Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Panca indra adalah organ-organ akhir yang dikhususkan untuk menerima jenis
rangsangan tertentu. Serabut saraf yang menanganinya merupakan alat perantara yang
membawa kesan rasa dari organ indra menuju ke otak tempat perasaan ini ditafsirkan.
Beberapa kesan timbul dari luar seperti sentuhan, pengecapan, penglihatan,
penciuman dan suara.

Kulit dan apendicesnya merupakan struktur kompleks yang membentuk


jaringan tubuh yang kuat dan keras. Fungsinya dapat dipengaruhi oleh kerusakan
terhadap struktur demikian juga oleh penyakit. Kulit merupakan organ yang esensial
dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan Penyakit kulit dapat
terjadi karena berbagai faktor, mulai dari karena terkena virus, lingkungan yang
terkontaminasi dan masih banyak faktor-faktor lainnya.

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon


terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan
klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skauma,
likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan,
bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung sering kambuh
kembali (residif) dan menjadi kronis (Sularsito, 2010). Berdasarkan penyebabnya,
keadaan dermatitis mencangkup dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergik,
dermatitis medikamentosa, dermatitis alimentosa, dermatitis statis dan lain sebagainya.

GATAL SEKALI 1
2.1 Tujuan
1. Untuk mengetahui letak permasalahan dan maksud pada skenario LBM 2
“Gatal Sekali”.
2. Untuk mengetahui definisi, klasifikasi, etiologi dan epidemiologi dermatitis
kontak iritan beserta Diagnosis Bandingnya.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dermatitis kontak iritan beserta Diagnosis
Bandingnya.
4. Untuk mengetahui metode diagnosis dermatitis kontak iritan Diagnosis
Bandingnya.
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan dermatitis kontak iritan.

3.1 Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui letak permasalahan dan maksud pada skenario
LBM 2 “Gatal Sekali”.
2. Mahasiswa dapat mengetahui definisi, klasifikasi, etiologi dan epidemiologi
dermatitis kontak iritan beserta Diagnosis Bandingnya.
3. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi dermatitis kontak iritan beserta
Diagnosis Bandingnya.
4. Mahasiswa dapat mengetahui metode diagnosis dermatitis kontak iritan beserta
Diagnosis Bandingnya.
5. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanaan dermatitis kontak iritan

GATAL SEKALI 2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Data Tutorial

Sesi 1 : Senin, 22 Oktober 2018.

Sesi 2 : Rabu, 24 Oktober 2018.

Tutor : Dr. Ida Ayu Mahayani M, S.Ked.

Ketua : Muhammad Inas Galda Intisar.

Sekertaris : Siska Putri Utami

2.2. Skenario LBM 4

GATAL SEKALI

Skenario

Seorang pembantu rumah tangga berusia 25 tahun datang ke puskesmas


dengan keluhan muncul bercak merah dan kulit mengelupas di kedua tangan hingga
lengan, kedua ketiak, dada, perut, kedua selangkangan dan kedua tungkai atas sejak 1
minggu yang lalu. Bercak merah dan kulit mengelupas tersebut terasa gatal dan panas.
Keluhan bertambah luas sejak pertama kali muncul. Ia mengatakan keluhan muncul
setelah ia sering mencuci piring menggunakan sabun sunlight. Pertama kali muncul
berupa plenting-plenting merah berair yang terasa gatal dan panas di kedua telapak
tangan serta punggung tangan, dan jika pecah mengeluarkan cairan bening. Pasien
mengatakan sering menggaruk kedua tangannya tersebut. Lama-kelamaan plenting-
plenting merah berair tersebut menjadi bercak-bercak merah disertai kulit mengelupas
dan menyebar hingga ke kedua lengan, kedua ketiak, dada, perut, kedua selangkangan
dan kedua tungkai atas. Selama 1 minggu ini hanya di beri obat yang dibeli di apotek
(pasien lupa nama obatnya). Bila pasien minum obat, gatal terasa berkurang. Namun

GATAL SEKALI 3
bila terkena air atau setelah mencuci piring, rasa gatal, dan panas muncul kembali.
Selain terasa gatal dan panas, tidak ada keluhan lain yang menyertai. Pasien pernah
mengalami keluhan seperti ini selama +- 8 bulan. Riwayat alergi disangkal.

