Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Hidrokel merupakan suatu kelainan dimana terdapatnya akumulasi cairan abnormal


didalam skrotum, yaitu diantara lapisan visceral dan parietal tunika vaginalis. Berdasarkan
lokasinya, hidrokel dapat dibagi menjadi tiga yaitu, non communicating hidrokel, funiculus
hidrikel, dan communicating hidrokel. Umumnya hidrokel terjadi pada laki-laki dan sangat
jarang terjadi pada perempuan. Apabila terjadi pada perempuan, dapat disebabkan oleh adanya
penumpukan cairan pada canal of nuck. Sekitar 1-3% bayi cukup bulan memiliki hidrokel.
Hidrokel umumnya lebih banyak terjadi pada bayi dengan kelahiran premature dan bayi yang
memiliki keterlambatan dalam penurunan testis. Perkiraan insidensi terjadinya hidrokel pada
laki-laki dewasa masih belum diketahui, umumnya hampir 20% laki-laki dewasa alami hidrokel
setelah varicocelectomy.

Hidrokel sendiri umumnya tidak menimbulkan keluhan nyeri, penderita hanya mengeluhkan
adanya benjolan pada daerah skrotum yang membuat penderita tidak nyaman, namun pada
beberapa kasus hidrokel dapat terasa nyeri apabila disertai infeksi. Untuk menentukan ada
tidaknya hidrokel dapat dilakukan beberapa pemeriksaan, baik pemeriksaan fisik ataupun
penunjang. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara meraba pada bagian skrotum, dapat teraba
adanya benjolan dengan konsistensi kistus dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan
adanya transiluminasi. Pada pemeriksaan fisik ini juga, dapat dibedakan jenis-jenis dari hidrokel
itu sendiri. Pada beberapa keadaan, hidrokel tidak dapat dievaluasi dengan pemeriksaan fisik
sehingga memerlukan USG sebagai pemeriksaan penunjang khususnya pada hidrokel yang
disertai dengan infeksi atau kulit skrotum yang sangat tebal. USG digunakan sebagai modalitas
pertama untuk mendiagnosis dugaan hidrokel.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Embriologi Testis
Pada waktu awal kehidupan fetal, terdapat suatu jaringan yang disebut sebagai
gubernaculum testis. Gubernaculum testis ini berikatan pada tiga tempat, yaitu testis,
bagian peritoneum, dan duktus Wolfii yang akan berkembang menjadi epididimis dan
duktus deferens. Semua itu akan tertarik menuju ke skrotum, sehingga bagian peritoneum
ini akan membentuk suatu tabung yang disebut processus vaginalis peritonei. Testis
masuk ke dalam kavum skrotum melalui proses descensus testiculorum. Testis akan
melekat pada bagian terluar tabung ini, dan tertarik menuju ke skrotum. Bagian atas dari
tabung (processus vaginalis) ini akan mengalami obliterasi, sedangkan bagian bawah
yang menempel pada testis akan mengalami invaginasi dan membentuk tunika vaginalis.
Pada umur tujuh bulan kehamilan testis sudah berada pada kanalis inguinalis, dan berada
pada dasar skrotum setelah lahir.

Gambar 1. Skema Embriologi Penurunan Testis

2
2. Anatomi Testis
Testis merupakan organ seks primer pria yang berbentuk ovoid dengan ukuran ± 5 x 3 cm
dan berat ± 15-19 g, umumnya testis berjumlah satu pasang dan berada pada suatu
kantong yang disebut dengan skrotum. Testis berfungsi untuk menghasilkan sperma dan
hormon pria khususnya testosterone.
Testis memiliki tiga lapisan dari bagian luar hingga dalam, yaitu tunika vaginalis, tunika
albuginea, dan tunika vaskulosa. Kedua buah testis dibungkus oleh jaringan tunika
vasculosa yang terdiri dari jaringan ikat dan pembuluh darah, lapisan tengah pada testis
ialah tunika albuginea yang merupakan jaringan ikat padat fibrosa yang membagi testis
menjadi lobulus-lobulus kecil, dan bagian terluar dilapisi oleh tunika vaginalis dimana
tunika ini terbentuk dari sel mesotelial yang terdiri dari lapisan visceral dan parietal yang
normalnya diantara lapisan tersebut berisi cairan. Pada lapisan tunika vaginalis inilah
yang dapat membuat testis bergerak dengan bebas.

