Anda di halaman 1dari 33

IMUNOLOGI

IMUNOFARMAKOLOGI
(Antiinflamasi non steroid, Imunorestorasi, dan Terapi
Pengganti Cairan)

Oleh
Kelas B2A/Kelompok 3
1. Ni Made Yudi Trisna Dewi (172200072)
2. I Wayan Adi Putra Tanaya (172200073)
3. I Wayan Sudiarsa (172200074)
4. Ni Komang Ayu Suastimi (172200075)
5. Ni Kadek Krisna Utari (172200076)

JURUSAN FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS
INSTITUSI ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA
BALI
2018
I. Anti Inflamasi Non Steroid

1.1 Definisi dan Isi Struktur molecular


Anti-Inflamasi Non-Steroid (AINS) merupakan salah
satu golongan obat atau senyawa heterogen yang digunakan
untuk menekan tanda dan gejala peradangan atau sebagai
antiinflamasi. Selain itu obat ini juga mempunyai efek
antipiretik dan analgetik. Obat analgetik, antipiretik dan
antiinflamasi atau sering disebut AINS merupakan suatu
kelompok obat yang memiliki senyawa heterogen secara kimia
yang bekerja menghambat enzim siklooksigenase (COX)
yang mengkatalisis konversi asam arakidonat menjadi
prostaglandin, prostasiklin dan tromboksan. AINS merupakan
obat anti-inflamasi yang memiliki struktur molekular yang
berbeda dari steroid. Secara kimiawi, OAINS merupakan
senyawa turunan dari asam asetat, asam propionat,
pirazol, dan zat kimia lainnya (Stollberger dkk, 2003).

