KESULITAN BERNAPAS
Gagal napas merupakan kondisi di mana kadar oksigen yang masuk ke dalam darah
melalui paru sangat rendah. Sementara itu, untuk bekerja dengan baik, organ tubuh seperti
jantung dan otak memerlukan darah yang kaya oksigen. Tak hanya itu, gagal napas juga terjadi
lantaran kadar karbon dioksida dalam darah lebih tinggi dari pada kadar oksigen. Gagal napas
terjadi karena adanya kegagalan dalam proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida di
kantung-kantung udara kecil di paru-paru (alveoli), atau ketidakmampuan paru-paru untuk
melakukan tugas dalam proses pertukaran gas. Pertukaran gas yang dimaksud adalah mengirim
oksigen dari udara yang dihirup ke dalam darah dan menyingkirkan karbon dioksida dari darah
ketika mengembuskan napas. Gagal napas juga dapat disebabkan oleh gangguan pada pusat
pernapasan di otak, atau pun kegagalan otot-otot pernapasan untuk mengembangkan paru-paru.
Kondisi gagal napas ini dapat digolongkan menjadi dua tipe, gagal napas akut dan gagal
napas kronis. Gagal napas akut merupakan kondisi jangka pendek, biasanya terjadi tiba-tiba, dan
butuh perlakuan darurat medis. Sedangkan gagal napas kronis adalah kondisi yang berlangsung
dalam jangka panjang atau berulang.
Masing-masing tipe biasanya memiliki gejala yang berbeda. Gejala gagal napas kronik
bisa berupa kesulitan bernapas atau sesak napas terutama saat beraktivitas, batuk berlendir, suara
mengi saat bernapas, warna kebiruan pada kulit, bibir, atau kuku, napas cepat, kelelahan, gelisah,
dan kebingungan. Sedangkan gejala gagal napas akut tergantung pada penyebab yang
mendasarinya, dan juga tingkat karbon dioksida dan oksigen di dalam darah Anda. Orang-orang
dengan tingkat karbon dioksida yang tinggi biasanya akan mengalami napas cepat dan
kebingungan. Orang dengan kadar oksigen rendah bisa jadi akan mengalami kesulitan bernapas,
serta warna kebiruan di kulit, ujung jari atau bibir. Sedangkan orang dengan gagal paru-paru akut
dan tingkat oksigen yang rendah mungkin mengalami gelisah, rasa kantuk, hilang kesadaran,
napas sesak, denyut jantung tidak teratur, dan produksi keringat berlebih.
Penyakit paru-paru seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), pneumonia, emboli
paru, sindrom gagal napas akut (Acute Respiratory Distress Syndrome) dan fibrosis
kistik. Penyakit dan kondisi tersebut dapat memengaruhi aliran udara serta darah masuk
dan keluar dari paru-paru Anda.
Kondisi yang memengaruhi saraf dan otot yang mengendalikan pernapasan, seperti
cedera tulang belakang, distrofi otot, stroke, dan amyotrophic lateral sclerosis (ALS)
Kerusakan pada jaringan dan tulang rusuk di sekitar paru-paru, seringkali disebabkan
oleh cedera pada area dada.
Overdosis obat dan mengonsumsi minuman beralkohol berlebihan. Overdosis obat atau
alkohol dapat memengaruhi area otak yang mengontrol pernapasan. Pada keadaan
overdosis, pernapasan menjadi lambat dan dangkal, dan dapat berakibat fatal.
Cedera paru akut, misalnya menghirup asap atau zat kimia berbahaya yang dapat
melukai paru-paru.
Aspirasi paru, terhirupnya cairan, debu, kotoran, ke dalam paru-paru.
Berada di lingkungan yang minim ventilasi, ataupun terpapar suhu dan cuaca ekstrim.
Mengalami reaksi alergi yang parah (anafilaksis).