Gambar 2. Anatomi Testis dan Lapisan Skrotum

3
Pada bagian posterior jaringan ikat ini akan menebal dan membentuk mediastinum testis
yaitu tempat masuk pembuluh darah, pembuluh limfatik, saraf, dan rete testis.
Anatomi skrotum yang membungkus testis terdiri dari beberapa lapisan, yaitu kulit
skrotum, fascia dartos yang menyelimuti muskulus dartos, fascia spermatikus externus,
fascia cremaster yang menyelimuti muskulus cremaster, fascia spermatikus internus,
lapisan parietal dan visceral tunika vaginalis.

3. Hidrokel
3.1.Definisi
Hidrokel adalah akumulasi dari cairan yang abnormal didalam skrotum, diantara
lapisan visceral dan parietal tunika vaginalis.
Dalam keadaan normal, lapisan tunika vaginalis berisi cairan namun dalam keadaan
yang seimbang antara produksi dan reabsorpsi oleh sistem limfatik disekitarnya.

3.2. Epidemiologi
Di USA, insidensi hidrokel adalah sekitar 10-20 per 1000 kelahiran hidup dan lebih
sering terjadi pada bayi prematur. Lokasi tersering adalah di sebelah kanan, dan
hanya 7-10% yang terjadi secara bilateral dan berhubungan dengan hernia. Hidrokel
sering terjadi pada pria dan jarang terjadi pada wanita. Hidrokel biasa ditemukan pada
bayi laki-laki dan anak-anak dan dalam banyak kasus berhubungan dengan hernia
inguinalis indirek. Sekitar 1% sampai 3% bayi cukup bulan memiliki hidrokel. Kasus
tersering adalah hidrokel non-communicating (processus vaginalis diobliterasi saat
perkembangannya). Dalam beberapa kasus, cairan hidrokel akan menghilang dalam
waktu 1 tahun. Hidrokel lebih banyak terjadi pada bayi prematur dan pada bayi yang
testisnya turun cukup terlambat. Pada sebagian besar kasus, prosesus vaginalis
menutup dalam tahun pertama kehidupan dan angka kejadian hidrokel berkurang,
Angka kejadian pada pria dewasa tidak diketahui. Lebih dari 20% pasien berkembang
menjadi hidrokel setelah varikokelektomi. Sekitar 10% keganasan testis diperkirakan
muncul dengan hidrokel. Filariasis umum terjadi di banyak negara di seluruh dunia
dan sering dikaitkan dengan hidrokel yang terjadi akibat obstruksi limfatik.

4
3.3. Etiopatogenesis
Hidrokel dapat terjadi secara primer (kongenital pada bayi/idiopatik pada orang
dewasa) ataupun didapat/sekunder (infeksi, tumor, ataupun trauma). Pada hidrokel
kongenital, terdapat 2 patogenesis yaitu processus vaginalis belum tertutup dengan
sempurna sehingga cairan dari cavum abdomen (cairan peritoneum) masuk ke tunika
vaginalis bersamaan dengan testis dan belum sempurnanya sistem limfatik di daerah
skrotum dalam melakukan reabsorbsi cairan.
Normalnya sebelum janin lahir, testis bersamaan dengan cairan peritoneal akan turun
dan masuk dari cavum abdomen ke skrotum (tunika vaginalis) melalui canalis
inguinalis. Saat testis turun melalui canalis inguinalis, terdapat processus vaginalis
yang merupakan bagian teratas dari tunika vaginalis yang normalnya akan tertutup
setelah testis turun ke skrotum. Pada hidrokel communicating, processus vaginalis
tidak tertutup dengan sempurna sehingga menyebabkan cairan peritoneum dari cavum
abdomen dapat masuk ke tunika vaginalis yang mengakibatkan akumulasi cairan
tersebut di kantong skrotum. Keadaan ini biasanya terjadi pada bayi lahir prematur.
Risiko jangka panjang pada penderita hidrokel communicating dapat terjadinya
hernia inguinalis. Pada hidrokel non-communicating/testicle hydrocele, processus
vaginalis tertutup dengan sempurna tetapi hidrokel jenis ini biasanya disebabkan oleh
ketidaknormalan sistem limfatik pada lapisan parietal tunika vaginalis dalam
melakukan produksi dan reabsorbsi cairan. Ketidaknormalan sistem limfatik dapat
meningkatkan produksi atau adanya gangguan reabsorbsi cairan akibat
obstruksi/sumbatan pada sistem limfatik yang biasanya disebabkan oleh infeksi
sehingga akumulasi dapat terjadi pada kantong skrotum. Pada anak laki-laki yang
lebih tua, hidrokel non-communicating dapat terjadi karena inflamasi skrotum seperti
torsio testis, epididimitis ataupun tumor testis. Pada funiculus hidrokel, akumulasi
cairan terjadi pada daerah atas/kranial dari testis sehingga dalam pemeriksaan fisik
palpasi biasanya testis dapat diraba. Terdapat variasi hidrokel yang sangat jarang
dijumpai yaitu abdominoscrotal hydrocele dimana hidrokel sangat besar dan adanya
tegangan dari cairan hidrokel yang meluas ke cavum abdomen bagian bawah.

