktor, yang mencakup curah jantung, tekanan kg) dibentuk kembali, seharusnya dipastikan bahwa
darah, volume intravaskular dan tenaga neuroendokrin sebab yang mendasari juga telah diterapi. Perdarahan
yang mempengaruhi laju filtrasi glomerulus (GFR) bermakna harus diterapi dengan transfusi darah, se-
serta ekskesi garam dan air. Sehingga evaluasi awal dangkan kecepatan infus untuk pemeliharaan larutan
pasien oliguria diarahkan ke penentuan apakah ada ke- intravena harus disesuaikan kembali ke lebih tepat
lainan dalam salah satu faktor ini. Misalnya takiarit- rnendekati kehilangan cairan yang sedang berlangsung.
mia jantung bisa diikuti oleh pengisian ventrikel kiri Diuretika tidak diindikasikan dalam terapi azotemia
tak lengkap dan kemudian penurunan curah jantung' prarenal diinduksi hipovolemia, karena diuresis yang
Tetapi lebih lazim penurunan volume vaskular merupa- diinduksi secara farmakologi tanpa resusitasi cairan
kan sebab primer pengurangan aliran darah ginjal yang adekat bisa hanya merumitkan keadaan ini
dan penurunan GFR. Ha1 ini dapat dikenal dengan dengan menyebabkan dehidrasi lebih lanjut.
gambaran kLinik dan tes laboratorium. Sebab lain azotemia prarenal yang mencakup
Hipovolemia harus dicurigai pada pasien yang telah payah jantung kongestif (CHF), perdarahan gastro-
menderita trauma serius atau yang telah mengalami intestinalis dengan stasis intralumen dan pemberian
perdarahan berlebihan akibat perdarahan selama atau intravena asam amino konsentrasi tinggi dalam pasien
setelah operasi. Di samping itu, pasien kehilangan cair- dengan fungsi ginjal marginal, memerlukan pendekatan
an volume tinggi, baik yang dapat diukur seperti as- terapi agak berbeda. Ia terutama benar pada pasien
pirasi sonde nasogaster dan drainase ileostomi atau oliguria dengan CHF, tempat masalahnya penurunan
yang tak dapat diukur seperti asites dan sekuestrasi curah jantung yang dipersulit oleh volume intravaskular
ruang ketiga, juga pada peningkatan risiko. Gambaran berlebihan. Di sini pengurangan CVP atau 'preload'
klinik seperti takikardia, hipotensi, penurunan turgor memuaskan, sehingga biasanya diperlukan pemberian
pembatasan cairan dan pemberian diuretik, seperti
kulit dan ansietas rnenggambarkan penurunan volume
vaskular.
juga penggunaan hati-hati obat inotropik. Peningkatan
Dengan azotemia prarenal, ginjal masih tak cedera; nitrogen urea darah (BUN = 'blood urea nitrogen')
yang tak sebanding dengan kadar kreatinin serum dan
sehingga responnya terhadap hipoperfusi dapat dira-
malkan. Konsentrasi urina akan meningkat karena pengeluaran urina. bisa menunjukkan adanya darah
ginjal berusaha menghemat air dan natrium. Hal ini dalam usus atau bisa hanya manifestasi alimentasi
meningkatkan berat jenis (biasanya lebih dari 1,020), intravena. Dalam keadaan lain, disfungsi ginjal sendiri
osmolalitas urina lebih dari 500 mOsm. (bisa lebih bukan penyebabnya, sehingga tindakan mendesak
dari 1000 m0sm.) dan konsentrasi natrium urina untuk memperbaiki fungsi ginjal tidak diindikasikan.
kurang dari 20 mEq per liter. Lebih lanjut, rasio kon- Juga mungkin hanya diperlukan pengendalian pgrda-
sentrasi urea urina terhadap plasma dan konsentrasi rahan atav pengurangan dalam kecepatan CVN.
urea terhadap kreatinin plasma lebih dari 10. Akhirnya
sedimen urina dalam azotemia prarenal bersifat normal. Azotemia Renal
Azotemia renal atau gagal ginjal akuta terutama
TERAPI terlihat dalam keadaan hipoperfusi ginjal menetap dan
Karena banyak pasien bedah dengan tanda azote- parah, sehingga harus dicurigai dalam jenis pasien yang
mia prarenal terdeplesi cairan, maka terapi diarahkan sama, yang berisiko bagi timbulnya azotemia prarenal.
268 BUKU AJAR BEDAH BAGIAN 1

Terlazim ARF merupakan jenis oliguria; tetapi ia bisa memekatkan hilang, yang menyebabkan produksi
juga tampil dengan pengeluaran urina normal sampai isostenuria dengan osmolalitas urina kurang dari 400
tinggi. Walaupun etiologi gagal ginjal oliguria dan non- m0sm. dan tanpa glikosuria dan proteinuria, maka
oliguria tumpang tindih, narnun telah diusulkan bahwa berat jenis sekitar 1,010. Rasio konsentrasi urea urina/
ARF pengeluaran tinggi mungkin lebih sering karena plasma biasanya kurang dari 4 serta rasio konsentrasi
obat nefrotoksik ketimbang ARF oliguria.3 Di samping urea plasma terhadap kreatinin plasma kurang dari
itu dirasakan bahwa pasien ARF nonoliguria mengala- 10. Pemeriksaan sedimen urina bisa menunjukkan sel-
mi perjalanan rumah sakit yang kurang abnormal, sel tubulus serta silinder sebagai bukti cedera parenkim.
memerlukan lebih sedikit dialisis dan mempunyai Skintigrafi ginjal memperlihatkan pengurangan aliran
kelangsungan hidup keseluruhan yang lebih besar dari- darah dibandingkan dengan aorta dan tidak dibersih-
pada pasien oliguria..Tetapi ARF bliguria saja (seperti kannya penjejak ('tracer') pada fase parenkima. Perban-
digambarkan sebelumnya, disertai dengan mortalitas dingan nilai laboratorium dan kriteria klinik yang lazim
50 persen atau lebih dalam pasien bedah. Bila ARF digunakan untuk membedakan azotemia prarenal dan
disertai oleh kegagalan organ lain, seperti dengan ik- renal ditampilkan dalam TabeI2.
terus dan disfungsi hati, perdarahan gatrointestinalis
atau gagal pernapasan, maka probabilitas kematian TERAPI
bahkan lebih besar. Kebanyakan pasien ARF yang baru terjadi harus
Iskemia ginjal merupakan faktor menonjol dalam diterapi dengan ujicoba resusitasi cairan seperti yang
patofisiologi ARF dan menimbulkan cedera pada telah diuraikan sebelumnya untuk azotemia prarenal,
glomerulus dan tubulus renalis. Nekrosis tubulus akuta karena kadang-kadang sulit membedakan keduanya pa-
(ATN) yang pernah dianggap unsur dominan dalam da saat mulai. Aliran darah ginjal bisa meningkat dalam
ARF, dimanifestasikan secara morfologi oleh dilatasi sejumlah kasui oleh pemberian dopamin, karena obat
tubulus distalis yang terdiri dari epitel yang mendatar ini meningkatkan aliran renalis dan splanchnicus bila
serta yang mengandung silinder leukosit dan sel-sel digunakan dalam dosis rendah nonvasopresif (2 sampai
nekrotik.5 Di samping itu, edema interstisial, infiltrat 5 ptg per kg. per menit). Furosemid yang diberikan
sel ringan dan area nekrosis fokal serta regenerasi ter- intravena dalam dosis besar (100 sampai 1000 mg) bisa
lihat dalam tubulus proximalis. Tetapi apakah per- bermanfaat dalam menegakkan diagnosis, karena
ubahan morfologi ini benar-benar menyebabkan dis- gagal ginjal prarenal berespon dengan diuresi$, sedang-
fungsi tubulus atau tidak, agak kontroversial. Sebalik- kan ginjal dalam ARF tidak. Di samping itu, furosemid
nya bukti percobaan menggambarkan bahwa aliran dan manitol dilaporkan mempunyai efek vasodilatasi
darah glomerulus dan filtrasi berikutnya jelas menurun pada vaskular renalis, sehingga bisa mempunyai sejum-
setelah deraan nefrotoksik atau iskemik, sehingga bisa lah manfaat terapi pada awal perjalanannya. Bukti per-
juga menyokong bermakna pada sebab oliguria.T cobaan belakangan ini menggambarkan bahwa kemudi-
Berbeda dari apa yang terlihat dalam tubulus renalis, an bisa ada peranan klinik bagi penggunaan'scavenger,
glomerulus tampak normal secara mikroskopik, kecuali gugusan oksigen seperti superoksida dismutase atau
bagi adanya endapan fibrin, sehingga penjelasan
anatomi untuk penurunan filtrasi glomerulus ini tidak
tersedia. Namun dalam ARF, pintas darah menjauhi
TABEL 2. Kriteria lnboratorium fun Klinik bagi
cortex renalis tidak terjadi. Apakah ini karena tenaga
Difermsiasi Azatemia haginial dan Ginial
neuroendokrin seperti rangsangan saraf simpatik dan
pelepasan katekolamin yang menyertai syok, aktivasi Gagal Gagal
sistem renin-angiotensin atau hanya obstruksi vaskular Kriteria Praginjal Git\ial
intraglomerulus, belum jelas.
Berat jenis urina ) r,ozo 1,010
Natrium urina ( zo moq.7r. ) +o mnq.1t.
DIAGNOSIS Osmolalitas urina ) 5oo mosm. ( 4oo mosm.
Diagnosis ARF didasarkan atas adanya disfungsi Konsentrasi urea urinaf )ro (q
plasma
ginjal dalam pasien yang dominan oliguria, tempat (10
Kreatinin urina/plasma )ro
telah disingkirkan sebab prarenal dan pascaienal bagi Sedimen urina Normal Sel epitel dan
azotemia. Berbeda dari azotemia prarenal, ginjal dalam silinder
ARF cedera, sehingga'responnya terhadap hipoperfusi Respon terhadap resu- Diuresis Tanpa diuresis
ginjal tidak tepat. Walaupun ada oliguria, konservasi sitasi cairan
Respon terhadap pem- Diuresis Tanda diuresis
garam tidak timbul dan natrium urina biasanya me-
berian furosemid
ningkat (lebih dari 40 mEq. per liter). Kemampuan
KOMPLIKASI BEDAH 269