Gagal napas yang diderita dapat menimbulkan berbagai macam gangguan pada fungsi
organ tubuh, seperti:
Seseorang yang mengalami gagal napas akut umumnya perlu segera ditangani oleh unit
perawatan intensif (ICU) di rumah sakit. Sementara, gagal napas kronis dapat diobati di rumah,
tergantung pada tingkat keparahan, penyebab yang mendasari, dan penyakit penyerta.
Untuk gagal napas kronik dapat ditangani dengan beberapa metode pengobatan, yakni
mengobati penyebab yang mendasari, menyingkirkan kelebihan karbon dioksida dari darah,
meningkatkan kadar oksigen dalam darah, dan terapi oksigen. Dalam kasus gagal napas kronik
yang parah, tindakan trakeostomi bisa saja diperlukan. Selama prosedur ini, dokter akan
menempatkan sebuah tabung di tenggorokan Anda sebagai jalur napas buatan, sehingga Anda
dapat bernapas lebih mudah. Jika kondisi tidak juga membaik, bisa juga ditangani dengan
metode ventilasi mekanis, yakni terapi untuk membantu bernapas dengan menggunakan
ventilator. Mesin ventilasi akan memompa oksigen melalui tabung yang ditempatkan di dalam
mulut atau hidung dan turun ke tenggorokan Anda
4. SIANOSIS (Harrison)
Ada dua jenis sianosis : sianosis sentral dan sianosis perifer. Sianosis sentral disebabkan oleh
insufisiensi oksigenasi Hb dalam paru, dan paling mudah diketahui pada wajah, bibir, cuping
telinga serta bagian bawah lidah. Selain sianosis yang disebabkan oleh insufisiensi pernapasan
(sianosis sentral), akan terjadi sianosis perifer bila aliran darah banyak berkurang sehingga
sangat menurunkan saturasi darah vena, dan akan menyebabkan suatu daerah menjadi biru.
Sianosis perifer dapat terjadi akibat insufisiensi jantung, sumbatan pada aliran darah, atau
vasokonstriksi pembuluh darah akibat udara dingin.
Sianosis sentral
• Saturasi oksigen arteri yang menurun
a. Menurunnya tekanan atmosfir ketinggian
b. Terganggunya fungsi paru
o Hipoventilasi alveolar
o Ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi paru (perfusi dari alveoli yang
hipoventilasi)
o Difusi oksigen yang terganggu
c. Shunt anatomik
o Tipe tertentu penyakit jantung congenital
o Fistula arterio-venous pulmoner
o Shunt-shunt kecil intrapulmoner multipel.
d. Hemoglobin dengan afinitas oksigen yang rendah.
• Abnormalitas Hemoglobin
a. Methemoglobinemia herediter, didapat
b. Sulfhemoglobinemia - didapat
c. Karboksihemoglobinemia (bukan sianosis yang sesungguhnya)
Sianosis perifer
• Berkurangnya cardiac output
• Paparan dingin
• Redistribusi aliran darah dari ekstremitas
• Obstruksi arterial
• Obstruksi vena
Perbedaan sianosis sentral dan sianosis perifer
Secara singkat perbedaan sianosis sentral dan sianosis perifer adalah sebagai berikut :
Sianosis Sentral Sianosis Perifer
§ Kelainan jantung dengan pirau § Insufisiensi Jantung
kanan ke kiri à tidak terjadi kenaikan § Sumbatan aliran darah
tekanan parsial O2 yang menyolok § Curah jantung ↓
§ Penyakit paru dengan oksigenasi § Vasospasme
yang berkurang : tekanan parsial O2 Aliran darah yang melambat di
↑ 100-150 mmHg atau lebih daerah sianotik : Kontak darah lebih
Kurangnya saturasi O2 arteri lama dengan jaringan, Pengambilan
sistemik O2 lebih banyak dari normal
*Biasanya terlihat di mukosa bibir, Vasokonstriksi sebagai kompensasi
lidah dan konjungtiva COP yang rendah
Gangguan sirkulasi seperti renjatan
*Biasanya terlihat di daun telinga,
ujung jari dan ujung hidung
Pada tipe sentral, terdapat darah arteri yang tidak mengalami saturasi atau derivate
hemoglobin abnormal, dan membrana mukosa dan kulit terkena. Sianosis perifer
disebabkan oleh perlambatan aliran darah ke area dan ekstraksi oksigen besar secara
abnormal dari darah arteri tersaturasi secara normal. Sianosis ini disebabkan oleh
vasokonstriksi dan aliran darah perifer yang berkurang, seperti terjadi paparan dingin,
syok, gagal kongestif dan penyakit vaskuler perifer. Sering pada kondisi ini, membrana
mukosa rongga mulut atau semua yang ada di bawah lidah dapat terhindar. Perbedaan
klinis antara sianosis perifer dan sentral tidak selalu sederhana, dan pada kondisi seperti
syok kardiogenik dengan edema paru mungkin terdapat campuran kedua tipe ini.