Pada pemeriksaan didapatkan :

 Lokasi : kedua tangan hingga lengan, kedua ketiak, dada, perut, kedua
selangkangan dan kedua tungkai atas.
 UKK : Plakat eritem, papul eritem multipel, skuama, erosi, makula
hiperpigmentasi batas tak tegas, central healing (-), tepi aktif (-), fenomena
tetesan lilin (-), fenomena Auspitz (-), fenomena kobner (-).

2.3. Pembahasan LBM 4


I. Klarifikasi Istilah

No. Istilah Artinya


1. Makula Kelainan kulit berbatas tegas berupa perubahan
warna.

2. Eritema Kemerahan pada kulit yang di sebabkan karena


pelebaran pembuluh darah kapiler yang
reversible.
3. Papul Penonjolan pada atas permukaan kulit yang
terdiri atas infiltrat.
4. Plakat Peninggian kulit di atas permukaan kulit, dengan
permukaannya datar dan berisi zat
padat(infiltrat), diameternya 2 cm atau lebih.

GATAL SEKALI 4
5. Erosi Kelainan kulit yang disebabkan oleh kehilangan
jaringan yang tidak melampaui stratum basal.
6. Skuama Pengelupasan jaringan kulit pada lapisan stratum
korneum, yang terdiri atas skuama halus
(pitriasis) yang tampak saat dilakukan
pengerokan dan skuama kasar bila dilihat
langsung dengan mata.
7. Hiperpigmentasi Kelainan pigmentasi kulit yang dimana daerah
tertentu menjadi lebih gelap akibat produksi
melanin terlalu berlebihan (adanya flak hitam).
8. Central healing Penyembuhan pada daerah pusatnya dengan
kemerahan pada bagian tepi.
9. Fenomena tetesan lilin Terjadi psoriasis (peradangan pada kulit) yang
tebal dan berlapis, kering, putih bening,
transparat.
10. Fenomena auspitz Tanpa adanya serum, dengan tampak bintik-
bintik kemerahan pada permukanan kulit yang
tekelupas akibat kerokan tersebut.
11. Fenomena kobner Terjadinya peradangan pada kulit akibat
goresan/garukan yang terus-menerus yang akan
menimbulkan lesi.
(Budimulja,Unandar, 2007).

II. Identifikasi Masalah


1. Bagaimana mekanisme Patofisiologi dari keluhan-keluhan pasien dalam beberapa
aspek berikut ini.
a) Apakah ada kaitan antara pekerjaan, wanita, dan umur 25 tahun dengan keluhan
yang dialaminya (mengalami kulit yang terkelupas, kemerahan, panas, dan
gatal?

GATAL SEKALI 5
b) Apakah terdapat hubungan antara reflek menggaruk dengan bertambahnya
luasnya keluhan pasien sejak pertama kali muncul?
c) Mengapa keluhan yang dirasakan oleh pasien muncul kembali setelah pasien
terkena air dan mencuci piring walaupun pasien telah mengkonsumsi obat sejak
1 minggu yang lalu?

III. Pembahasan Permasalahan

1. Bagaimana mekanisme Patofisiologi dari keluhan-keluhan pasien dalam beberapa


aspek berikut ini.
a) Apakah ada kaitan antara pekerjaan, wanita, dan umur 25 tahun dengan keluhan
yang dialaminya (mengalami kulit yang terkelupas, kemerahan, panas, dan gatal?
Jawab :

