Anda di halaman 1dari 3

Faisal Basri: Petani Indonesia masih hidup dalam kemiskinan

Rabu, 15 Agustus 2018 17:30Reporter : Yayu Agustini Rahayu


Faisal Basri. ©2018 Merdeka.com/Darmadi Sasongko

Merdeka.com - Pengamat Ekonomi Faisal Basri mengungkapkan permasalahan kemiskinan di Indonesia


masih belum terselesaikan, mengingat golongan masyarakat berpendapatan rendah masih tinggi yakni 40
persen. Bahkan, kebijakan yang sudah dikeluarkan pemerintah dinilai tidak tepat sasaran.
"Pemerintah harus hadir untuk memberdayakan yang paling lemah (40 persen rakyat miskin)," kata Faisal
dalam sebuah acara diskusi di Kawasan Jakarta Selatan, Rabu (15/8).

Dia mengungkapkan, sebagian besar 40 kelompok terbawah tersebut berprofesi sebagai petani di desa. Oleh
sebab itu, pemerintah harus lebih gencar lagi dalam mensejahterakan kaum tani dan mengangkat nasib rakyat
paling bawah tersebut.

"Sekarang kita bicara rakyat bawah yang harus dibantu sebagian besar rakyat kita adalah petani. Petani
semakin sengsara. Nilai tukar petani turun dari akhir masa pak SBY sampai kini masa Jokowi," ujarnya.
Dia menegaskan, petani di Indonesia belum sejahtera. Bahkan mereka terus dirugikan terutama sejak
pemerintah menetapkan Harga Pokok Penjualan (HPP) yang rendah.

"Petani itu ditekan terus sama pemerintah. Karena pemerintah lebih mengutamakan peningkatan produksi.
Menteri Pertaniannya berbohong-berbohong terus dan dibiarkan oleh Presidennya. Kalau anggota DPR
protes, anggota DPR nya diajak ketemu "butuh traktor berapa di dapil" gitu. Nah itu dibiarkan praktik seperti
itu. Harga beras ditahan rendah. HPP mau diturunkan. HPP beras diturunkan untuk menolong kita kelas
menengah agar tidak cerewet. Untuk mencegah kelas menengah tidak nyinyir kalau harga beras naik," jelas
Faisal.

Selain itu, upah riil buruh tani terus mengalami penurunan. Hal tersebut berbanding dengan gaji di perkotaan
yang selalu naik. "Kalau petani, upah riilnya turun, masyarakat terbawah itu. Ketimpangan di desa naik, di kota
turun. Enggak tau tuh dana desa dinikmati segelintir orang di desa barangkali ya," tegasnya.
Tak hanya itu, HPP beras ditekan rendah sementara harga jualnya tinggi, sehingga kenaikkan harga beras
tidak dinikmati oleh petani. Dia menyebutkan 61 persen penduduk miskin hidup di desa. Jika pemerintah ingin
menuntaskan kemiskinan harus dimulai dari akarnya.
"Jadi kalau kita ingin menuntaskan orang miskin ya hantam di ulu hatinya, di desa. pertaniannya." [azz]

https://www.merdeka.com/uang/faisal-basri-petani-indonesia-masih-hidup-dalam-kemiskinan.html
Saat rokok dan harga beras jadi penyebab kemiskinan

Hingga saat ini, angka garis kemiskinan ditentukan sebesar 73,48% dari
pergerakan harga bahan pangan.

Pemerintah menyatakan harga beras dan konsumsi rokok yang terus meningkat
menjadi faktor penyebab kemiskinan. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS)
Suhariyanto mengatakan pengurangan angka kemiskinan akan mengalami
tantangan berat jika harga bahan pangan tidak bisa dikendalikan.
“Salah satu yang kita hadapi pada Maret ini kenaikan harga beras yang cukup
tinggi. Ini perlu menjadi catatan karena fluktuasi harga beras akan berpengaruh
besar kepada kemiskinan karena persentase pengaruh beras daripada
kemiskinan itu cukup besar,” kata Suhariyanto dalam forum.
Suhariyanto juga mengatakan hingga saat ini garis kemiskinan ditentukan
sebesar 73,48% dari pergerakan harga bahan pangan. Menurut dia, beras menjadi
faktor pertama dalam kenaikan tingkat kemiskinan, kemudian disusul dengan
konsumsi rokok yang masih tinggi terutama oleh penduduk miskin.
“Artinya seluruh pemegang kebijakan harus memperhatikan stabilisasi harga
pangan, harus betul dijaga. Jangan sampai harga kebutuhan pokok itu
meningkat,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional
(PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan konsumsi rokok
menyumbang 10% terhadap angka kemiskinan di masyarakat perkotaan dan 11%
bagi penduduk desa. Artinya, misalkan satu orang dalam keluarga miskin
merokok, pendapatannya akan berkurang sebesar 11%.
Suhariyanto mengungkapkan meskipun angka kemiskinan sudah mencapai satu
digit atau 9,82% dari seluruh penduduk Indonesia, namun masih banyak pekerjaan
rumah bagi pemerintah.
Pertama, ketimpangan kemisikinan antara desa dan kota, persentase kemiskinan
di kota hanya 7,02% sementara di desa 13,20% atau hampir dua kali lipatnya.
“Dari sini kita bisa ambil kesimpulam kalau pusat kemiskinan ada di desa dan itu
perlu menjadi sebuah perhatian,” katanya.
Kedua, masih ada disparitas kemiskinan antar provinsi. Dia menyebutkan tingkat
kemiskinan di Papua Barat masih tinggi yakni sebesar 27,74%. Hal serupa juga
terjadi di Indonesia bagian timur.
Sementara, Bambang Brodjonegoro mengatakan dalam setahun terakhir telah
terjadi penurunan angka kemiskinan 1,82 juta jiwa. Dari angka tersebut
penurunan angka kemiskinan di pedesaaan sebesar 1,3 juta jiwa dan sisanya di
perkotaan. Hal itu disebut Bambang sebagai perbaikan.
Sementara, Bambang mengatakan untuk menjaga angka kemiskinan tetap
rendah, maka Indonesia harus bebas dari krisis ekonomi. Dia menyebut saat ini
kemiskinan masih sulit ditekan karena inflasi terus terjadi. Ke depan, pemerintah
akan fokus mengurangi inflasi di berbagai daerah.
“Kami juga akan fokus untuk mendorong masyarakat dengan income rendah bisa
punya daya beli, di antaranya dengan memberi bantuan sosial,” pungkasnya.

https://www.alinea.id/bisnis/saat-rokok-dan-harga-beras-jadi-penyebab-kemiskinan-b1U2E9cOy

Anda mungkin juga menyukai