penghambat saluran kalsium seperti verapamil dalam tinalis, somnolen dan koma, Gejala ini biasanya disertai
stadium pascacedera awal ARF. Ujicoba klinik belum dengan kadar BUN lebih dari 150 mg. per 100 m1.,
dilakukan untuk obat ini. 'tetapi kemunculannya bervariasi dan sulit mengguna-
Setelah diagnosis ARF ditegal'kan, terapi terutama kan konsentrasi BUN sebagai pembimbing satu-satu-
terdiri dari pembatasan cairan jika volume intravas- nya bagi keperluan untuk terapi. Tetapi perkembangan
kular adekuat. Bagi kebanyakan pasien, masukan di berlebihan beban cairan dengan payah jantung konges-
batasi antara 500 dan 700 ml per hari. Ia kebutuhan tif nantinya dan edema paru, hiperkalemia atau asidosis
yang tak dapat dikendalikan serta adanya dalam darah
cairan pemeliharaan total dan harus mencakup semua
pemberian intravena tambahan seperti obat "kuda- senyawa toksik, yang diekskresikan ginjal, maka se-
muanya memerlukan dialisis mendesak.
kuda" ('piggy-backed'). Tetapi tepat menggantikan ke-
hilangan besar yang sedang berlangsung, seperti sonde
nasogaster dan drainase ileostomi, di samping paduan
pemeliharaan. DIALISE
Semua senyawa yang mungkin toksik yang dieks-
Hemodialisis
kresikan ginj.al harus dihentikan dari terapi atau do-
sisnya disesuaikan dengan tepat. Yang terpenting dari Terapi dialisis dapat dicapai dengan hemodialisis
ini adalah kalium dan antibiotika aminoglikosida. atau dialisis peritoneum. Hemodialisis memungkin-
Kalium tambahan harus disingkirkan dari larutan kan koreksi lebih cepat bagi hiperkalemia dan asidosis
intravena serta antibiotika yang mengandung garam serta pembuangan senyawa toksik dibandingkan diali-
kalium harus disesuaikan dengan ekuivalen natriumnya. sis peritoneum, walaupun kelebihan cairan intravas-
Sebaliknya pasien ARF berpengeluaran tinggi sebenar- kular dapat dibuang secara e{isien dengan metode apa
nya bisa mengekskresikan kalium di samping kehilang- pun Hemodialisis memerlukan jalan vaskular serta ia
an airnya yang banyak. Analisis elektrolit urina dapat mudah dicapai dengan kanulasi perkutis vena
bermanfaat, sehingga dapat dilakukan penambahan ka- subclavia atau femoralis dengan kateter berdiameter
lium ketimbang pembatasan jika diperlukan. Nutrisi besar. Jika hal ini tidak mungkin, maka pintas arterio
bisa juga memainkan peranan penting dalam menghi- venosa dapat dikonstruksi dengan menggunakan kanula
langkan cedera parenkima dalam ARF. Bukti klinik Teflon dan pipa Silastic seperti diuratikan oleh
dan percobaan mempe rlihatkan kemanjuran pemberian Quinton dan Scribner. Dua tempat yang tersering di-
asam amino esensial dan glukosa hipertonik (CVN gunakan untuk penempatan pintas adalah pergelangan
gagal ginjal) dalam memperpendek masa pemulihan. tangan melalui arteria radialis dan vena cephalica (Gam-
bar 6) serta pergelangan kaki melalui arteria tibialis
posterior dan vena saphena. Komplikasi lazim hemodia-
lisis untuk ARF mencakup ketak-stabilan kardiovasku-
PEMULIHAN lar dengan hipotensi karena aliran cairan yang masif;
Untuk yang bertahap hidup terhadap ARF, lama konvulsi karena sindroma ketak-seimbangan ('dise-
disfungsi ginjal yang biasa 7 sampai 21 hari, dengan kuilibrium') dialisis akibat terlalu cepatnya koreksi ure-
sejumlah disfungsi menetap selama beberapa minggu mia serta kontaminasi jalan kanula serta kemudian
lebih lama. Jarang pemulihan lengkap cedera ginjal bakteremia dan kemungkinan sepsis.
yang berlangsung lebih dari 4 minggu, walaupun
kadang-kadang terlihat. Selama masa kelemahan ginjal
ini, kadar kreatinin serum umumnya meningkat pada Dialisis Peritoneum
kecepatan tetap sekitar 2,0 mg per 100 ml. per hari, Dialisis peritoneum jangka singkat (1 sampai 3
sedangkan luas peningkatan BUN kurang dapat dira- hari) dicapai dengan penempatan kateter perkutis
malkan. Pemulihan dari ARF dimanifestasikan oleh yang menggunakan jenis kateter dan teknik yang lazim
kembalinya pengeluaran urina normal dan bisa disertai digunakan dalam bilas peritoneum diagnostik untuk
oleh penurunan cepat dalam solut. Beberapa pasien, trauma abdomen. Ia tidak layak digunakan pada pasien
terutama yang menderita jenis ARF oliguria, sebenar- dengan beberapa parut abdomen (karena kenrungkinan
nya bisa mengalami fase poliuria yang singkat selama secara tak sengaja mencederai usus yang mungkin
awal pemulihan. Karena masa oliguria bisa berlangsung melekat ke dinding abdomen) atau pada pasien yang
singkat, maka terapi dialisis di samping tindakan yang memerlukan terapi jangka lama. Dalam kasus terakhir
diuraikan sebelumnya tidak selalu diperlukan. Dialisis ini, "mini-laparotomi" dilakukan untuk menempatkan
harus ditahan sampai komplikasi uremia timbul, seperti kateter. Dialisis peritoneum dapat aman dilakukan
pruritus, koagulopati dengan perdarahan gastrointes- dalam masa awal pascabedah, asalkan pasien mempu-
270 BUKU AJAR BEDAH BAGIAN 1

Gambar 6. Pintas arteriovenosa untuk hemodialisis. A, Pernaparan artefi dan verw. B, Kanulasi arteria radialis. C, Pintas yang diguna.
kan seloma dialMs. D, Pintas yang digabung dnlam pembalutan selama dialMs. E, Karulasi vena. (turt Sabiston, D.C., Jr. (Ed.):
Davis-Christopher Textfuok of Surgery, 12th ed. Philadelphia, ll.B. Saunders Company,1981, hlm.478.)

nyai luka tertutup aman yang tidak akan membocor- Azotemia Pascarenal
kan dialisat. Karena antikoagulasi tidak diperlukan,
maka jenis dialisis ini bisa sangat menguntungkan
ETIOLOGI
pada pasien dengan diatesis hemoragika. Di samping
itu adanya sepsis peritoneum generalisata yang dini Azotemia pascarenal menunjukkan perkembangan
tidak kontraindikasi mutlak dialisis jenis ini, karena gagal ginjal sekunder terhadap obstruksi aliran keluar
pertukaran dialisat yang sering dilakukan bisa mem- urina. Komplikasi ini terTazim timbul pada pria tua
bantu dalam menghilangkan kontaminan bakteri dengan obstruksi saluran keluar vesica urinaria dan
dengan bilas mekanik. hipertrofi prostata benigna atau atonia vesica urinaria
Juga dialisis peritoneum bisa merupakan terapi dan disfungsi sekunder terhadap dilatasi vesica urinaria
dialisis terpilih bagi pasien ARF yang menyertai pan- akuta. Masalah ini dapat dicegah dengan kateterisasi
kreatitis parah, juga karena manfaat tambahan mem- vesica urinaria prabedah pada pasien yang telah dipre-
buang toksin intraabdomen yang dilepaskan oleh pan- disposisi ke perkembangan ini. Anuria pada pasien
creas yang cedera. Sebaliknya adanya peritonitis yang dengan kateter yang dibiarkan terpasang bisa karena
telah terbentuk dengan cakupan usus yang luas sumbatan dengan bekuan darah atau kekusutan ('kin-
bersama fibrin, perlekatan usus majemuk atau hemato- king') kateter. Jika patensi kateter telah dibentuk,
ma intraperitoneum yang luas tidak mengakibatkan maka anuria total secara tak langsung berarti obstruk-
tercapainya dialisis peritoneum yang efisien karena si ureter bilateral, yang sangat jarang ditemukan.
pengurangan luas permukaan peritoneum, Komplikasi Namun cedera ureter bilateral yang tak dikenal kadang-
kateter dialisis peritoneum yang ditempatkan perkutis kadang timbul selama operasi pelvis, karena salah
terutama melibatkan trauma pada visera yang men- menempatkan jahitan atau laserasi yang kurang hati-ha-
dasari dengan perdarahan dan sepsis. Kontaminasi ti. Di samping itu obstruksi ekstrinsik karena neoplasia
kateter dan/atau dialisat dengan peritonitis berikutnya atau fibrosis retroperitoneumjuga telah disertai dengan
tetap komplikasi terlazim dalam bentuk terapi akuta timbulnya azotemia pascaginjal, sehingga kemungkinan
dan kronika. ini perlu disingkirkan.
KOMPLIKASI BEDAH 271

