Anda di halaman 1dari 10

RESUME BELAJAR MANDIRI

STASE KEPERAWATAN DEWASA

TOTAL PARENTERAL NUTRITION DAN TERAPI CAIRAN INTRAVENA

Disusun Oleh :

DINI ALDILA AISA

20184030070

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2018
TOTAL PARENTERAL NUTRITION

A. DEFINISI
Total Parenteral Nutrition atau Nutrisi Parenteral Total (NPT) merupakan cara
pemberian nutrisi melalui rute parenteral untuk memenuhi kebutuhan metabolisme dan
pertumbuhan. Terapi ini umumnya digunakan pada kondisi dimana pemberian nutrisi
melalui saluran cerna baik secara oral maupun enteral belum mencukupi atau tidak
diperbolehkan.
B. TUJUAN
1. Menyediakan nutrisi bagi tubuh melalui intravena, karena tidak memungkinkannya
saluran cerna melakukan proses pencernaan
2. TPN digunakan pada pasien dengan luka bakar yang berat, pancreatitis, inflammatory
bowel syndrome, inflammatory bowel disease, ulcerative colitis, acute renal failure,
hepatic failure, cardiac disease, pembedahan dan cancer.
3. Mencegah lemak subcutan dan otot digunakan oleh tubuh untuk melakukan
katabolisme energy.
C. INDIKASI
Pemberian NPT dilakukan apabila saluran cerna tidak dapat digunakan karena
malformasi intestinal, bedah saluran cerna, enterokoletis nektrotikan, distress pernafasan
atau keadaan dimana saluran cerna tidak mampu melakukan fungsi digestif dan absorbsi.
Beberapa indikasi utama diberikannya NPT adalah sebagai berikut :

Sebelum Pasien kurang gizi yang kehilangan BB > 10% dihitung dari
pembedahan BB terakhir
Komplikasi sesudah Sepsis, obstruksi usus (ileus), atau gastrointestinal statis
pembedahan
Short bowel Post infarction of bowel, trauma
syndrome
Penyakit saluran Penyakit crohn, ulcerative colitis, pankreatitis, enteritis
cerna radiasi
Luka bakar, kecelakaan, pasien yang dirawat intensif, gagal
Trauma besar ginjal akut

D. JENIS NUTRISI PARENTERAL


1. Lipids (Fat Emulsion)
Lipid diberikan sebagai larutan isotonis yang dapat diberikan melalui vena
perifer . Lipid diberikan untuk mencegah dan mengoreksi defisiensi asam lemak.
Sebagian besar berasal dari minyak kacang kedelai, yang komponen utamanya adalah
linoleic, oleic, palmitic, linolenic,dan stearic acids.

2. Karbohidrat
Beberapa jenis karbohidrat yang lazim menjadi sumber energi dengan
perbedaan jalur metabolismenya adalah : glukosa, fruktosa, sorbitokl, maltose, xylitol.
Tidak seperti glukosa maka, bahwa maltosa ,fruktosa ,sarbitol dan xylitol untuk
menembus dinding sel tidak memerlukan insulin. Maltosa meskipun tidak
memerlukan insulin untuk masuk sel , tetapi proses intraselluler mutlak masih
memerlukannya sehingga maltose masih memerlukan insulin untuk proses intrasel.
Demikian pula pemberian fruktosa yang berlebihan akan berakibat kurang baik.
Oleh karena itu perlu diketahui dosis aman dari masing-masing karbohidrat :
1) Glikosa ( Dektrose ) : 6 gram / KgBB /Hari.
2) Fruktosa / Sarbitol : 3 gram / Kg BB/hari.
3) Xylitol / maltose : 1,5 gram /KgBB /hari.
Campuran GFX ( Glukosa ,Gfruktosa, Xylitol ) yang ideal secara metabolik adalah
dengan perbandingan GEX = 4:2:1

