Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH TUGAS AKHIR nyaman dan luas.

Dibandingkan dengan pemakaian


alternative balok lain seperti beton konvensional, akan
PERANCANGAN MODIFIKASI GEDUNG menghasilkan dimensi yang lebih besar dan
UNIVERSITAS CIPUTRA MENGGUNAKAN membutuhkan kolom ditengah bentang. Perbedaan
SRPMK DENGAN SISTEM BALOK PRATEGANG utama antara beton bertulang dan beton pratekan pada
PADA LANTAI ATAP kenyataannya adalah beton bertulang
mengkombinasikan beton dan tulangan baja dengan cara
BAB I menyatukan dan membiarkan keduanya bekerja
bersama-sama sesuai dengan beban yang dipikul,
PENDAHULUAN sedangkan beton pratekan mengkombinasikan beton
berkekuatan tinggi dan baja mutu tinggi dengan cara
1.1. LATAR BELAKANG aktif. Kombinasi aktif ini menghasilkan perilaku yang
lebih baik dari kedua bahan tersebut. Beton prategang ini
Pendidikan merupakan faktor kunci didalam dirancang untuk manahan beban gravitasi.
mensukseskan mutu dan kualitas dari Sumber Daya
Manusia (SDM) itu sendiri. Mengingat Surabaya adalah Perencanaan ini juga memakai peraturan SNI
kota besar di Indonesia dengan angka kepadatan 03-2847-2002 dan SNI 03-1726-2002 yang diharapkan
penduduk yang sangatlah besar, maka dibangunlah dapat menghasilkan beton pratekan yang lebih efisien
Universitas Ciputra didaerah perumahan Citraland berdasarkan kondisi lapangan dengan memenuhi
Surabaya. Pertimbangan ini diambil untuk menghasilkan persyaratan keamanan struktur dan mampu berprilaku
lulusan yang pandai, mengerti dan sukses dibidang daktail saat terjadi gempa dengan kriteria struktur
bisnis dan enterpreneurship. sebagai rangka pemikul momen khusus.
Pada dasarnya teori mengenai gempa adalah 1.2. RUMUSAN MASALAH
teori probabilistik, tidak ada yang bisa memprediksi Perancangan struktur ini akan menyelesaikan
kejadian tersebut, tidak ada yang tahu kapan dan dimana permasalahan- permasalahan sebagai berikut :
serta seberapa kuat gempa yang akan terjadi. Kejadian
gempa di Jawa Barat dan Jakarta beberapa waktu lalu 1. Bagaimana merancang struktur gedung yang sesuai
membuktikan bahwa secara teori wilayah Jawa Barat dengan metode SRPMK ?
dan Jakarta merupakan daerah yang terletak di zona 2. Bagaimana mendesain balok lantai atap sebagai
gempa 3 (SNI 03-2847-2002), zona gempa 3 merupakan sistem prategang ?
wilayah dengan frekuensi gempa yang sedang, dan siapa 3. Bagaimana merencanakan pondasi yang
yang menduga akan terjadi gempa yang dahsyat. menyalurkan beban gempa dan gravitasi ?

Pemilihan gedung Universitas Ciputra untuk 1.3. MAKSUD DAN TUJUAN


dijadikan studi kasus dalam perancangan ini adalah
bentuk gedung yang tidak simetris (berbentuk siku tanpa Maksud dari penulisan Tugas Akhir ini adalah
dilatasi) dan memiliki jarak antar kolom 10 m serta pada untuk merancang struktur gedung Universitas Ciputra
lantai atas akan direncanakan menggunakan balok Surabaya menggunakan SRPMK dengan sistem
pratekan karena ada ruang sebagai tempat prategang pada struktur atap.
pertemuan/seminar sehingga tidak membutuhkan kolom
di tengah ruangan. Secara garis besar tujuan dari penyusunan tugas
akhir dengan mengambil obyek gedung Universitas
Perancangan Universitas Ciputra yang bertempat Ciputra Surabaya ini adalah untuk :
di komplek Citraland Surabaya bertingkat 8 lantai akan
dimodifikasi dengan menggunakan struktur rangka 1. Menentukan struktur gedung dengan SRPMK sesuai
pemikul momen khusus karena fungsi gedung yang dengan SNI 03-2847-2002.
penting untuk umum dan kejadian gempa yang tidak 2. Menghitung dan merencanakan balok atap sebagai
dapat diprediksikan. Sedangkan untuk balok lantai atas balok prategang yang hanya menerima beban
menggunakan beton prategang. Beton prategang gravitasi saja.
merupakan salah satu teknologi struktur yang mulai 3. Merencanakan pondasi yang efisien dan aman untuk
dikembangkan dewasa ini untuk keperluan menahan beban yang terjadi pada struktur.
1
pembangunan gedung bertingkat. 1.4. BATASAN MASALAH

