Anda di halaman 1dari 16

Laporan Praktikum Ransum Unggas dan

Ruminansia
by sobah · May 25, 2016

LAPORAN PRAKTIKUM

RANSUM UNGGAS DAN NON RUMINANSIA

Disusun oleh :

Kelompok XI

PT/06216
Jaka Prayoga
PT/06278
Rina Hikmayanti
PT/06376
Ilham Surya Rizki
PT/06585
Ratna Amalia
PT/06587
Nurus Sobah

Asisten : Meita Puspa Dewi

LABORATORIUM ILMU MAKANAN TERNAK


BAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2015

BAB I

PENDAHULUAN

Burung puyuh merupakan salah satu ternak yang mudah dibudidayakan dan memiliki peran
penting dalam upaya peningkatan pendapatan masyarakat melalui usaha peternakan burung
puyuh. Beberapa keunggulan dari burung puyuh yaitu produksi telur yang tinggi dan masa
pemeliharaan yang singkat. Selain itu dalam pembudidayaan burung puyuh tidak
memerlukan tempat yang luas dan investasi yang besar, sehingga usaha peternakan burung
puyuh ini dapat dilakukan oleh pemodal kecil maupun pemodal besar dengan skala usaha
komersial.

Pengembangan usaha peternakan burung puyuh dibutuhkan pakan yang berkualitas dan
sesuai dengan kebutuhan nutrient agar mengahasilkan puyuh dengan pertumbuhan dan
produktivitas yang maksimal. Untuk mendapatkan pakan yang sesuai dengan kebutuhan
puyuh dibutuhkan penyusunan ransum yang tepat. Ransum adalah campuran 2 atau lebih
bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan ternak selama 24 jam. Bahan pakan
adalah segala sesuatu yang dapat diberikan kepada ternak baik berupa bahan organik maupun
anorganik yang sebagian atau seluruhnya dapat dicerna tanpa mengganggu kesehatan ternak.
Pemilihan bahan baku yang akan digunakan dalam ransum adalah bahan pakan tidak bersaing
dengan bahan makanan manusia, bahan baku pakan harus tersedia secara terus – menerus
dalam jumlah yang memadai, harga bahan baku murah, kualitas gizi bahan baku pakan baik,
dan mempunyai kandungan asam amino, vitamin, mineral, dan energi yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi unggas (Ichwan, 2003).

Tujuan dari praktikum ini adalah praktikan diharapkan dapat menyusun ransum pakan puyuh
dan dapat mengetahui besar konsumsi pakan, rata-rata pertambahan berat badan dan Feed
Confertion Ratio ternak puyuh dengan penyusunan ransum yang telah dibuat oleh asisten.
Manfaatnya adalah untuk melatih dalam menganalisis pengaruh pakan terhadap pertumbuhan
bobot badan mulai dari awal pemeliharaan ayam sampai analisis data.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Puyuh

Burung puyuh adalah ternak kecil yang memiliki potensial besar. Puyuh memiliki ordo
Galliformes dan famili Phasianidae. Ternak puyuh mulai bertelur pada umur 35 hari dan
dapat menghasilkan telur 250 sampai 300 butir/ ekor selama setahun. Puyuh jantan yang tidak
digunakan sebagai pejantan dapat dimanfaatkan sebagai puyuh pedaging dengan masa
pemeliharaan 35 hari (Marganingsih, 2004).

Ransum

Ransum adalah jumlah total bahan makanan yang diberikan pada ternak selama 24 jam,
sedangkan yang dimaksud dengan bahan pakan adalah komponen ransum yang dapat
memberikan manfaat bagi ternak yang mengkonsumsinya. Ransum merupakan faktor yang
sangat penting di dalam suatu usaha peternakan, karena ransum berpengaruh langsung
terhadap produksi ternak (Sinurat, 2000).

Ransum (pakan) merupakan campuran dari dua atau lebih bahan pakan yang diberikan untuk
seekor ternak selama sehari semalam. Ransum harus dapat memenuhi kebutuhan zat nutrien
yang diperlukan ternak untuk berbagai fungsi tubuhnya, yaitu untuk hidup pokok, produksi
maupun reproduksi (Umiyasih dan Anggraeny, 2007). Sinaga (2009), menambahkan ransum
adalah jumlah total bahan makanan yang diberikan pada ternak selama 24 jam. Ransum
merupakan faktor yang sangat penting di dalam suatu usaha peternakan, karena ransum
berpengaruh langsung terhadap produksi ternak. Perubahan ransum baik secara kualitas
maupun kuantitas maupun perubahan pada komponennya akan dapat menyebabkan
penurunan produksi yang cukup serius sehingga untuk mengembalikan produksi seperti
semula sebelum perubahan ransum cukup sulit dicapai dan akan memakan waktu cukup
lama.

Bahan Pakan

Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan, dapat diabsorbsi dan bermanfaat
bagi ternak, oleh karena itu apa yang disebut dengan bahan pakan adalah segala sesuatu yang
memenuhi semua persyaratan tersebut (Kamal, 1998). Hartadi et al. (2005), menyatakan
bahwa yang dimaksud bahan pakan adalah suatu bahan yang dimakan oleh hewan yang
mengandung energi dan zat-zat gizi (atau keduanya) di dalam pakan ternak.

Bahan pakan (feedstuff) adalah segala sesuatu yang dapat dimakan, dicerna sebagian atau
seluruhnya untuk dapat diabsorpsi, dan bermanfaat serta tidak mengganggu kesehatan
pemakannya (Utomo, 2012). Bahan pakan adalah komponen ransum yang dapat memberikan
manfaat bagi ternak yang mengkonsumsinya.Pakan adalah satu macam atau campuran lebih
dari satu macam bahan pakan yang khusus disediakan untuk ternak (Kamal, 1998).
Jagung

Jagung atau Zea mays merupakan bahan pakan sumber energi yang paling banyak digunakan
dalam industri pakan ternak. Jagung mempunyai kandungan protein rendah dan beragam dari
8 sampai 13%, tetapi kandungan serat kasarnya rendah (3,2%) dan kandungan energi
metabolismenya tinggi (3130 kcal/kg). Oleh karena itu, jagung merupakan sumber energi
yang baik (Agus, 2008).

