Anda di halaman 1dari 16

IDENTIFIKASI PREOPERATIF PADA PASIEN DENGAN RISIKO

TINGGI PERDARAHAN PERIOPERATIF

Tujuan
Meskipun komplikasi pada bedah jantung telah banyak berkurang,
frekuensi perdarahan perioperatif yang meningkatkan morbiditas dan mortilitas
masih sering terjadi. Selain itu, penggunaan agen antitrombotik dan antiplatelet
menjadi tantangan pada praktik sehari-hari. Oleh karena itu, identifikasi pasien
dengan risiko tinggi perdarahan akan bermanfaat dalam mengoptimalkan
manajemen perioperatif.

Penemuan saat ini


Klasifikasi perdarahan sering didiskusikan, namun sedikit relevan dengan
pengaturan perioperatif. Pada pengaturan nonsurgical, faktor risiko yang sangat
relevan dalam prediksi perdarahan seperti umur, penyakit ginjal, jenis kelamin,
pre-anemia, dan pemberian obat antitrombotik/antiplatelet. Pada bedah jantung,
Papworth Bleeding Risk Stratification Score dapat mengidentifikasi faktor risiko
prosedur dan dapat menjadi salah satu skor penilaian yang tepat digunakan.
skrining laboratoium rutin juga menjadi keperluan.

Ringkasan
Adanya riwayat perdarahan tidak cukup dalam memprediksi secara pasti
komplikasi perdarahan pada bedah jantung. Oleh sebabnya, dibutuhkan studi
lanjut untuk mengembangkan manajemen perdarahan perioperatif.

Kata kunci
Agen antiplatelet dan antitrombotik, klasifikasi perdarahan, skor risiko
perdarahan, bedah jantung, hemostatis preoperatif

1
Pengenalan
Pada pasien dengan perdarahan, kejadian multifaktor dan berhubungan
dengan penyakit, yang dirawat di rumah sakit sering terjadi. Akibat perubahan
demografis dan penggunaan obat antitrombotik yang tersebar luas telah
sepenuhnya berubah. Saat ini, terapi jangka lama dari antitrombotik sering
dilakukan. Konsekuensi penggunaan obat antikoagulan yang sering ini dapat
menyebabkan efek samping. Komplikasi perdarahan besar dari 0,6 sampai 16
persen per tahun pada pasien dengan terapi antikoagulan. Terapi trombolitik
meningkatkan risiko perdarahan besar 1.5-3 kali lebih banyak pada pasien dengan
tromboembolisme vena akut (VTE), stroke iskemik, atau infark miokard dengan
elevasi ST.
Komplikasi perdarahan kadang sulit ditentukan, dimana separuh dari
mereka bersifat sederhana dan berpotensial dicegah. Pada kenyataannya, terapi
inadekuat dengan antikoagulan oral menyebabkan hospitalisasi emergensi pada
pasien lansia. Secara umum, persepsi dokter tentang risiko dan manfaat dari
regimen antitrombotik tidak selalu berhubungan dengan risiko perdarahan.
Mereka sering mengutamakan tentang risiko perdarahan dan sering meremehkan
risiko komplikasi tromboembolik, terutama pada pasien lansia. Meskipun
demikian, outcome perdarahan melampaui laju tromboemolisme pada pasien yang
mendapatkan terapi antikoagulan kronik. Sebaliknya, panduan mengenai
manajemen antikoagulan perioperatif memiliki nilai yang relatif tinggi dalam
mencegah tromboemboli dan relatif rendah dalam mencegah perdarahan, terutama
pada pasien dengan risiko derajat sedang sampai tinggi mendapatkan
tromboemboli. Selanjutnya, terjadi peningkatan jumlah pasien yang
membutuhkan interupsi dengan terapi antikoagulan oral yang diberikan, dan
sebagai konsekuensi, meletakkan mereka sebagai risiko tromboembolik yang
tinggi dan perdarahan atau sebaliknya disebabkan prosedur yang lebih atau kurang
invasif.
Perdarahan perioperatif menyebabkan anemia dan transfusi tidak dapat
dihindari karena (banyak) hilangnya darah pada perioperatif merupakan faktor
risiko independen yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Fenomena ini

2
dapat diperburuk oleh adanya anemia (sebelumnya), pemberian darah dan produk
darah, dan kebutuhan untuk reoperasi. Pada kenyataanya, diagnosis dan intervensi
pada kehilangan darah menunjukkan pilar kedua pada konsep manajemen
perdarahan pasien yang merupakan faktor risiko yang dapat diubah yang
digunakan pada banyak strategi. Meskipun pilihan terapi tersebut efektif, juga
memiliki efek samping dan mungkin menjadi kondisi yang berbahaya.