Sistem Prategang dipilih pada perancangan ini Dalam penyusunan tugas akhir ini permasalahan
adalah untuk kebutuhan ruang seminar/serbaguna yang akan dibatasi sampai dengan batasan-batasan, antara lain
tidak membutuhkan kolom ditengah-tengah ruangan :
sehingga ruangan seminar/serbaguna menjadi lebih
1. Tidak memperhitungkan faktor ekonomis gedung. dimasukkan dan diperhitungkan. Referensi berat
2. Tidak merencanakan metode pelaksanaan. bahan diambil dari tabel 2.1 PPIUG 1989.
3. Tidak menghitung anggaran biaya. b. Beban Hidup
4. Dalam perancangan ini tidak memperhitungkan Beban hidup yang digunakan sesuai dengan
kesulitan pengadaan material serta pengaruh dan peraturan Pembebanan Indonesia, berdasarkan
dampaknya terhadap lingkungan selama masing-masing fungsi ruang seperti tertera dalam
pelaksanaan. Tabel 3.1 PPIUG 1983.
5. Penyusun tidak meninjau kelayakan struktur dari
segi estetika tetapi lebih mengutamakan fungsi dan c. Beban Gempa
kenyamanan. Sebagai salah satu gedung yang direncanakan
6. Perancangan ini tidak termasuk memperhitungkan terletak di zona gempa tinggi yaitu zona 6,
sistem utilitas bangunan, perencanaan pembuangan elemen struktur utama gedung dirancang dengan
saluran air bersih dan kotor, instalasi/jaringan listrik, Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus
finishing dsb. Sistem distribusi pembebanan dalam (SRPMK), Sesuai dengan tata cara perencanaan
hal ini ditetapkan sesuai dengan peraturan yang telah ketahanan gempa untuk bangunan gedung (SNI
ada. 03-1726-2002).
BAB II
Dari berbagai jenis pembebanan yang dipakai dalam
KONSEP DESAIN perencanaan struktur ini, semuanya akan
dikombinasikan sehingga struktur dan komponen
2.1. UMUM struktur memenuhi syarat kekuatan layak pakai, sesuai
Suatu teori diperlukan sebagai pembahasan dengan ketentuan yang tercantum dalam SNI 03-2847-
keseluruhan masalah yang akan timbul dalam penulisan 2002.
Tugas Akhir. Pokok-pokok pedoman atau syarat dalam
desain bangunan : 2.2. SISTEM BALOK PRATEGANG
Beton prategang adalah beton yang mengalami
1. Mutu Bahan tegangan internal dengan benar dan distribusi
Kuat tekan beton ( f 'c ) sesuai SNI 03 – 2847 – sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi tegangan
2002 Ps. 23.2.4.1 tidak boleh kurang dari 20 MPa. Kuat yang terjadi akibat beban eksternal sampai batas tertentu.
tekan 20 MPa atau lebih dipandang menjamin kualitas Menurut SNI 03-2847-2002 Tendon pada beton
beton. Untuk perancangan gedung ini digunakan kuat prategang tidak boleh sama sekali memikul beban
tekan beton ( f 'c ) sebesar 30 Mpa dan ( f 'c ) = 40 MPa gempa, bahkan tidak dianjurkan menggunakan pada
untuk balok pratekan karena kuat tekan yang tinggi zona gempa tinggi. Tetapi jika ada gempa maka beban
diperlukan untuk menahan tegangan tekan pada serat tersebut dipikul oleh tulangan lunak. Sedangkan menurut
tertekan dan lokasi gedung di surabaya sehingga mutu ACI 318-2008 pasal. 21.5.2.5 Tendon prategang
tersebut bisa tercapai. Tegangan leleh baja f y ( ) diperbolehkan menerima 25% momen positif atau
negatif. Maka konstruksi balok prategang ini didesain
direncanakan 400 MPa untuk tulangan utama dan 320 menrima gaya gravitasi dan 25% beban gempa. Dalam
MPa untuk sengkang. perencanaan balok prategang pada Gedung Universitas
2. Metode Perancangan Ciputra, direncanakan dengan sistem pasca tarik (post
Metode perancangan untuk gedung ini menggunakan tensioning) yaitu sistem pratekan dimana kabel ditarik
SRPMK. wilayah gempa yang dipakai adalah wilayah setelah beton mengeras. Jadi tendon pratekan
resiko gempa tinggi yaitu wilayah 5 dengan nilai diangkurkan pada beton tersebut segera setelah gaya
Percepatan Puncak Efektif Batuan Dasar (PPEBD) atau prategang diberikan.
Peak Ground Accelaration (PGA) = 0,25-0,03 g. Hal ini
2.4.1 Prinsip Dasar Beton Prategang
dilakukan karena kejadian gempa bumi tidak dapat
diprediksi. 1. Sistem Prategang untuk mengubah beton menjadi
3. Pembebanan bahan yang elastis.
Jenis-jenis pembebanan yang dipakai dalam
perhitungan struktur antara lain: Konsep ini memperlakukan beton sebagai bahan
yang elastis. Beton yang ditransformasikan dari
a. Beban Mati bahan yang getas menjadi bahan yang elastis dengan
Beban mati terdiri dari beban sendiri struktur, memberikan tekanan terlebih dahulu pada bahan
berat finishing arsitektur dan berat ducting atau tersebut. Beton tidak mampu menahan tarikan dan
kabel atau pipa ME (Mechanical Elektrikal) kuat menahan tekanan, namun beton yang getas
dapat memikul tegangan tarik.

5
2. Sistem prategang untuk kombinasi baja mutu tinggi a. Tegangan ijin akibat gaya pengangkuran tendon
dangan beton yang bekerja pada kabel.
Konsep ini mempertimbangkan beton prategang 0,8fpu atau 0,94fpy (SNI 03-2847-2002
sebagai kombinasi dari baja dan beton, dimana baja PS.20.5.1)
menahan tarikan dan beton menahan tekanan,
dengan demikian kedua bahan membentuk kopel Diambil yang lebih kecil, tetapi tidak lebih besar
penahan untuk melawan momen eksternal (Lin dan dari nilai maksimum yang diusulkan oleh
Burns, 1996) pembuat kabel atau angkur

3. Sistem Prategang untuk mencapai kesetimbangan b. Sesaat setelah penyaluran gaya prategang
beban tegangan ijin tendon memiliki nilai.
Konsep ini menggunakan prategang sebagai suatu 0,82fpy tetapi tidak lebih besar dari 0,74fpu (SNI
usaha untuk membuat seimbang gaya-gaya pada 03-2847-2002 Ps.20.5.2)
sebuah batang. Pada keseluruhan desain beton
prategang, pengaruh prategang dipandang sebagai c. Tendon pasca tarik pada daerah angkur dan
keseimbangan berat sendiri sehingga batang yang sambungan sessaat setelah penyaluran gaya
mengalami lenturan tidak akan mengalami tegangan prategang.
lentur pada kondisi pembebanan yang terjadi. (Lin 0,70fpu (SNI 03-2847-2002 Ps.20.5.3)
dan Burns, 1996) Namun berdasarkan T.Y Lin dan Burns
perumusan diatas juga berlaku untuk tendon
2.4.2 Tahap Tahap Pembebanan
pratarik segera setelah peralihan gaya prategang.
Pada struktur beton prategang, terdapat tahapan-
tahapan pembebanan dimana sebuah komponen struktur Tegangan ijin pada beton tidak boleh melebihi
dibebani. Berikut adalah tahapan-tahapannya : nilai-nilai berikut :