5
3.4. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi, hidrokel dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
1. Non Communicating hydrocele/testicle hydrocele
Processus vaginalis telah menutup dengan sempurna tetapi cairan ditunika
vaginalis tidak dapat diabsorpsi sehingga terjadi akumulasi atau penumpukan
yang menetap dan mengelilingi testis.
2. Funiculus hydrocele
Hidrokel jenis ini terjadi pada daerah kranial testis sehingga pada pemeriksaan
fisik palpasi testis dapat teraba dan akumulasi cairan menetap. Hidrokel funikulus
terjadi karena adanya hubungan dengan cavum abdomen yang sangat sempit dan
terbatas di funikulus spermatikus yang berasal dari sisa tunika vaginalis.
3. Communicating hydrocele
Processus vaginalis tidak menutup dengan sempurna sehingga cairan peritoneum
dapat masuk ke kantong skrotum (tunika vaginalis) melalui kanalis inguinalis.
Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik palpasi dengan memberikan penekanan
pada testis maka cairan akan naik kembali ke cavum abdomen sehingga ukuran
skrotum dapat berubah-ubah.

6
Gambar 3. Klasifikasi Hidrokel

3.5 Gambaran Klinis


Hidrokel sendiri umumnya tidak menimbulkan keluhan nyeri, penderita hanya
mengeluhkan adanya benjolan pada daerah skrotum kanan atau kiri/bilateral, yang
membuat penderita tidak nyaman, namun pada beberapa kasus hidrokel dapat terasa
nyeri apabila disertai infeksi. Benjolan tersebut lunak dikarenakan adanya cairan
antara lapisan parietal dan visceral tunika vaginalis. Riwayat sebelumnya dapat
diketahui melalui anamnesis yang cermat tentang riwayat infeksi, trauma, ataupun
persalinan.

3.6 Anamnesis
Pasien umumnya datang dengan keluhan berupa adanya benjolan pada skrotumnya.
Umumnya benjolan tersebut tidak teraba nyeri ataupun panas. Konsistensi benjolan
sendiri umumnya lunak mudah digerakkan dan pada beberapa keadaan benjolan dapat
hilang timbul atau mengalami perubahan ukuran. Pada riwayat terdahulu dapat
ditemukan kemungkinan adanya riwayat infeksi ataupun trauma pada daerah skrotum.
Dapat ditanyakan juga tentang riwayat kelahiran/persalinan yang prematur atau tidak.

3.7 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dapat dilakukan secara terlentang dan berdiri. Apabila tonjolan
terlihat pada posisi berdiri, pemeriksaan dilanjutkan dengan posisi terlentang (supine).

7
Bila pada posisi supine terdapat resolusi pada tonjolan (dapat mengecil), harus
dipikirkan kemungkinan hidrokel komunikan atau hernia. Valsava maneuver dapat
dilakukan untuk meningkatkan tekanan intraabdominal dimana dapat digunakan untuk
memperlihatkan tonjolan pada skrotum. Pada anak yang lebih besar, dapat dilakukan
dengan menyuruh pasien meniup balon, atau batuk. Pada bayi, dapat dilakukan dengan
memberikan tekanan pada abdomen (palpasi dalam) atau dengan menahan kedua
tangan bayi diatas kepalanya sehingga bayi akan memberontak sehingga akan
menimbulkan tonjolan.
Palpasi pada daerah skrotum akan teraba bbenjolan dengan konsistensi yang kenyal,
berfluktuasi. Auskultasi juga perlu dilakukan untuk mendengar bising usus yang
apabila positif maka diagnosis mengarah pada adanya dugaan hernia.
Pemeriksaan transiluminasi pada skrotum juga diperlukan untuk menyingkirkan
dugaan hernia meskipun tidak dapat seutuhnya menyingkirkan dugaan hernia. Pada
pemeriksaan transluminasi, dengan cara menyenteri skrotum maka cahaya akan
menerawang menunjukkan adanya cairan dalam tunika vaginalis mengarah pada
hidrokel.