Kehilangan darah (merugikan)

(merugikan) Anemia Transfusi (merugikan)

Hasil yang merugikan


Gambar 1. Kehilangan darah dan dampaknya

Oleh karena itu, keputusan untuk melakukan interupsi pada pemberian


regimen antitrombotik atau menyediakan terapi lainnya dalam diagnostik atau
intervensi terapetik membutuhkan pertimbangan yang cermat pada risiko relatif
dari tromboemboli dan perdarahan pada tiap pasien. Menggunakan prediksi yang
sederhana dan mudah dilakukan menjadi salah satu model dalam mengidentifikasi
pasien preoperatif pada kelompok pasien dengan risiko perdarahan tinggi, hal ini
bermanfaat dalam penyesuaian dengan prosedur spesifik tertentu dalam
pengaturan perioperatif.

Klasifikasi perdarahan
Meskipun seluruh komplikasi pada bedah jantung telah berkurang,
perdarahan perioperatif, meningkatkan lama waktu rawat inap di rumah sakit, dan
morbiditas – mortalitas, seringkali terjadi. Perdarahan besar dapat menyebabkan
re-eksplorasi, dimana berhubungan dengan morbiditas tambahan dan mortalitas ,
juga biaya.

3
Keparahan perdarahan dapat diklasifikasikan menggunakan skala jumlah
perdarahan oleh WHO atau klasifikasi oleh American College of Surgeon. (tabel
1)
Tabel 1. Klasifikasi perdarahan
Klasifikasi Keparahan Kriteria
Skala perdarahan Derajat 0 Tidak ada perdarahan
WHO
Derajat 1 Perdarahan peteki
Derajat 2 Perdarahan dengan hilangnya darah
ringan (secara klinis signifikan)
Derajat 3 Perdarahan dengan hilangnya darah
yang banyak , membutuhkan transfusi
(berat)
Derajat 4 Kehilangan darah, yang berhubungan
dengan retina dan otak yang fatal
Skor ATLS Kelas I Kehilangan darah <15%
Kelas II Perdarahan 15-30 % dari volume total
darah. Transfusi darah biasanya tidak
diperlukan
Kelas III Perdarahan 30-40% dari volume darah
sirkulasi. Resusitasi caitan dengan
kristaloid dan transfusi biasanya
dibutuhkan
Kelas IV Perdarahan >40% dari volume darah
sirkulasi. Batas kompensasi tubuh
dicapai dan resusitasi agresif
dibutukan untuk mencegah kematian
Definisi dari 1 Perdarahan fatal dan/atau
perdarahan mayor
nonbedah untuk

4
investigasi klinis oleh
Society of thrombosis
and haemostatis
2 Perdarahan simptomatik pada area
kritis atau organ seperti intrakranial,
intraspinal, intraokular,
retroperitoneal, intra-artikular atau
perikardial, intramuskular dengan
sindrom kompartemen dan/atau
3 Perdarahan menyebabkan turunnya
kadar Hb 2 g/dl atau lebih atau
menyebabkan transfusi dua atau lebih
unit paket sel darah
Skala perdarahan Derajat 0 Tidak ada perdarahan
BSMS
Derajat 1 Tidak ada perdarahan signifikan
secara klinis
Derajat 2 Ada perdarahan signifikan secara
klinis
TIMI Mayor Perdarahan intrakranial, perdarahan
berlebih menurunkan Hb >= 5g/dl
atau menurunkan hematokrit >= 15%
Minor Hematuria gross spontan.
Hematemesis spontan. Perdarahan
diamati dengan penurunan Hb 3 g/dl
tetapi 10-15 % penurunan Hct
Insignifikan Kehilangan darah tidak cukup sesuai
atau minimal kriteria yang dituliskan diatas dengan
penurunan Hb <3g/dl atau <9% dari
Hct