1. Tahap Awal a. Segera setelah peralihan gaya prategang


Tahap dimana struktur diberi gaya prategang (sebelum kehilangan), tegangan serat-serat
tetapi tidak dibebani oleh beban eksternal. Tahap terluar memiliki nilai sebagai berikut :
ini terdiri dari : Tegangan tekan : σ ci = 0,6 f ' ci (SNI
03-2847-2002 pasal 20.4.1.1)
a. Sebelum diberi gaya prategang
b. Pada saat diberi gaya prategang 1
c. Pada saat peralihan gaya prategang Tegangan tarik : σ ti = f ci (SNI
4
03-2847-2002 pasal 20.4.1.2)
2. Tahap Akhir
Merupakan tahapan dimana beban mati b. Pada beban kerja setelah terjadi kehilangan gaya
tambahan dan beban hidup telah bekerja pada prategang.
struktur (Lin dan Burns, 1996) Tegangan tekan : σ cs = 0,45 f c ' (SNI
2.4.3 Gaya Prategang 03-2847-2002 pasal 20.4.2.1)
Gaya prategang dipengaruhi momen total yang
1
terjadi. Gaya prategang yang disalurkan harus memenuhi Tegangan tarik : σ ts = fc ' (SNI
kontrol batas pada saat kritis. Persamaan ini menjelaskan 2
hubungan momen total dengan gaya prategang. (T.Y 03-2847-2002 pasal 20.4.2.3)
Lin, 1996)
2.4.4 Kehilangan Prategang
MT
F= Kehilangan pratekan adalah berkurangnya gaya
0.65h prategang dalam tendon saat tertentu dibanding pada saat
stressing. Reduksi gaya prategang dapat dikelompokkan
Dimana MT adalah momen akibat beban mati tambahan,
kedalam dua kategori, yaitu:
berat sendiri dan beban hidup dan h adalah tinggi balok.
- Kehilangan Elastis Segera (kehilangan
Tegangan Ijin Pada Baja dan Beton
langsung)
Tegangan baja tidak boleh melampaui nilai-nilai
Kehilangan langsung adalah kehilangan gaya
berikut :
awal prategang sesaat setelah pemberian gaya
prategang pada pada komponen balok prategang. kontrol lendutan sangat diperlukan untuk memenuhi
Kehilangan secara langsung terdiri dari : batas layan yang diisyaratkan.

1. Kehilangan akibat perpendekan elastis. a. Lendutan akibat tekanan tendon


2. Kehilangan akibat pengangkuran. Tekanan tendon menyebabkan balok tertekuk keatas
3. Kehilangan akibat gesekan (Woble Efek) sehingga lendutan yang terjadi berupa lendutan
4. Kehilangan akibat kekangan kolom keatas
- Kehilangan yang tergantung oleh waktu
(kehilangan tidak langsung) 5 Po × l 4
Hilangnya gaya awal yang ada terjadi secara ∆l po = × (↑)
384 EcxI
bertahap dan dalam waktu yang relatif lama
(tidak secara langsung seketika sat jacking), Dengan nilai P sebesar
adapun macam kehilangan tidak langsung adalah
sebagai berikut : 8 × Fo × f
Po =
1. Kehilangan akibat susut l2
2. Kehilangan akibat rangkak
Dimana: Po= Gaya Prategang (N)
3. Kehilangan akibat relaksasi baja
2.4.4 Momen Retak f = fokus tendon (eksentrisitas dari c.g.c,
Perhitungan kuat ultimate dari balok prategang mm)
harus memenuhi persyaratan SNI 03-2847-2002 pasal
20.8.3 mengenai jumlah total baja tulangan non l = panjang efektif (mm)
prategang dan prategang harus cukup untuk
menghasilkan beban terfaktor paling sedikit 1,2 beban Ec = modulus elastisitas beton (MPa)
retak yang terjadi berdasarkan nilai modulus retak
I = Inersia Balok (mm)
sebesar 0,7 f c sehingga didapatkan φM u ≥ 1,2 M cr
dengan nilai ϕ = 0,8 b. Lendutan akibat eksentrisitas tepi balok
Eksentrisitas tepi balok terhadap cgc pada letak
Nilai momen retak dapat dihitung sebagai tendon menyebabkan lendutan ke arah bawah
berikut (dengan asumsi tanda (+) adalah serat yang (karena menyebabkan momen negatif)
mengalami tekan) :
Fo × e × l 2
F F .e M .Y ∆l me = (↓)
− fr = + .Y − cr 8Ec × I
A I I
Dimana: Po= Gaya Prategang (N)
F I   F .e.Y I   I
M cr = × + ×  −  fr ×  e= eksentrisitas dari c.g.c dari tepi balok
A Y   I Y  Y
(mm)
Dimana :
l = panjang efektif (mm)
F = Gaya prategang efektif setelah kehilangan.
Ec = modulus elastisitas beton (MPa)
I = Inersia Balok
I = Inersia Balok (mm)
e = Eksentrisitas dari c.g.c
c. Lendutan akibat beban sendiri
A = Luas penampang balok Berat sendiri balok menyebabkan balok tertekuk
kebawah sehingga lendutan yang terjadi berupa
y = gaya netral balok lendutan kebawah.

fr = modulus keruntuhan 5 q ×l4


∆l qo = × o (↓)
2.4.5 Kontrol Lendutan 384 Ec × I
Kemampuan layan struktur beton prategang
Dimana: Po= Gaya Prategang (N)
ditinjau dari perilaku defleksi komponen tersebut.
Elemen beton bertulang memiliki dimensi yang lebih e = eksentrisitas dari c.g.c dari tepi balok
langsing dibanding beton bertulang biasa sehingga (mm)
l = panjang efektif (mm) A