Jagung merupakan bahan pakan berbutir yang penting dan banyak dipergunakan dalam
penyusunan ransum pakan, jagung memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, banyak
mengandung karbohidrat sebagai sumber energi.Jagung yang berwarna (kuning, merah)
disamping mengandung vitamin B juga banyak mengandung karotin, semakin gelap semakin
tinggi kandungan karotinnya, sedangkan jagung yang berwarna putih tidak mengandung
karotin.Pemakaian jagung dalam suatu ransum ayam bisa diberikan 20 sampai 40%.
Permasalahan di lapangan banyak dijumpai jagung biji dengan kualitas rendah, sebagai
contoh butiran berlubang dan pecah akibat perubahan kadar air selama penyimpanan
sehingga, mudah diserang hama, seperti Sitophilus zeamis dan Carpophilus dimiatus yang
merusak kulit dan memakan endosperm sehingga, biji jagung berlubang. Selain itu pengaruh
dari pengeringan yang kurang sempurna merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
Aspergillus flavus yang menghasilkan racun aflatoxin (Kushartono, 2000).

Bungkil kedelai

Biji kedelai adalah biji-bijian yang tertinggi kandungan proteinnya, yaitu 42%. Apabila
digunakan sebagai bahan pakan perlu digiling terlebih dahulu agar mudah dicampur dengan
bahan pakan butir-butiran yang juga sudah digiling. Bungkil kedelai adalah hasil samping
dari pembuatan minyak kedelai 18 dan salah satu bahan pakan konsentrat protein nabati yang
sangat baik. Kandungan asam amino esensialnya mendekati asam amino esensial dari protein
susu, glisinnya cukup tinggi kecuali metionin dan lisinnya rendah. Bungkil kedelai memiliki
kelebihan yaitu kecernaannya tinggi, bau sedap dan dapat meningkatkan palatabilitas ransum
(Kamal, 1998). Bungkil kedelai mengandung 1,79 mcal net energi laktasi, 48% protein kasar,
86% bahan kering, 3,4% serat kasar, 2,01% kalsium, dan 1,2% phosfor (Hartadi et al., 2005).

Bahan makanan sumber protein sebagai penyusun utama pakan unggas adalah bungkil-
bungkilan dan produk hewani.Bungkil-bungkilan yang utama adalah bungkil kacang kedelai,
bungkil kacang tanah, bungkil kelapa, dan bungkil wijen.Bungkil kacang kedelai merupakan
sumber utama bahan makanan unggas dari keluarga bungkil-bungkilan.Bungkil kacang
kedelai mempunyai kandungan protein berkisar 40 sampai 45%.Problem bungkil kacang
kedelai adalah adanya anti nutrisi anti tripsin yang mengganggu kerja tripsin.Pemberian
maksimal yang dianjurkan adalah sebesar 30% (Widodo, 2000).

Meat Bone Meal (MBM)

Murni et al., (2008) menyatakan bahwa meat bone meal (MBM) adalah produk asal hewan
yang diperoleh dengan daur ulang dan dihaluskan untuk menghasilkan bahan makanan yang
bernutrisi dan ekonomis. Bagian tubuh hewan tidak semuanya dapat di jadikan tepung tulang
seperti darah, rambut, kuku, tanduk, potongan kulit dan isi perut. MBM terutama di gunakan
dalam pakan hewan yang bertujuan untuk memperbaiki kandungan asam amino yang terdapat
dalam pakan hewan.
Meat bone meal adalah sumber bahan pakan protein, kalsium dan fosfor yang baik.
Kandungan kalsium, fosfor, PK dan ME yakni tidak kurang dari 39, 60, 500 g/Kg dan 10.2
MJ/Kg. Kandungan fosfor yang cukup tinggi dan biaya cukup efektif, MBM dapat menjadi
sumber utama fosfor non-phytase dalam pakan unggas (Bozkurt et al., 2004).

Guillaume et al. (1999) mengungkapkan bahwa kualitas MBM sangat beragam, tergantung
kepada cara pembuatan dan bagian tubuh yang digunakan sebagai bahan pembuat tepung.
Kandungan protein MBM mencapai 45 sampai 65%.Penggunaan bagian organ badan untuk
pembuatan MBM memiliki nilai nutrien yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
penggunaan jaringan lainnya.

Bekatul

Bekatul memiliki potensi sebagai makanan bergizi tinggi berkorelasi dengan produksi beras
sebagai konsumsi utama makanan pokok masyarakat Indonesia. Bekatul memiliki kelemahan
mudah rusak oleh aktivitas hidrolitik dan oksidatif enzim lipase yang berasal dari dalam
bekatul (endogenous) maupun aktivitas mikroba sehingga merusak senyawa bioaktif
sehingga untuk mempertahankannya, maka seluruh komponen penyebab kerusakan harus
dikeluarkan atau dihambat. Metode yang dapat digunakan adalah perlakuan fisik, mekanis,
atau kombinasi keduanya, misalnya pembuatan bekatul menjadi makanan lain yang lebih
awet merupakan salah satu cara mempertahankan senyawa bioaktif yang bermanfaat bagi
kesehatan. Kerusakan bekatul juga terutama karena kandungan asam lemak tidak jenuhnya
yang tinggi yang biasanya diawali dengan tanda kerusakan tengik (rancidity), oleh karena itu
bekatul segar hanya memiliki umur simpan 24 jam (Auliana,2011). Widodo (2012)
melaporkan kandungan nutrien bekatul yang tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Nutrien Bekatul

