Anda di halaman 1dari 12

STENOSIS PULMONAL

1. Defenisi

Stenosis pulmonal adalah suatu keadaan terdapatnya obstruksi anatomis jalan keluar
ventrikel kanan yang menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan antara ventrikel kanan
dan kiri.

Stenosis pulmonal adalah penyempitan pada katup pulomonalis atau penyakit jantung
katup yang keluar dari darah ventrikel kanan jantung yang menyebabkan penurunan aliran
darah ke paru.

2. Klasifikasi

Stenosis pulmonal dapat dibedakan menurut penyebabnya, kongenital atau didapat.


Menurut obstruksi jalan keluar ventrikel kanan , bisa valvular atau subvalvular. Pada
mereka yang disebabkan kelainan kongenital bisa stenosis pulmonal tersendiri dengan
septum ventrikel yang utuh stenosis pulmonal dengan defek septum ventrikel misalnya
pada tetralogi fallot. Juga bisa dibedakan mereka yang dengan shunting atrium kanan ke
atrium kiri sehingga menimbulkan sianosis dan unsaturation arterial atau yang tanpa
shunting yang walaupun bisa terjadi sianosis kalau terjadi gagal jantung saturasinya tetap
normal.
Atas dasar perbedaan puncak tekanan sistolik antara ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis bisa dibedakan menjadi:
a. derajat ringan pada mereka yang dengan perbedaan tekanan sistolik kurang dari 50
mmHg,
b. derajat sedang pada mereka yang dengan perbedaan tekanan sistolik antara 50-100
mmHg,
c. derajat berat pada mereka yang dengan perbedaan tekanan sistolik lebih dari 100
mmHg.
Pada regurgitasi pulmonal dapat dibedakan akibat kelainan primer, biasanya tanpa
hipertensi pulmonal, atau akibat kelainan sekunder, yaitu adanya hipertensi pulmonal oleh
sebab apapun.

3. Etiologi
Stenosis pulmonalis dapat disebabkan oleh kelainan kongenital. Kelainan didapat
diantaranya disebabkan oleh reumatik jantung, tuberkolosis, malignant circinoid tumor
endocarditis, miksoma dan sarkoma .
Kelainan sejak lahir merupkan kelainan yang paling banyak pada stenosis pulmonalis.
Kelainan sejak lahir diantaranya :
a. Tak terbentuknya katup pulmonal. Kelainan ini bisa merupakan kelainan
tersendiri, kan tetapi sering disertai dengan defek septum ventrikel dan sumbatan
jalan keluar ventrikel kanan. Disini regurtasi pulmonal dapat pula terjadi.
b. Atresia pumonal. Disini katup pulmonal tidak sempurna dan hanya berupa
jaringan fibrosa, ruang ventrikel kanan biasanya kecil sedangkan dindingnya
hipertrofi. Pada kelainan ini selalu ada komunikasi atrium kanan dan kiri sehingga
kalau terjadi aliran balik dari atrium kanan ke trium kiri akan terjadi sianosis.
c. Stenosis pulmonal. Kelainan ini lebih sering terjadi dibandingkan dengan dua
kelainan diatas. Pada bentuk yang ringan merupakan fusi sebagian, dua atau
ketiga daun katup . pada katub yang berat komisura hampir tak terbentuk dan
dengan katup membentuk diafragma berbentuk kubah dengan lubang kecil di
tengah.
d. Defek septum ventrikel dengan obstruksi jalan keluar ventrikel kanan. Defek
septum ventrikel dapat mengaami komplikasi obstruksi jalan keluar ventrikel
kanan baik di tingkat sub valvular maupun valvular. Kadang-kadang didapatkan
hipertrofi krista supraventrikularis atau stenosis pulmonal.
e. Tetralogi Fallot. Disini defek septum ventrikel biasanya terletak dibawah krista
supraventrikularis. Sumbatan jalan keluar ventrikel kanan biasanya disebabkan
oleh sempitnya infundibulum disertai dengan hipertrofi otot. Sebagai tambahan
mungkin didapatkan stenosis katup pulmonal, hipoplasi, annulus pulmonalis atau
kontriksi pada tempat arteria pulmonalis kanan atau kiri berpangkal.
f. Transposisi arteri besar yang sempurna. Aorta berpangkal pada ventrikel kanan
sedangkan arteria pulmonalis berpangkal pada ventrikel kiri. Kelainan ini dapat
disertai dengan malformasi jantung yang lain misalnya stenosis pulmonal,
koartasio aorta, dan adanya hanya satu ventrikel.
Regurgitasi pulmonal biasanya disebabkan oleh dilatasi cincin katup sebagai
akibat hipertensi pulmonal, atau dilatasi arteria pulmonal, baik idiopatik atau akibat
kelainan jaringan ikat seperti pada sindrom Marfan, yang kedua sebagai akibat
endokarditis infeksi dan yang paling jarang adalah iatrogenik dan dapat juga akibat
tindakan operatif dari stenosis pulmonal ataupun tetralogi fallot. Hal lain yang bisa
juga mengakibatkan regurgitasi pulmonal antara lain sindrom karsinoid, akibat
tindakan kateterisasi jantung, lues dan trauma dada.