5
GUSTO Berat Perdarahan intraserebral, terdapat
kompromise hemodinamik substansial
membutuhkan terapi
Sedang Perdarahan membutuhkan transfusi,
tetapi tidak terdapat kompromise
hemodinamik
Ringan Perdaraha lain yang tidak
membutuhkan transfusi atau
menyebabkan kompromise
hemodinamik
Bleedscore Alarming Transfusi dibutuhkan, intrakranial,
mengancam jiwa
Internal Hematom, epistaksis, kehilangan dari
dari mulut, vagina, melena,
perdarahan mata, hematuria,
hematemesis
Superfisial Memar awal, perdarahan dari usus,
peteki, ekimosis

Alat penilaian perdarahan ini, lebih atau kurang invalid dan telah banyak
dibandingkan pada protokol studi yang berbeda. Skala perdarahan WHO
berkembang untuk pasien dengan kemoterapi-yang menginduksi trombositopeni.
Karena kurangnya standardisasi dari WHO, skala perdarahan telah
dimodifikasi menjadi simple bleeding severity measurement scale (BSMS), untuk
mendapatkan derajat keparahan perdarahan yang lebih valid dan lebih dipercaya,
terutama pada pasien trombositopenia. Skor perdarahan lainnya telah
dikembangkan dengan menilai episode perdarahan dihubungkan dengan
penggunaan antitrombotik seperti pada trombolisis infark miorkard, Global
utilization of streprokinase dan tissue plasminogen factor for occluded coronary
disease (GUSTO) atau Bleedscore. Berbeda halnya, klasifikasi oleh American

6
college of surgeon fokus terhadap hilangnya darah dihubungkan dengan volume
sirkulasi tanpa melihat gejala klinis. ATLS klasifikasi syok, yaitu berdasarkan
denyut jantung, tekanan darah sistol, laju pernafasan dan GCS, menunjukkan
sangat sederhana dan tidak merefleksikan realitas klinis secara akurat. the control
of anti coagulation subcomitter of the internal society of trombosis and
haemostatis merekomendasikan kriteria yang lebih objektif pada perdarahan masif
non bedah.
Berbeda dengan perhitungan sel darah merah yang hilang, perhitungan
juga termasuk pada sel darah merah yang tersembunyi dari hematom dan rata-rata
2,1 kali dari perhitungan sel darah merah. Perhitungan sel darah merah yang
hilang dapat menunjukkan algoritma dalam perhitungan keperluan transfusi
perioperasi dan manajemen yang tepat pada anemia yang telah ada. Sel darah
merah relatif yang hilang lebih banyak dari sel darah merah absolut yang hilang,
menjadi parameter kebuthan transfusi sel darah merah. Variabel lain seperti jenis
kelamin harus ditinggalkan. Misalnya, wanita yang memiliki massa tubuh lebih
kecil, dan sel darah merah absolut yang hilang pasti lebih rendah dibandingkan
pria.
Seperti yang diketahui, wanita memiliki lebih banyak kehilangan darah
relatif dan menerima transfusi lebih sering.
Jumlah toleransi darah yang hilang bergantung pada hemoglobin, massa
sirkulasi sel darah merah tiap individu pasien, penyakit mendasar dan penyakit
yang ada bersamaan. Secara umum, pencegahan kehilangan darah masif dan
penyakit koagulopati dalam menurunkan insidensi dan jumlah hasil fatal. Efek
negatif dari kehilangan darah yaitu mortalitas bergantung pada jumlah dan level
hemoglobin preoperatif. Secara umum, nilai hemoglobin yang ditoleransi dalam
perioperatif yaitu 1-2 g/dl , tanpa menunjukkan efek samping pada sebagian besar
pasien.

Penilaian risiko perdarahan


Perdarahan merupakan kejadian multifaktorial dan kadang dramatik.
Penilaian risiko perdarahan memerlukan pertimbangan spesifik pasien seperti

7
variabel prosedur spesifik. Jumlah studi telah mengidentifikasi karakteristik dan
biomarker yang berhubungan dengan perdarahan, namun, sejauh ini nilai faktor
tunggal dan/atau tes laboratorium memprediksi perdarahan perioperatif. Potensial
pada studi ini menunjukkan kelompok pasien yang didentifikasi memiliki skor
risiko yang tinggi daripada pasien secara individual. Secara umum, jumlah skor
risiko pada pengaturan bedah dan non-bedah ditunjukkan pada (tabel 2).