Zat Nutrisi Kandungan Nutrien


Protein Kasar % 12,90
Lemak Kasar % 13,00
Serat Kasar % 11,40
Kalsium % 0,07
Phospor % 1,50
Energi Metabolisme (kcal/kg) 2100

Minyak Sawit

Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit
seperti umumnya minyak nabati lainnya adalah merupakan senyawa yang tidak larut dalam
air, sedangkan komponen penyusunnya yang utama adalah trigliserida dan nontrigliserida
(Pasaribu, 2004). Minyak kelapa sawit dapat digunakan sebagai pakan tambahan sumber
energi dan protein. Minyak kelapa sawit digunakan sebagai komponen pakan komplet agar
dapat dikonsumsi oleh ternak dan secara ekonomi juga tidak efisien karena kandungan
nutrisinya terutama protein relatif rendah . Kandungan nutrisi yang terdapat dalam minyak
kelapa sawit adalah bahan kering (BK) 81,65 sampai 93,14%, protein kasar (PK) 12,63
sampai 17,41%, aspartat 0,89 % ,glutamat 1 %, lemak kasar (LK) 7,12 sampai 15,15, serin
0,50%, serat kasar (SK) 9,98 sampai 25,79 %, glisina 0,01%, energi bruto (kkal/kg) 3217,00
sampai 3454, histidin 0,10%, Ca 0,03-0,78 20 %, arginin 0,20%, P 0,00-0,58%, treonin
0,08%, Alanina 0,61%, NDF 58,58 %, prolin 0,06%, ADF 53,33%, tirosin 0,42%,
hemiselulosa 5,25%, valin 0,43%, selulosa 26,35%, metionin 0,92%, lignin 22,31 %, sistein
0,33%, silika 4,47%, isoleusin 0,51%, leusin 0,31%, fenilalanin 0,37%, dan lisin 0,40%
(Hidayanto, 2006).

Limestone

Beberapa bahan pakan sumber kalsium yang umum di pasaran adalah tepung batu
kapur (limestone), tepung kulit kerang, tepung tulang, dan Dicalcium Phosphate (DCP).
Masing-masing dari keempat bahan sumber kalsium tersebut memiliki kandungan
kalsium, fosfor, dan imbangan Ca : P yang berbeda.Kandungan kalsium dan fosfor
berturut-turut dari batu kapur (limestone) adalah 34,00% dan 0,02%, tepung kulit kerang
38,00% dan 0,07%, tepung tulang 25,95% dan 12,42, dan Dicalcium Phosphate (DCP)
27,10% dan 19,3% (Pratama et al., 2013). Mineral merupakan salah satu zat makanan yang
dibutuhkan oleh ternak unggas. Mineral terdiri dari berbagai macam jenis diantaranya Ca, P,
Mg, Al dan Na. Mineral dibutuhkan oleh ternak, tetapi pada ayam petelur mineral kalsium
merupakan mineral utama dalam proses pembentukan telur. Asupan mineral yang dibutuhkan
kurang maka deposisi mineral (kalsium dan fosfor) maka secara langsung akan mengambil
cadangan mineral pada tulang tibia untuk proses pembentukan kerabang telur (Underwood
dan Suttle, 2001).

Premix

Penambahan mineral kedalam ransum sangatlah dibutuhkan. Penambahan ini dimungkinkan


apabila ransum pakan secara keseluruhan mengalami defisiensi terhadap sejumlah mineral
akibat kualitas pakan yang jelek atau karena memang mineral tersebut kandungannya sedikit
dan hanya terdapat pada lokasi tertentu sehingga tanaman yang dijadikan bahan pakan tidak
memiliki unsur mineral tersebut. Khusus untuk ternak ruminansia, ketersediaan mineral yang
cukup sangatlah dibutuhkan karena selain untuk membantu metabolisme ternak itu sendiri
juga untuk membantu metabolisme mikroba dalam rumen (Herdian, 2005).

Suplementasi mineral ke dalam pakan ternak memiliki berbagai macam cara. Salah satu
diantaranya adalah dengan pembuatan suatu campuran awal mineral yan dikenal dengan
istilah premix. Premix sendiri mengandung arti campuran dari berbagai bahan sumber
vitamin (premix vitamin) atau sumber mineral makro (premix mineral) atau campuran
keduanya (Herdian, 2005).

Garam

Garam diperlukan oleh semua jenis ternak, khususnya ternak herbivora. Perbandingan
kalsium dan natrium pada hijauan pakan dapat mencapai 17:1, sehingga garam diperlukan
untuk mempersempit rasio agar tidak terjadi aksi metabolik dari tingginya kalsium. Jumlah
garam yang dibutuhkan ternak bervariasi tergantung pada tingkat pertumbuhan, komposisi
ransum, tingkat produksi, dan suhu lingkungan. Pemberian garam dapat disediakan dalam
bentuk garam blok, garam biasa, mineral mix, dan sebagai komponen campuran ransum (IPB,
2012). Garam choline yang digunakan untuk ternak biasanya adalah choline chloride dengan
kadar 86,79 %, oleh karena itu cara terbaik untuk memenuhi asupan choline pada burung
puyuh adalah dengan menambahkan feed additive dalam pakan berupa choline chloride
(Afria et al., 2013).

Kebutuhan Nutrien Puyuh

Penggunaan pakan komersil sebagai pakan basal menyebabkan konsumsi pakan burung
puyuh juga relatif sama, karena kandungan energi dalam pakan mempengaruhi jumlah
konsumsi pakan. Kandungan gross energy pakan sebesar 2842,18 Kkal/kg dengan protein
kasar pakan sebesar 22,31 %, meskipun kandungan energi lebih rendah dari yang disarankan
SNI (2006) yaitu minimal sebesar 2900 Kkal/kg namun kandungan protein sesuai dengan
standar SNI (2006) yang menyatakan bahwa burung puyuh petelur membutuhkan pakan
dengan kandungan minimal protein kasar 22 %, lemak 3,96 %, serat kasar maksimal 6 %,
kalsium 3,25 sampai 4 %, fosfor minimal 0,60 % (Afria et al., 2013).