4. Manifestasi klinis

Manifestasi Klinis Pada Stenosis Pulmonal


1. Gangguan fungsi miokard :
 Takikardia
 Perspirasi ( yang tidak tepat )
 Penurunan haluaran urine
 Keletihan
 Kelemahan
 Gelisah
 Anoreksia
 Ekstrimitas pucat dan dingin
 Denyut nadi perifer lemah
 Penurunan tekanan darah
 Irama gallop
 Kardiomegali

2. Kongesti paru
 Takipnea
 Dispnea
 Retraksi ( bayi )
 Pernapasan cuping hidung
 Intoleransi terhadap latihan fisik
 Ortopnea
 Batuk, suara serak
 Sianosis
 Mengi
 Suara seperti mendengkur ( grunting )

3. Kongesti vena sistemik


 Pertambahan berat badan
 Hepatomegali
 Edema perifer, periorbital
 Asites
 Distensi vena leher ( pada anak-anak )

Manifestasi klinis :

1. Sianosis ringan atau CHF


2. Murmur sistolik di atas daerah pulmonal
3. Suara thrill (bising) pada stenosis parah
4. Penurunan toleransi pada aktivitas fisik
5. Dispnea
6. Nyeri prekordium
5. Patofisiologi

Demam reumatik endocarditis


malformasi selama masa
kehamilan, riwayat penyakit
keluarga

Stenosis pulmonal (tahanan)

Tekanan ventrikel kanan meningkat

Ventrikel kanan hipertrofi

Aliran darah ke paru menurun

Gagal jantung kanan

Tekanan atrium kanan meningkat

Foramen ovale kembali terbuka

Sianosis, CHF

Penyempitan yang signifikan secara klinis dari katup atau pembuluh darah
meningkatkan tekanan proksimal obstruksi. Tekanan ini diperlukan untuk
mempertahankan aliran aliran ke pulmonalis. Pada stenosis pulmonal, akan terjadi
hipertrofi ventrikel kanan dan mempertahankan aliran ini ke depan. Besarnya tekanan
ventrikel kanan dan gradien tekanan di katup paru umumnya sebanding dengan derajat
obstruksi. Dalam keadaan biasa, proporsional hipertrofi ventrikel kanan mempertahankan
aliran darah paru normal. Jika output normal tidak terawat, maka akan gagal jantung
kanan
Dengan meningkatnya hipertrofi ventrikel kanan, kepatuhan ventrikel kanan
berkurang dengan peningkatan resultan tekanan akhir diastolik dan dengan ombak yang
menonjol di atrium kanan. Sehingga tekanan atrium kanan meningkat, shunt kanan-ke-
kiri dapat terjadi jika foramen ovale adalah paten atau jika defek septum atrium hadir,
hasil perubahan dalam desaturasi arteri sistemik dan sianosis klinis jelas.
6. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan khusus
1. Foto toraks
Mengungkapkan prominensi arteri pulmonal utama, kanan atau kiri
2. Ekokardiografi
Menunjukkan penebalan katup, pembentukan kubah katup nondisplastik yang khas,
hipertrofi ventrikel kanan
3. Ultrasonografi
Menunjukkan penenbalan katup, hipertrofi ventrikel kanan
4. Elektrokardiografi
Menunjukkan deviasi aksis kanan ringan. kalau berat-hipertrofi atrium dan ventrikal
kanan
5. Kateterisasi jantung dapat menentukan luasnya stemosis.
6. Radiologis :
 A. Polmonalis membesar
 Ventrikal kanan membesar