3. Protein/ Asam Amino

Selain kalori yang dipenuhi dengan karbohidrat dan lemak , tubuh masih
memerlukan asam amino untuk regenerasi sel , enzym dan visceral protein.
Pemberian protein / asam amino tidak untuk menjadi sumber energi. Karena itu
pemberian protein / asam amino harus dilindungi kalori yang cukup, agar asam amino
yang diberikan ini tidak dibakar menjadi energi ( glukoneogenesis). Jangan
memberikan asam amino jika kebutuhan kalori belum dipenuhi.
Diperlukan perlindungan 150 kcal ( karbohidrat ) untuk setiap gram nitrogen atau 25
kcal untuk tiap gram asam amino . Kalori dari asam amino itu sendiri tidak ikut dalam
perhitungan kebutuhan kalori. Satu gram N ( nitrogen ) setara 6,25 gram asam amino
atau protein jika diberikan protein 1 gram/ kg = 50 gram / hari maka diperlukan
karbohidrat ( 50:6,25 ) x 150 kcal = 1200 kcal atau 300 gram.
4. Mikronutrien dan Immunonutrienv

Pemberian calsium, magnesium & fosfat didasarkan kebutuhan setiap hari, masing-
masing:

 Calcium : 0,2 – 0,3 meq/ kg BB/ hari


 Magnesium : 0,35 – 0,45 meq/ kg BB/ hari
 Fosfat : 30 – 40 mmol/ hari
 Zink : 3 – 10 mg/ hari

5. Contoh sediaan Nutrisi Parenteral Total


 Clinimix N9G15E
Larutan steril, non pirogenik untuk infus intravena. Dikemas dalam satu
kantong dengan dua bagian: satu berisi larutan asam amino dengan elektrolit,
bagian yang lain berisi glukosa dengan kalsium. Tersedia dalam ukuran 1 liter
 Minofusin Paed
Larutan asam amino 5% bebas karbohidrat, mengandung elektrolit dan
vitamin, terutama untuk anak-anak dan bayi. Bagian dari larutan nutrisi
parenteral pada prematur dan bayi. Memberi protein pembangun, elektrolit,
vitamin dan air pada kasus di mana pemberian peroral tidak cukup atau tidak
memungkinkan, kasus di mana kebutuhan protein meningkat, defisiensi
protein atau katabolisme protein.

E. JUSTIFIKASI DAN RASIONAL TERAPI


Nutrisi parenteral diindikasikan bila asupan enteral tidak dapat dipenuhi dengan baik.
Terdapat kecenderungan untuk tetap memberikan nutrisi enteral walaupun parsial dan
tidak adekuat dengan suplemen nutrisi parenteral. Pemberian nutrisi parenteral pada
setiap pasien dilakukan dengan tujuan untuk dapat beralih ke nutrisi enteral secepat
mungkin.
F. PROSEDUR
Berdasarkan cara pemberian Nutrisi Parenteral dibagi atas :

1. Nutrisi Parenteral Sentral.


a) Diberikan melalui central venous,bila konsentrasi > 10% glukosa.
b) Subclavian atau internal vena jugularis digunakan dalam waktu singkat sampai <
4minggu.
c) jika > 4 minggu,diperlukan permanent cateter seperti implanted vascular access
device.
2. Nutrisi Parenteral Perifer.
a) PPN diberikan melalui peripheral vena.
b) PPN digunakan untuk jangka waktu singkat 5 -7 hari dan ketika pasien perlu
konsentrasi kecil dari karbohidrat dan protein.
c) PPN digunakan untuk mengalirkan isotonic atau mild hypertonic solution.High
hypertonic solution dapat menyebabkan sclerosis,phlebitis dan bengkak.
G. PEMANTAUAN
Pada pasien ICU, kebutuhan dalam sehari diberikan lewat infus secara kontinu dalam
24 jam. Monitoring terhadap faktor biokimia dan klinis harus dilakukan secara ketat. Hal
yang paling ditakutkan pada pemberian nutrisi parenteral total melalui vena sentral adalah
infeksi. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
1. Insersi subklavia: infeksi lebih jarang dibanding jugular interna dan femoral.
2. Keahlian operator dan staf perawat di ICU mempengaruhi tingkat infeksi.
3. Disenfektan kulit klorheksidin 2% dalam alkohol adalah sangat efektif.
4. Teknik yang steril akan mengurangi resiko infeksi.
5. Penutup tempat insersi kateter dengan bahan transparan lebih baik.
6. Kateter sekitar tempat insersi sering-sering diolesi dengan salep antimikroba.
7. Penjadwalan penggantian kateter tidak terbukti menurunkan sepsis.
TERAPI CAIRAN INTRAVENA
A. DEFINISI