DIAGNOSIS dengan dekompresi abdomen sering menimbulkan di


uresis segera dengan pemulihan gagal ginjal.
Diagnosis azotemia pascarenal tergantung atas
indeks kecurigaan yang tinggi, penghilangan sebab SEKRESI ADH TAK TEPAT
gagal prarenal dan renal serta pembuktian obstruksi
Oliguria bisa karena sekresi hormon antidiuretik
dengan pemecahan masalah melalui kateterisasi vesica
(ADH) tak tepat, yang meningkatkan resorpsi air dari
urinaria atau pembuktian obstruksi dengan ront-
genografi kontras ureter retrograd. Penghilangan obs'
urina dengan meningkatkan permeabilitas tubulus
distalis. Sindroma ini terdiri dari penurunan curah
truksi aliran urina bisa sementara waktu dicapai dengan
urina, edema, toksisitas air dengan hiponatremia parah,
lintasan retrograd kateter ureter atau dengan pielos-
tomi perkutis. Hal ini sering menyebabkan diuresis mual, muntah serta kemudian perubahan neurologi
dan keadaan mental. Sindroma ADH tak tepat tersering
pascaobstruksi masif dengan kehilangan elektrolit
ditemukan pada pasien yang telah menderita trauma
dan cairan yang ada. Intervensi segera mencegah tim-
kapitis berlarut-larut atau menjalani tindakan bedah
bulnya kerusakan perenkima ginjal yang permanen
saraf. Di samping itu, sejumlah pasien karsinoma sel
serta harus merupakan tujuan terapi primer.
kecil paru bisa juga menderita sindroma ini melalui
produksi ADH ektopik. Diagnosis dikonfirmasi dengan
Lingkungan Khusus
memperlihatkan kadar natrium urina yang tinggi
Beberapa keadaan pada pasien pascabedah disertai dengan adanya hiponatremia. Usaha mengoreksi kadar
dengan gagal ginjal atau',liguda bukan karena penurun- natrium serum yang rendah dengan pemberian natrium
an GFR yang diinduksi hipovolemia sendiri, sehingga intravena dikontraindikasikan, karena ia menyebabkan
mem ben arkan pertimbangan te-rpisah. R eak si t ra n sfu si retensi air lebih lanjut dengan pemburukan hiponatre-
yang disebabkan oleh pemberian darah yang tak cocok mia. Juga terapi hanya terdiri dari pembatasan air,
bisa dicakup , sebagai bagian gejala sisanya hemolisis karena keadaan ini biasanya sembuh sendiri.
masif, hemoglobinemia, hemoglobinuria dan kemung-
kinan penutupan ginjal. Juga dan agak lebih lazim,
adalah gagal ginjal yang bisa berkembang sebagai IKTERUS PASCABEDAH
akrbal mioglobinurin parah, seperti yang bisa terlihat
Ikterus sering ditemukan merupakan komplikasi
dalam trauma meremukkan serta keadaan lain, tempat
setelah opbrasi jerifd apa puri' dan bisa mempunyai
timbul nekrosis dan iskemia otot yang luas. Etiologi
banyak sebab berbeda (Tabel 3). Hiperbilirubinemia
ARF dalam kedua kasus ini sama, yaitu hasil obstruksi
bisa karena produksi pigmen empedu berlebihan, yang
mikrosirkulasi ginjal dengan terpresipitasinya hemo-
bisa timbul dengan hemolisis masif; penurunan kemam-
globin atau mioglobin dan silinder. Di samping peng-
hilangan faktor penyebab, seperti penghentian segera
transfusi darah, maka terapi bentuk khusus ARF ini TABEL 3. Sebab Lazim Ikterus Pascabefuh
terdiri dari hidrasi, pemberian furosemid dan manitol
untuk mendorong diuresis serta alkalinisasi urind Hemolisis
Darah ekstravasasi, hematoma dsb.
dengan pemberian sistemik natrium bikarbonat untuk
Reaksi transfusi
melambatkan pembentukan silinde r. Reaksi boat
Sepsis
PENINGKATAN TEKANAN INTRAABDOMEN Penyakit parenkima hati
Eksaserbasi penyakit hati yang telah ada sebelumnya
Pasien yang menderita distensi abdomen masif Hepatitis virus
dan peningkatan tekanan intraabdomen sekunder Cedera diinduksi syok
terhadap hemoperitoneum bisa menderita ARF oligu- Abses intrahepatik
ria, bahkan dalam menghadapi volume intravaskular Kolestasis
Diinduksi obat
yang adekuat dan tekanan darah yang normal. Etio- Sepsis
logi tepat fenomena ini belum pasti, walaupun ia tidak Nutrisi vena sentral
tampak karena penurunan curah jantung atau obstruksi Penyakit saluran empedu
ureter. Juga ia bisa sekunder terhadap kompresi vena Koledokolitiasis
Ligasi saluian empedu tidak hatihati
renalis dan disertai dengan tekanan intraabdomen lebih
Fistula atau kebocoran empedri
besar dai'i 25 mm.Hg, seperti yang diperhitungkan de- Kolesistitis
ngan mengukur tekanan dalam vesica urinaria melalui Pankreatitis dengan obstruksi saluran empedu
kateter Foley yang dibiarkan terpasang seperti diurai- Striktura saluran empedu karena trauma
kan oleh Kron dan rekannya.l4 Reoperasi mendesak
272 BUKU AJAR BEDAH BAGIAN 1

puan hati untuk mengolah beban pigmen, seperti pascabedah dini, bila disebabkan oleh transfusi darah
dalam kasus kelainan parenkima hati seperti hepatitis; yang tak cocok, bisa dimanifestasikan oleh demam,
atau obstruksi sistem saluran empedu. Tahap awal kedinginan, diatesis hemoragika dan mungkin gagal
dalam mengevaluasi pasien yang baru ikterus dengan ginjal, sehingga harus cepat dikenal, sehingga dapat di
menentukan sebab yang dapat dihubungkan dengan lakukan tindakan terapi yang tepat. Transfusi darah
kategori masalah yang luas ini. Dalam hai ini bermanfa- dari bank ketimbang darah segar dengan penurunan
at uraian operasi pasien dan perjalanan klinik. Misal- masa hidup eritrosit sering merupakan sebab hemolisis
nya pasien alkoholisme bisa cenderung menderita he- pascabedah, yang tingkatnya tergantung atas jumlah
patitis, sedangkan transfusi intrabedah masif sering darah yang rl.iberikan. Hemolisis bisa juga dicetuskan
menyebabkan hemolisis serta tindakan saluran empedu oleh pemberian berbagai obat, karena cacat eritrosit
lebih cenderung menyebabkan obstruksi saluran em- intrinsik, hemoglobinopati atau autoimunitas. Yang
pedu daripada jenis operasi lain. Dalam membuat di- terakhir dapat dibuktikan dengan timbulnya reaksi
agnosis yang tepat juga penting analisis kualitatif Coomb positif dan mudah berespon terhadap penghen-
dan kuantitatif jenis hiperbilirubinemia. tian obat penyebab. Banyak pasien anemia hemolitik
Bilirubin diukur sebagai pigmen dikonjugasi ('di- autoimun Coomb positif tidak mempunyai sebab yang
rect') atau tak dikonjugasi ('indirect'), kombinasi ke- jelas. Hemolisis, terutama dalam anak, bisa disertai
duanya memberikan nilai bilirubin total. Karena dengan sepsis, walaupun patofisiologi spesifik varian ini
biotransformasi bilirubin timbul dalam hati, maka pe- belum dipahami.
nentuan jenis dominannya sering sangat bermanfaat
dalam melokalisasi sumber ikterus. Di samping itu ana-
DIAGNOSIS
lisis urina bagi bilirubin menambah bukti konfirmasi.
Bilirubin tak dikonjugasi tidak larut dalam air dan Luas ikterus klinik yang menyertai hemolisis biasa-
tidak tampil dalam urina bahkan sewaktu ada dalam nya ringan, kecuali penyakit parenkim hati ada bersa-
konsentrasi tinggi dalam serum, sedangkan hiperbiliru- maan atau pasien telah menderita hemoglobinopati
binemia 'direct' dimanifestasikan oleh urina yang gelap. yang mendasari, seperti anemia sel sabit atau talasemia.
Tetapi bilirubin urina tidak boleh dikelirukan de- Diagnosis hemolisis dikonfirmasi dengan peningkatan
ngan adanya urobilinogen" Urobilinogen merupakan fraksi bilirubin serum tak dikonjugasi, pengurangan
metabolit bilirubin tak dikonjugasi yang tak berwarna konsentrasi haptoglobin serum dan profil enzim hati
yang dibentuk usus dan dibersihkan ginjal. Konsentrasi yang normal. Terapi ikterus hemolitik diarahkan ke
urobilinogen urina sebagian tergantung atas adanya bili koreksi sebab yang mendasari. Juga ada kebutuhan bagi
rubin dalam usus. Sehingga dengan menggunakan jenis kesabaran, karena ia proses yang sembuh sendiri.
informasi ini. dapat dirarnalkan misalnya bahwa pasien Walaupun kasus ringan tidak merugikan, namun hemo-
ikterus yang diinduksi hemolisis akan mempunyai lisis masif bisa mencetuskan gagal ginjal karena hemo-
peningkatan urobilinogen urina dan bilirubin urina globinuria.
yang rendah, sedangkan pasien dengan ductus chole,
dochus terobstruksi tampil dengan gambaran yang Disfungsi Parenkima Hati
tepat berlawanan. Kelainan parenkima hati bertanggung jawab bagi
perkembangan ikterus dalam banyak pasien. Cedera
Hemolisis sel hati bisa mendahului operasi pada pasien hepatitis
Hemolisis darah yang ditransfusi dan reabsorpsi aktif, sirosis atau alkoholisme, tempat ikterus "ber-
darah yang diekstravasasi merupakan sebab terlazim ulang" bisa menampilkan eksaserbasi penyakitny a y ang
peningkatan pigmen dalam masa pascabedah. Sehingga mendasari. Tetapi cedera bisa menyertai syok peri-
sebagai tahap awal dalam evaluasi hiperbilirubinemia dan pascasyok atau diinduksi obat. Varian terakhir
'indirect', harus ditentukan apakah keadaan yang me- dari disfungsi hati sering merupakan komponen
nyebabkan ini ada. Hematoma intraabdomen, retro- sindroma gagal organ majemuk.
peritoneury dan pelvis sering merupakan sumber darah
yang diekltravasasi. Adanya lesi ini biasanya mudah HEPATITIS DIINDUKSI OBAT
dikenal atau diduga karena keadaan operasi atau Flepatitis diinduksi anestesi sering dilibatkan, te-
trauma pasien. tapi kejadian yang jarang terbukti, yang telah menyer-
tai pemberian halotan atau metoksifluran ke pasien
ETIOLOGI yang mungkin menderita hipersensitivitas terhadap
Tetapi sebab hemolisis intravaskular kadang-ka- obat ini.23 Pemaparan awal ke zat anestesi ini bisa me-
dang lebih sulit dikenal. Hemolisis intraoperatif atau nyebabkan hanya hepatitis nonikterus ringan, yang
KOMPLIKASIBEDAH 273