(berhrman klirgman arvin,2007)

7. Penatalaksanaan medis

Stenosis pulmonal yang ringan sampai sedang dapat dikelola tanpa tindakan operasi.
Pada pasien yang membutuhkan tindakan operasi ataupun pencabutan gigi dianjurkan
pemberian antibiotik prosilaksis. Untuk stenosis pulmonal tanpa keluhan oleh sebagian ahli
dianjurkan pengobatan konservatif saja, tanpa tindakan valvulotomi (insisi katup jantung
yang mengalami stenosis), sedangkan sebagian ahli yang lain menganjurkan valvulotomi.
Pada stenosis pulmonal berat dengan gagal jantung kanan, semua menganjurkan
tindakan calculotomi. Pada keadaan dimana pasien menolak operasi atau kondisi pesien tidak
memungkinkan untuk operasi, dianjurkan pemberian digitalis. Pemberian diuretika secara
hati-hati dapat pula dicoba, akan tetapi dapat menurunkan isi sekuncup menit hingga
menimbulkan kelelahan yang berat.
Pengelolaan regurgitasi pulmonal biasanya terbatas pada pemberian profilaksis
antibiotik pada tindakan dental atau operasi. Gagal jantung sangat jarang terjadi pada
regurgitasi pulmonal sehingga tidak banyak pengalaman tindakan pengobatan ataupun
operasi pada kasus tersebut.
8. Asuhan keperawatan
- Pengkajian
 Riwayat
o Defek konginital
o Sinus aneurisma valsalva
o Aneurisma tandur aortik
o Penyakit jantung reumatik
o Penyakit jantung karsinoid
o Orthopnea
o Dispnea saat kontraksi
o Keletihan
o Angina
o Palpitasi (jantung berdebar-debar)
 Pemeriksaan fisik
Ditemukan :
o Teraba nadi dari ventrikel kanan disepanjang batas parasternal kiri
o Edema ferifer
o Split S2
o Bunyi klik pada ejeksi sistolik
o Crackle paru
o Hepatomegali (gagal jantung)
o Distensi vena jugularis
- Diagnosa
 Penuran perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah jantung, kongesti
vena sekunder terhadap kerusakan fungsi katup (regurgitasi/stenosis).
Potensial komplikasi : syok kardiogenik.
Data Penunjang
Subjektif : mengeluh pusing, sesak napas, mual, berkeringat dingin, dan nyeri
dada
Objekktif : hipotensi, MAP, abnormal, takikardia,orthopnea, PND; ronkhi; kadar
BUN dan kreatinin meningkat ; oliguru, tekanan vena jugularis (JVP) > 3cmH2O,
dissritmia, BJ3 Gallops, BJ2 melemah atau split, terdengar murmur sistolinatau
diastolik
Tujuan
Perfusi jaringan, curah jantung adekuat, dan tanda-tanda dekompensasi kordis tidak
berkembang lebih lanjut.
Kriteria Hasil
Subjektif : keluhan diatas (pada jantung penunjang) berkulang atau hilang
Objektif : tekanan darah,, MAP dalam batas normal, denyut nadi kuat, denyut
jantung dalam batas normal, kadar ureum dan kreatinin normal, JVP stabil, kulit
hangat-kemerahan, tifak berkeringat, irama jantung sinus, pola nafas efektif, bunyi
nafas normal, intensitas kuat dan irama BJ teratur.