Penampilan Produksi Puyuh

Konumsi Pakan (Feed Intake)

Permana (2010) menyatakan bahwa konsumsi pakan merupakan faktor yang sangat
penting untuk menentukan kebutuhan pokok dan produksi, karena dengan mengetahui tingkat
konsumsi pakan, maka dapat ditentukan kadar suatu zat dalam ransum guna memenuhi
kebutuhan pokok dan produksi. Konsumsi pakan dipengaruhi oleh bobot badan individu, tipe
dan tingkat produksi, jenis pakan dan faktor lingkungan. Tingkat konsumsi pakan juga dapt
dipengaruhi oleh palatabilitas pakan, tekstur, ukuran dan konsistensi. Kualitas pakan dapat
dilihat dari kandungan zat makanan dan palatabilitasnya.

Konversi Pakan (Feed Convertion Ratio)

Pujiwati et al. (2013) menyatakan bahwa konversi pakan dapat digunakan untuk mengukur
kefisien pakan, semakin rendah angka konversi pakan, maka efisien penggunaan pakan
semakin tinggi dan sebaliknya, semakin tinggi angka konversi pakan, maka tingkat efisiensi
pakan semakin rendah. Konsumsi ransum (gram/ekor) dihitung berdasarkan jumlah ransum
yang diberikan pada awal minggu dikurangi sisa ransum pada akhir minggu tersebut. Bobot
badan akhir (gram) rata rata per ekor dihitung dengan menimbang puyuh pada akhir
peeliharaan. Pertambahan bobot badan (gram/ekor) rata-rata setiap minggu diukur
berdasarkan bobot badan akhir minggu dikurangi bobot badan ada awal minggu. Konversi
ransum dihitung berdasarkan jumlah konsumsi ransum dibagi dengan pertambahan bobot
badan rata-rata setiap minggu selama penelitian (Nurhidayat, 2013).

BAB III

MATERI DAN METODE


Materi

Ternak.

Ternak yang digunakan adalah burung puyuh jenis Japanese sejumlah 80 ekor.

Kandang

Kandang yang digunakan adalah kandang wire yang terbuat dari bambu dan diberi
alas kardus.

Peralatan

Peralatan yang digunakan adalah tempat minum, tempat pakan yang dilengkapi
dengan kawat, sikat pembersih, timbangan dan lampu 5 watt.

Ransum

Ransum terdiri dari beberapa bahan pakan yaitu jagung, bungkil kedelai, MBM, dedak,
premix, minyak dan kapur. Bahan pakan disusun tergantung dengan perlakuan yang
diberikan. Ransum dibagi menjadi empat perlakuan yaitu perlakuan P0 dengan imbangan ME
sebesar 2800 Kcal/kg dan protein kasar 28%, perlakuan P1 dengan imbangan ME sebesar
2700 Kcal/kg dan protein kasar 30%, perlakuan P2 dengan imbangan ME sebesar 2900
Kcal/kg dan protein kasar 26%, perlakuan P3 dengan imbangan ME sebesar 3000 Kcal/kg
dan protein kasar 24%.

Metode

Persiapan

Kegiatan yang dilakukan saat persiapan adalah membersihkan kandang dan peralatan
kandang, desinfektan kandang, memasang lampu bohlam, memasang kardus untuk alas
kandang dan menutupi kandang dengan koran.

Pemeliharaan

Kegiatan pertama yang dilakukan saat pemeliharaan adalah menimbang berat badan puyuh
dan identifikasi puyuh dengan cable tie. Lalu puyuh dimasukkan ke kandang yang sudah
disiapkan oleh kelompok. Untuk menjaga kesehatan puyuh dilakukan vaksinasi ND 1 pada
pemeliharaan minggu pertama dengan cara tetes mata, vaksinasi gumboro pada pemeliharaan
minggu kedua dengan cara dicampur kedalam air minum dan vaksinasi ND 2 pada
pemeliharaan minggu ketiga dengan cara dicampur ke dalam air minum. Pemberian pakan
dan minum dilakukan dua kali sehari pada pagi hari pukul 06.30 – 07.00 dan sore hari pukul
15.00 – 15.30 dengan mencatat sisah pakan pada table yang telah diberikan asisten. Setiap
hari jumat dilakukan penyusunan ransum pakan, penimbangan berat badan dan perhitungan
gain, feed intake dan feed confertion ratio puyuh yang dipelihara.
Variabel yang diamati

Feed Intake. Feed intake atau yang biasanya disebut dengan konsumsi pakan ini didapat dari
perhitungan antara selisih dari pemberian pakan dengan sisa pakan yang dikonsumsi ternak
dengan satuan gram/ekor yang diukur selama 1 minggu sekali. Feed intake atau komsumsi
pakan digunakan untuk mengetahui seberapa banyak pakan yang dikonsumsi ternak sehingga
nantinya bisa diprediksi berapa bobot badan yang dihasilkan.

Average Daily Gain. Average Daily Gain (ADG) adalah rata-rata kecepatan pertambahan
berat badan harian yang diperoleh dengan berat akhir dikurangi berat awal kemudian dibagi
lama pemeliharaan.

Feed Conversion Ratio. Feed Convertion Ratio (FCR) atau rasio konversi pakan merupakan
satuan untuk menghitung efisiensi pakan pada budidaya pembesaran dan penggemukan.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penampilan Produksi Puyuh

Konsumsi Pakan. konsumsi pakan merupakan pakan yang diberikan dikurangi dengan
pakan yang sisa atau pakan yang dapat dikonsumsi oleh ternak. Berikut ini merupakan data
konsumsi puyuh rata-rata per minggu dengan empat perlakuan pakan, yang dapat disajikan
dalam Tabel 1. sebagai berikut.