3.8 Pemerisaan Penunjang


1. USG
Ultrasound atau USG merupakan modalitas pertama yang dapat dilakukan untuk
mendeteksi adanya hidrokel. Pemeriksaan USG untuk mendeteksi hidrokel
memiliki daya akurat yang tinggi, biaya yang relatif murah, memberikan
gambaran yang jelas mengenai anatomi skrotum dan umumnya tersedia pada
banyak fasilitas kesehatan.
Pada USG, tunika vaginalis lapisan visceral dan parietal digambarkan sebagai
garis ekogenik. Normal testis akan berwarna keabuan dengan echo sedang dan
bersifat homogen. Gambaran testis pada USG akan tampak seperti gambaran
organ hati atau kelenjar tiroid. Bagian appendix testis dan epididimis akan
digambarkan sebagai gambaran dengan intensitas hiperechoic pada kutub atas
dari testis yang normalnya ditutupi oleh caput epididimis.

8
Pada pemeriksaan USG, hidrokel akan menunjukkan gambaran penumpukan
cairan dengan evaluasi Doppler avaskuler. Skrotum yang mengalami hidrokel
memiliki gambaran intensitas echo cairan di dalamnya. Untuk ukuran testis dan
epididimis normal, dan intensitas echoparenkim homogen.

9
Gambar 4. Gambaran USG Hidrokel

2. MRI
MRI umumnya dipakai sebagai sarana pemeriksaan tambahan apabila pada
pemeriksaan USG belum dapat ditegakkan diagnosisnya dan lebih akurat
khususnya pada lesi skrotum yang bersifat padat.
Normalnya pada MRI pemeriksaan skrotum akan menggambarkan struktur
homogen yang berbentuk oval yang dapat dilihat melalui intensitas sinyal rendah
hingga sedang pada T1 dan intensitas sinyal tinggi pada T2. Pada tunika
albuginea, intensitas sinyal pada T1 dan T2 sama-sama rendah, pada
mediastinum testis, intensitas sinyal T1 lebih tinggi dibandingkan T2.
Intensitas sinyal tinggi dari T2 pada testis, memperlihatkan gambaran massa
testis yang baik. T1 berfungsi untuk mendeteksi lemak atau methemoglobin. Pada
T1, epididimis terlihat sedikit heterogen dan iso-intens. Pada hidrokel, terdapat
karateristik sinyal : T1 memiliki intensitas sinyal yang rendah dan T2 memiliki
intensitas sinyal yang tinggi sehingga memperlihatkan cairan serosa dari
hidrokel.

10
3.9 Diagnosis Banding

Terdapat beberapa diagnosis banding hidrokel berdasarkan massa dan pembengkakan


pada skrotum neonatus, anak-anak dan remaja laki-laki. Berikut tabel untuk
membedakan diagnosis banding massa dan pembengkakan serta gejala nyeri :

Tabel 1. Diagnosis Banding

3.10 Terapi Bedah


Terapi bedah dibagi menjadi 3 pendekatan, yaitu pendekatan inguinal, pendekatan
skrotal, & skleroterapi.
1. Pendekatan inguinal
Pendekatan inguinal yaitu melakukan ligasi pada bagian atas prosesus vaginalis
dengan memasang internal inguinal ring. Prosedur ini menjadi pilihan untuk
hidrokel yang terjadi pada anak, terutama tipe communicating.
Peng, dkk. melaporkan keberhasilan penggunaan mini laparoskopi pada 125 anak
laki-laki (rentang usia, 12-68 bulan) dengan beberapa lipatan peritoneum di
lubang kantung hidrokel. Modifikasi single-port, double-needle, pada bedah
minilaparoskopi di mana jarum Endo Close digunakan untuk menyebarkan lipatan
peritoneum dan memfasilitasi penjahitan ekstraperitoneal melingkar menghasilkan
hasil yang sebanding dengan prosedur laparoskopi dua port, di mana forsep 3mm
digunakan untuk memegang lipatan di sekitar internal inguinal ring. Peng, dkk.