1.2 Mekanisme kerja AINS


Proses inflamasi atau peradangan adalah respon
terhadap stimulus luka yang disebabkan oleh infeksi, antibodi
dan cedera fisik. Tubuh memiliki respon imun yang akan
menetralkan antigen dalam tubuh. Namun respon imun yang
terjadi terus-menerus akan menyebabkan peradangan kronik
yang bersifat merugikan. Sel yang rusak akibat peradangan
kronik akanmelepaskan sejumlah mediator inflamasi. Leukosit
akan melepaskan asam arakidonat yang merupakan hasil
metabolisme di jalur siklooksigenase dan menghasilkan
prostaglandin. Prostaglandin memiliki efek pada pembuluh
darah, saraf dan sel-sel yang terlibat dalam peradangan
(Pawlosky, 2013)
AINS bekerja dengan menghambat kerja dari enzim
siklooksigenase. Enzim ini berperan penting dalam
jalur metabolisme asam arakhidonat, yaitu bekerja untuk
mengkatalis perubahan asam arakhidonat menjadi
prostaglandin dan tromboksan (Stollberger dkk, 2003).
Terdapat dua isoform enzim siklooksigenase yaitu
siklooksigenase-1 dan siklooksigenase-2. Kedua enzim ini
memiliki struktur yang serupa, namun pada bagian
substrate binding channel enzim siklooogsinegase-2 memiliki
sisi samping yang berbeda dengan enzim siklooksigenase-1.
Hal ini lah yang mendasari selektivitas inhibisi enzim ini
oleh AINS (White WB, 2011).
Kedua isoformtersebut dikode oleh gen yang berbeda
dan ekspresinya bersifat unik. Secara garis besar COX-1
esensial dalam pemeliharaan berbagai fungsi pada kondisi
normal di berbagai jaringan, khususnya ginjal, saluran cerna
dan trombosit. Di mukosa lambung, aktivasi COX-1
menghasilkanprostasiklin yang bersifat melindungi mukosa
lambung atau sitoprotektif. Siklooksigenase-2 semula diduga
diinduksi berbagai stimulus inflamator,termasuk sitokin,
endotoksin dan faktor pertumbuhan (growth factors). Ternyata
sekarang COX-2 juga mempunyai fungsi fisiologis yaitu pada
organ ginjal, jaringan vaskular dan pada proses perbaikan
jaringan. Tromboksan A2 yang disintesis trombosit oleh COX-
2 di endotel makrovaskular melawan efek tersebut dan
menyebabkan penghambatan agregasi trombosit, vasodilatasi
dan efek anti proliferative. Prostaglandin dilepaskan ketika sel
rusak lalu obat AINS selektif dan non-selektif menghambat
biosintesisnya pada semua tipe sel. Akan tetapi, obat golongan
ini tidak menghambat pembentukan mediator inflamasi lain.
Meskipun efek klinis obat-obat ini secara jelas menghambat
sintesisprostaglandin, perbedaan besar antar individu dan intra
individu dalam respon klinis diketahui dapat mengurangi
produksi radikal superoksida, menginduksi apoptosis,
menghambat ekspresi molekul adhesi, menurunkan nitrogen
monoksida sintase, menurunkan sitokin proinflamatori
(contohnya TNF-α dan IL-1), mengubah aktivitas limfosit, dan
mengganggu fungsi membran seluler (Feenstra dkk, 2002).
Enzim siklooksigenase-1 terdapat di platelet,
endotelium vaskular, epitelium gastrointestinal, otak, tulang
belakang, dan ginjal. Enzim ini berfungsi untuk meregulasi
fungsi trombosit, proteksi mukosa gastrointestinal, dan
proteksi terhadap fungsi ginjal jika mengalami gangguan
perfusi. Enzim siklooksigenase-2 diaktivasi oleh beberapa
sitokin dan menginduksi kaskade inflamasi. Enzim ini banyak
ditemukan di plak aterosklerotik, makula densa, dan
interstisial medula ginjal. Enzim ini berperan dalam
persepsi nyeri serta metabolisme air dan garam.
Spektrum kerja AINS terbagi menjadi dua yaitu AINS
konvensional yang menghambat kerja kedua isoform
enzim siklooksigenasean AINS selektif yang hanya bekerja
pada siklooksigenase-2 (Feenstra dkk, 2002). Hasil akhir
metabolisme asam arakhidonat yang dikatalis oleh enzim
siklooksigenase adalah prostaglandin I2dantromboksan.
Prostasiklin (prostaglandin I2) memiliki efek anti-
trombotik dan dihasilkan dari sel endotel dengan
bantuan enzim siklooksigenase-2, sedangkan tromboksan
dihasilkan oleh platelet dengan bantuan dari enzim
siklooksigenase-1 serta memiliki efek pro-trombotik
(Pawlosky, 2013).
Gambar 1.1 Mekanisme kerja AINS