Tabel 1. Data konsumsi pakan

P0 P1 P2 P3
Minggu
(g/ekor) (g/ekor) (g/ekor) (g/ekor)
2 297,5 239,5 230,77 288,25
3 337,5 412 285,17 230,5
4 371,5 416,5 256,07 156,67
Rata-rata 329,58 357,5 259 225,14

Gambar 1. Rata-rata konsumsi pakan puyuh tiap perlakuan

Berdasarkan hasil praktikum yang didapatkan, puyuh dipelihara selam tiga minggu yang
diberikan pakan dengan perlakuan P0 memiliki konsumsi pakan rata-rata sebanyak 329.58
gram/ekor/minggu, perlakuan P1 konsumsi pakannya rata-ratanya yaitu 357.5
gram/ekor/minggu, perlakuan P2 konsumsi rata-ratanya yaitu sebanyak 259
gram/ekor/minggu, perlakuan P3 yaitu rata-ratanya sebanyak 225.14 gram/ekor/minggu.

Rasyaf (1993), mengatakan bahwa pakan puyuh harus mempunyai keseimbangan atau
perbandingan antara PK dan ME yang sesuai yakni 1:100 antara PK:ME. Apabila pakan
mengandung ME yang terlalu tinggi maka konsumsi pakan akan menurun atau unggas akan
berhenti makan setelah ME yang dikonsumsi mencukupi kebutuhan hidupnya walaupun
konsumsi PK dan nutrient lain masih belum tercukupi sehingga akan mengakibatkan ternak
kekurangan nutrien. Apabila kandungan PK yang terlalu tinggi itu akan mengakibatkan
limbah pada feses mengandung ammonia yang terlalu tinggi dan akan menyebabkan
pencemaran lingkungan dan disisi lain juga akan mengakibatkan kerugian akibat harga pakan
akan semakin tinggi karena harga protein umumnya lebih mahal.

Rasyaf (1993) menyatakan bahwa, konsumsi pakan puyuh pada umur 8 –16 minggu
konsumsi pakan puyuh mencapai 1,78 kg atau 17,80g/ekor/hari untuk puyuh. Hasil praktikum
bila dibandingkan dengan literatur konsumsi pakan puyuh perlakuan P0 dan P1 sesuai dengan
lieratur. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsumsi pakan sangat dipengaruhi imbangan
kandungan ME (Metabolish Energy) dan protein kasar. Konsumsi`pakan berhubungan
dengan respon kenyang unggas. Unggas memiliki dua respon kenyang, yaitu secara fisik dan
kimia. Kenyang fisik yaitu ketika tembolok unggas telah berisi penuh dengan pakan sehingga
unggas akan berhenti makan. kenyang secara fisik ini berhubungan dengan berat jenis pakan
dan ukuran pakan yang diberikan. Kenyang kimia yaitu ketika energi yang dibutuhkan
unggas tercukupi maka unggas akan merasa kenyang dan berhenti makan. kenyang secara
kimia berhubungan dengan imbangan kandungan energi dan protein kasar dalam pakan
unggas. Hal ini menjadi sangat penting dalam menyusun ransum ungggas karena bila
kandungan energi pakan terlalu tinggi maka konsumsi pakan akan sedikit, padahal kebutuhan
protein kasar belum terpenuhi. Sebaliknya, bila kandungan energi terlalu rendah unggas akan
banyak makan dan pakan menjadi tidak efisien. Rasyaf (2000) menyatakan bahwa konsumsi
pakan atau feed intake dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, dan berat badan. Pakan yang
yang dikonsumsi ternak digunakan untuk pertambahan dan penggantian sel tubuh yang rusak.
Pakan dengan energi tinggi menyebabkan konsumsi pakan ayam lebih kecil bila
dibandingkan pakan dengan energi rendah.

Pertambahan Berat Badan. Pertambahan bobot tubuh merupakan parameter untuk


pengukuran suatu proses pertumbuhan dan selalu berkaitan dengan perubahan. Perubahan
yang terjadi selama pertumbuhan hewan tidak selalu positif, dapat juga negatif. Proses
substansial pada proses produksi yang ditandai dengan adanya pertambahan bobot tubuh
merupakan perubahan positif, sedangkan perubahan negatif apabila pertumbuhan suatu
hewan tidak optimal atau sangat lambat (Wahyu (2004) dalam Kasiyati (2013)). Pertumbuhan
mencakup pertambahan dalam bentuk dan berat jaringan-jaringan berupa protein seperti otot,
tulang, jantung, otak dan jaringan tubuh lainnya. Bagian dari tubuh hewan tumbuh dengan
cara yang teratur, meskipun tumbuh dengan teratur, tubuh tidak tumbuh sebagai suatu
kesatuan, karena berbagai jaringan tumbuh dengan laju yang berbeda dari lahir sampai
dewasa (Anggorodi (1994) dalam Widyastuti et al., (2014)). Berdasarkan praktikum yang
telah dilakukan, diperoleh data pertambahan berat badan burung puyuh pada tabel 2. berikut:

Tabel 2. Data pertambahan berat badan

Minggu P0 P1 P2 P3
(g/ekor) (g/ekor) (g/ekor) (g/ekor)
2 56,31 87,88 69,25 51,75
3 147 176 111,3 66
4 140,1 124,5 269,96 55,75
Rata-rata 343,41 388,38 450,51 173,50

Gambar 2. Rata-rata pertambahan berat badan

Perhitungan pertumbuhan berat badan pada burung puyuh dilakukan dengan cara menimbang
berat badan burung puyuh setiap satu minggu sekali selama 4 minggu. Tillman et al., (1985)
dalam Siregar (2012) menyatakan bahwa laju pertumbuhan diketahui dengan pengukuran
kenaikan berat badan dan dilakukan dengan cara berulang-ulang serta dinyatakan dengan
pertambahan berat badan harian. Soeparno dan Davies (1978) dalam Siregar (2012) juga
menyatakan bahwa pada umumnya pengukuran pertumbuhan ternak didasarkan pada
kenaikan berat tubuh per satuan waktu tertentu yang dinyatakan sebagai rata-rata
pertambahan berat badan per hari atau rata-rata kadar laju pertumbuhan. Rata-rata
pertambahan berat badan per hari dapat ditentukan dengan megurangkan berat badan akhir
dengan derat badan awal dibagi dengan lama waktu pengamatan atau tenggang waktu.