Iazimnya tak pernah terdiagnosis. Tetapi dengan pe- HEPATITIS VIRUS


maparan berikutnya, ikterus bisa parah dan disertai Hepatitis virus, walaupun sebab lazim ikteius
oleh nekrosis hati yang iuas, seperti dimanifestasikan pascabedah dan disfungsi hati, tersering tidak terlihat
oleh peningkatan jelas konsentrasi enzim hati' hati sampai beberapa minggu atau lebih setelah operasi
membesar yang nyeri tekan dan ensefalopati.
karena masa inkubasi yang diperlukan berbagai
patogen. Karena protokol penyaring yang tekun untuk
TRAUMAPARAH
antigen penyerta hepatitis (HAA='hepatitis associated
Hipotensi dan hipoksia sering ditemukan dalam antigen'), maka hepatitis B agak kurang sering diban-
pasien trauma parah dan dalam perjalanan banyak dingkan masa lalu, seperti juga infeksi yang berhubung-
operasi besar serta walaupun lebih lazim dipikirkan an dengan cytomegalovirus (CMV) dan virus Epstein-
dalam hal gagal ginjal pascabedah, ia bisa bertanggung Barr. Sekarang ini hepatitis non-A, non-B merupakan
jawab bagi trauma anoksia sel hati juga.t ? Di samping penyakit hati pascabedah yang terlazim didiagnosis'
itu, syok septik juga merupakan kejadian yang sering yang mungkin ditularkan oleh produk darah' Namun
mencetuskan timbuJnya cedera hati' Hasil kelainan hati sebagai bagian evaluasi ikterus dini, bukti serologi harus
merupakan penurunan ekskresi sei bagi bilirubin dan dicari bagi adanya CMV atau HAA, karena ia bisa mem-
kolestasis intrahepatik. bantu dalam diagnosis, tetapi bisa juga mempunyai
Besar dan lama ikterus daiam keadaan ini tergan- kepentingan prognostik jangka lama, terutama dalam
tung atas luas cedera hati. Umumnya ikterus timbul memperhatikan p atogen terakhir ini.
dalam beberapa hari operasi atau munculnya syok
septik dan bisa menetap selama beberapa minggu. Obstruksi dan Cedera Saluran Empedu
Seperti dengan ikterus diinduksi anestesi, peningkatan
dalam konsentrasi fosfatase alkali 'dan transaminase Obstruksi saluran empedu merupakan sebab jarang
juga terlihat. Diagnosis jenis gagal hati ini didasarkan ikterus pascabedah yang terlazim terlihat pada pasien
atas pembuktian keadaan klinik yang tepat maupun dengan tindakan saluran empedu. Hiperbilirubinemia
penyingkirkan sebab cedera hati lainnya. Juga terapi dari jenis dikonjugasi, disertai dengan tak adanya
bersifat suportif dengan nutrisi tambahan yang adekuat urobilinogen urina dan disertai dengan peningkatan
untuk membantu perbaikan dan regenerasi parenkima. jelas dalam fosfatase alkali serum. Tak adanya mate-
Dalam hal ini sangat penting (terutama pada pasien ri bilirubin yang dapat dilihat dalam aspirasi sonde
ensefalopati) penggunaan asam amino berantai cabang nasogaster memberikan bukti dini mengesankan bahwa
dalam paduan hiperalimentasi.s telah timbul obstruksi duktus. Mula-mula sering pasien
asimtomatik; tetapi kemudian bisa timbul pruritus
SEBAB LAIN parah karena peningkatan konsentrasi garam empedu
serum. Di samping itu adanya demam dan kedinginan
Di samping syok, ikterus kolestatik bisajugakare-
menggambarkan timbulnya kolangitis dan sepsis
na banyak sebab lain, seperti terapi obat (mis' klor- penyertanya. Pengenalan dini komplikasi ini penting,
promazin, siklosporin), sepsis dan penggunaan CVN'
sehingga terapi antibiotika yang tepat dapat diberikan
Etiologi hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan
dan dicapai drainase endoskopi atau bedah yang
sepsis belum dipahami sepenuhnya, tetapi mungkin
bijaksana.
karena kombinasi faktor yang mencakup hipoperfusi
hati dan hemolisis. Tetapi kolestasis yang berhubungan
DIAGNOSIS
dengan CVN disertai dengan pembesaran hati yang tim'
bul sekunder terhadap penyimpanan karbohidrat dan Diagnosis obstruksi saluran empedu dikonlirmasi
lemak berlebihan dalam hati. Konsentrasi bilirubin dengan menggunakan teknik radiologi; tetapi hiper'
hanya meningkat ringan dan biasanya disertai oleh ke- bilirubinemia yang menyertai peningkatan mendadak
lainan enzim hati juga. Terapi untuk ikterus yang me- dalam volume drainase empedu pipa-T maupun hiper-
nyertai CVN mencakup pengurangan pemberian karbo- amilasemia serum menggambarkan obstruksi duktus
hidrat, penghentian terapi sementara waktu atau se- distal. Jika pasien mempunyai pipa-T ditempatnya,
baliknya peningkatan bagian kalori yang diberikan maka tahap pertama mendapatkan kolangiogram. Ia
sebagai lemak intravena. Nutrisi vena sentral bisa juga bisa memperlihatkan' obstruksi duktus yan g disebabkan
mencetuskan timbulnya kolesistitis akalkulosa dan oleh pipa ini sendiri karena tercabut sebagian atau
hiperbilirubinemia ringan yang menyertainya. Terakhir, penempatan yang salah seperti digambarkan dalam
kongesti hati dan kolestasis karena payah janturrg Gambar 7 atau karena komplikasi kurang lazim dan
kanan merupakan gambaran yang tidak jarang ditemu- lebih merupakan bencana karena saluran empedu

kan dalam pasien tua atau pasien setelah operasi terligasi secara salah. Di samping itu, penelitian ini bisa
jantung. juga menunjukkan adanya batu ductus choledochus
274 BUKU AJAR BEDAH BAGIAN 1