1..3Klasifikasi dan contoh obat anti-inflamasi non-steroid


a. AINS Inhibitor Non-selektif
Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan
kekuatan dan selektivitas yang berbeda. AINS pada
golongan ini adalah inhibitor dari siklooksigenase 1 (COX-
1) dan siklooksigenase 2 (COX-2). Jenis-jenisnya antara
lain :
1. Asam Salisilat
Asam salisilat adalah asam organik sederhana yang
cepat diabsorbsi dari lambung dan usus bagian atas,
menghasilkan kadar puncak dalam plasma dalam waktu 1-
2 jam. Asam salisilat terikat pada albumin, tetapi ikatan
dan metabolisme salisilat dapat menjadi jenuh sehingga
fraksi yang tidak terikat meningkat seiring menigkatnya
konsentrasi total. Contoh obat yaitu aspirin dan
diflunisal.
2. Derivat Para-Aminofenol
Kerja dari golongan ini yaitu menghambat sintesis
prostaglandin secara lemah dan tidak mempunyai efek
pada agregasiplatelet.(16) Di Indonesia derivate para-
aminofenol lebih dikenaldengan nama parasetamol, dan
tersedia sebagai obat bebas. Contohnya adalah
asetaminofen.
3. Derivat Asam Asetat
Sifat antiinflamasi, analgetik dan antipiretik
padagolongan ini lebih menonjol seperti asam salisilat.
Kerja dari golongan ini merupakan inhibitor COX yang
poten daripada derivate salisilat. Obat yang termasuk ke
derivat asam asetat yaitu indometasin, sulindak dan
etodolak.
4. Derivat Fenamat (N-fenilantranilat)
Secara terapeutik, senyawa ini tidak mempunyai
keuntungan yang lebih dari golongan obat AINS yang lain
dan sering menyebabkan efek samping gastrointestinal.
Contoh obat yaitu asam mefenamat, meklofenamat,
asamflufenamat, tolmetin, ketorolak, dan diklofenak.
5. Derivat Asam Propionat
Derivat asam propionat digunakan pada terapi simtomatik
artritis rheumatoid, osteoarthritis, spondylitis ankilosa
dan artritis pirai akut, obat ini juga digunakan sebagai
analgesik untuk tendinitis akut dan bursitis, dan untuk
dismenorea primer. Contoh obat yaitu ibuprofen,
naproksen, fenoprofen, ketoprofen, flurbiprofen,
oksaprozin.
6. Derivat Asam Enolat
Derivat asam enolat atau oksikam merupakan inhibitor
COX-1 dan COX-2 dan mempunyai aktivitas
antiinflamasi, analgetik, dan antipiretik. Pada umumnya,
derivat ini merupakan inhibitor COX selektif, meskipun
salah satunya (meloksikam) memperlihatkan selektivitas
terhadap COX-2 yang sebanding dengan selekoksib dan
disetujui sebagai inhibitor COX-2 selektif di beberapa
negara. Efikasinya sama dengan aspirin, indometasin,
atau naproksen untuk pengobatan jangka panjang artritis
rheumatoid atau osteoarthritis. Keuntungan utama
penggunaan senyawaini adalah waktu paruhnya yang
panjang sehingga dapat diberikan satu kali
sehari. Contoh obatnya adalah piroksikam, meloksikam,
dan nabumeton.
b. AINS Inhibitor Selektif
Penggunaan AINS inhibitor non-selektif telah dibatasi
karena ditolerir dengan buruk. Pasien yang menggunakan
jangka panjang cenderung mengalami iritasi di
gastrointestinal sampai 20% kasus. Oleh karena itu
ditemukan obat yang hanya menghambat COX-2
contohnya adalah selekoksib, valdekoksib, parekoksib,
etorikoksib, lumirakoksib (Gunawan & Setiabudy, 2007)

1.4 Penggunaan dan Fungsi Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid


Semua obat AINS termasuk inhibitor COX-2
selektif bersifat antipiretik, analgetik dan antiinflamatori
terkecuali asetaminofen yang merupakan antipiretik dan
analgetik tetapi tidak mempunyai aktivitas antiinflamasi.
Obat golongan ini digunakan pada beberapa keadaan:
a. Nyeri
AINS merupakan analgetik yang biasanya efektif
melawan nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang,
contohnya pada keadaan sakit gigi, nyeri menstruasi,
dan nyeri pascaoperatif.
b. Demam
Pemilihan obat AINS dengan onset cepat tampaknya
cukup logis untuk menangani demam yang
berhubungan dengan penyakit minor pada orang
dewasa. Namun untuk anak-anak dan remaja
dibawah 20tahun tidak disarankan menggunakan
aspirin dan salisilat dalam pengobatan demam. Hal ini
dapat meningkatkan kejadian sindrom Reye. Sindrom
reye ditandai dengan ensefalopati dan infiltrasi lemak
nonperadangan pada hati dan ginjal. Asetaminofen
merupakan obat antipiretik pilihan untuk anak-anak dan
remaja.
c. Gangguan Muskuloskeletal
Dengan fungsi antiinflamatorinya obat AINS digunakan
pada pengobatan gangguan inflamasi, seperti artritis
rheumatoid, gout, spondylitis ankilosis dan
osteoarthritis.Namun pada beberapa obat tidak
efektif untuk gangguan muskuloskeletal. Contohnya
tolmetin tidak efektif pada gout,dan aspirin kurang
efektif pada spondylitis ankilosis. Mekanisme obat
AINS hanya memberikan pemulihan simtomatik dari
nyeri dan inflamasi yang disebabkan penyakit, namun
tidak menghentikan perkembangan kerusakan patologis
jaringan.
d. Mastositosis sistemik
Mastositosis sistemik adalah kondisi dimana terdapat
kelebihan sel mast di sumsum tulang, sistem
retikuloendotelium, sistem gastrointestinal, tulang, dan
kulit. Pada penggunaan aspirin dan ketoprofen terbukti
mengurangi jumlah sel mast.
e. Kemoprevensi kanker kolorektal
Dengan menurunnya sintesis prostaglandin oleh karena
penggunaan obat AINS, faktor pertumbuhan endothelial
vaskular pada angiogenesis tidak akan meningkat pada
kejadian kanker kolorektal. Obat-obat yang dapat
digunakan sebagai kemoprofilaksis kanker
kolorektaladalah aspirin, selekoksib, rofekoksib,
valdekoksib, parekoksib, eterikoksib, lumirakoksib dan
sulindak.
f. Tolerabilitas niasin
Pada pemberian dosis besar niasin atau asam
nikotinat efektif dalam menurunkan kadar kolesterol
serum, mengurangi LDL, dan meningkatkan HDL.
Toleransi yang buruk oleh niasin mengakibatkan
pelepasan prostaglandin D2 dari kulit yang akan
menyebabkan sensasi hangat dan kemerahan pada
wajah atau disebut flushing. Pada mekanismenya aspirin
akan menghambat pelepasan prostaglandin. (Gunawan
& Setiabudy, 2007)