5. TB
Imunitas spesifik yang terbentuk biasanya cukup kuat untuk menghambat perkembangbiakan
basil TB lebih lanjut. Dengan demikian lesi TB akan sembuh dan tidak ada tanda dan gejala
klinis. Pada sebagian kasus imunitas spesifik yang terbentuk tidak cukup kuat sehingga terjadi
penyakit TB dalam 12 bulan setelah infeksi dan pada sebagian penderita TB terjadi setelah lebih
dari 12 bulan setelah infeksi.
Kurang lebih 10% individu yang terkena infeksi TB akan menderita penyakit TB dalam
beberapa bulan atau beberapa tahun setelah infeksi. Kemungkinan menjadi sakit TB lebih besar
pada balita, pubertas dan akil balik. Keadaan yang menyebabkan turunnya imunitas
memperbesar kemungkinan sakit TB, misalnya karena infeksi HIV dan pemakaian kortikosteroid
atau obat imunosupresif lainnya yang lama, demikian juga pada diabetes melitus.
Hipersensitivitas terhadap beberapa komponen basil TB dapat dilihat pada uji kulit
dengan tuberkulin yang biasanya terjadi 2-10 minggu setelah infeksi.
Dalam waktu 2-10 minggu ini juga terjadi cell-mediated immune response. Setelah
terjadi infeksi pertama, basil TB yang menyebar ke seluruh badan suatu saat di kemudian hari
dapat berkembang biak dan menyebabkan penyakit. Penyakit TB dapat timbul dalam 12 bulan
setelah infeksi, tapi dapat juga setelah 1 tahun atau lebih. Lesi TB paling sering terjadi di
lapangan atas paru.
Tuberkulosis post primer dimulai dengan serangan dini, yang umumnya terletak di
segmen apikal dari lobus superior maupun anterior. Sarang dini mula-mula berbentuk suatu
sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan berikut :
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kavitas mula-
mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya akan menjadi tebal (kavitas sklerotik). Yang
kemudian akan terjadi :
- Mungkin belum kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru, sarang ini akan
mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan di atas.
- Kavitas bisa juga menjadi bersih dan menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya
mengecil. Mungkin berakhir sebagai kavitas yang terbungkus, dan menciut kelihatan seperti
bintang (stellate shaped).
Apabila kavitas yang terbentuk ini pecah maka akan terjadi pneumotoraks di mana udara
dari dalam paru akan masuk ke dalam rongga pleura sehingga paru menjadi kolaps.
Efusi pleura dapat terjadi setiap saat setelah infeksi primer. Efusi biasanya terjadi karena
tuberkuloprotein dari paru masuk ke rongga pleura sehingga terjadi reaksi inflamasi dan terjadi
pengumpulan cairan jernih di dalamnya.
TB milier dapat terjadi pada masa dini, tetapi dapat juga terjadi setelah beberapa waktu
kemudian akibat erosi fokus di dinding pembuluh darah. TB milier dapat mengenai banyak organ
misalnya selaput otak, sehingga terjadi meningitis TB, dapat juga mengenai tulang, ginjal dan
organ lain.