TERAPI
Tindakan terapi yang tepat dan pilihan bedah bagi
pasien ikterus obstruktif pascabedah dibicarakan dalam
Bagian II. Secara singkat, reoperasi mendesak diindi-
kasikan pada semua pasien dengan duktus terligasi atau
terlepasnya pipa-T yang timbul dalam lima hari
pertama pascabedah. Dalam memperhatikan yang ter-
akhir ini, waktu yang mencukupi belum terlewatkan
untuk memastikan pembentukan saluran perituba yang
adekuat- Dengan yang pertama, reseksi segmen yang
pendek atas bagian duktus yang diligasi dengan anasto-
mosis ujung ke ujung atau diversi usus ke ,roux+n_y
limb' mungkin diperlukan. Drain saluran empedu
salah posisi hanya memerlukan penempatan kembali
dengan pembedahan serta mengamankan ditempatnya.
Tercabutnya pipa T yang dikenal setelah seminggu
Gombar 7. Ikterus pascobedah kareru vlah posisi pipa-T. A, harus diterapi dengan pengeluaran pipa, karena saluran
Obstntksi ductus hepatlclts communis oleh pmempatan yang fibroblastik perituba bisanya cukup berkembang
ceroboh ekstrernitas proksimal dalam tunggul ductus cysticus. dengan kemudian mencegah tumpahan empedu peri
B, Drainose ductus hepatiats dexter dengan obstruksi ductus
toneal generalisata. Edema ampulla jika merupakan
hepatian slnister, C, Obstrukst ductus hepaticus comnrunis
oleh ekctremitas proksimal terlab poniang dan kusut. (Darl faktor penyebab, biasanya sembuh spontan, sehingga
Greenfield, L,L (Ed.): Compllcations in Surgery and T?erna. selama empedu dapat didrain eksterna melalui pipa T,
Philodelphia, LB. Lippineott Company, 1984. hlm. 520.) maka terapi ada harapan. Batu saluran empedu yang
kecil bisa lewat spontan dengan berlalunya -waktu;
tetapi yang besar biasanya memerlukan penata-
"tertahan" atau terlewatkan, y angkemudian menyum- laksanaan definitif. Walaupun kadang-kadang diper-
bat dalam saluran empedu distal. lukan reoperasi. namun lebih sering lebih disukai peng-
Penggantinya, kolangiogram bisa menggambarkan gunaan berbagar teknik nonbedah dalam lapangan
adatya edema ampulla dan pankreatitis sekunder radiologi intervensi yang cepat majtnya.zl Mengambil
terhadap instrumentasi atau kolangiografi tindakan batu dengan keranjang di bawah bimbingan fluoroskopi
a$li. Koleskintigrafi dengan turunan asam imino- melalui saluran pipa T yang berkembang baik (6
diasetat (IDA) yang ditandai 99m teknesium bisa minggu) merupakan metode yang terlazim dilakukan
bermanfaat dalam mendiagnosis adanya ikterus obs- dan berhasil untuk membuang batu saluran empedu.
truktif dalam pasien tanpa drain ductus choledochus Teknik lebih baru mencakup papilotomi endoskopi dan
di tempatnya. Walaupun zat ini memungkinkan visua- ekstraksi batu melalui duodenum maupun usaha
lisasi saluran empedu dengan adanya kadar bilirubin melarutkan batu dengan pelarut seperti asam kolat atau
setinggi 30 mg per 100 m1., namun ia tidak mem- monooktanoin. Seperti pengambilan batu dengan
berikan resolusi yang cukup untuk menentukan pe- keranjang, pendekatan terakhir ini juga memerlukan
rincian anatomi, seperti pembedaan antara batu saluran adanya drain saluran empedu yang dibiarkan terpasang.
empedu dan striktura. Namun tak adanya penjejak
('tracer') akhirnya dalam duodenum merupakan bukti
kuat bagi obstruksi sebagai penyebab ikterus pada
pasien demikian. Ultrasonografi saluran empedu bisa KEBOCORAN EMPEDU
juga bemranfaat dengan memperlihatkan batu cho- Di samping obstruksi saluran empedu, ikterus
ledochus dan dilatasi duktus. Tetapi penemuan terakhir karena kecelakaan bedah bisa sekunder terhadap ke-
ini bisa memerlukan beberapa hari, sehingga tes ini bocoran atau fistula empedu. Untunglah ia bukan
tidak pilihan pertama. Terakhir kolangiografi trans- masalah yang sering ditemui; karena morbiditas dalam
hepatik perkutis (PTC) dan kolangioprankreatografi sejumlah pasien bisa bermakna. Kebocoran empedu
retrograd ( endoskopi (ERCP) memberikan gambar terlazim ditemui setelah operasi saluran empedu.
paling definitif tentang sistem saluran empedu pada Drainase empedu menetap dari lapangan hati vesica
pasien yang tak mampu menjalani kolangiografi pipa- biliaris bisa timbul setelah kolesistektomi. Di samping
T. sehingga mungkin diperlukan dalam sejumlah kasus itu ductus cysticus bisa berdrainase karena ligasi terle-
unluk mendokuurentasi komplikasi. pas atau karena terlalainya pemasangannya.
I

KOMPLIKASI BEDAH 275


-
Garis jahitan saluran empedu, apakah bagian anas- atau cegukan sampai ileus paralitikus yang mengha'
tomosis enterik choledochus atau penutupan koledoko- langi pemulaian lagi alimentasi oral, biasanya selama
tomi sederhana, bisa terputus dan menyebabkan tim- 3 sampai 4 hari. Untunglah komplikasi ini bersifat
bulnya kebocoran saluran empedu. Yang kurang lazim' fungsional dan biasanya sembuh sendiri. Masalah se-
tetapi bahkan lebih merusak adalah terlewatnya ce- perti obstruksi usus halus pascabedah dan ulserasi
dera samar saluran empedu yang bisa timbul setelah stres mukosa lambung memerlukan pengenalan dan
operasi apa pun dalam abdomen atas. Ia timbul karena intervensi segera serta bisa juga menyebabkan morbi-
cedera ductus merupakan komplikasi tindakan pada ditas besar dan reoperasi. Sehingga penting agar tim
saluran empedu yang diantisipasi, sehingga selalu di- bedah waspada, sehingga tindakan pencegahan dapat
agnosis dini, sedangkan kemungkinan adanya sering dilakukan, bila tepat dan pasien dapat diberikan
disangkal oleh ahli bedah yang bertanggungjawab sete- penyuluhan adekuat prabedah untuk membantu me-
lah operasi bukan saluran empedu. Dua sebab iatroge- nenangkan ansietas pascabedah.
nik tambahan ekstravasasi empedu yang telah ditemu-
kan dengan peningkatan frekuensi adalah perforasi
saluran empedu karena FRCP dan kebocoran empedu Anoreksh, Mual dan Muntah
perikateter akibat tindakan PTC. Terakhir empedu Anoreksia sangat lazim pascabedah. Walaupun
bisa terkumpul intraperitoneal sebagai hasil trauma kehilangan nafsu makan selalu menyertai tindakan
hati. intraabdomen, namun ia bisa juga timbul setelah opera-
Kebocoran empedu intraperitoneal menyebabkan si apa pun. Ia diperantarai oleh hypothalamus dan
ikterus karena obstruksi saluran empedu distal bersa- umumnya disertai dengan penurunan motilitas gas-
maan atau. karena kemudian bilirubin direabsorpsi
langsung ke dalam darah melalui permukaan peritone-
um visceralis. Jika suatu drain telah ditempatkan pada
operasi awal dan tetap berfungsi, maka mungkin tidak
diperlukan intervensi lain, asalkan tidak terjadi diversi
empedu yang total (mis. kebocoran ductus cysticus
dan lapangan vesica bitaris, terputusnya sebagian
anastomosis dan perforasi kecil), karena banyak
cedera ini sembuh spontan. Sebaliknya bila drainase
menetap lebih dari 5 hari, sewaktu fistula empedu
lengkap dan sewaktu kumpulan empedu timbul pada
pasien yang tidak didrainase, maka diperlukan operasi
ulang untuk drainase dan perbaikan. Kegagalan me-
lakukan demikian secara cepat menempatkan pasien
berisiko bagi timbulnya peritonitis empedu, asites
empedu dan syok septik. Tetapi sebelum operasi,
evaluasi radiologi yang menggunakan ERCP atau PTC
bisa bermanfaat dalam sejumlah kasus untuk meng-
gambarkan sifat cedera (Gambar 8).
Banyak sebab ikterus pascabedah yang lebihjarang
mencakup obstruksi ekstrinsik saluran empedu distal
sebagai hasil hematoma atau pseudokista; abses hati
piogenik setelah trauma atau reseksi hati; ligasi arteria
hepatica dan kelainan metabolik intrinsik seperti pe-
nyakit Gilbert dan sindroma Dubin-Johnson. 4
,&

DISFUNGSI SALI.JRAN PENCERNAAN


Disfungsi tractus gastrointestinalis setelah keba- Gambar 8. Kolangiogarn transhepatik perkutis yang memperli-
nyakan operasi besar, terutama yang pada abdomen, hatkan kebocoran saluran empeifu' (Dari Greenfield, L'f'
merupakan komplikasi yang diperkirakan. Keparahan (Ed.): Comptications in Surgery and T?aurna' Phihdelphia'
disfungsi bisa berkisar dari kehilangan nafsu makan saja J.B. Lippincott Company , 1984. hlm. 5 18.)
276 BUKU AJAR BEDAH BAGIAN 1