II. Imunorestorasi
Imunorestorasi adalah suatu cara untuk mengembalikan
fungsi system imun yang terganggu dengan memberikan
berbagai komponen system imun, seperti immunoglobulin
dalam bentuh Immune Serum Globulin (ISH), Hyperimmune
Serum Globulin (HSG), plasma, plasmapheresis, leukopheresis,
transplantasi sumsum tulang, hati dan timus.

1. ISG dan HSG


ISG dan HSG dierikan untuk memperbaiki fungsi system
imun pada penderita dengan defisiensi imun humoral, baik
primer maupun sekunder. ISG dapat diberikan secara
intravena dengan aman. Defisiensi immunoglobulin
sekunder dapat terjadi bila tubuh kehilangan Ig dalam
jumlah besar, misalnya pada sindrom nefrotik,
limfangiektasi intestinal, dermatitis eksfoliatif dan luka
bakar.
2. Plasma
Infus plasma segar telah diberikan sejak tahun 1960 dalam
usaha memperbaiki system imun. Keuntungan pemberian
plasma adalah semua jenis immunoglobulin dapat
diberikan dalam jumlah besar tanpa menimbulkan rasa
sakit.’
3. Plasmapheresis
Plasmapheresis (pemisahan sel darah dari plasma)
digunakan untuk memisahkan plasma yang mengandung
banyak antibody yang merusak jaringan atau sel, seperti
pada penyakit miastenia gravis, sindrom goodpasture dan
anemia hemolitik autoimun.
4. Leukopheresis
Pemisahan leukosit secara selektif dari penderita telah
dilakukan dalam usaha terapi artritis rheumatoid.
5. Transplantasi sumsum tulang, hati dan timus
Transplantasi sumsum tulang merupakan prosedur dimana
sumsusm tulang yang rusak digantikan dengan sumsum
tulang yang sehat. Transplantasi sumsum tulang berguna
untuk mengganti sel-sel darah yang rusak karena kanker.
III. Terapi Pengganti Cairan
Preparat immunoglobulin pertama kali digunakan secara
terapi pada 1950-an sebagai terapi penggantian imunoglobulin
untuk gangguan imunodefisiensi primer. Ketika sampai
kemajuan teknologi dalam fraksinasi plasma sekitar 30 tahun
yang lalu dikembangkan suspensi monomer dari IgG yang
cocok untuk penggunaan intravena (IVIg). Dengan kemampuan
untuk mengelola imunoglobulin dalam jumlah besar secara
intravena, IVIg kini telah menjadi pilihan perawatan penting
dalam sejumlah indikasi klinis di luar imunodefisiensi primer,
termasuk kondisi peradangan autoimun dan akut, dan peresepan
off-label telah menyeberang ke hampir setiap spesialisasi
medis. Preparat immunoglobulin dapat diberikan secara
intravena,intra muscular, dan subcutan.