Pada individu normal, respons imunologik terhadap infeksi tuberkulosis cukup memberi
perlindungan terhadap infeksi tambahan berikutnya. Risiko terjadinya reinfeksi tergantung pada
intensitas terpaparnya dan sistem imun individu yang bersangkutan.
Pada pasien dengan infeksi HIV terjadi penekanan pada imun respons. Jadi kalau terkena
TB sering terjadi TB yang berat dan sering gambaran klinik TB dengan HIV berbeda dengan TB
biasa.
6. PLEURA
Bila paru-paru mengembang dan berkontraksi selama benapas normal, maka paru-paru
bergerak ke depan dan ke belakang dalam rongga pleura. Untuk memudahkan pergerakan ini,
terdapat lapisan tipis cairan mukoid yang terletak di antara pleura parietalis dan pleura viseralis.
Dinamika pertukaran cairan dalam ruang pleura. Membran pleura merupakan membrane serosa
mesenkimal yang berpori-pori, tempat sejumlah kecil cairan interstisial bertransudasi secara
terus-menerus ke dalam ruang pleura. Cairan ini membawa protein jaringan, yang memberi sifat
mukoid pada cairan pleura, sehingga memungkinkan pergerakan paru berlangsung dengan sangat
mudah. Jumlah total cairan dalam setiap rongga pleura sangat sedikit, hanya beberapa mililiter.
Bila jumlah ini menjadi lebih dari cukup untuk menciptakan suatu aliran dalam rongga pleura,
kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik yang terbuka secara langsung
dari rongga pleura ke dalam
(1) Mediastinum
(2) permukaan atas diafragma
(3) permukaan lateral pleura parietalis. Oleh karena itu, ruang pleura ruang antara pleura
parietalis dan pleura viseralis disebut ruang potensial, karena ruang ini normalnya begitu
sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang nyata.
"Tekanan Negatif" dalam Cairan Pleura. Selalu diperlukan tekanan negatif pada sisi luar
paru untuk mempertahankan pengembangan paru. Tekanan ini disebabkan oleh tekanan negatif
dalam ruang pleura normal. Penyebab dasar adanya tekanan negatif ini adalah pemompaan
cairan dari ruang pleura oleh saluran limfatik (yang juga merupakan dasar dari tekanan negatif
yang dijumpai pada sebagian besar ruang jaringan dalam tubuh). Normalnya, paru cenderung
akan kolaps pada tekanan sekitar -4 mm Hg, maka tekanan cairan pleura paling sedikit harus
selalu -4 mm Hg untuk mempertahankan pengembangan paru. Pengukuran yang sebenarnya
telah membuktikan bahwa tekanan ini biasanya sekitar -7 mm Hg, yaitu beberapa mililiter air
raksa lebih negatif daripada tekanan kolaps paru. Jadi, kenegatifan cairan pleura
mempertahankan agar paru normal tertarik ke luar ke arah pleura parietalis rongga dada, kecuali
pada lapisan cairan mukoid yang sangat tipis yang bertindak sebagai pelumas.
7. HIPOKSIA
Bila konsentrasi oksigen dalam udara di alveoli turun di bawah normal terutama bila
turun di bawah 70% dari normal (PO2 di bawah 73 mm Hg) pembuluh darah yang letaknya
bersebelahan akan berkonstriksi, dan tahanan vaskular meningkat lebih dari lima kali lipat padA
kadar oksigen yang sangat rendah. Hal ini berlawanan dengan efek yang biasanya kita jumpai di
pembuluh sistemik, yang justru berdilatasi sebagai reaksi terhadap oksigen yang rendah.