Tabel 2 perhitungan skor perdarahan


Penulis Indikasi Perhitungan skor perdarahan
Beyth dkk VTE; AF Usia> 65 tahun, perdarahan
gastrointestinal 2 minggu sebelumnya,
stroke sebelumnya, komorbiditas (seperti
MI, Ht <30%, diabetes, kreatinin> 1,5 ml
/ l)
Kuijer dkk VTE; AF Usia> 60 tahun, jenis kelamin
(perempuan), kanker
Hylek dkk AF Skor CHADS2 (gagal jantung kongestif,
hipertensi, umur 75 tahun, diabetes
mellitus, dan stroke sebelumnya atau
serangan iskemik yang sementara
Ruiz- VTE Usia> 75 tahun, perdarahan terakhir,
Gimenez kanker, kadar kreatinin
dkk > 1,2 mg / dl, anemia, atau emboli paru
sebelumya
Decousus VTE Ulkus gastroduodenal aktif, perdarahan
dkk sebelumnya, dan jumlah trombosit yang
rendah dan peningkatan usia,kegagalan
fungsi hati atau ginjal, menetap di ICU,
kateter vena sentral, penyakit rematik,
kanker, dan laki-laki

8
Gage dkk AF HEMORR2HAGES skor: usia> 75 tahun,
liver / penyakit ginjal,
Penyalahgunaan ETOH, keganasan,
jumlah trombosit yang rendah atau
fungsi,
risiko perdarahan berulang, hipertensi
yang tidak terkontrol, anemia,
faktor genetik (CYP2C9), risiko jatuh
atau stroke
Shireman AF Usia> 70 tahun, jenis kelamin
dkk (perempuan) yang baru saja mengalami
perdarahan dan sedikit, penyalahgunaan
alkohol / narkoba, diabetes, anemia,
penggunaan obat antiplatelet
Pisters dkk AF HAS-BLED score: hipertensi, fungsi
ginjal abnormal / fungsi hati,
stroke, perdarahan, riwayat atau
kecenderungan, INR labil, lansia
Lip dkk AF Penggunaan aspirin, gangguan ginjal,
usia 75 tahun atau lebih tua, diabetes dan
gagal jantung atau disfungsi ventrikel kiri
(nilai HAS-BLED berperforma terbaik)
Fang dkk AF Anemia, penyakit ginjal yang parah
(misalnya, laju filtrasi glomerulus <30 ml
/ menit atau tergantung-dialisis), umur 75
tahun, perdarahan sebelumnya, dan
hipertens
Ducrocq atherothrombosis Umur, penyakit arteri perifer, gagal
dkk jantung kongestif, diabetes, hipertensi,
merokok, Antitrombosit, antikoagulan

9
oral, hypercholesteremia
Kirtane PCI dan Peningkatan usia (dan mengurangi
dkk eptifibatiden peningkatan kreatinin)
Nikolsky PCI Usia> 55 tahun, jenis kelamin
dkk perempuan, perkiraan laju filtrasi
glomerulus <60ml/min/1.73m2, sudah
ada anemia, pemberian molekul rendah
heparin berat dalam waktu 48 jam pra-
PCI, penggunaan inhibitor glikoprotein
IIb / IIIa, dan penggunaan pompa balon
intra -aorta
Subherwal Non-ST infark Hematokrit awal, kreatinin, denyut
dkk miokard jantung dasar, dasar SBP, jenis kelamin
perempuan, tanda-tanda gagal jantung
kongestif
pada presentasi, penyakit pembuluh
darah sebelumnya, dan diabetes mellitus
Fuchs dkk PCI Jenis kelamin perempuan, tingkat ACT>
250 s, dan penggunaan pompa balon
intra-aorta
Mehran Sindrom koroner Jenis kelamin perempuan, usia lanjut,
dkk akut peningkatan kreatinin serum dan jumlah
sel darah putih, anemia, non-ST-elevasi
segmen MI, atau elevasi ST-segmen, MI
dan 1 terkait pengobatan variabel
(penggunaan heparin + glikoprotein IIb /
IIIa inhibitor daripada bivalirudin saja)
Hylek dkk Sindrom koroner Jenis kelamin perempuan, anemia awal,
akut usia yang lebih tua, heparin dan GPIIb /
IIIa inhibitor daripada bivalirudin saja,