Imunoglobulin adalah protein yang dapat mengenali


mikroorganisme dan membantu sel imun untuk menetralisasi
mikroorganisme tersebut. Kebanyakan IDP menyebabkan
tubuh memproduksi imunoglobulin dalam jumlah kecil, bahkan
tidak mampu memproduksi imunoglobulin sama sekali. Terapi
pengganti imunoglobulin adalah pengobatan yang paling
penting pada IDP yang membantu untuk melindungi tubuh
terhadap sejumlah nfeksi dan untuk mengurangi gejala
autoimun. Imunoglobulin digunakan untuk mengobati berbagai
jenis IDP, seperti common variable immunodeficiency (CVID),
agamaglobulinemia yang berhubungan dengan kromosom-X
(X-linked agammaglobulinaemia), sindrom hiper-
imunoglobulin yang berhubungan dengan kromosom-X (X-
linked hyper-imunoglobulin/HIGM syndrome), sindrom
Wiskott-Aldrich, dan imunodefisiensi kombinasi berat (severe
combined immunodeficiency/SCID). Pengobatan harus
diberikan secara teratur karena hanya dapat memberikan
perlindungan sementara, dan biasanya diberikan seumur hidup.

3.1 Immuniglobulin Intravena


Imunoglobulin intravena (IgIV) merupakan agen biologi
yang akhir-akhir ini semakin sering digunakan sebagai terapi
penyakit autoimun dan inflamasi kronik. Imunoglobulin
intravena merupakan imunoglobulin yang dimurnikan dari
kumpulan plasma beberapa ribu donor sehat. Sediaan IgIV
terutama mengandung molekul IgG manusia, dengan sejumlah
kecil IgA dan IgM.
Imunoglobulin intravena (IgIV) merupakan agen biologi
yang akhir-akhir ini semakin sering digunakan sebagai terapi
penyakit autoimun dan inflamasi kronik. Imunoglobulin
intravena merupakan imunoglobulin yang dimurnikan dari
kumpulan plasma beberapa ribu donor sehat. Sediaan IgIV
terutama mengandung molekul IgG manusia, dengan sejumlah
kecil IgA dan IgMligan yang mentransduksi sinyal apoptosis
terhadap sel. Berbagai antibodi dapat menginduksi apoptosis
sel T dan sel B autoreaktif yang mengekspresikan CD95 pada
permukaan selnya.