trointestinalis, seperti dengan ileus paralitikus (lihat Kolitis


selanjutnya). Di samping itu anoreksia sering disertai
Kolitis akibat infeksi harus selalu diterima sebagai
dengan adany a peradangan intraabdomen, karsinoma,
kemungkinan diagnosis diare setelah operasi. Walaupun
obstruksi usus, hepatitis, payah jantung kongestif
Salmonella, Shigella (kolitis) dan stafilokokus (en-
dan insufisiensi adrenalis. Gejalanya sendiri nonspesi-
fik, sehingga sedikit manfaat dalam membuat diagnosis teritis) dominan sebagai organisme penyebab, namun
tepat kelainan pascabedah. Namun mendapatkan kem-
infeksi parasit dan protozoa kadang-kadang juga ter-
bali nafsu makan umumnya merupakan tanda bahwa lihat. Tetapi lebih tak menyenangkan timbulnya en-
pasien pulih dari penyakit, sedangkan anoreksia me-
terokolitis pseudomembranosa, yang jika tak dikenal
atau salah didiagnosis, dapat menyebabkan morbiditas
netap menggambarkan bahwa penyakit samar mene-
yang lama dan kematian. Komplikasi ini sering karena
tap-
pemberian berbagai antibiotika, dari itu tersering me-
Mual dan muntah sering juga ditemukan pascabe-
libatkan klindamisin, linkomisin dan ampisilin. Penya-
dah dan bisa sekunder terhadap ileus paralitikus,
obstruksi usus halus mekanik, abses dan peradangan
kit ini tampil dini (3 sampai 5 hari setelah operasi)
dengan nyeri abdomen kram, yang mungkin sulit di
intraabdomen (terutama jika dalam epigastrium) serta
bedakan dari yang normalnya diperkirakan setelah
pemberian berbagai obat yang lazim diberikan pada
operasi abdomen. Demam dan kedinginan mengikuti
pasien bedah. Anestesi umum dan analgesik opiat
timbulnya diare. Pemeriksaan proktoskopi biasanya
tersering dilibatkan dalam ha1 ini. Terapi terdiri dari
menunjukkan mukosa colon rapuh dan edematosa,
pembatasan masukan oral pasien bagi cairan dan peng-
yang ditutup dengan plak kuning tipis atau pseudo-
gunaan obat antiemetik. Mual dan muntah yang di
membran. Diagnosis dikonfirmasi dengan memper-
sebabkan oleh ilekus paralitikus dan obstruksi usus
lihatkan organisme Aostridium dfficile, yang menye-
memerlukan pendekatan terapi yang lebih agresif. Di
babkan penyakit dengan melepaskan toksin. penyakit
samping debilitasi psikologi yang menyertai masa
ini bisa ringan dengan diare sembuh sendiri atau progre-
muntah yang lama, juga timbul akibat fisiologi yang
sif, dengan timbulnya diare yang sulit diatasi, dilatasi
telah dikenal. Hipovolemia, hipokalemia dan alkalosis
colon toksik dan perforasi. Terapi bersifat suportif
merupakan penyimpangan metabolik dini yang domi-
dengan segera menghentikan agen penyebab, resusitasi
nan, yang akhirnya bisa memerlukan koreksi jika mun-
cairan dan elektrolit serta pemberian antibiotika van-
tah menetap. Pneumonia aspirasi juga komplikasi pen-
komisin (tempat kebanyakan strain C dfficile sensi-
ting muntah.
tif). Dalam kasus megakolon toksik atau perforasi
yang jarang ditemukan, diindikasikan kolektomi ab-
Diare
domen total yang mendesak.l3
Diare merupakan manifestasi lazim penyakit gas-
trointestinalis prabedah, tetapi lebih jarang setelah ope-
rasi. Misalnya diare bisa merupakan bagian simtomato- Konstipasi
logi dalam pasien penyakit usus peradangan, sindroma Konstipasi mempunyai banyak sebab. Dalam masa
Zollinger- Ellison, pankre atitis kronika, ade noma vilosa segera pascabedah, ia bisa karena ileus paralitikus dan
dan tirotoksikosis, sehingga bisa sering ditemukan sembuh sendiri. Konstipasi sering terlihat pada pasien
dalam pasien yang menunggu operasi. Diare yang tim- tua, banyak yang merupakan penyalahguna laksatif.
bul setelah operasi lebih mungkin karena akibat meka- Pasien ini pada hakekatnya kehilangan tonus otot
nik, infeksi atau fisiologi tindakan ini. Diare sering colon yang irormal dan menderita kesulitan dalam me-
tanda pertama berbagai keadaan peradangan, seperti mulai buang air besar secara spontan. pasien diabetes
abses pelvis dan fistula enterokolika. kbih lanjut dengan neuropati gastrointestinalis juga demikian.
dalam hal terakhir ini, diare akibatnya merupakan hasil Dalam kedua keadaan ini, intervensi dini dengan obat
langsung colon distal yang cepat terisi dengan cairan yang melunakkan tinja dan katartik bisa diindikasikan.
dari tractus gastrointestinalis atas. Ia bisa juga tanda Bila masukan oral memuaskan, maka diet tinggi serat
yang ditampilkan sumbatan feses, dan semua pasien bermassa bisa juga bermanfaat dalam membentuk pola
dengan komplikasi ini memerlukin pemeriksaan rec- defekasi yang teratur. Pemeriksaan rectum harus di_
tum dan proktoskopi. Enema barium bisa bermanfaat lakukan secara periodik untuk mengevaluasi kemung-
dalam membuat diagnosis, tetapi ia bisa juga bersifat kinan sumbatan feses. Sumbatan rendah dapat dike-
terapi dengan mempermudah lepasnya feses yang me- luarkan secara manual; tetapi pelepasan massa feses
nyumbat. Terakhir pada pasien yang sedang diterapi lebih tinggi dalam rectosigmoideum biisanya memer-
dengan banyak antasid yang mengandung magnesium, lukan penggunaan beberapa enema. Zat pelumas seperti
bisa juga
timbul diare. minyak mineral yang diberikan dengan cara per oral
KOMPLIKASI BEDAH 277

bisa bermanfaat dan harus hati-hati dalam meresep- hematoma, peritonitis) atau operasi intraperitoneal,
kan preparat yang aktif secara osmotik jika ada nafirun operasi dan cedera retroperitoneal bisa juga
obstruksi total atau hampir tota1, karena ia bisa me- menyebabkan i1eus.
nyebabkan pasien menjadi terdistensi jelas dan lebih
meningkatkan ketak-nyamanan. Sumbatan feses yang PRESENTASI KLINIK
tak berhasil diatasi jarang bisa menyebabkan timbul- Tanpa memandang penyebabnya, tak adanya pe-
nya ulkus sterkoral serta kemudian perforasi colon ristalsis progresif menyebabkan akumulasi dan stasis
dan peritonitis feka1. Pada pasien konstipasi, yaitu udara yang ditelan dan cairan intralumen di dalam
yang tidak mengeluarkan flatus atau feses, maka ke- lambung dan usus halus. Proses ini menyebabkan
mungkinan obstruksi usus pascabedah juga harus di gejala biasa mual dan kembung, distensi abdomen dan
pertimbangkan. Seperti diare, intervensi farmakologi muntah. Distensi gas bisa cukup parah untuk menye-
bisa juga menyebabkan konstipasi dan zal yang ter- babkan pasien sangat tak nyaman, terutama jika ia
lazim menyebabkannya adalah antasid yang mengan- menyebabkan dilatasi colon atau lambung akut.
dung aluminum dan analgesik kodein. Abdomen lazim terdistensi dan bahkan timpani pada
perkusi pada ileus parah. Bunyi usus peristaltik tak ada
Ileus Paralitikus atau jarang, yang membantu membedakan masalah
ini dari obstruksi usus mekanik pascabedah, tempat
ETIOLOGI bunyi usus terdiri dari "gemerincing" ('tinkle') dipe-
Ileus paralitikus didefinisikan sebagai tak adanya raktif dan peristalsis bahkan bisa terlihat melalui
aktivitas peristaltik atau kontraksi usus terdisorgani- dinding abdomen. Rontgenografi ileus paralitikus
sasi yang meiryebabkan ketak-mampuan isi usus di- (Gambar 9) digambarkan suatu gelung usus terisi gas di
keluarkan secara nolmal. Etiologinya dianggap karena seluruh abdomen, yang mencakup usus besar dan halus,
rangsangan nervus simpatis splanchnicus, yang me- sedangkan obstruksi usus halus mekanik digambarkan
nimbulkan refleks kehilangan peristalsis. Walaupun oleh adanya batas udara-cairan dan tak adanya gas
tersering menyertai proses jenis peradangan (abses, colon.

Gambar 9. Bukti rontgenogtafr ileus paralitikus. (Dari Sabiston, D.C., Jr. (Ed.): Davis-Christopher Textbook of Surgery, 12th ed.
Philadelphia, ll.B. Saunders Company, 1981, hlm. 1001.)
278 BUKU AJAR BEDAH BAGIAN 1

TERAPI
Terapi ileus paralitikus terdiri dari aspirasi 1am-
bung dengan sonde nasogaster dan pengawasan cairan
intravena yang adekuat, karena kehilangan bermakna
dalam ruang ketiga bisa terjadi jika keadaan ini mene-
tap selama lebih dari beberapa hari. Normalnya reso-
lusi progresif dari antrum gastrica (2 sampai 3 jam),
ke usus halus (6 sampai 8 jam) ke colon kanan (24
sampai 48 jam) dan kemudian ke colon sigmoideum
(48 sampai 72 jam). Sehingga retensi intubasi nasogas-
ter lebih dari 2 sampai 3 hari umuinnya tak diperlu-
kan, karena usus halus telah mendapatkan kembali
kemampuan absorpsi dan propulsinya. Pengeluaran
flatus merupakan indikasi bahwa aman memulai kem-
bali alimentasi oral.
Ileus paralitikus yang menetap lebih dari 4 hari
menggambarkan bahwa faktor lain perlu dipertimbang-
kan. Peritonitis baik yang tak lengkap.diterapi dari
operasi awal atau baru berkembang karena kebocoran
anastomosis, abses intraperitoneum atau hematoma
maupun kelainan metabolik seperti hipokalemia parah,
mungkin mgnja di p enjelasannya.
1i