Intervensi
Rasional
1. atur posisi tidur yang nyaman 1. posisi tersebut memfasilitasi ekspansi paru
(fowler/high fowler
2. Bed rest total dan mengurangi 2. pembatasan aktivitas dan istiraha mengurangi
aktivitas yang merangsang konsumsi oksigen miokard dan beban kerja
timbulnya respons valsava/ vagal jantung
manuver. Catat reaksi klien
terhadap aktivitas yang dilakukan
3. Monitor tanda-tanda vital dan 3-7. tanda dan gejala tersebut membanu diagnosis
denyut apikal setiap jam (pada fase gagal jantung kiri. Disritmia menurunkan curah
akut), dan kemudian tiap 2-4 jam jantung. BJ3 dan BJ4Gallop’s akibat dari
bila fase akut berlalu penurunan pengembangan ventrkel kiri, dampak
dari kerusakan katup jantung. Peningkatan kagar
BUN dan kreatinin mengindikasikan penurunan
suplai darah renal. Penurunan sensori terjadi akibat
penurunan perfusi jaringan k otak. Kecemasaan
meningkatan konsumsi oksiign miokard istirahat
dan pembatasan aktivitas mengurangi konsumsi
oksigen pada miokard
4. monitor dan catat tanda-tanda
distritmia,auskultasi perubahan
bunyi jantung dan bising jantung.
5. Monitor kadar BUN dan kreatinin
darah sesuai program terapi

6. observasi perubahan sensori


7. observasi tanda kecemasan dan
upayakan memelihara lingkungan
yang nyaman. Upayakan waktu
istirahat dan tidur akurat
8. kolaborasi dengan tim gizi untuk 8-9. diet rendah garam mengurangiretensi cairan
memberikan diet rendah garam dan ekstraseluler, selulosa memudahkan baung air
rendah kalori (bila klien obesitas) besar dan mencegah respons valsava saat buang air
serta cukup selulosa besar. Oral higienis meningkatkan nafsu makan.
9. berikan diet dalam porsi kecil dan
sering. Berikan perawatan mulut
(oral care) secara teratur
10. lakukan latihan secara asif (bila 10. latihan gerak yang diprogramkan dapat
fase akut berlalu) dan tindakan lain mencegah troboemboli di vaskular perifer
untuk mencegah tromboemboli
11. kolaborasi tim dokter untuk
terapi tindakan.
a. obat glikosid jantung
b. obat inotropik atau digitalis
dan vasoaktif
c. anti emetik dan laxatif (sesuai
indikasi) 11. a. meningkatkan kontraktilitas miokard
d. transquilizer atau sedatif b. menurunkan preloaddan afterload
seperti diazepam meningkatkan curah jantung dan
e. bantuan oksigenasi (tingkat menurunkan beban kerja jantung
aliran dan konsentrasinya) c. mencegah aktivitas berlebihansaluran
setiap kali klien selesai pencernaan yang merangsang respon valsava
melakukan aktivitas atau d. menurunkan kecemasan dan memberikan
makan relaksasi
f. sek EKG serial e. meningkatkan suplai oksigen selama dan
g. rontgen toraks dan setelah peningkatan aktivitas organ
echocardiografi(bila ada f-h. pemeriksaan tersebut membantu
indikasi) menegakkan diagnosis dan menentukan
h. kateterisasi jantung (flow- perkembangan kondisi fisik dan fungsi
direct catheter) bila ada jantung
indikasi i. memperbaiki fungsi pompa jantung.
i. pembedahan pergantian katup Menurunkan preload dan afterload
(jika ada indikasi) meningkatkan curah jantung.
12. monitor serum digitalis secara
periodik, dan efek samping
obat—obatan serta tanda-tanda
peningkatan ketegangan jantung.
Jangan memberikan digitalis bila 12. toksisitas disitalis menimbulkan rigiditas
didapatkan perubahan deyut nadi, miokard, menurunkan curah jantung dan
bunyi jantung atau perkembangan menurunkan perfusi organ
toksisitas digitalis dan segera
laporkan kepada tim medis

