Kel - 7 Psikologi Dan Kons - (Keluarga Bercerai)
Kel - 7 Psikologi Dan Kons - (Keluarga Bercerai)
Dosen Pengampu: Drs. H. Muh. Rifai Ilyas, M.Kes / Dwi Sona, S.Pd., M.S
Disusun Oleh:
Nani Budi Lestari (1605095041)
Rifaldi Nurfajrianto (1605095058)
Eviannur (1605095066)
Andi Amalia Kartika (1605095067)
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas Rahmat dan
Hidayahnya sehingga kami Mampu menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Tujuan disusunnya makalah ini dengan judul “ Keluarga Bercerai “ ini adalah guna
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Psikologi dan Konseling Keluarga
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tentu masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran kami harapkan untuk perbaikan yang akan datang.
Akhirnya kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan
bagi semua pembaca pada umumnya.
Penulis
Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Perceraian adalah suatu peristiwa perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri
dan mereka berketetapan untuk tidak menjalakan tugas dan kewajiban sebagai suami dan
istri. Mereka tidak lagi hidup dan tinggal bersama dalam satu rumah, karena tidak ada
ikatan yang resmi. Mereka yang telah bercerai tetapi belum memiliki anak, maka
perpisahan tidak menimbulkan dampak traumatis psikologis bagi anak-anak. Namun
mereka yang telah memiliki keturunan, tentu saja perceraian menimbulkan masalah
psiko-emosional bagi anak-anak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan keluarga ?
2. Apa saja faktor- faktor penyebab perceraian ?
3. Bagaimana dampak perceraian pada anak ?
4. Bagaimana perbedaan keluarga utuh dan keluarga bercerai
C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan keluarga
2. Mengetahui faktor penyebab perceraian
3. Mengetahui dampak perceraian pada anak
4. Mengetahui perbedaan keluarga utuh dan keluarga bercerai
Bab II
Pembahasan
A. Pengertian Keluarga
Secara umum dapat dikatakan bahwa keluarga adalah suatu organisasi atau lembaga
terkecil yang membentuk masyarakat. Hal ini dari pendapat yang dikemukakan oleh Goode,
“bahwa masyarakat adalah struktur dapat disimpulkan yang terdiri dari keluarga” dan untuk
membentuk keluarga ini perlu adanya ikatan perkawinan yang diakui baik oleh masyarakat
maupun agama.
Dengan demikian keluarga adalah suatu bentuk ikatan yang sah antara laki-laki dengan
perempuan melalui perkawinan. Dari ikatan tersebut dilahirkan keturunan yang secara hukum
menjadi tanggung jawab suami dan istri atau ibu dan bapak dalam membina dan
mengembangkan anak-anak.
Dalam Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 1 disebutkan:
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
ketuhanan Yang Maha Esa.
Pengertian keluarga ini dalam masyarakat Indonesia terbagi dalam dua pandangan:
1. Keluarga dipandang dalam satu kesatuan kecil yaitu terdiri dari bapak ibu dan
anak
2. Keluarga dipandangan dari pertalian darah bersama suami atau istri yaitu kakak,
adik, kakek- nenek, ibu- bapak kemenakan dari pihak suami dan istri.
Perceraian sebagai sebuah cara yang harus ditempuh oleh pasangan suami dan istri ketika
ada masalah-masalah dalam hubungan perkawinan mereka yang tidak dapat diselesaikan
dengan baik. Perceraian bukanlah tujuan akhir dari suatu perkawinan, akan tetapi sebuah
bencana yang melanda perkawinan antara suami dan istri.
Menurut para ahli, seperti Nakamura (1989), Turner & Helms (1995), Lusianan Sudarto
& Henny E. Wirawan (2001), ada beberapa faktor penyebab perceraian yaitu, 1) kekerasan
verbal, 2) masalah ekonomi, 3) keterlibatan dalam perjudian, 4) keterlibatan dalam
penyalahgunaan minuman keras, 5) perselingkuhan.
1. Kekerasan Verbal
Kekerasan verbal merupak sebuah penganiayan yang dilakukan oleh seorang pasangan
terhadap pasangan lainnya, dengan menggunakan kata-kata, ungkapan kalimat yang kasar,
tidak menghargai, mengejk, mencaci-maki, menghina, menyakiti perasaan dan merendahkan
harkat dan martabat. Akibat mendengarkan dan menghadapi perilaku pasangan hidup yang
demikian membuat seseorang merasa terhina, kecew, terluka batinnya dan tidak betah untuk
hidup bersama dalam perkawinan.