3.1.1 Mekanisme (IgIV)


1. Netralisasi superantigen. Superantigen adalah activator
poliklonal sel T CD4. Sediaan immunoglobulin
mengandung superantigen yang menghambat aktivasi sel T
yang diaktivasi oleh superantigen tersebut.
2. Netralisasi autoantibodi oleh anti-idiotipe. Berbagai
penelitian sebelumnya memiliki postulat bahwa sediaan
IgIV mengandung antibodi anti-idiotipik yang menekan
respons imun. Antibodi anti-idiotipik mampu mengenali
kemudian berikatan pada region Fab imunoglobulin yang
lain. Kemampuan tersebut yang mendasari kerja IgIV
menetralisasi autoantibodi. Anti-idiotipik tersebut dapat
menetralisasi autoantibodi patogen pada region yang
bervariasi menyerupai autoantibodi natural, meskipun
peran netralisasi ini belum terbukti secara luas.
3. Regulasi kerja berbagai sel imun. Imunoglobulin intravena
mempengaruhi aktivasi sel dendritik.15 Dosis tinggi IgIV
(minimal 10mg/mL) dapat menghambat diferensiasi dan
maturasi sel dendritik, hambatan tersebut menurunkan
kemampuan sel dendritik untuk mengenali antigen
sehingga dapat memperbaiki kondisi penyakitnya.
4. Supresi aktivitas komplemen. Pada pemberian terapi IgIV
kadar serum IgIV yang tinggi dapat menghambat ikatan
fragmen C3 dan C4 aktif dengan sel target. Hambatan
tersebut mencegah aktivitas komplemen yang dapat
menyebabkan kerusakan jaringan.
5. Meningkatkan katabolisme antibodi. Pemberian IgIV dapat
meningkatkan kadar antibodi dalam serum. Peningkatan
tersebut memicu katabolisme antibodi sehingga kadar
antibodi yang abnormal juga dapat berkurang.
6. Aktivasi atau inhibisi reseptor Fc. Imunomodulasi akibat
pemberian IgIV dapat terjadi karena interaksi bagian Fc Ig
dengan reseptor FC di sel target. Hambatan maupun
gangguan afinitas reseptor Fc ini merupakan mekanisme
lain kerja IgIV. Pemberian IgIV dapat menekan ekspresi
FcγRIIA pada sel dendritik manusia. Reseptor FcγRIIB
yang diekspresikan oleh sel limfosit B tidak memicu
terjadinya fagositosis, namun pemberian IgIV
memungkinkan saturasi sementara pada beberapa reseptor
tersebut, menimbulkan cross-linking yang menginduksi
sinyal sehingga menghambat produksi sel limfosit B dan
produksi imunoglobulin.

3.1.2 Cara Pemberian (IgIV)


Pada cara ini imunoglobulin diberikan langsung ke dalam
aliran pembuluh darah melalui pembuluh darah balik atau vena.
Setiap pemberian membutuhkan waktu 2-4 jam. Kelebihan
utama pemberian secara infus IV adalah dapat memberikan
imunoglobulin dosis tinggi bila diperlukan, dan pengobatan
hanya diperlukan setiap 3 atau 4 minggu. Kekurangannya
adalah pemberian infus IV harus dilakukan di rumah sakit atau
klinik oleh dokter atau perawat, atau di rumah oleh perawat
atau kerabat yang terlatih. Selain itu, beberapa pasien juga
dapat merasa tidak nyaman selama atau setelah pemberian infus
IV.

Dosis imunoglobulin yang diberikan disesuaikan dengan


kondisi pasien untuk menjamin jumlah imunoglobulin yang
cukup di dalam darah dan dapat mengontrol infeksi.
Sebagaimana terdapat beberapa nama dagang imunoglobulin
yang sedikit berbeda satu dengan lainnya, dan mungkin dapat
ditoleransi berbeda oleh beberapa individu, maka orangtua dan
pasien harus mengingat nama dagang yang mereka biasa
gunakan sehingga mereka dapat memastikan mendapat produk
yang tepat dan benar.

3.1.3 Keamanan Dan Efek Samping (IgIV)


Terapi IgIV secara umum dapat ditoleransi dengan baik.
Efek samping yang mungkin terjadi biasanya ringan dan
bersifat swasirna.20 Efek samping dapat timbul 30-60menit
setelah infus dimulai, berupa sakit kepala, mialgia,demam,
mual-muntah, perubahan tekanan darah dan takikardi. Untuk
menghindari terjadinya efek samping akibat pengobatan IgIV
ini dapat diberikan pra-terapi berupa analgetik, antihistamin
atau anti inflamasi nonsteroid (NSAIDs).24 Efek samping
lanjutan dapat lebih berat, antara lain gagal ginjal akut, kejadian
tromboemboli, meningitis aseptik dan neutropenia. Faktor
risiko pemberian IgIV antara lain adalah usia tua, riwayat
hipertensi, hiperkoagulabilitas, trombosis, stroke dan infark
miokard.