Terdapat 4 macam perlakuan pakan yang diberikan pada burung puyuh, yaitu perlakuan P0,
P1, P2, dan P3. Perbedaan perlakuan ini terletak pada imbangan energi dan protein yang
diberikan di dalam ransum pakan burung puyuh. Perbedaan perlakuan tersebut meliputi P0
(ME 2800 Kcal/kg, PK 28%), P1 (ME 2700 Kcal/kg, PK 30%), P2 (ME 2900 Kcal/kg, PK
26%), dan P3 (ME 3000 Kcal/kg, PK 24%). Berdasarkan data yang diperoleh pada waktu
praktikum, diketahui bahwa setiap perlakuan menunjukkan hasil rata-rata pertambahan berat
badan yang berbeda, yaitu pada P0 sebesar 343,41 g/ekor, P1 sebesar 388,38 g/ekor, P2
sebesar 450,51 g/ekor, dan P3 sebesar 173,50 g/ekor. Rata-rata pertambahan berat badan
tertinggi sebesar 450,51 g/ekor pada perlakuan P2 yaitu imbangan energi dan protein sebesar
2900 Kcal/kg ME dan 26% PK, dan rata-rata pertambahan bobot badan terendah sebesar
173,50 g/ekor pada perlakuan P3 yaitu imbangan energi dan protein sebesar 3000 Kcal/kg
ME dan 24% PK. Pertambahan bobot badan burung puyuh pada periode starter dipengaruhi
oleh kandungan protein pada ransum pakan yang diberikan karena protein pada periode
starter sampai grower sangat berperan dalam proses pembentukan sel-sel di dalam tubuh.

Penurunan atau kenaikan kadar PK tanpa diikuti penurunan atau kenaikan ME dalam pakan
akan mengakibatkan semakin lebarnya imbangan antara PK dan ME yang nantinya akan
mengakibatkan konsumsi pakan pada ternak, apabila konsumsi pakan turun maka juga akan
berakibat pada menurunya pertambahan bobot badan ternak tersebet. Scott et al., (1982)
dalam Suprijatna et al., (2007), menyatakan penurunan kadar protein ransum pada kadar
energi yang sama akan mengakibatkan semakin lebarnya imbangan energi : protein, sehingga
akan mengakibatkan konsumsi ransum yang menurun karena ransum kelebihan energi.
Siregar (2012) menyatakan dalam penuyusunan ransum burung puyuh, harus selalu
berpatokan pada standard kebutuhan protein dan energi yang telah ditetapkan sesuai dengan
periode pemeliharaannya. Kekurangan protein dan energi pada ransum dapat menyebabkan
menurunnya bobot badan sebagai akibat dari terjadinya pengambilan zat-zat makanan dari
dalam tubuh ternak tersebut. Siyadati et al., (2011) menyatakan bahwa pakan yang rendah
protein dapat menekan pertumbuhan pullet burung puyuh. Hashiguchi et al., (1998) dalam
Siyadati et al., (2011), melaporkan bahwa pakan dengan kadar protein rendah dapat
menurunkan berat badan pada kematangan seksual. Annaka et al., (1993) dan Marks (1993)
dalam Siyadati et al., (2011) menunjukkan bahwa bobot badan akan menurun secara linear
dengan penurunan protein dalam pakan puyuh. Kirkpinar dan Oguz (1995) dalam Siyadati et
al., (2011) menyatakan bahwa pakan dengan kadar protein rendah dapat meningkatkan
kandungan lemak pada karkas dan penurunan kadar protein karkas di puyuh betina.

Rahayuningtyas et al., (2014) menyatakan pertambahan bobot badan burung puyuh mulai
mengalami peningkatan secara signifikan mulai umur 14 hari dan selanjutnya semakin
meningkat sampai dengan umur 35 hari. Tilman et al., (1989) dalam Rahayuningtyas et al.,
(2014) menyatakan konsumsi ransum naik setiap pertambahan umurnya sehingga bobot
badan pada burung puyuh juga akan mengalami kenaikan dari fase starter ke fase grower.
Sifat khusus unggas adalah mengkonsumsi makanan untuk memperoleh energi, sehingga
jumlah makanan yang dimakan tiap harinya cenderung berhubungan erat dengan kadar
energinya. Garnida (2002) menyatakan bahwa agar performan burung puyuh terealisir, maka
ransum harus mengandung energi metabolis ransum antara 2600 sampai 3100 Kcal/kg
dengan protein 24%, Ketaren (2010) juga menyatakan bahwa ransum pakan burung puyuh
periode starter harus mengandung minimal 2800 sampai 2900 Kcal/kg dan protein minimal
sebesar 19% sampai 24%. N.R.C (1994) menyatakan bahwa pada periode starter dan grower
kebutuhan energi metabolisme sebesar 2900 Kcal/kg dan protein sebesar 24%.

Pertumbuhan pada burung puyuh dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah faktor
genetik, ransum pakan, lingkungan, dan lain-lain. Rasio ransum pakan berperan penting
dalam mendukung pertumbuhan ternak, terutama nutrisi yang terkandung dalam ransum
seperti protein dan energi (Sujana et al., 2012). Konsumsi dan kandungan nutrisi ransum
merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan produktivitas puyuh. Ransum
mengandung nutrisi yang harus tersedia sesuai kebutuhan puyuh, karena apabila kandungan
nutrisi ransum tidak sesuai dengan kebutuhan nutrisi puyuh, akan menyebabkan penurunan
produktivitas. Protein merupakan kandungan zat makanan yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan, hidup pokok dan produksi telur. protein juga merupakan salah satu unsur yang
sangat penting sebagai penentu produktivitas pada puyuh Cortunix cortunix japanica pada
umur 3 minggu (Radhitya, 2015). Soeparno dan Davies (1987) dalam Siregar (2012)
menyatakan jenis, komposisi kimia, dan konsumsi pakan mempunyai pengaruh yang besar
terhadap pertumbuhan. Konsumsi protein dan energi yang lebih tinggi akan menghasilkan
laju pertumbuhan yang lebih cepat. Pengaruh nutrisi akan lebih besar bila perlakuannya
dimulai sejak awal periode pertumbuhan.