Diduga bahwa konsentrasi oksigen yang rendah ini menyebabkan dibebaskannya zat
vasokonstriktor tertentu dari jaringan paru (substansi ini belum ditemukan); selanjutnya zat ini
akan meningkatkan konstriksi arteri-arteri kecil dan arteriol. Juga terdapat dugaan bahwa zat
vasokonstriktor tersebut akan disekresikan oleh sel epitel alveolus bila sel epitel alveolus tersebut
mengalami hipoksia.
Pengaruh oksigen rendah ini terhadap tahanan vascular paru mempunyai fungsi yang
penting: untuk mendistribusikan aliran darah secara sangat efektif. Yaitu, bila ventilasi beberapa
alveoli sangat buruk, sehingga konsentrasi oksigen di dalamnya menjadi sangat rendah, maka
pembuluh darah setempat akan berkonstriksi. Hal ini menyebabkan darah akan mengalir melalui
bagian lain dari paru yang oksigenasinya lebih baik, jadi menimbulkan suatu sistem pengatur
otomatis untuk mendistribusikan aliran darah ke berbagai daerah paru sebanding dengan tekanan
oksigen alveolusnya. (Guyton)
8. ASIMETRIS
Ekspansi dada asimetris adalah ekstensi bagian-bagian dari dinding dada pada saat
inspirasi. Pada respirasi normal, toraks bersamaan mengembang keatas dan kebawah, kemudian
berkontraksi kebawah dan kedalam. jika proses ini terganggu, pernafasan menjadi tidak
terkoordinasi, mengakibatkan ekspansi dada asimetris.
Akan tetapi, ekspansi dada asimetris juga dapat merupakan akibat gangguan
muskuloskletal atau urologik, obstruksi saluran nafas atau trauma. apapun penyebab yang
mendasarinya, ekspansi dada asimetris menyebabkan respirasi cepat dan pendek atau dalam yang
meningkatkan kerja pernafasan. (Source : Lippincot Williams &Wilkins. (2008). Nursing:
Menafsirkan Tanda-Tanda dan Gejala Penyakit. Kembangan Utara-Jakarta barat: Indeks.)
Mengetahui Asimetris
Secara luas telah diketahui bahwa merokok dapat mengurangi "napas" atlet. Hal ini
benar dengan berbagai alasan. Pertama, salah satu efek nikotin adalah konstriksi bronkiolus
terminal paru-paru, yang meningkatkan tahanan aliran udara ke dalam dan ke luar paru-paru.
Kedua, efek iritasi asap rokok itu sendiri menyebabkan peningkatan sekresi cairan ke dalam
cabang cabang bronkus, juga pembengkakan lapisan epitel. Ketiga, nikotin melumpuhkan silia
pada permukaan sel epitel pernapasanyang normalnya terus bergerak untuk memindahkan
kelebihan cairan dan partikel asing dari saluran pernapasan. Akibatnya, lebih banyak debris
terakumulasi di jalan napas dan menambah kesulitan bernapas. Berdasarkan semua faktor ini,
bahkan perokok ringan sekalipun sering merasakan adanya beban pernapasan selama kerja
maksimal, dan tingkat kinerjanya dapat berkurang.
Efek yang lebih hebat lagi adalah pengaruh merokok kronis. Tidak banyak perokok
kronis yang tidak menderita beberapa tingkat emfisema. Pada penyakit ini, terjadi hal berikut:
Pada emfisema berat, empat perlima membran respiratorik dapat rusak; bahkan kerja
yang paling ringan sekalipun dapat mengakibatkan gawat pernapasan. Sesungguhnya,
kebanyakan pasien seperti itu bahkan tidak dapat melakukan kegiatan sederhana seperti berjalan
mengelilingi sebuah ruangan tanpa terengah-engah.
Karena terdapat jejas dan memar pada dada sebelah kanan kemungkinan besar
mengakibatkan adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronchusterus
ke percabangannya dan menuju ke arah pleura viseralis yang terbuka. Pada waktuinspirasi udara
masuk ke rongga pleura dimana pada permulaan masih negatif. Pada waktuekspirasi udara
didalam rongga pleura yang masuk itu tidak mau keluar melalui lubang yangterbuka tadi bahkan
udara ekspirasi yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk kedalam rongga pleura, apabila
ada obstruksi di bronchus bagian proksimal dari fistel tersebut. Sehingga tekanan pleura makin
lama makin meningkat sehubungan dengan berulangnya pernapasan.