3.2 Immunoglobulin Subkutan


3.2.1 Cara Pemberian
Pada cara ini imunoglobulin diberikan melalui suntikan di
bawah kulit di daerah kaki, perut, atau lengan menggunakan
jarum dan pompa infus yang mudah dibawa (atau ‘pengatur
semprotan’/ ‘syringe driver’) atau teknik ‘tekanan’. Infus SK
hanya membutuhkan waktu 1-2 jam tetapi biasanya diberikan
satu kali atau lebih dalam seminggu. Infus SK berguna saat
terdapat masalah pada pemberian jalur infus IV. Selain itu,
infus SK dapat diberikan di rumah oleh pasien sendiri, atau
oleh orangtua dan pengasuh. Tetapi sayangnya, hal ini tidak
cocok atau sesuai dengan semua pasien IDP. Pasien dan
pengasuh yang ‘mengobati sendiri’ di rumah harus bersedia dan
mampu mengikuti jadwal pemberian dan mereka diminta untuk
membuat buku harian pengobatan. Hal ini dapat dilakukan
setelah dilakukan pelatihan oleh staf kesehatan.

3.2.2 Efek Samping


Kebanyakan pasien tidak mengalami efek samping yang
serius dari imunoglobulin. Beberapa pasien mengalami gejala
seperti sakit kepala, pusing, demam, menggigil, mual, muntah
atau sakit pada otot atau punggung. Efek samping yang lebih
berat seperti meningitis ‘aseptik’, hilangnya sel darah merah
(‘hemolitik’ anemia), peristiwa tromboemboli (pembekuan
darah, misalnya di jantung, otak atau paru-paru) dan reaksi
alergi yang serius sangat jarang terjadi. Efek samping ini
umumnya terjadi lebih sedikit pada penggunaan imunoglobulin
SK daripada dengan imunoglobulin IV. Pemeberian secara
infus SK kadang-kadang menyebabkan pembengkakan dan rasa
sakit di tempat suntikan.

Meskipun pengganti imunoglobulin dapat melindungi


terhadap banyak infeksi yang umum dan serius, tetapi tetap
tidak dapat mencegah semua infeksi. Pasien yang mendapat
pengobatan imunoglobulin masih perlu waspada terhadap
infeksi, seperti menjaga kebersihan yang baik atau dalam
beberapa kasus mendapat pengobatan antibiotik. Pasien atau
orangtua harus menghubungi dokter setiap dicurigai adanya
infeksi. Dokter atau perawat dapat memberikan saran jenis
infeksi yang harus diwaspadai.

Terapi imunoglobulin terbuat dari plasma manusia yang


disumbangkan oleh donor yang sehat. Terapi imunoglobulin
memiliki catatan keamanan yang sangat baik. Oleh karena
semua produk biologi dapat berisiko sangat kecil terhadap
infeksi virus, tetapi dengan imunoglobulin risiko ini
diminimalisasi dengan pemilihan donor plasma secara hati-hati,
melakukan uji terhadap donasi dan keamanan proses pada
manufaktur itu sendiri.

Imunoglobulin tersedia di sebagian besar negara, tetapi


sering hanya terdapat di pusat kesehatan yang memiliki ahli
dalam mengobati IDP. Pembiayaan terapi imunoglobulin
dibayar (atau ‘diganti’) oleh sistem kesehatan bervariasi antar
berbagai negara dan asuransi kesehatan. Pasien dan pengasuh
perlu memeriksa situasi lokal dan penyandang kesehatan
mereka dan meminta saran dari dokter mereka. Pasien juga
dapat menghubungi organisasi pasien nasional mereka

3.3 Immunoglobulin Intramuscular (IgIM)

Immune globulin intramuscular (IGIM) adalah larutan steril


yang terbuat dari plasma manusia. Ini mengandung antibodi
untuk membantu tubuh Anda melindungi diri terhadap infeksi
dari berbagai penyakit. IGIM digunakan untuk mencegah atau
mengurangi keparahan infeksi oleh hepatitis A, campak, cacar
air (varicella), dan rubella. IGIM juga digunakan untuk
mencegah atau mengurangi keparahan infeksi lain pada
individu dengan defisiensi imunoglobulin.