Konversi Pakan. Konversi pakan dalam artian yang sederhana adalah banyaknya pakan yang
digunakan untukmenambah berat badab sebesar satu kilogram. Semakin kecil nilai konversi
pakan akan semakin baik pakan atau ternak tersebut., karena akan semakin sedikit pakan
yang dibutuhkan untuk menambah satu kilgram berat badan ternak berdasarkan praktikum
yang telah dilakukan diperoleh data konversi pakan yang disajikan dalam tabel 3. berikut :

Tabel 3. Data konversi pakan

Minggu P0 P1 P2 P3
2 6,08 2,86 3,38 5,45
3 2,77 2,34 2,56 3,51
4 4,7 3,65 1,28 2,69
Rata-rata 4,53 2,95 2,41 3,89

Gambar 3. Rata-rata konversi pakan puyuh

Berdasarkan grafik diatas konversi pakan paling tinggi adalah pada perlauan P0 dan terendah
adalah P2, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa bila dilihat dari nilai konversi pakan
perlakuan terbaik adalah P2. Konversi pakan dipengaruhi oleh kandungan nutrien pakan,
kecernaan pakan, konsumsi pakan, pertambahan berat badan ternak dan kondisi ternak. Pakan
P0 mempunyai kandungan PK 28% dan ME 2800 Kcal dan mempunyai FCR yang tinggi
yakni 4.5, sementara pada pakan P2 mempunyai kandungan PK 26% dan ME 2900 Kcal
mempunyai FCR sebesar 2,41, hal ini dikarenakan kandungan PK dan ME serta
perbandingan yang dimilikinya sama dengan literatur minimal kebutuhan pakan untuk
puyuh, sehingga ada kemungkinan apabila kandungan ME semakin tinggi dan PK diturunkan
akan mencapai imbangan PK: ME yang sesuai untuk puyuh dan dapat berakibat pada
menurunya nilai FCR pada puyuh tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ketaren (2010)
yang menyatakan kandungan ME minimal pada puyuh starter adalah 2800 Kcal dan PK
minimal 19%.

Penurunan atau kenaikan kadar PK tanpa diikuti penurunan atau kenaikan ME dalam pakan
akan mengakibatkan semakin lebarnya imbangan antara PK dan ME yang nantinya akan
mengakibatkan konsumsi pakan pada ternak, apabila konsumsi pakan turun maka juga akan
berakibat pada menurunya pertambahan bobot badan ternak tersebut dan apabila pertambahan
bobot badan menurun maka FCR ternak tersebut akan meningkat, sehingga imbangan antara
PK dan ME yang ada dalam pakan harus diperhatikan dan disesuaikan dengan kebutuhan
ternak yang akan mengkonsusmsinya. Siregar (2012) menyatakan dalam penuyusunan
ransum burung puyuh, harus selalu berpatokan pada standard kebutuhan protein dan energi
yang telah ditetapkan sesuai dengan periode pemeliharaannya. Kekurangan protein dan
energi pada ransum dapat menyebabkan menurunnya bobot badan sebagai akibat dari
terjadinya pengambilan zat-zat makanan dari dalam tubuh ternak tersebut.

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa ransum yang
paling bagus karena menghasilkan FCR terendah dan rata-rata pertambahan bobot badan
paling tinggi yakni perlakuan P2 dengan imbangan kandungan imbangan kandungan ME
sebesar 2900 Kcal/kg dan protein kasar 26%. Sementara untuk konsumsi pakan paling tinggi
adalah pakan P1 dan terendahadalah perlakuan P3 sehingga secara keseluruhan dapat
dikatakan bahwa pakan perlakuan P2 adalah yang terbaik.
DAFTAR PUSTAKA

Afria, A., Sjofjan, O., dan Eko. 2013. Effect of Addition Of Choline Chloride in Feed On
Quail (Coturnix coturnix japonica) Production Performance. Universitas Brawijaya. Malang

Agus, A. 2008. Panduan Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Penerbit Ardana Media.
Yogyakarta.

Auliana, R. 2011. Seminar Nasional Dharma Wanita, Fakultas Teknik UNY, Yogyakarta.

Bozkurt M., A. Alcicek dan M. Cabuk. 2004. The Effect of Dietary Inclusion of Meat and
Bone Meal on the Performance of Laying Hens at Old Age. Journal of Animal Science 2004,
34: 1-7. South African.

Garnida, D. 2002. Pengaruh Imbangan Energi Protein Ransum dan Tingkat Kepadatan dalam
Kandang Terhadap Performan Puyuh (Cortunix cortunix japonica) Periode Pertumbuhan.
Jurnal Bionatura.4 : 40-49.

Guillaume, J. 1999. Nutrition and Feeding of Fish and Crustaceans. Praxis


Publishing Ltd. INRA,IFREMER. Chichester,UK

Hartadi, H.S., Reksohadiprojo dan A. D. Tillman. D.A. 2005. Tabel Komposisi Pakan untuk
Indonesia. Cetakan ke IV. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Herdian. H. 2005. Evaluasi Penggunaan Program Lipi Mix Dalam Membuat Formulasi
Premix Mineral Untuk Pakan Ternak. Buletin Peternakan 29: 3-9. ISSN 0126-4400.