Terapi intravena merupakan salah satu tindakan keperawatan yang dilakukan dengan
memasukkan cairan, elektrolit, obat intravena dan nutrisi parenteral ke dalam tubuh
melalui intravena. Tindakan ini sering merupakan tindakan life saving seperti pada
kehilangan cairan yang banyak, dehidrasi dan syok, karena itu keberhasilan terapi dan
cara pemberian yang aman diperlukan pengetahuan dasar tentang keseimbangan cairan
dan elektrolit serta asam basa.
B. JENIS TERAPI CAIRAN INTRAVENA
1. Cairan kristaloid
Kristaloid berisi elektrolit (contoh kalium, natrium, kalsium, klorida). Kristaloid
tidak mengandung partikel onkotik dan karena itu tidak terbatas dalam ruang
intravascular dengan waktu paruh kristaloid di intravascular adalah 20-30 menit.
Tonisitas kristaloid menggambarakan konsentrasi elektrolit yang dilarukan ke dalam
air dibandingkan dengan yang dari plasma tubuh. Ada 3 jenis tonisitas kristaloid
diantaranya :
a. Isotonis
Ketika kristaloid berisi sama dengan jumlah elektrolit plasma, ia memiliki
konsentrasi yang sama dan disebut sebagai “isotonik” (iso, sama; tonik,
konsentrasi). Contoh larutan kristaloid isotonis adalah Ringer Laktat, Normal
Saline (NaCl 0.9%), dan Dextrose 5% in ¼ NS.
b. Hipertonis
Jika kristaloid berisi lebih elektrolit dari plasma tubuh, itu lebih terkonsentrasi dan
disebut sebagai “hipertonik” (hiper, tinggi, tonik, konsentrasi). Contoh larutan
kristaloid hipertonis adalah Dextrose 5% dalam ½ Normal Saline, Dextrose 5%
dalam Normal Saline , Saline 3%, Saline 5%, dan Dextrose 5% dalam RL.

c. Hipotonis
Ketika kristaloid mengandung elektrolit lebih sedikit dari plasma dan kurang
terkonsentrasi, disebut sebagai “hipotonik” (hipo, rendah; tonik, konsentrasi).
Contoh larutan kristaloid hipotonis adalah Dextrose 5% dalam air, ½ Normal
Saline.
2. Cairan koloid
Cairan koloid mengandung zat-zat yang mempunyai berat molekul tinggi dengan
aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama dalam
ruang intravaskuler. Koloid digunakan untuk resusitasi cairan pada pasien dengan
defisit cairan berat seperti pada syok hipovolemik/hermorhagik sebelum diberikan
transfusi darah, pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein
jumlah besar (misalnya pada luka bakar). Berdasarkan jenis pembuatannya, larutan
koloid terdiri dari :
a. Koloid alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia (5% dan 25%).
b. Koloid sintetik, contohnya dextran, hydroxylethyl strach, dan gelatin.
Berdasarkan penggunaannya, cairan infus dapat digolongkan menjadi empat kelompok
yaitu :
1. Cairan pemeliharan
Terapi cairan untuk pemeliharaan mengacu pada penyediaan IV cairan dan elektrolit
untuk pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka secara enteral namun
sebaliknya baik dalam hal keseimbangan cairan dan elektrolit. Jenis cairan rumatan
yang dapat digunakan adalah : NaCl 0,9%, glukosa 5%, glukosa salin, ringer
laktat/asetat.
2. Cairan pengganti
Cairan ini dibuuhkan untuk menangani deficit yang ada atau kehilangan yang tidak
normal misalnya dari saluran pencernaan atau dari saluran kencing.
3. Cairan untuk tujuan khusus
Yang dimaksud adalah cairan kristaloid yang digunakan khusus, misalnya natrium
bikarbonat 7,5%, kalsium glukonas, untuk tujuan koreksi khusus terhadap gangguan
keseimbangan elektrolit.
4. Cairan nutrisi
Cairan nutrisi biasanya digunakan untuk nutrisi parenteral pada pasien yang tidaak
mau makan, tidak boleh makan dan tidak bisa makan peroral.