3.3.1 Cara Pemberian

IGIM disuntikkan ke otot. Injeksi ini diabsorbsi lebih


cepat daripada injeksi subkutan karena suplai darah lebih
banyak daripada daerah subkutan.

3.3.2 Efek Samping IGIM


Dapatkan bantuan medis darurat jika Anda memiliki
tanda-tanda reaksi alergi: gatal-gatal; sulit bernapas;
pembengkakan wajah, bibir, lidah, atau tenggorokan.

KESIMPULAN

1. Sel yang rusak akibat peradangan kronik akan melepaskan


sejumlah mediator inflamasi. Leukosit akan melepaskan
asam arakidonat yang merupakan hasil metabolisme di
jalur siklooksigenase dan menghasilkan prostaglandin.
AINS bekerja dengan menghambat kerja dari enzim
siklooksigenase. Klasifikasi AINS yaitu AINS Inhibitor
Non-selektif (Asam Salisilat, Derivat Para-Aminofenol,
Derivat Asam Asetat, Derivat Fenamat (N-fenilantranilat),
Derivat Asam Propionat, Derivat Asam Enolat) dan AINS
Inhibitor Selektif.
2. Imunorestorasi adalah suatu cara untuk mengembalikan
fungsi system imun yang terganggu dengan memberikan
berbagai komponen system imun.
3. Terapi pengganti imunoglobulin adalah pengobatan yang
paling penting pada IDP yang membantu untuk melindungi
tubuh terhadap sejumlah nfeksi dan untuk mengurangi
gejala autoimun. Terapi pengganti cairan dapat diberikan
secara intravena, intramuscular dan subkutan.
Immunoglobulin intra vena, diberikan langsung ke dalam
aliran pembuluh darah melalui pembuluh darah balik atau
vena. Immunoglobulin intra muskular disuntikkan ke otot.
Injeksi ini diabsorbsi lebih cepat daripada injeksi subkutan
karena suplai darah lebih banyak daripada daerah
subkutan. Immunoglobulin subkutan diberikan melalui
suntikan di bawah kulit di daerah kaki, perut, atau lengan
menggunakan jarum dan pompa infus yang mudah dibawa
(atau ‘pengatur semprotan’/ ‘syringe driver’) atau teknik
‘tekanan’
DAFTAR PUSTAKA

Sari, Ratnika.2017.Uji Efek Imunomodulator Campuran


Komponen Menyirih (Uncaria gambir Roxb., Piper
betle L., dan Ca(OH)2) dengan Pelarut Air Terhadap
Kadar CD19 dalam Darah.Jakarta : Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Zahra, Amira Putrid an Novita Carolia. 2017. Obat Anti-
inflamasi Non-steroid (OAINS): Gastroprotektif vs
Kardiotoksik. Lampung: Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.
Nurlaila, Ratna;Sulistyowati, A.D;Cahyani, S.C; dan
Budiyanto, Arief.2013.Terapi Imunoglobulin Intravena
pada Penyakit Autoimun Kulit.Yogyakarta : Universitas
Gajah Mada
Anonim.2012.Tata Laksana Imunodefiensi Primer : Panduan
untuk Pasien dan Keluarga.International Patient
Organisation For Primary Immunodeficiencies
Ratna.,dkk. 2013. Terapi Imunoglobulin Intravena Pada
Penyakit Autoimun Kulit. MDVI Vol. 40 No.3 Tahun
2013
Anonim. 2012. Tata Laksana Imunodefisiensi Primer:
Panduan Untuk Pasien Dan Keluarga. International
Patient Organisation for Primary Immunodeficiencies
(IPOPI)

LAMPIRAN
Lampiran 1 Jurnal Reverensi
Lampiran 2 Lembar Notulensi

Pertanyaan NIM Jawaban NIM


penanya penjawab
Pertanyaan NIM Jawaban NIM
penanya penjawab
Pertanyaan NIM Jawaban NIM
penanya penjawab
Pertanyaan NIM Jawaban NIM
penanya penjawab

Anda mungkin juga menyukai