10
peningkatan kreatinin serum dasar,
peningkatan jumlah sel darah putih dasar,
tidak ada PCI sebelumnya, kecelakaan
serebrovaskular sebelumnya, deviasi ST-
segmen awal> 1mm
Ko dkk PCI (akhir Penggunaan warfarin, usia, jenis kelamin
pendarahan) laki-laki, kanker, pendarahan
sebelumnya,
penyakit ginjal kronis dan penggunaan
obat anti-inflamasi nonsteroid
Montales PCI Jenis kelamin perempuan, penggunaan
dkk heparin tak terpecah (misalnya
enoxaparin),
dan penggunaan inhibitor glikoprotein IIb
/ IIIa (misalnya nonuse)
Mehran PCI Serum kreatinin, umur, jenis kelamin,
dkk presentasi, jumlah sel darah putih,
merokok dan pengobatan secara random
Decousus Akut, pasien Ulkus gastroduodenal aktif, perdarahan
dkk dirawat di rumah sebelumnya, dan jumlah trombosit yang
sakit medis rendah dan peningkatan usia,kegagalan
fungsi hati atau ginjal, menetap di ICU,
kateter vena sentral, penyakit rematik,
kanker, dan laki-laki
Omran terapi bridging Penggantian katup mekanik dan skor
dkk HAS-BLED
Tafur dkk Periprocedural Katup mitral mekanik jantung, kanker
aktif, riwayat perdarahan sebelumnya dan
re-inisiasi terapi heparin dalam waktu 24
jam

11
setelah prosedur
Vuylsteke Operasi jantung Operasi yang mendesak atau darurat,
dkk (indeks bukan operasi transplantasi arteri koroner
perdarahan atau operasi katup tunggal, adanya
Papworth) penyakit katup aorta, indeks massa tubuh
yang rendah dan usia yang lebih tua
Biancari Re-eksplorasi Ahli bedah individu, pra operasi BMI
dkk untuk <25 kg/m2, dan perkiraan laju filtrasi
perdarahan glomerulus <30 ml/min/1.73m2

Meskipun terdapat kekurangan data dalam identifikasi individu dengan


risiko tinggi perdarahan mayor pada pengaturan post prosedur, hal ini dapat
diasumsikan bahwa pasien dengan risiko tinggi mengalami perdarahan spontan
juga dapat meningkatkan risiko perdarahan pada lingkungan perioperatif.

Prediksi risiko perdarahan pada lingkungan non-bedah: perdarahan


spontan
Mayoritas skor risiko ditujukan pada risiko perdarahan spontan pada
pasien yang diterapi dengan obat antitrombotik pada VTE, atrial fibrilasi, atau
intervensi perkutan koroner (PCI).(gambar 2)