11
menyarankan teknik port tunggal yang dimodifikasi karena aman, efektif, dan
lebih menarik secara kosmetik untuk pengelolaan hidrokel pediatrik yang rumit.
2. Pendekatan scrotal
Pendekatan skrotum, dengan melakukan eksisi atau eversi dan penjahitan tunica
vaginalis, direkomendasikan untuk hidrokel nonkomunikans kronis. Pendekatan
ini harus dihindari jika ada kecurigaan keganasan yang mendasari. Sebaliknya,
Alp, dkk. melaporkan bahwa pendekatan skrotum merupakan alternatif yang
efektif untuk pengobatan hidrokel komunikans pada pasien anak. Dalam studi
mereka dari 43 anak laki-laki (46 unit testis) diterapi dengan pendekatan inguinal
klasik dan 27 anak laki-laki (30 unit testis) diterapi dengan pendekatan skrotum,
waktu operasi secara signifikan lebih rendah pada kelompok skrotum (P <0,0001),
komplikasi minor awal tidak berbeda antara kedua kelompok, tidak ada
komplikasi besar yang dicatat dan tidak ada pasien yang mengalami kekambuhan
hidrokel setelah dipantau rata-rata 6 bulan.
3. Sclerotherapy
Prosedur tambahan adalah aspirasi skrotum dan skleroterapi pada hemiscrotum
menggunakan larutan tetrasiklin atau doxycycline. Kekambuhan setelah
skleroterapi umumnya terjadi, seperti nyeri yang signifikan dan obstruksi
epididimis, membuat pendekatan ini menjadi pilihan terakhir pada kandidat bedah
yang buruk dengan hidrokel yang simtomatik dan pada pria yang kesuburannya
tidak lagi menjadi masalah. Sebuah tinjauan oleh Taylor dkk. tentang aspirasi dan
pengobatan skleroterapi untuk hidrokel pada pria usia lanjut menyimpulkan
bahwa sodium tetradecyl sulphate (STDS) adalah agen sklerosis dengan tingkat
kesembuhan yang terbaik setelah sekali injeksi. Tingkat kesembuhan dengan
STDS adalah 76% setelah sekali aspirasi dan injeksi, setelah beberapa kali
perawatan nilainya menjadi 94%. Tingkat komplikasi pada umumnya rendah dan
jauh lebih rendah daripada dengan perbaikan bedah. Lund et al, dalam sebuah
studi dari 76 pasien dengan hydrocele testis, menemukan bahwa aspirasi dan
sclerotherapy dengan polidocanol adalah pengobatan yang efektif dengan tingkat
kekambuhan yang rendah. Dalam studi prospektif, double-blind, acak, 36 pasien
yang diberikan polidocanol (kelompok 1) dibandingkan dengan 41 pasien yang

12
diberi plasebo (kelompok 2). Kekambuhan setelah pengobatan pertama terlihat
pada 16 (44%) pasien polidocanol dan pada 32 (78%) pasien plasebo.
Kekambuhan setelah pengobatan ulang dengan polidocanol pada kedua kelompok
terlihat pada empat pasien (25%) pada kelompok 1 dan pada 14 pasien (44%)
pada kelompok plasebo sebelumnya. Tingkat keberhasilan pengobatan secara
keseluruhan pada kelompok 1 adalah 89%.

3.11 Komplikasi
1. Cedera pada struktur korda spermatik : pada pendekatan inguinal sekitar 1-3%
pembuluh darah atau pembuluh testis dapat cedera dan sekitar 10% anak
mengalami penyusutan testis.
2. Kekambuhan: pendekatan inguinal yang paling sering kambuh secara alami dan
biasanya hilang dalam beberapa bulan. Pada aspirasi atau operasi skrotum jarang
terjadi.
3. Perdarahan/ Hematoma skrotum : pada pendekatan inguinal, hemostasis
intraoperatif yang buruk atau diseksi yang berlebihan dapat menyebabkan
perdarahan pasca operasi. Hematoma biasanya sembuh seiring waktu. Jika pasien
mengalami perdarahan yang sedang berlangsung atau sangat simptomatik, perlu
dilakukan eksplorasi dan evakuasi hematoma.
4. Cedera saraf Ilioinguinal/ genitofemoral: Saraf ini mungkin terperangkap atau
terbagi selama pendekatan inguinal. Cedera ini bisa sementara atau permanen.
5. Infeksi luka: Infeksi luka pasca operasi jarang terjadi, terutama pada anak. Infeksi
luka harus ditangani dengan antibiotik dan, jika perlu, lukanya dibuka.

3.12 Hasil dan Prognosis


Pendekatan inguinal pada hidrokel komunikans sangat sukses, dengan tingkat
kekambuhan kurang dari 1%. Jika dengan pendekatan unilateral, risiko yang
mungkin terjadi kecil tetapi untuk hidrokel metachronous atau hernia inguinal tetap
dapat berkembang, namun kemungkinan terjadi kurang dari 10%. Rekurensi setelah
eksisi tunika juga jarang terjadi.

13
DAFTAR PUSTAKA

Moore

Sembulingan

Sobotta

Netter

Dasar dasar urologi

Ilmu bedah

Kliegman RM, Stanton BF, St Geme JW, Schor NF. Nelson textbook of pediatric.

14

Anda mungkin juga menyukai