2. Masalah Ekonomi
Disisi lain, ada keluarga yang berkecukupan secara finansial namun suami memiliki
perilaku buruk yaitu berupaya membatasi sumber keuangan kepada istrinya. Hal ini
dinamakan kekerasan ekonomi. Kekerasan ekonomi adalah yaitu suatu kondisi kehidupan
finansial yang sulit dalam melangsungkan kegiatan rumah tangga, akibat perlakuan sengaja
dari pasangan hidupnya, terutama suami.
4. Perselingkuhan
Perselingkuhan adalah seubuah perzinaan yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang
lain yang bukan menjadi pasangan hidup yang sah, padahal ia telah terikat dalam perkawinan.
Oleh karena itu seseorang akan merasakan sedih, kecewa, sakit hati bila mengetahui
pasangan hidupnya berselingkuh dengan orang lain, sebab dirinya telah dikhianati secara
diam-diam. Perselingkuhan dapat dilakukan oleh siapa saja yaitu istri atau suami.
5. Penyalahgunaan Narkobaa
Banyak orang yang memiliki perilaku temperamental, agresif, kasar dan tidak bisa
mengendalikan emosi, akibat penyalahgunaan dan ketergantungan terhadap minuman keras
atau narkoba. Sebagai suami seharusnya dapat bersikap bijaksana, sabar, dan membimbing.
Sebagai ayah maka perilaku seorang laki-laki dewasa dapat menunjukkan pribadi yang
matang untuk membina, mendidik dan mengarahkan anak-anak untuk tumbuh dewasa.
Namun akibat terpengaruh hal negative tersebut menyebabkan penderitaan dan tekanan batin
bagi istri maupun anak-anak. Hal ini yang menyebabkan istri menggugat untuk bercerai dari
suaminya.
Dampak peceraian orangtua 1) anak kurang kurang mendaptkan perhatian, kasih saying,
dan tuntutan pendidikan orangtua karena ayah dan ibunya masing-masing sibuk mengurus
permasalahan serta konflik batin sendiri, 2) kebutuhan fisik maupun psikis remaja menadi
tidak terpenuhi. Keinginan dan harapan anak-anak tidak bisa tersalur dengan baik, 3) anak-
anak tidak pernah mendapatkan latihan fisik dan mental yang sangat diperlukan untuk hidup
dengan disiplin dan control diri yang baik.
Sebagai akibat dari ketiga pengabaian diatas, anak-anak menjadi bingung, risau, sedih,
malu, sering diliputi dengan rasa dendam, benci sehingga anak menjadi kacau dan liar.
Tegasnya, anak yang tidak merasa bahagia dipenuhi banyak konflik batin serta mengalami
frustasi terus menerus akan menjadi sangat agresif.
Dampak perceraian juga dapat menyebabkan hilangnya kontrol terhadap anak. Seorang
ibu bisa menjadi kurang mampu mendisiplinkan dan kurang memiliki pengaruh terhadap
anak.
Perilaku anak-anak yang keluarga utuh akan lebih ceria, aktif dan juga memperoleh
pendidikan yang layak, karena keutuhan sebuah keluarga sangat berpengaruh terhadap
perkembangan diri anak.
Contohnya kebanyakan siswa (anak) yang nakal, bandel, dan pemalas dan memiliki
prestasi belajar yang rendah adalah anak yang berasal dari keluarga yang tidak akur dan
pengertian keluarga tersebut sering terjadi pertengkaran yang diakibatkan bapaknya tidak
memiliki pekerjaan yang tetap dan cemburu kepada istrinya yang berjualan di pasar.
Anak-anal dari keluarga sempurna memiliki prestasi yang lebih baik dibandingkan
dengan anak-anak dari keluarga bercerai. Dampak perceraian orangyua juga terlihat secara
nyata bagi anak-anak sekolah dasar, seperti pendiam, pemalu, tidak ceria dan prestasi
belajarnya menurun.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perceraian mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan jiwa dan
pendidikan anak, terutama anak usia Sekolah Dasar dan remaja. Diantaranya menyebabkan
anak bersikap pendiam dan rendah diri, nakal yang berlebihan, prestasi belajar rendah dan
merasa kehilangan. Walaupun tidak pada semua kasus demikian namun sebagian besar
menimbulkan dampak yang negative terhadap perkembangan jiwa anak dan juga berpengaruh
terhadap proses pendidikan anak.
Daftar Pustaka