Ec = modulus elastisitas beton (MPa)


Perhitungan Tulangan Balok Gaya Prategang Awal
I = Inersia Balok (mm)

Total lendutan yang terjadi dibagimenjadi 2 Penetapan Tendon


Perhitungan Tulangan Kolom
pada saat awal transfer gaya prategang dan setelah
terjadi kehilangan, dimana terdapat perbedaan besar nilai Tata Letak Kabel
gaya prategang yang bekerja. Kehilangan Prategang
Hubungan Balok Kolom o.k
2.4.6 Kontrol Penampang Kontrol
Tidak
Kontrol penampang dilakukan untuk mengetahui
Tidak
kekuatan batas penampang rencana apakah mampu Kontrol
Tegangan Geser
menahan momen ultimate yang terjadi. Nilai momen o.k
nominal yang terjadi bergantung desain penampang
apakah menggunakan tulangan lunak terpasang atau Blok Angkur Ujung
tidak. Selain itu juga bergantung pada jenis penampang
balok manakah termasuk balok bersayap atau
penampang persegi. Hal ini diatur dalam SNI 03-2847- Gambar Output

2002 pasal 20.7


SELESAI
BAB III
METODOLOGI Gambar 3.1. Sistematika Metodologi Penulisan
Tugas Akhir (Lanjutan)
3.1. Umum
Sebelum mengerjakan Tugas Akhir, 3.2 Studi dan Pengumpulan Data
maka perlu disusun langkah – langkah pengerjan Mempelajari literatur atau pustaka yang berkaitan
sesuai dengan uraian kegiatan yang akan dengan perancangan diantaranya :
dilakukan dan bagan alir yang telah dibuat.
o Tata Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan
MULAI Gedung, Standar Nasional Indonesia 2002
o Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Bangunan Gedung, Standar Nasional Indonesia 2002
Pengumpulan, pencarian data
dan studi literatur o Tata Cara Perhitungan Pembebanan untuk Bangunan
Rumah dan Gedung, Standar Nasional Indonesia
o Perencanaan Struktur Beton Bertulang Tahan
Preliminary Desain Gempa, Rahmat Purwono, 2005
o Desain Struktur Beton Prategang edisi ketiga, T.Y.
Lin, 2000
Struktur Sekunder o Desain Praktis Beton Prategang, Andri Budiadi,
2008
BAB III
Pembebanan STRUKTUR SEKUNDER
 Adapun data-data perancangan untuk penulangan
pelat lantai:
• Dimensi pelat 5 × 4 m2
Gambar 3.1. Sistematika Metodologi • Tebal pelat 150 mm
Penulisan Tugas Akhir • Tebal decking 20 mm
• Diameter tulangan rencana 12 mm
• Mutu tulangan baja fy = 320 MPa
• Mutu beton fc’ = 30 MPa, β1 = 0,85
• dx = 150 − 20 − ( 12 ×12) = 124 mm
dy = 150 − 20 − 12 − ( 12 × 12 ) = 112 mm
4m S1

Gambar 4.6 Potongan Pelat Lantai

5m

Tulangan Lentur Pelat Lantai


Gambar 4.8 Perletakan pelat lantai tipe S1
2
qu = 1009,6 kg/m
Mlx = 0.001 q lx2 X ; dengan nilai X = 31
dx = 124 mm
Mly = 0.001 q lx2 X ; dengan nilai X = 19
dy = 112 mm
Mtx = - 0.001 q lx2 X ; dengan nilai X = 69
0,85 × 0,85 × 30  600 
ρb =   = 0,044 Mty = - 0.001 q lx2 X ; dengan nilai X = 57
320  600 + 320 
Sehingga
ρ max = 0,75 x 0,044 = 0,033
Mlx = 0,001 × 1009,6 × 42 × 31 = 500,76 kgm
1,4 1,4
ρ min = = = 0,00437 (menentukan)
f y 320 Mly = 0,001 × 1009,6 × 42 × 19 = 306,92 kgm

Mtx = - 0,001× 1009,6 × 42 × 69 = -1114,6


fc ' 30
ρ min = = = 0,00428 kgm
4fy 4.320
Mty = - 0,001 × 1009,6 × 42 × 57 = -920,75
kgm

Penulangan arah x

 Tulangan lapangan
Mu = 500,76 kgm = 5.007.600 Nmm

Mu 5.007.600
Rn = = = 0,41
0,8 ×1000× d x
2
0,8 ×1000×1242

Gambar 4.7 Ukuran pelat Lantai tipe P1


fy 320
m= = = 12,55
 40 40  0,85 × f c ' 0,85 × 30
Ln = 800 −  +  = 760 cm
 2 2 
1  2 ×12,55 × 0,41 
 = 0,00128 < ρmin =
ρ=  1− 1− 
 40 30  12,55  320 
S n = 500 −  +  = 465 cm
 2 2 0.00437

Ln 760 Maka digunakan ρ = 0.00437


= = 1,6
S n 465 As perlu = ρ b d

Dengan menggunakan koefisien momen PBI 1971 Tabel = 0.00437 × 1000 × 124 = 541,88 mm2
13.3.2 didapat persamaan momen
Menurut SNI 03-2847-2002 pasal 12.5.4 disebutkan:
Jarak tulangan ≤ 3 x tebal pelat = 3 × 150 = 450 mm Jarak tulangan ≤ 3 x tebal pelat = 3 × 150 = 450 mm

≤ 450 mm ≤ 450 mm

Digunakan tulangan lentur ∅12-200 Digunakan tulangan lentur ∅12-200

As =  1 × π ×12 2   1000  As =  1 × π ×12 2   1000 


4   200  4   200 

= 565,48 mm2 > 541,88 mm2 …Ok! = 565,48 mm2 > 541,88 mm2 …Ok!