 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan curah jantung dan


ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen jaringan

Data penunjang
 Subjektif : keluhan nyeri dada, pusing mual, sesak nafas, lelah/fatigue terlebih
jika beraktivitas.
 Objektif : hipotensi, bradikardi, atau takikardi; disritmia, dispnea terutama
saat beraktivitas; diaforesis; pola EKG: QRS voltase rendah, LVH, gelombang P
mitral atau P pulmonal, axis LAD/RAD; pucat; respons nonverbal grimace, kesakitan;
kesulitan bernapas.

Tujuan : Klien terbebas dari rasa nyeri dan mampu meningkatkan toleransi aktivitas

Kriteria Hasil
 Subjektif : keluhan nyeri dada. Pusing, mual, sesak napas dan lelah
berkurang/hilang
 Objektif : pola EKG : irama sinus, ST iso-elektris, gelombang T positif, axis
dalam bats normal; iso-enzym kardiak normal; tanda-tanda vital dalam batas normal;
mampu melakukan aktivitas sesuai kemampuan (exercise HR <20 bpm di atas resting
HR, denyut nadi meningkat 3 denyutan dari tiap 6 resting pulse, sistolik meningkat <
40 mmHg dan diastolik < 20mmHg setelah beraktivitas)

Intervensi Rasional
1. monitor nyeri dada (awal serangan, sifat, 1-2. data tersebut bermanfaat dalam
lokasi, penjalaran, lamanya, faktor menentukan penyebab dan efek nyeri
pencetus atau yang mengurangi), tanda dada. Nyeri dada dapat menjadi indikasi
sesak napas, diaforesis, kelelahan. adanya iskemia dan injuri miokard.
2. anjurkan kepada klien untuk segera 3-9. perasaan nyaman dan tenang
minta bantuan tim perawatan atau dokter memberikan efek relaksasi yang
bila merasakan serangan nyeri kembali. mendukung pembatasan aktivitas
3. upayakan lingkungan yang tenang sehingga mengurangi konsumsi oksigen
4. batasi aktivitas selama timbul serangan miokard. Penilaian kondisi klien pasca-
nyeri atau sebelum dan sesudah aktivitas dapat menentukan tindakan
makan/latihan aktivitas. untuk memenuhi asupan oksigen jaringan
5. bantu mengubah posisi klien (bila perlu) dan miokard.
6. upayakan rencana tindakan dan latihan
aktivitas yang tidak mengganggu periode
tidur/istirahat klien.
7. berikan latihan ROM (rentang gerak
sendi) pada lengan setelah fase akut
mereda (pada minggu I).
8. nilai respon klien terhadap aktivitas
yang dilakukan dan catat adanya disritmia,
tanda sesak napas, diaforesis, kelelahan,
sianosis, mental confusion, pucat, pusing,
nyeri dada.
9. menilai tanda-tanda vital saat istirahat
dan tanda-tanda vital setelah aktivitas
(segera dan 3 menit kemudian).
10. Kolaborasi tim medis untuk terapi 10. aktivitas meningkatkan kebutuhan
oksigenasi, konsentrasinya ditingkatkan oksigen jaringan dan miokard.
selama 30 menit setelah waktu makan dan
latihan gerak pasif (ROM).