Obstuksi Uzus Pascabedah

DIAGNOSIS
Gambar 10. Pemeriksaan kontras baium atas pasien obsttuksi
Obstruksi usus dalam masa pascabedah dini bisa
usus halus. (Dari Cheung, L.Y., dan Ballinger, I,l.F.: Hardy's
sulit dibedakan dari ileus paralitikus lama, karena ke- Textbook of Surgery. Philadelphia, J.B. Lippincott Company,
duanya dapat tampil dalam minggu pertama setelah 1983, hlm.46l.)
operasi. Diagnosis harus diduga dalam pasien yang
tidak mendapatkan kembali fungsi usus dalam perja_
lanan waktu yang diharapkan serta di samping itu yang struksi gelung tertutup atau lengkap atau untuk kecu-
memperlihatkan kriteria klinik dan rontgenografi yang rigaan volvulus dengan gangren usus. Varian obstruksi
diuraikan sebelumnya. Bila ada keraguan, maka di- , usus pascabedah yang lebih parah ini bisa karena herni-
agnosis dapat dikonfirmasi dengan penggunaan ente- asi interna melalui cacat mesenterium atau karena
roklisis kontras barium (Gambar 10). Karena obstruksi perlekatan padat, keadaan yang tak mungkin beresolusi
usus mekanik dini sering karena edema anastomotik spontan. Pada pasien demikian, tanpa peritonitis
atau perlekatan seperti film, yang keduanya bisa sem- dengan demam, nyeri tekan lepas dan leukositosis
buh sendiri, maka penggunaan sinar-X demikian harus sering tampil, yang menunjukkan keperluan mendesak
dicadangkan untuk kasus yang membingungkan. Mung- bagi eksplorasi. Di samping itu, kegagalan resolusi
kin hanya diperlukan masb intubasi nasogaster yang spontan dari obstruksi sebagian dalam seminggu
sedikit memanjang dan kesabaran. Walaupun pipa mulainya, bahkan tanpa peritonitis, sering mengindi-
usus yang panjang (Cantor, Mieller-Abbott) telah kasikan reeksplorasi, karena morbiditas dari hal itu
dianjurkan untuk digunakan dalam keadaan ini, namun sebenarnya mungkin kurang dari intubasi lama dan
penggunaannya memerlukan penempatan yang tepat alimentasi intravena. Sering operasi terakhir ini ber-
dalam duodenum dan perawatan yang sering untuk langsung singkat, karena hanya ditemukan perle-
memastikan kemajuan yang tepat. katan pita tunggal atau perlekatan usus ke jahitan
fasia.

INTERVENSI BEDAH Perdarahan Mukosa Lambung Akuta


Intervensi bedah untuk obstruksi usus pascabedah Perdarahan dari ulserasi mukosa lambung difus
harus direncanakan bila pasien mempunyai bukti ob- merupakan varian disfungsi tractus gastrointestinalis
KOMPLIKASI BEDAH 279

pascabedah yang paling mengancam nyawa. Maszilah Tetapi dengan berlakunya waktu, colon rectosig-
ini yang terlazim dinamai ulserasi stres akuta, me- moideum beradaptasi, dengan pengurangan gerakan
rupakan komponen uzus dari sindroma gagal multior- usus sampai tiga hingga lima kali sehari. Pasien stomata
gan, walaupun ia sering bisa tampil sebagai kompli- usus halus cenderung deplesi cairan dan elektrolit,
kasi tersendiri. Gambaran klinik merupakan perdarahan sedangkan ileostomi dan kolostomi kadang-kadang
GI atas yang cepat yang timbul dalam pasien sakit memerlukan revisi dini, karena iskemia dan sering tim-
parah, sering dalam syok dan dengan ventilator, yang bul hernia peristoma atau stenosis yang lanjut.
telah menjalani operasi besar atau trauma luas. Secara
endoskopi terlihat ulserasi mukosa yang dangkal
difus dan perembesan perdarahan di seluruh lambung,
KEGAGALAN ORGAN MAJEMUK
sedangkan hanya jarang titik perdarahan spesifik ter-
lihat. Kegagalan masing-masing sistem organ merupakan
Etiologi keadaan ini dipercaya karena peningkatan deraan parah bagi pasien pascabedah, tetapi bila ter-
difusi balik ion hidrogen melintasi mukosa lambung isolasi biasanya tidak mematikan. Bila beberapa organ
dengan kemudian cedera diinduksi asam. Iskemia gagal, baik dalam kombinasi atau berturutan, maka
bisa juga merupakan komponen penting. rangkaian kejadian mengikutinya bisa berakhir dalam
Jika perdarahan bukan karena tukak duodeni, kematian. Sindroma kegagalan multiorgan merupakari
maka terapi terdiri dari perasat resusitasi yang biasa, yang diciptakan oleh kemajuan dalam terapi medik
terapi keadaan yang mendasari dan neutralisasi pH yang belakangan ini memungkinkan kelangsungan
lambung. Sebelum dinilai kepentingan terapi menca- hidup yang lama bagi pasien septik atau cedera parah.
pai neutralisasi lambung, maka banyak pasien men- Organ besar yang terkena adalah jantung (syok kardio-
jadi sasaran gastrektomi hampir total sebagai satu- vaskular), paru (ARDS), ginjal (ARF), mukosa lam-
satunya cara menghentikan perdarahan yang sering bung (ulserasi stres) dan hati (ikterus) serta komplikasi
mematikan. Pendekatan ini (walaupun kadang-kadang ini bisa timbul dalam urutan apa pun (Gambar 11).
masih diperlukan) untungnya telah diganti oleh pe-
natalaksanaan medis dengan pemberian antasid dan zaI Koagulopati
penghambatreseptor histamin seperti simetidin.ll Disamping kegagalan organ padat, sistem lain bisa
Karena morbiditas hebat yang menyertai komplikasi menjadi tak adekuat dalam pasien demikian. Koagulo-
ini, maka semua pasien yang berisiko untuk menderita- pati sering ditemukan dalam pasien septik dan ditrans-
nya harus diterapi profilaksis dengan obat ini segera fusi majemuk serta bisa karena kombinasi trombosito-
setelah operasi. penia dan pengenceran faktor pembekuan dalam pa-
sien yang volume darahnya telah diganti dalam waktu
Bentuk l,ain Disfungsi Gastrointestinalis singkat. Terapi terdiri dari transfusi trombosit, plasma
beku segar dan darah lengkap segar. Pasien septik bisa
Banyak varian lain disfungsi gastrointestinalis bisa
menderita koagulasi intravaskular diseminata (DIC=
timbul setelah operasi tractus gastrointestinalis. Misal-
'disseminated intravascular coagulation'), tempat fak-
nya diare bisa ditemukan setelah reseksi ileum termi
nalis karena penurunan absorpsi garam empedu dan
tor pembekuan, trombosit, fibrinogen, protrombin
serta faktor V dan VIII dikonsumsi di keseluruhan
kemudian iritasi colon. Vagotomi dan tindakan
mikrosirkulasi. Diagnosis DIC didasarkan atas pem-
drainase untuk ulkus peptikum bisa juga disertai oleh
buktian pengurangan kadar faktor pembekuan labil
diare maupun sindroma "dumping" klasik dengan ge-
jala palpitasi, kegelisahan dan kembung abdomen. ini dalam sirkulasi, trombositopenia serta peningkatan
Reseksi besar usus halus (lebih dari 75 persen) sering
waktu tromboplastin parsial dan protrombin. Terapi
diarahkan ke koreksi kelainan yang mendasari, seperti
menyebabkan timbulnya sihdroma usus pendek dan
drainase abses, pembuangan organ gangren dan pem-
nutrisi yang adekuat tak dapat dipertahankan de-
ngan diet yang biasa. Reseksi lambung dengan re- berian antibiotika berspektrum luas. Berbeda dari
konstruksi Billroth I atau II bisa menghasilkan ber-
koagulopati pengenceran, terapi penggantian kurang
bagai gejala pascagastrektomi, yang mencakup tim- bermanfaat jika konsumsi kontinu. Fibrfnolisis luas
bisa menyertai DIC, tempat bisa juga dlindikasikan
bulnya nyeri, esofagitis dan sering muntah berem-
penggunaan bijaksana asam €
pedu atau ketak-mampuan mengosongkan kantong -aminokaproat (EACA).
lambung. Juga penundaan pengosongan lambung bisa
juga menyertai vagotomi sel parietal. Kolektomi abdo- Imunodisfungsi
men total dengan tindakan ileoproktostomi menimbul- Cedera parah yang mencakup luka bakar luas,
kan defekasi yang sering pada awal setelah operasi. anestesi umum dan tindakan bedah bersifat imuno-
280 BUKU AJAR BEDAH BAGIAN 1

Koagu lasi
I
IEIII

Hati
- I

I
Paru rF
I
Ginjal
I Gambar lL Urutan gagal organ da-
I,am sindroma gagal organ rnaiemuk,
I (Dari B6notta, A.P., dan Polk,
Mukosa
gEster rEIllt H.C., Ir.: Surg. Clin. North Am.,
I 63:332, 1983.)