Terjadinya pergerakan dada sebelah kanan tertinggal akibat dari penekanan udarayang
terkumpul di rongga pleura sebelah kanan sehingga terjadi gangguan pengembangan paru yang
memiliki fistel dengan pleura viseralis.
Terjadinya hipersonor pada dada sebelah kanan akibat dari adanya pengumpulanudara
yang terkumpul di rongga pleura sebelah kanan akibat dari fistel dengan pleuraviseralis sehingga
saat inspirasi udara akan masuk ke rongga pleura melewati fistel di pleura viseralis tetapi saat
ekspirasi udara yang menumpuk di rongga pleura tidak keluar bahkan bisa menuju rongga
pleura. Sehingga udara yang terkumpul tadi akanmenyebabkan suara hipersonor saat perkusi.
PALPASI
Palpasi Dada
Sekarang kita akan pindah ke punggung pasien untuk memeriksa dada posterior dan ke dada
depan untuk pemeriksaan dada anterior. Palpasi adalah “meletakkan tangan”. Palpasi digunakan
dalam pemeriksaan dada untuk memeriksa hal berikut ini:
Daerah nyeri tekan
Kesimetrisan pergerakan dada
Fremitus taktil
Palpasi dapat membantu memberi informasi adanya gangguan pada pergerakan dinding
dada serta gangguan pada penghantaran getaran. Fremitus fokal dapat menurun bila rongga
bronkus tertutup, efusi, pneumothorak, dan keadaan patologi lain. Beberapa kelainan dapat
meningkatkan fremitus fokal, misalnya pada proses konsolidasi parenkim paru.
PERKUSI
Perkusi adalah mengetuk pada permukaan untuk menentukan struktur di bawahnya.
Pengetukan pada dinding dada akan dihantarkan ke jaringan di bawahnya, dipantulkan kembali,
kemudian akan dinilai oleh indera taktil dan pendengaran pemeriksa. Bunyi yang terdengar dan
rabaan yang dirasakan bergantung pada perbandingan udara dengan jaringan. Hantaran berupa
getaran yang dihasilkan dengan pemeriksaan perkusi hanya dapat menilai organ paru sampai
kira-kira sedalam 5 sampai 6 cm, tetapi perkusi berguna karena banyak perubahan perbandingan
antara udara dengan jaringan dapat segera diketahui. Tujuan perkusi dada adalah untuk
mengetahui batas resonansi paru dan menentukan daerah mana yang mempunyai bunyi perkusi
abnormal pada bagian parenkim paru.
Pada dada kiri normal, bunyi redup di atas jantung dan bunyi sonor di atas lapangan paru
dapat terdengar dan dirasakan. Ketika paru-paru berisi cairan dan menjadi lebih padat, seperti
pada pneumonia, bunyi sonor digantikan oleh bunyi redup. Istilah hipersonor dipakai untuk
bunyi perkusi pada paru-paru yang kepadatannya sudah berkurang, seperti pada emfisema.
Hipersonor adalah bunyi resonansi dengan tinggi nada rendah dan bergaung serta terus-menerus
mendekati bunyi timpani.
AUSKULTASI
Auskultasi harus dilakukan dalam lingkungan yang tenang dan tidak bising. Pasien
diminta untuk menarik napas dalam dan mengeluarkan napas melalui mulutnya. Pemeriksa mula-
mula harus memusatkan perhatian pada panjangnya inspirasi kemudian pada panjang ekspirasi.
Bila bunyi pernapasan sangat lemah, dipakai istilah menjauh. Bunyi pernapasan yang menjauh
lazim ditemukan pada pasien dengan paru-paru hiperinflasi, seperti pada emfisema.