 Risiko terhadap atau kelebihan volume cairan (edema dependen) berhubungan dengan
peningkatan preload, penurunan kontraktilitas, penurunan aliran darah ke ginjal, dan
penurunan laju filtrasi glomerulus

Data penunjang

 Subjektif : sesak nafas, batuk, kaki bengkak, berkeringat dingin.


 Objektif : edema ekstremitas; berat badan meningkat; dsipnea, orthopnea,
PND; asites, hepatomegali, splenomegali; kardiomegali, CTR > 50%; EKG: LVH,
RVH, deviasi axis; pergeseran apeks, perubahan denyut nadi, peningkatan CVP,
PWB, BP;ronkhi; oliguri, anuria; JVP > 3 cmH2O; pelebaran vena abdominal.

Tujuan : Mencegah atau mengurangi volume cairan dan meningkatkan perfusi jaringan.
Kriteria Hasil
 Subjektif : keluhan berkurang / hilang
 Objektif : CVP, PWP, tekanan darah, denyut nadi, berat badan dalam batas
normal, edema atau asites berkurang atau hilang, pola napas hilang, suara napas
normal, hati dan limpa normal.

Intervensi Rasional
1. monitor dan evaluasi CVP, PWP, denyut 1-5. tanda peningkatan tekanan
nadi, tekanan darah secara ketat setiap jam hemodinamik memicu kegagalan
(pada fase akut) atau 2-4 jam setelah fase sirkulasi akibat peningkatan volume
akut berlalu. vaskular, serta afterload dan preload
2. monitor bunyi jantung, murmur; palpasi, jantung kiri.
iktus kordis, lebar denyut apeks dan
adanya disritmia.
3. observasi tanda-tanda edema ansarka.
4. timbang berat badan tiap hari (bila
kondisi klien memungkinkan).
5. observasi pembesaran hati dan limpa ;
catat adanya mual, muntah distensi dan
konstipasi.
6. batasi makanan yang menimbulkan gas 6. penimbunan gas dalam saluran cerna
dan minuman yang mengandung karbonat. menimbulkan ketidaknyamanan.
7. batasi asupan cairan dan berikan diet 7-8. mencegah retensi cairan ekstra
rendah garam. seluler dan mempertahankan
8.observasi intake dan output cairan keseimbangan elektrolit
(terutama per infus) per jam atau per 24
jam
9. kolaborasi tim dokter untuk terapi atau 9. a. Menurunkan volume cairan
tindakan. ekstraseluler
a. diuretik. b. perubahan elektrolit dapat memicu
b. cek kadar elektrolit serum. disritmia jantung.
c. oksigenasi dengan tekanan rendah. c.terapi oksigen akan meningkatkan
suplai oksigen jaringan.

DAFTAR PUSTAKA

Muscari,Mary E. 2005. Panduan Belajar:Keperawatan Pediatric.Jakarta:EGC


Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.
Samik Wahab, A. 2009. Kardiologi Anak : Penyakit Jantung Congenital Yang Tidak
Sianotik.Jakarta:EGC
Sudoyo Aru W.2009.Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: Interna Publishing
Wong, Donna L. 2009.Buku Ajar Keperawatan Pediatric Wong.Jakarta:EGC
Bilotta, Kimberly. 2012. Kapita Selekta Penyakit, edisi 2. Jakarta:EGC
Udjianti, W. 2011. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta Selatan: Salemba Medika
MAKALAH
STENOSIS PULMONAL
NAMA KELOMPOK :

JAMIN NORI NOFRIANTI


SURYANI PRATIWI NEFTRIANI AZRUL
SULASTRI SYARIFAH NAZIFAH
ANNISA RAHMI SELMA SALSABILLA
ARMONA SARI PEPI HANDAYANI
DEWI SEPTIANI YUNI ELITA SARI
MUHAMMAD FADIL NURWINDI MADINA
GUSTIA MARLIYUNA SINTIA OKTRI RILASTI
JUDIKA YESSI FIQRI ABDULLAH

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS RIAU
2013

Anda mungkin juga menyukai