o +5
Bedah atau Mula timbul
trauma septikemia

supresif, sehingga meningkatkan timbulnya infeksi dan pneumokokus sehingga tepat pemberian vaksin anti
sepsis.l2 samping itu pasien tua, pasien malagizi,
Di pneumokokus spesik.
pasien diabetes dan pasien penyakit neoplasma, teruta-
ma jenis limfoproliferatif, bisa juga menderita imuno- Sokongan Gizi
disfungsi. Hampir semua paramater fungsi kekebalan Segi penting perawatan pasien kegagalan organ
telah diperlihatkan abnormal pada pasien demikian. majemuk adalah pengawasan sokongan nutrisi yang
Ia mencakup kemotaksis, fagositosis dan pembunuhan adekuat.'Walaupun hal ini bisa dicapai dengan pembe-
intrasel leukosit. Kelainan fungsi limfosit T dan B juga rian makan enteral melalui gastrostomi atau jejunos-
telah diperlihatkan. Imunitas diperantarai sel (sel T) tomi, namun penggunaan CVN lebih tepat selama sakit
terganggu, seperti juga kemampuan membentuk anti kritis. Tidak hanya CVN memastikan absorpsi total
bodi (sel B) dalam pasien luka bakar parah. Observasi beban kalori, tetapi ia memintasi keperluan akan
serupa telah dibuat dalam pasien malagizi dengan tractus gastrointestinalis, yang bisa telah disfungsi
memperlihatkan anergi tes kulit yang reversibel. karena masa iskemia. Pasien sakit kritis sangat kata-
Walaupun semakin jglas bahwa banyak pasien ke- bolik dan ia harus dipertimbangkan daiam merencana-
gagalan organ majemuk menderita imunodefisiensi, kan kebutuhan kalori harian. Infus sebanyak 5000
namun sayangnya tak ada pendekatan terapi yang ter- kalori per hari mungkin diperlukan untuk mencapai
bukti memuaskan untuk penatalaksanaan masalah keadaan anabolik.
ini selain memberikan sokongan gizi yang adekuat
serta menyadari kemungkinan sepsis dini. Akhirnya Sepsis
penilaian keadaan kekebalan pada pasien sakit kritis Akhirnya perkembangan kegagalan organ majemuk
dengan menentukan subkelompok limfosit yang ber- atau tunggal mendadak dalam pasien pascabedah yang
sirkulasi (saat ini dicapai dengan teknik antibodi mo-
ielas pulih dari operasi mungkin karena sepsis samar.
noklonal) bisa memungkinkan identifikasi dini pasien Bila telah disingkirkan sumber yang jelas seperti pneu-
imunokompromis parah. Pemberian globulin hiperi monia, infeksi tractus urinarius, dan kontaminasi jalur
mun berspektrum luas, interferon atau berbagai obat CVN telah disingkirkan, maka perhatian harus diarah-
imunostimulan bisa memungkinkan pemulihan pasca- kan ke arah abdomen. Tanda dan gejala fisik mungkin
bedah yang kurang abnormal.l6 tidak selalu ada, serta skan CT abdomen sering ber_
Pasien asplenik juga imunokompromis dengan atau manfaat dalam menentukan sumbernya. Sekitar se-
tanpa kegagalan rnultiorgan. Peranan limpa penting tengah pasien yang direeksplorasi bagi sepsis dengan
dalam produksi antibodi dan dalam opsonisasi antigen kegagalan organ majemuk telah memperlihatkan gam-
partikel. Tanpa limpa, pasien lebih rentan terhadap baran abdomen yang tak jelas sebelum operasi.6
timbulnya sepsis karena bakteri berkapsul seperti Abses intraperitoneum merupakan gambaran terlazim,
KOMPLIKASI BEDAH 281

sementara sering diagnosis prabedah memuaskan, na- Surgery and Trauma Philadelphia, J. B. Lippincott Company,
mun reeksplorasi abdomen umum mungkin pilihan 1984.
5. Danielson, R. A.: Differential diagnosis and .treatmenr of oligutra in
terbaik. Pendekatan ini memungkinkan diagnosis dan post-traumatic and postoperative patients, Surg. CIin. North Am.,
terapi yang cepat, sering sebelum timbul kegagalan -15:697,1975.
6. Ferraris, V. A,: Exploratory laparotomy for potential abdominal sepsis
organ tak reversibel. in patiedts with multiple organ failure. Arch. Surg., 118:1130, 1983.
7. Finn, W. F., Arendshorst, W. J., and Gottschalk, C. W.:Pathogenesis
of oliguria in acute renal failure. Circ. Res.,36:675, 1975.
8. Fischer, J. E.: The effect of normalization of plasma amino acids on
KEPUSTAKAAN TERPILIH hepatic encephalopathy in man. Surgery, 80:77,1976.
9. Freischlag, J., and Busuttil, R. W.: The value of postoperative fever
Altemeier, W. A., Culbertson, W. R., Fullen, W. D., and Shook, C. D.: evaluation, Surgery, 94:358, 1983.
Intra-abdominal abscesses. Am. J. Surg., 125:70,1973. 10. Glick, P. L., Pellegrini, C. A., Stein, S., and Way, L. W.: Abdorninal
abscess. A surgical strategy. Arch. Surg., 118:646,1983.
Ia bahasan sai pasicn yaag bm yang rcndaita &sas intnMom pas-
11. Hastings, P. R., Skillman, J. J., Bushnell, L. S,, and Silen, W.: Antecid
cabddt llustasi bagus amtotri abses intodoren ditanpilkaa bsuru titration in the prevention of acute gastrointestinal bleeding, A
dugu tdel tainci yug mujuk*u dua cpideniologi dan baloaiologi controlled, randomized trial of 100 critically ill patients. N. Engt.
Hiai*yang basughttan Di smping in p*litim ini renpatinbangkan J. Med., 298:1047, 7978.
sifat polinib&a kcbuy&an absa iatruMom du rcnzlat*an rcr- 12. Howard, R. J.: Effect of burn injury, mechanical trauma, and operation
talhc dm mMitu puicn yong bnakaa dui konpli*ui ini on immune defenses. Surg. Clin. North Am., 59:199,1979.
13. Keighley, M. R, B.: An(ibiotic-associated pseudomembranous coli-
Baue, A. E.: Multiple systems failure. 1n Dudrick, S. J., Baue, A.8., ti*pathogenesis and management. Drugs, 20:49, 1980.
Eiseman, B., Macleen, L. D., Rowe, M. I., and Sheldon, G. F. (Eds.): 14. Kron, I. R., Harmon, K., and Nolan, S. P.: The measures of intra-
Manual of Preoperative and Postoperative Care. Philadelphia, W. B. abdominal pressure as a criterion for abdominal reexploration.
Saunders Company, 1983. Ann. Surg.. 199:28. 1984.
Ini tiajaw lref&t prdispubi mupun kzdun bddr dan preadah 15. Luce, J. M.: The cardiovascular effects of mechanical ventilation and
yang mayokmg tirtdnyo kegagolan mltirgan Dihhu petd*atan tao positive end-expiratory pressure. J. A. M. A.,252:807,1984.
pi p&b. 16. Mclrvine, A. J., and Mannick, J. A.: Lymphocyte function in the
Greenfield, L. J. (Ed.): Complications in Surgery and Trauma. Philadelphia, critically ill surgical patient. Surg. Clin. Norrh Am., 63:245, 1983.
J. B. Lippincott Company, 1984. 17. Nunes, G., Blaisdell, F. W., and Margaretten, W.: Mechanism of
Ini tr*s tapdu yang mahq topih kmplihrei Hah yug lrc stsa hepatic dysfunction following shock and trauma. Arch. Surg.,
rcndalm. Dicafop fub tarant amt6i sy&, gogal dnjal, gagal pnalw 100:546,1970.
an ibn panyatbuhm h*a Di samping itu ditmpilkan kmplikciymg bisa 18. Skinner, D. 8., and Myerowitz, P. D.: Recent advances in the manage-
rcngihti opaasi uu sw utot beso. Dibalw rcrtalbay mMitas ment of thoracic.surgical infections. Ann. Thorac. Surg., 31:191,
1980.
du pascntw ircidcrc babagai kondikxi opaui yug luin dilalukan.
19. Smith, P. K., Tyson, G. S., Jr., Hammon, J. W., Jr., Olsen, C. O.,
Hopkins, R. A., Maier, G. W., Sabiston, D. C., Jr., and Rankin,
J. S.: Cardiovascular effects of ventilation with positive expiratory
airuay pressure. Ann. Surg., 195:721,1982.
KEPASTAKAAN 20. Talbot, G. H.: Nosocomial pneumonia in the surgical patient. Infect.
Surg., J:557, 1984.
21. Teplick, S. K., Haskin, P. H., Matsumoto, T., Wolferth, C. C., Jr.,
1. Abel, R. M., Beck, C. H., Jr., and Abbott, W. M.: Improved survival Pavlides, C. A., and Gain, T.: Interventional radiology of the
from acute renal failwe after treatment with intravenous essential biliary system and pancreas. Surg. Clin. North Am., 64:87,1984.
l-amino acids and glucose. Results of a prospective double blind 22. ^tilney, N. J., Morgan, A. D., and Lazarus, J. M.: Acute renal failure
study. N. Engl. J. Med., 288:695,1973. in surgical patients. In Tilney, N. J., and Lazarus, J. M. (Eds.):
2. Altemeier, W. A., Culbertson, W. R., Fullen, W. D., and Shook, C. Surgical Care of the Patient with Renal Failure. Philadelphia, W.
D.: Intra-abdominal abscesses. Am. J. Surg., 125:70, 1973. B. Saunders Company, 1982.
3. Anderson, R. J., Linas, S. L., Berns, A. S., Henrich, W. L., Muller, 23. VanThiel, D. H., and Lester, R.: Postoperative jaundice. Mechanisms,
T. R., Gabow, P. A., and Schrier, R. W.: Non-oliguric renal diagnosis and treatment. Surg. Clin. North Am., 55:409,1975.
failure. N. Engl. J. Med., 296:1134, 1977. 24. Weisman, I. M., Rinaldo, J. E., and Rogers, R. M.: Positive end.
4. Civetta, J. M., and Augenstein, J. S. : Acute respiratory failure following expiratory pressure in adult respiratory failure. N. Engl. J. Med.,
surgery and trauma. 1n Greenfield, L. J. (Ed.): Complications in 307:1381,1982.

Anda mungkin juga menyukai