Gambar 2. Daftar mengenai faktor risiko perdarahan independen dari 24 studi

12
Pada studi dengan 68236 pasien dengan atau risiko atherotrombosis, 1.42
% mengalami perdarahan serius dalam 2 tahun pertama. Pada populasi ini, 9 item
skor (umur, penyakit arterial perifer, gagal jantung kongestif, diabetes, hipertensi,
merokok, antiplatelet, antikoagulan oral dan hiperkolesterolmia) digagas. Pada
investigasi lain, skor risiko tervalidasi pada 780 pasien dengan terapi antikoagulan
pada VTE (pemberian awal 5 hari menggunakan heparin dan penggunaan terapi
antikoagulan oral untuk terapi konkomitan) dengan 3 variabel mudah, yaitu umur
60 tahun atau lebih, wanita, adanya malignansi, telah dihitung. Pada evaluasi
risiko selanjutnya pada 19274 pasien dengan studi kohort, umur diatas 75 tahun,
kanker, embolisme pulmoner, perdarahan awal, level kreatinin diatas 1,2 mg/dl,
dan anemia dapat diidentifikasi sebagai faktor risiko. Skor risiko berdasarkan 6
variabel mengidentifikasi pasien VTE dengan risiko rendah, sedang atau tinggi
untuk perdarahan selama 3 bulan pertama terapi.
Kejadian perdarahan mayor pada pasien VTE diketahui menyebabkan
mortalitas (33% dalam 30 hari), perdarahan fatal (18%) atau perdarahan ulang
(5,9%). Namun, pasien tersebut juga memiliki peningkatan insidensi untuk
mengalami rekuren VTE (4,9%) dan embolisme pulmoner fatal (1.2%). Umur
merupakan faktor risiko pada seluruh model VTE, dimana cut-offnya dicapai dari
umur 60-75 tahun. Pada satu studi yang dilakukan pada jenis kelamin pria ,
memiliki faktor risiko (rendah) untuk perdarahan, sedangkan pada studi wanita
berbeda. Selain itu, kanker, disfungsi renal dan perdarahan sebelumnya
merupakan faktor risiko yang konsisten dalam dua atau lebih dari model risiko.
Pada pasien dengan atrial fibrilasi menggunakan skor hipertensi, fungsi
abnormal pada renal/hepar, stroke, riwayat perdarahan atau predisposisi, Labile
International, lansia, obat atau alkohol (HAS-BLED) yang dikembangkan secara
eksklusif. Skor HAS-BLED ini juga direkomendasi oleh European Society of
Cardiology dalam penilaian risiko perdarahan sebelum meresepkan terapi
antitrombosis. Hal ini menunjukkan prediksi yang lebih baik dibandingkan
sumber skor lainnya dan lebih bersahabat digunakan dan secara klinis lebih
mudah diaplikasikan karena secara rutin tersedia parameter yang dapat digunakan.
berdasarkan studi kohort pada 3978 pasien, hipertensi, abnormal fungsi

13
renal/hepar, stroke , riwayat perdarahan atau predisposisi, labile international
dengan rasio normal, umur diatas 65 tahun, dan penggunaan obat konkomitan atau
alkohol digunakan sebagai skor risiko yang sederhana dan dapat diaplikasikan
pada pasien dengan atrial fibrilasi. Pada studi yang baru pada 9186 pasien dengan
atrial fibrilasi dan diterapi warfarin, 5 variabel independen termasuk model risiko
perdarahan: anemia, penyakit ginjal berat (misalnya GFR <30ml/menit atau
ketergantungan dialisis), umur diatas 75 tahun, perdarahan dan hipertensi, anemia
dan penyakit renal menjadi prediktor terkuat. Umur merupakan faktor risiko dari
seluruh model atrial fibrilasi, diikuti anemia, riwayat perdarahan dan disfungsi
renal.
Pada profil pasien individu, hanya prediktor dependen “umur yang tua”
dan deviasi segmen ST lebih dari 1 mm pada EKG, infark miokard dan
perdarahan mayor. Pada pasien dengan gejala koroner akut, risiko infark miokard
lebih tinggi dibandingkan perdarahan. Sebaliknya, efek manfaat dari terapi
modifikasi ini telah dikenalkan pada keadaan hilangnya darah dibandingkan
infark miokard. Secara umum pasien dengan gejala koroner akut, umur yang tua,
jenis kelamin wanita, disfungsi renal, anemia, dan penggunaan obat konkomitan
seperti antitrombosis merupakan prediktor yang paling penting untuk terjadinya
perdarahan spontan.
Pada 15156 pasien yang dihospitalisasi karena sakit akut, seperti ulkus
gastroduodenal, perdarahan dan jumlah platelet rendah menjadi faktor risiko
independen yang terkuat masuknya pasien ke rumah sakit karena perdarahan.
Insidensi kumulatif perdarahan mayor dan minor di rumah sakit pada kelompok
pasien ini selama 14 hari setelah masuk rumah sakit yaitu 3.2%. Indeks lain
termasuk faktor risiko independen perdarahan mayor pada pasien rawat jalan
dengan terapi warfarin, umur sama dengan 65 tahun atau lebih, riwayat
perdarahan saluran gastrointestinal, riwayat stroke, dan satu atau lebih dari empat
kondisi komorbid spesifik.