Kontrol Kekuatan Kontrol Kekuatan

As 565,48 As 565,48
ρ= = = 0,0045 > ρpakai ρ= = = 0,0045 > ρpakai
b × d 1000 ×124 b × d 1000 ×124

 a  a
M n = As f y  d −  (Wang-Salmon) M n = As f y  d −  (Wang-Salmon)
 2  2

As f y As f y
a= (Wang-Salmon) a= (Wang-Salmon)
0,85 f c ' b 0,85 f c ' b

565,48 × 320 565,48 × 320


a= = 7,09 a= = 7,09
0,85 × 30 ×1000 0,85 × 30 ×1000

 7,09 
M n = 565,48 × 320 124 −  = 21.796.765,89 Nmm
 2 
M u = φ M n = 0,8× 21.796.765,89 = 17.437.412,71 Nmm

> 5.007.600 Nmm …Ok!

 Tulangan Tumpuan
Mu = 1114,6 kgm = 11.146.000 Nmm

Mu 11.146.000
Rn = = = 0,9
0,8 ×1000 × d x
2
0,8 ×1000 × 124 2

fy 320
m= = = 12,55
0,85 × f c ' 0,85 × 30
Gambar 4.3 Pelat Tipe P1
1  2 ×12,55 × 0,9 
 = 0,00288 < ρmin =
ρ= 1 − 1 − 4.3 Tangga
12,55  320 

0.00437 4.3.1 Data Perencanaan Tangga

Maka digunakan ρ = 0,00437

As perlu = ρ b d

= 0,00437 × 1000 × 124 = 541,88


mm2

Menurut SNI 03-2847-2002 pasal 12.5.4 disebutkan:


q = 1536,56 kg/m
q = 1033,2 kg/m

B C

200
A

150 290

Gambar 4.14 Pembebanan dan reaksi struktur tangga

2754,1 kg
+ C
B
Gambar 4.11 Denah Tangga lt.2-6 -
1204,3 kg

200
Direncanakan : + 3251,73 kg

A
 Lebar injakan (i) : 290 mm x
 Tanjakan (t) : 180 mm 150 290 - x
 Tebal Pelat Tangga : 140 mm
 Tebal Pelat Bordes : 140 mm Gambar 4.15 Gaya Lintang yang terjadi di tangga
 Lebar Bordes : 1500 mm
 Lebar Tangga : 2900 mm 2968,8 kgm 3440,71 kgm
 Tinggi Bordes : 2000 mm
 Sudut Kemiringan (
: Arc tg 2000
2900
) = 32°
200

+4.00

150 290
+2.00
B Gambar 4.16 Momen yang terjadi di Tangga

±0.00 4.4 Perhitungan Balok Sekunder


150 290 Pada perhitungan balok sekunder ini diambil
contoh perhitungan pada balok sekunder melintang yang
terletak antara di As 5-8
Gambar 4.12 Potongan samping tangga

4.3.2 Analisa Struktur Tangga


Pada proses analisa struktur tangga ini,
menggunakan perhitungan statis tak tentu dengan
menggunakan perletakan Sendi-Rol, dimana
pembebanan dan output seperti Gambar 4.14 dan
Gambar 4.15
Gambar 4.25 Denah pembebanan pada balok sekunder apabila menerima gaya tarik, sehingga kemampuan
pelat lantai. manahan tarikan diperbaiki dengan memberikan tekanan
dari baja yang ditarik didalam beton sementara
 Gaya – gaya dalam yang terjadi
kemampuan tekan tidak dikurangi. Sehingga kondisi
optimal didapat ketika beton selalu dalam keadaan
tertekan dan baja selalu dalam keadaan tarik.

Keuntungan dari balok pratekan adalah


Gambar 4.26 Gaya dalam pada balok sekunder kemampuan yang sangat tinggi dalam memikul beban
melintang lentur dibandingkan dengan konstruksi beton bertulang
 Momen Bentang Ujung dengan dimensi yang sama. Jadi untuk bentang yang
Tumpuan panjang dibutuhkan dimensi lebih kecil dari beton
bertulang biasa.
− q u × Ln 1434,4 × 4 2
2

M1 = = = −956,27 kgm
24 24 Dalam perancangan gedung ini dibutuhkan
− q u × Ln
2
1434,4 × 4 2 ruangan luas yang tidak terhalang oleh kolom sehingga
M2 = = = −2295,04 kgm balok-balok utamanya memiliki bentang 20 m.
10 10
− q u × Ln
2
1910,2 × 4 2 Diharapkan dengan memakai konstruksi pratekan ini
M3 = = = −2778,47 kgm akan diperoleh konstruksi yang relatif ekonomi.
10 11

Lapangan Balok pratekan direncanakan dengan sistem


post-tension (pasca-tarik) yaitu suatu sistem prategang
1434,4 × 4 2
2
q u x Ln dimana tendon ditarik setelah beton mengeras. Setelah
M 12 = = = 1639,31 kgm
14 14 beton mengeras tendon-tendon tersebut diangkurkan
1910,2 × 4 2
2
q x Ln pada ujung beton dengan bantuan alat-alat mekanis
M 23 = u = = 1910,2 kgm
16 16 untuk mengalihkan gaya prategang ke beton segera
setelah gaya prategang dilakukan. Komponen struktur
4.5.2 Penulangan Balok Sekunder
pasca-tarik dapat menggunakan sistem bonded tendon
300 300
dengan cara menyelubungi tendonnya dengan air semen
3 D22 2 D22 dan pasir halus (grouting) setelah penarikan kabel
selesai dan angkur ditinggalkan selama konstruksi
500