C. PROSEDUR
Secara umum telah disepakati bahwa pemberian terapi cairan dilakukan melalui jalur
vena, baik vena perifer maupun vena sentral melalui kanulasi tertutup atau terbuka
dengan seksi vena.
1. Kanulasi Vena Perifer
Syarat dari pemilihan kanulasi ini adalah vena di daerah ekstremitas atas berikutnya
dilanjutkan pada vena bagian ekstremitas bawah. Hindari vena di daerah kepala
karena sangat tidak fiksasinya, sehingga mudah terjadu hematom. Tujuan
dilakukannya kanulasi vena perifer ini adalah untuk :
a. Terapi cairan pemeliharaan dalam waktu singkat. Apabila lebih dari tiga hari,
harus pindah lokasi vena dan set infus harus diganti pula.
b. Terapi cairan pengganti dalam keadaan darurat, untuk menganti kehilangan cairan
tubuh atau perdarahan akut.
c. Terapi obat lain secara intravena yang diberikan secara kontinyu atau berulang

2. Kanulasi vena sentral


Kanulasi dengan penggunaan jangka panjang, misalnya untuk nutrisi parenteral total,
kanulasi dikalukan melalui vena subklavikula atau vena jugularis interna. Sedangkan
untuk jangka pendek, dilakukan melalui vena-vena di atas ekstremitas atas secara
tertutup atau terbuka dengan vena seksi. Tujuan dari kanulasi vena sentral ini
tersendiri adalah:
a. Terapi cairan dan nutrisi pareterla jangka panjang. Terutama untuk cairan nutrisi
parenteral dengan osmolaritas yang tinggi untuk mencegah iritasi pada vena.
b. Jalur pintas terapi cairan pada keadaan darurat, misalnya cardio vascular, vena
perifer sulit diidentifikasi
c. Untuk pemasanganan alat pemacu jantung
D. PEMANTAUAN
Monitoring infus merupakan pemantauan perawat untuk mencatat hasil data dari
pasien sebelu maupun setelah melakukan tindakan perawatan infus. Menganti botol infus
dilakukan apabila cairan sudah berada di leher botol dan tetesan masih berjalan.
Sebaiknya, prosedur ini dilakukan dalam 24 jam untuk mencegah flebitis dan
pembentukan trombus. Monitoring merupakan tangung jawab perawat dan meliputi laju
arus infus sambil memastikan kebetahan dan keselamatan pasien/klien. Laju arus infus
ditetapkan menurut perintah dokter, dokter mungkin telah menentukan jumlah infus
dalam 8 atau 24 jam. Laju infus dihitung berdasarkan jumlah tetes larutan per menit.
Rumus menghitung tetesan infus :
DAFTAR PUSTAKA

Salam, H.S. Dasar-Dasar Terapi Cairan dan Elektrolit


Suta, P.D.D., & Sucandra, I.M.A.K. (2017).Terapi Cairan. Bagian/SMF Ilmu Anastesi
dan Reanimasi FK UNUD/RSUP Sanglah
Widiasa, W., Suandi, S., & Retayasa, I. W. (2016). Nutrisi Parenteral Total pada Bayi
Prematur. Sari Pediatri, 9(1), 39-43.
Wiryana, M. (2009). Nutrisi Pada Penderita Sakit Kritis. Jurnal Penyakit Dalam, 8, 176-
186

Anda mungkin juga menyukai