14
Prosedur yang berhubungan dengan risiko perdarahan
Perdarahan mayor adalah satu dari komplikasi tersering yang terjadi
terkait prosedur selama dan setelah PCI. Hal ini berhubungan dengan
meningkatnya mortalitas dan terjadinya dalam 1.6-5.4% dari PCI primer untuk
infark miokard dengan elevasi segmen ST. Prediktor yang paling penting pada
perdarahan mayor adalah umur, insufisiensi renal, riwayat perdarahan dan terapi
dengan obat antitrombosis.
Pada studi lain oleh Ko et al, terdapat 3.5% insidensi perdarahan lambat
dan hospitalisasi dalam tahun pertama setelah PCI dilakukan. Faktor risiko utama
dari terapi warfarin yaitu penggunaan terapi tripel (seperti aspirin, thienopiridine,
dan warfarin) memiliki risiko tinggi. Dalam studi baru lainnya pada pasien PCI,
jenis kelamin, jenis antitrombin yang digunakan , glikoprotein IIb/IIIa inhibitor
yang digunakan diketahui penting sebagai faktor risiko perdarahan.
Setelah terapi antitrombotik bridging untuk prosedur pemilihan invasif
pada pasien dengan pemberian antikoagulan jangka lama dengan heparin
unfractionated (UFH) atau dengan heparin berat molekul kecil secara klinis
perdarahan terjadi pada 3,5 % dari pasien dengan prediksi skor HAS-BLED
tinggi.
Hanya terdapat data yang terbatas yang tersedia untuk mengindentifikasi
risiko perdarahan pada pembedahan yang berbeda. Terdapat banyak variasi
hilangnya sel darah merah pada pasien yang menjalani prosedur yang sama. Hal
ini tidak dapat dijelaskan secara sempurna dengan variabel seperti jenis kelamin,
umur, IMT, durasi bedah, atau prevalensi anemia, dan teknik bedah. Evaluasi
terhadap sistem koagulasi membantu untuk mendiagnosis secara akurat mengenai
mekanisme gangguan koagulasi pada pengaturan perioperatif kasus koagulopati.
Skrining laboratorium rutin diperlukan. Evaluasi dan riwayat klinis yang cermat
merupakan skrining terbaik untuk memprediksi gangguan perdarahan selama
periode perioperatif.
Sebaliknya, pada analisis retrospektif pada 2383 pasien yang menjalani
prosedur bedah berbeda, tafur dkk menemukan secara primer, faktor risiko pasien
spesifik untuk perdarahan mayor seperti katup mitral jantung mekanik, kanker

15
aktif dan adanya riwayat perdarahan. Risiko perdarahan tinggi terjadi pada pasien
yang menerima terapi bridging dan setelah reinisiasi terapi heparin dalam 24 jam
setelah prosedur. Papwort bleeding risk score (BRiSC) secara ekslusif
dikembangkan untuk bedah jantung untuk mengidentifikasi risiko tinggi dari
pasien dengan evaluasi tambahan dan terapi (tabel 3). Namun, hanya data
retrospektif dari satu rumah sakit yang digunakan dan belum divalidasi dan
dikonfirmasi oleh institusi lainnya.

Tabel 3. The Papworth Bleeding Risk Stratification Score


Faktor risiko Nilai= 0 Nilai= 1
Prioritas bedah Elektif Mendesak atau darurat
Tipe bedah CABG atau single valve Semua jenis operasi lainnya
Penyakit katup Tidak ada Stenosis, regurgitasi,
aorta keduanya
IMT IMT ≥ 25 kg/m2 IMT < 25 kg/m2
Umur < 75 tahun ≥75 tahun

Kesimpulan
Riwayat perdarahan klinis tidak cukup untuk memprediksikan komplikasi
perdarahan pada bedah jantung. Beberapa studi mengenai faktor risiko
mengidentifikasi umur, jenis kelamin, penyakit ginjal, dan pemberian
antitrombotik/antiplatelet sebagai prediktor kuat dan independen terjadinya
perdarahan. Berbeda halnya dengan perhitungan risiko nonbedah dengan skor
Papworth yang fokus pada risiko prosedur. Oleh karena itu penting untuk
melakukan studi lanjutan sehingga dapat mengidentifikasi pasien dengan risiko
perdarahan tinggi dan meningkatkan manajemen perioperatif.

16

Anda mungkin juga menyukai