Ø 12-200
500

Ø 12-200
2 D22
3 D22 berdiri. Cara ini biasanya dilakukan untuk sistem cor
ditempat. Selain itu manfaat dari sistem pasca tarik
Gbr 4.29 Penampang Balok Sekunder adalah dapat dilakukan kemungkinan pemakaian kabel
melengkung atau berubah-ubah yang dapat membantu
BAB VI perancang untuk mengubah distribusi gaya prategang
sehingga bisa mengimbangi beban luar secara efesien.
STRUKTUR UTAMA PRATEGANG
Prosedur untuk mendesain balok prategang meliputi
6.1 Umum
1. Penentuan besarnya gaya prategang awal
Beton prategang merupakan teknologi 2. Penentuan letak kabel
3. Perhitungan kehilangan gaya pratekan
konstruksi beton yang mengkombinasikan beton
4. Penentuan gaya jacking yang dibutuhkan
berkekuatan tinggi dengan baja mutu tinggi secara aktif 5. kontrol tegangan yang terjadi
dengan cara menarik baja dan menahannya pada beton 6. Kontrol lendutan
sehingga membuat beton dalam keadaan tertekan. 7. Perhitungan kekuatan ultimate beton pratekan
Kombinasi aktif ini menghasilkan perilaku lebih baik 8. Perhitungan gaya geser balok pratekan
dari kedua bahan tersebut. Baja adalah bahan yang Perancangan balok prategang ini menggunakan
dibuat untuk bekerja dengan kekuatan tarik yang tinggi kombinasi metode ACI 318-2008 dengan SNI 03-2847-
oleh prategang sedangkan beton adalah bahan yang getas 2002. Hal ini dilakukan karena perancangan gedung ini
menggunakan sistem SRPMK yang didesain untuk
wilayah gempa tinggi. Dimana peraturan ACI 318-2008 dikurangi oleh reduksi akibat kahilangan prategang
memperbolehkan tendon menerima 25% beban gempa disebut sebagai gaya prategang efektif. Reduksi gaya
yang menyebabkan momen negatif saja. Sedangkan prategang dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu :
100% momen positif akibat gempa dan 75% momen
negatif akibat gempa ditahan oleh tulangan lunak,
sehingga beton prategang bisa digunakan pada daerah  Kehilangan Langsung
zona gempa tinggi. Pada SNI 03-2847-2002 tendon pada Kehilangan langsung adalah kehilangan gaya awal
beton prategang tidak boleh memikul beban gempa, prategang sesaat setelah pemberian gaya prategang
bahkan tidak dianjurkan menggunakan balok prategang pada komponen balok prategang. Kehilangan secara
pada daerah zona gempa tinggi. Jika terdapat beban langsung ini terdiri dari:
gempa (tidak terlalu besar) maka beban gempa yang
terjadi dipikul sepenuhnya oleh tulangan lunak. 1. Kehilangan akibat perpendekan elastis.
2. Kehilangan akibat pengangkuran
6.2 Data Perancangan 3. Kehilangan akibat gesekan (Woble Efek)
4. Kehilangan akibat kekangan kolom
Peninjauan pembebanan dalam merencanakan  Kehilangan Tak Langsung (bergantung pada waktu)
Kehilangan prategang ini disebabkan karena
beton pratekan meliputi kombinasi beban mati dan
hilangnya gaya awal yang terjadi secara bertahap
beban hidup selain itu harus diperhatikan pula kombinasi
dan dalam waktu yang relatif lama (tidak saat
beban luar dan gaya prategang yang diterima balok.
jacking), adapun kehilangan tidak langsung adalah
Kondisi pembebanan dibagi dalam 2 macam : sebagai berikut :

1. Kondisi pembebanan awal 1. Kehilangan akibat susut


Kondisi pembebanan awal adalah kondisi 2. Kehilangan akibat rangkak
pembebanan pada saat gaya prategang mulai bekerja 3. Kehilangan akibat relaksasi baja
(ditransfer pada beton) dimana pada saat tersebut
Hasil perancangan balok pratekan dapat dilihat dibawah
beban beban yang terjadi adalah berupa beban mati
ini
saja yang berasal dari berat sendiri balok dan pelat
serta balok utama yang menyatu dengan balok balok pratekan 60/100

DSI 18-Ø96mm

pratekan.

2. Kondisi pembebanan akhir


Kondisi pembebanan akhir adalah kondisi dimana
beban luar yaitu beban mati dan beban hidup sudah
sepenuhnya bekerja dan gaya prategang sudah DSI19-Ø0,6"

Ø12-300
Ø12-300
Ø12-300 Ø12-300

terjadi. Pada saat ini beban luar adalah maksimum 5-D22 5-D22 5-D22 5-D22

POTONGAN D POTONGAN E POTONGAN F POTONGAN G

yaitu memberikan Mmaks dan gaya pratekan adalah SKALA 1 : 20 SKALA 1 : 20 SKALA 1 : 20 SKALA 1 : 20

minimum.

Contoh perhitungan desain balok prategang pada


Ø12-300 Ø12-300 Ø12-300
Ø12-300

5-D22 5-D22 5-D22 5-D22

struktur gedung ini menggunakan balok pada story 8 As POTONGAN D


SKALA 1 : 20
POTONGAN E
SKALA 1 : 20
POTONGAN F
SKALA 1 : 20
POTONGAN G
SKALA 1 : 20

F 5-8, adapun letak balok pratekan dapat dilihat pada


Gambar 6.1
Ø12-300 Ø12-300 Ø12-300

6.3 Kehilangan Prategang POTONGAN H


5-D22

POTONGAN I
5-D22

POTONGAN J
5-D22

SKALA 1 : 20 SKALA 1 : 20 SKALA 1 : 20

Gaya prategang awal yang diberikan ke elemen beton


mengalami proses reduksi yang progresif, nilai reduksi
yang mengurangi besarnya gaya prategang awal disebut
sebagai kehilangan prategang dimana kehilangan
prategang yang terjadi sesuai dengan tahapan-tahapan
kondisi beban kerja. Gaya prategang yang telah
BAB VII