Hidayanto, 2006. Limbah Kelapa Sawit sebagai Sumber Pupuk Organik dan Pakan Ternak.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur

Kamal, M. 1998. Nutrisi Ternak Dasar I. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.

Kasiyati, H. Muliani. 2013. Peran Kombinasi Cahaya Monokromatik dalam Menstimulasi


Pertumbuhan dan Matang Kelamin Puyuh (Cortunix cortunix japonica L.). Buletin Anatomi
dan Fisiologi Vol. XXI No. 1. Maret 2013.

Ketaren, P. P. 2010. Kebutuhan Gizi Ternak Unggas di Indonesia. WARTAZOA Vol. 20 No.
4 Tahun 2010.

Kushartono, B. 2000.Penentuan Kualitas Bahan Baku Pakan dengan Cara


Organoleptik.Balai Penelitian Ternak Bogor.

Manurung, Eddy J. 2011. Performa Ayam Broiler pada Frekuensi danWaktu Pemberian
Pakan yang Berbeda.Skripsi.FakultasPeternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Marganingsih, A. R. 2004. Evaluasi Pemberian Kombinasi Eceng Gondok (Eiccornia
crassipes), MinyakIkan Hiu Botol dan Wheat Bran Terhadap Persentase Bobot Karkas dan
Organ dalam Puyuh Jantan. Skripsi. IPB. Bogor.

Murni, R., Suparjo, Akmal, B. L. Ginting. 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah
Untuk Pakan. Laboratorium Makanan ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

1994. R. C. 1994. Nutrient Requirements of Poultry : Ninth Revised Edition. ISBN :


0-309-59632-7, 5: 176-179.

Nurhidayat, I. 2013. Pengaruh Pemberian Tepung Daun Pepaya Terhadap Performa Puyuh
Periode Starter (0-4 Minggu). IPB. Bogor.

Pasaribu. 2004. Minyak Buah Kelapa Sawit. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. E-repository USU. Universitas Sumatera Utara

Permana, Z. 2010. Konsumsi, Kecernaan dan Performa Tikus Putih (Rattus novrgicus) yang
Disuplementasi Biomineral Cairan rumen dalam Ransum. Skripsi. Fakultas peternakan
Institut Pertanian Bogor.

Pratama, R.N, O. Sjofjan, dan E. Widodo. 2013. Pengaruh Penggunaan Beberapa Sumber
Kalsium Dalam Pakan Terhadap Kualitas Telur Ayam Petelur. Malang.

Pujiwati, R., W. Busono dan O. Sofjan. 2013. Efek Penggunaan Beberapa Sumber Kalsium
dalam Pakan terhadap Penampilan Produksi Ayam Petelur. Malang.

Radhitya, A. 2015. Pengaruh Pemberian Tingkat Protein Ransum pada Fase Grower terhadap
Pertumbuhan Puyuh (Cortunix cortunix japonica). Fakultas Peternakan Universitas
Padjadjaran. Bandung.

Rahayuningtyas, W. M. Susilowati., dan A. Ghani. 2012. Pengaruh Umur Terhadap


Pertambahan Bobot Badan dan Kadar Hormon Pertumbuhan pada Burung Puyuh (Coturnix-
coturnix japonica L.) Jantan. Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang. Malang.

Rasyaf, M. 2000. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan Keempat Belas. Penebar Swadaya.
Jakarta.

Sinaga, S. 2009. Nutrisi dan Ransum Babi.Kanisius.Yogyakarta.

Sinurat. 2000. Analisa Bahan Pakan. Erlangga. Jakarta.

Siregar, M. 2012. Ubi Kayu Fermentasi (Manihot esculenta) dalam Ransum Burung Puyuh.
Pusat Kajian Peternakan, Perikanan, Sumberdaya Pesisir dan Laut Fakultas Peternakan
Universitas HKBP Nonmensen. Medan.

Siyadati, S., M. Afshar., and G. Khosro. 2011. Effect of Varying Ratio of Energy and Protein
on Live Performance and Visceral Organs of Male Japanese Quail. Annals of Biological
Research, 2011, 2: 137-144.

SNI. 2006. Ransum Puyuh Dara Petelur (Quail Grower).


Sujana, E., Wiwin T., and Tuyi W. 2012. Evaluation on Quails (Cortunix cortunix japonica)
Growth Performance Among the Breeding Centre of Village Communities in West Java.
Lucrari Stiintifice – Seria Zootehnie, 58: 44-49.

Suprijatana, E. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Jakarta: Penebar Swadaya.

Suprijatna, E.,K. Sri, dan W. Pulung. 2007. Pengaruh Penambahan Lisin Sintetis dalam
Ransum Fase Pertumbuhan terhadap Efisiensi Penggunaan Protein, Pertumbuhan dan
Performans Awal Peneluran pada Puyuh. Laboratorium Ilmu Ternak Unggas Fakultas
Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.

Umiyasih, U dan Y. N. Anggraeny.2007. Petunjuk Teknis Ransum Seimbang, Strategi Pakan


pada Sapi Potong.Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Departemen Pertanian.
Grati, Pasuruan.

Underwood and N. F. Suttle. 2001. The Mineral Nutrition of Livestock. 3rd Edition. CABI
Publishing: London

Utomo, R. 2012. Evaluasi Pakan dengan Metode Noninvasif. PT. Citra Aji Parama,
Yogyakarta

Widodo, W. 2000.Nutrisi dan Pakan Unggas Konstekstual. Fakultas Peternakan


Universitas Muhammadiyah Surabaya.

Widodo, Wahyu. 2002. Nutrisi Unggas dan Pakan Kontekstual. Departemen Pendidikan
Nasional. Jakarta.

Widyastuti, W., Siti M. M., dan Tyas R. S. 2014. Pertumbuhan Puyuh (Cortunix cortunix
japonica) Setelah Pemberian Tepung Kunyit (Curcuma longa L.) pada Pakan. Buletin
Anatomi dan Fisiologi 22: 2.

Anda mungkin juga menyukai