PERANCANGAN STRUKTUR UTAMA NON


PRATEGANG

7.1 Umum

Perancangan struktur utama dari gedung ini


meliputi perancangan balok utama dan kolom sebagai
elemen struktur utama non prategang. Untuk
perancangan balok prategang dibahas pada bab Kanan Kiri

sebelumnya. 1.2D+1.6L 1.2D+L+RSPX

1.4D 0.9D+RSPY
Struktur balok dan kolom tersebut direncanakan 1.2D+L+RSPY 0.9D+RSPX
menerima beban gravitasi dan beban lateral berupa
beban gempa. Pelat yang dipikul oleh balok dianggap
membebani balok induk sebagai beban merata dan balok Gambar 7.3 Diagram Momen Kombinasi pada
anak membebani balok induk sebagai beban terpusat.
Balok As F-G
Perhitungan struktur utama ini menggunakan
analisa sistem rangka pemikul momen yaitu SRPMK 7 -D22 2 -D22
(Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus), dimana
sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka
ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap dan beban 2-D16 2-D16
2-D16 2-D16
lateral dipikul rangka pemikul momen terutama melalui
mekanisme lentur dengan R = 8,5 Ø12 - 85 Ø12 - 150

4-D22 4-D22
40 320 40 40 320 40
7.2 Data Perancangan 400 400
Perancangan Gedung Universitas Ciputra Tumpuan Lapangan

Surabaya didasarkan pada data-data sebagai berikut: Gambar 7.17 Penulangan Balok Interior dengan
Tulangan Torsi
o Mutu beton : 30 MPa
o Mutu baja tulangan utama : 400 MPa 6-D22 2-D22
o Mutu baja tulangan sengkang : 320 MPa
150

o Jumlah lantai : 8 lantai 2-D16 2-D16

Tinggi tiap lantai :4m


750

o
560

2-D16 2-D16

o Tinggi bangunan : 30 m 2Ø12-100 2Ø12-200


40

3-D22 3-D22
o Dimensi kolom : 80 cm × 80 cm 40 320 40 40 320 40
o Dimensi balok induk : 40 cm × 75 cm 400 400
Tumpuan Lapangan
o Wilayah gempa : zona 5
Gambar 7.18 Penulangan Balok Eksterior dengan
Tulangan Torsi
momen kombinasi yang terjadi pada balok As F-G
dengan momen terbesar tumpuan ada pada kombinasi 7.9 Perhitungan Kolom
1.2D + 1L + RSPX di tumpuan kiri sebesar 48.571,426
kgm dan momen terbesar lapangan ada pada kombinasi Dari data kombinasi beban akan menjadi input data pada
1.2D + 1.6L sebesar 29.456,42 kgm Diagram Interaction dengan program PCACOL seperti
pada Gambar 7.23
Gambar 7.38 adalah sambungan hubungan balok
kolom tengah lantai 2. Sesuai SNI 03 – 2847 – 2002 Ps.
23.5.3 ditiap HBK perlu diperiksa kuat geser nominal
yang harus lebih besar dari gaya geser yang
kemungkinan terjadi.
Mu = 613,08 kN.m

Vh = 462,7 kN

3868
As = 7 D 22

BLKIRI
1542 C2 = T2 T1 = 1330,46 kN

Mpr(+) = 613,08 kN.m x x


Mpr(-) = 613,08 kN.m

T2 = 760,26 kN C1 = T1

BLKANAN
Gambar 7.23 Diagram Interaksi Momen Nominal Kolom AS' = 4 D 22

Lt.1
Vh = 462,7 kN

Berdasarkan kombinasi beban diatas, cukup diberi Mu = 613,08 kN.m

tulangan sebanyak 1,21 % atau 20 – D 22. Seperti Gambar 7.38 Analisa Geser pada Beam Column
Joint Interior
terlihat pada gambar 7.24, sebuah diagram interaction
Gaya geser yang mungkin terjadi pada potongan x − x
yang dibuat dengan program PCACOL. Prosentase
adalah
kolom ini sesuai syarat SNI 03 – 2847 – 2002 Ps.
23.4.3.1 yaitu antara 1% – 6% telah dipenuhi T1 + T2 – Vh. T1 dan T2 diperoleh dari tulangan tarik
balok-balok yang menyatu di HBK.

T1 (7 D 22) = As × 1,25 f y = 2660,93 × 1,25 × 400 =


1330,46 kN

T2 (4 D 22) = As ' × 1,25 f y = 1520,53 × 1,25 × 400 =


760,26 kN

Vh gaya geser pada kolom dihitung dari Mpr kedua ujung


balok yang menyatu dengan HBK, dalam hal ini karena
Gambar 7.37 (A) Detail Penulangan Kolom (B)
panjang kolom atas dan bawah sama, maka masing –
Penampang kolom
masing ujung kolom memikul jumlah Mpr balok yang
6.10 Desain Hubungan Balok Kolom sama besarnya.
6.10.1 Perhitungan Joint Balok – Kolom Interior
SNI 03 – 2847 – 2002 Psl. 23.5. mensyaratkan Mpr + + Mpr − 613,08 + 613,08
Mu = = = 613,08 kNm
bahwa tulangan transversal seperti yang dirinci dalam 2 2
Psl. 23.4.4. harus dipasang pula dalam sambungan antara sehingga
balok – kolom, kecuali jika sambungan tersebut
Mu 2 × 613,08
dikekang oleh komponen struktural seperti yang Vh = = = 462,7 kN
disyaratkan dalam Ps. 23.5.2.2. hin / 2 2,65
Pada sambungan hubungan balok – kolom
interior yang pada keempat sisi kolom terdapat balok, Dimana hin adalah panjang bersih kolom.
harus dipasang tulangan tranversal sedikitnya separuh
yang diisyaratkan oleh Psl. 23.4.4.1 dan s ≤ 0,25 h Dengan hasil perhitungan diatas, gaya geser di potongan
maksimum diperbolehkan mencapai 150 mm. Dalam
contoh perhitungan HBK ini memiliki lebar balok 40 cm x − x = T1 + T2 − Vh
< 3 4 h kolom = 3 4 × 80 = 60 cm . Maka sesuai Psl.
23.5.2.11 untuk kesederhanaan penditailing, dipakai Ash Vx − x = Vuj = 1330,46 + 760,26 – 462,7 = 1628,02 kN
ujung kolom untuk tulangan transversal HBK ini.
Untuk HBK yang terkekang pada keempat sisinya Daya dukung pondasi kelompok menurut Converse
berlaku kuat geser nominal : Labarre adalah :

φVc  φ × 1,7 × f 'c × Aj SNI 03 – 2847 – 2002 Efisiensi : ( ή ) = 1 -


Ps.23.5.3   D  (m − 1).n + (n − 1).m 
arc tg   
= 0,75 × 1,7 × 30 × (800 × 800 )   S  90.m.n 
= 4469,41 kN > Vuj ....ok!!!
Dimana :
8.3 Perhitungan Pondasi Kolom Interior
8.4.1 Perhitungan Pondasi Kolom Interior (As C-6) D = diameter tiang pancang

Dari hasil analisa Etabs didapatkan gaya dalam S = jarak antar tiang pancang
sebagai berikut : m = jumlah tiang pancang dalam 1 baris = 3
Axial : P = 352.873 kg n = jumlah baris tiang pancang = 2
Momen : Mx = 4779,019 kg m Efisiensi :
My = 4740,3 kg m
  400  ((3 − 1) × 2 ) + (( 2 − 1) × 3) 
( η ) = 1 - arc tg    =
Gaya Horisontal : Hx = 22260,8 kg   1200  90 × 3 × 2 
0,75
Hy = 31968,3 kg
Sehingga
Beban Nominal yang bekerja :
Qijin = 0,75 × 105.000
Berat sendiri poer : 3,6 × 2,4 × 0,80 × 2400 = 16588,8
= 78.750 kg
Berat sloof : 0,40 × 0,60 × 10 × 2400 = 5760
= 78,750 ton
Beban aksial kolom : = 352.873 +
Momen yang bekerja pada poer akibat adanya gaya
ΣP = 375.221.8 horisontal sebesar:

Kontrol kebutuhan tiang pancang : M x = 4779,019 + (22260,8 × 0,80) = 22.587,66 kgm


∑ P 375.221,8
n= = = 3,57 ≈ 4 buah ⇒ dipakai n = 6 M y = 4740,3 + (31968,3 × 0,80) = 30.314,94 kgm
P ijin 105.000
buah
∑ P M x × y i M y × xi
Pi = ± ±
∑ yi ∑ xi
Untuk jarak antar tiang pancang direncanakan 120 cm 2 2
n
dan jarak tepi sebesar 60 cm seperti terlihat pada
Gambar 8.4 Dimana :

Y P Pi = Total beban yang bekerja pada tiang yang


My Mx
My ditinjau
60

1 2
Hx
120

Mx
yi = jarak tiang yang ditinjau dalam arah y
80

Hx X Hy
360

3 4
120

Hy xi = jarak tiang yang ditinjau dalam arah x


5 6
60

60 120 60 Σ xi2 = jumlah kuadrat jarak tiang pancang dalam arah


240
60 120 60 x
240
Σ yi2 = jumlah kuadrat jarak tiang pancang dalam arah Y
60 120 60
y

60
1 2
Σ xi2 = 6.(0,60)2 = 2,16 m2

120
4 X
3
Σ yi2 = 4.(1,20)2 = 5,76 m2

120
375.913 25.587,66 × 1, 20 30.314,94 × 0,60 5 6
P1 = + − = 59.566,11 kg

60
6 5,76 2,16 20 60
375.913 25.587,66 × 1,20 30.314,94 × 0,60 qu =6.220,80 kg/m'

P2 = + + = 76.403,72 kg
6 5,76 2,16 Pt =194.236,86 kg

375.913 30.314,94 × 0,60


P3 = − = 54.231,36 kg
6 2,16 Gambar 8.5 Pembebanan poer ( pada arah X )
375.913 30.314,94 × 0,60
P4 = + = 71.072,96 kg Penulangan arah x
6 2,16
375.913 25.587,66 × 1,20 30.314,94 × 0,60
P5 = − − = 48.900,6 kg Asperlu = ρ b d
6 5,76 2,16
375.913 25.587,66 × 1,20 30.314,94 × 0,60 = 0,0035 x 1000 x 720,50
P6 = − + = 65.742,2 kg
6 5,76 2,16
= 2.521,75 mm2
∑ p = p1 + p 2 + p 3 + p 4 + p 5 + p 6 = 375.916,95 kg = 375,92 ton
Jadi beban maksimal yang diterima 1 tiang adalah Digunakan tulangan lentur bawah D19 – 100 mm
76.403,72 kg
Aspakai =  1 × π ×19 2   1000 
4   100 
Pmaks = 76.403,72 kg < Q ijin = 78.750 kg
Penulangan arah y
Perhitungan Poer (Pile Cap)

Pt =135.969,83 kg
Y
60 120 60

qu =6.451,2 kg/m'
Pada penulangan lentur poer dianalisa sebagai
60

60
balok kantilever dengan perletakan jepit pada kolom. 1 2 80
120

Beban yang bekerja adalah beban terpusat dari tiang


X
sebasar P dan berat sendiri poer sebesar q. perhitungan 3 4
120

gaya dalam pada poer diperoleh dengan mekanika statis


tertentu. 5 6
60

Data-data perencanaan :

• Dimensi poer ( B x L ) = 3600 x 2400 mm Asperlu = ρ bd


• Tebal poer ( t ) = 800 mm
• Diameter tulangan utama = D 19 mm = 0,0035 x 1000 x 701,50
• Tebal selimut beton = 70 mm
= 2.455,25 mm2
• Tinggi efektif balok poer
Arah x ( dx )= 800 − 70 − 1 2 .19 = 720,50 mm Digunakan tulangan lentur bawah D19 – 100 mm

Arah y ( dy ) = 800 − 70 − 19 − 1 2 .19 = 701,50 mm


Aspakai =  1 × π ×19 2   1000 
4   100 

= 2.835,28 mm2 > 2.455,25 mm2…ok!!!!

= 2.835,28 mm2 > 2.521,75 mm2…ok!!!!

Anda mungkin juga menyukai