Kulit yang mengelupas umumnya disebabkan karena kerusakan yang terjadi


pada lapisan kulit dan kehilangan lapisan kulit yang paling atas. Kulit adalah
pertahanan tubuh yang paling luar, karena itu kulit selalu terekspos pada berbagai
macam bahan dan faktor lingkungan seperti cuaca panas, kering, kelembaban
ekstrim, angin, cuaca dingin dan sengatan matahari. Semua faktor ini bisa
menimbulkan iritasi kulit dan bahkan merusak kondisi kulit. Iritasi kulit yang
berulang akan membuat kulit lama kelamaan menjadi mengelupas.Kulit tangan
yang mengelupas biasanya juga akan terasa kasar dan kadang juga tampak bersisik.
Banyak sekali yang menyebabkan hal tersebut diantaranya aktivitas sehari-hari
seperti sabun dan detergen (Budimulja,Unandar, 2007).

Berdasarkan gejala atau keluhan yang dialami pasien yaitu salah satu
penyakit kulit dermatitis yang mengarah kontak iritasi karena riwayat alergi
disangkal oleh pasien, dimana gejala dari penyakit ini tergantung dari etiologi
penyakit tersebut. Kelainan kulit yang terjadi ditentukan oleh ukuran molekul, daya
larut, konsentrasi bahan tersebut, vehikulum, lama kontak, kekerapan (terus

GATAL SEKALI 6
menerus atau berselang), oklusi yang menyebabkan kulit lebih permeabel, gesekan
dan trauma fisik, suhu, dan kelembaban. Faktor individu juga berpengaruh seperti
perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan
permeabilitas, usia (anak di bawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi),
ras (kulit hitam lebih tahan dibandingkan kulit putih), jenis kelamin (insiden DKI
lebih banyak terjadi pada perempuan), penyakit kulit yang pernah atau sedang
dialami (Budimulja,Unandar, 2007).

Berdasarkan penyebab dan pengaruh dari berbagai faktor tersebut DKI


diklasifikasikan menjadi sepuluh jenis. Dimana salah satu klasifikasi yaitu DKI
kronik komulatif sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih
banyak ditemukan di tangan dibandingkan dengan bagian tubuh lain. Contoh
pekerjaan yang beresiko tinggi untuk DKI kumulatif yaitu; pencuci, kuli bangunan,
montir di bengkel, juru masak, tukang kebun, penata rambut (Budimulja,Unandar,
2007).

b) Apakah terdapat hubungan antara reflek menggaruk dengan bertambahnya luasnya


keluhan pasien sejak pertama kali muncul?
Jawab:

Menggaruk bagian tubuh yang gatal pastinya akan memberi kepuasan saat
gatal menyerang. Namun, dengan menggaruknya akan menimbulkan masalah baru,
yakni kulit bisa iritasi. Menggaruk bagian tubuh yang gatal hanya menjadi “obat”
sementara, dan tidak membantu proses penyembuhan sama sekali. Justru
menggaruk akan membuat goresan baru di kulit yang akan tambah bikin gatal. Oleh
karena itu, sebaiknya hindari menggaruk kulit. Goresan-goresan yang muncul saat
Anda menggaruk bisa membuka celah untuk bakteri masuk, infeksi pun terjadi.
Masuknya bakteri baru pada kulit ini menjadi cikal bakal komplikasi gatal yang bisa
semakin parah (Budimulja,Unandar, 2007).

GATAL SEKALI 7
Menurut sebagian orang, menggaruk adalah suatu kenikmatan ketika kulit
terasa gatal. Namun, janganlah menganggap bahwa menggaruk adalah suatu hal
yang remeh. Menggaruk justru dapat memperluas permukaan kulit yang gatal.
Sebaiknya jika Anda menggaruk, maka cukup menggaruk pada area yang gatal dan
setelah itu jangan menggaruk area lain yang tidak gatal. Akan lebih baik jika setelah
menggaruk Anda membersihkan tangan atau benda yang Anda gunakan untuk
menggaruk karena kita tidak tahu apa yang terbawa saat menggaruk bagian tubuh
yang gatal (Budimulja,Unandar, 2007).

Ketika kita menggaruk bagian tubuh yang terasa gatal, maka akan menghasilkan
rasa kepuasan dan nyaman setelah menggaruknya Namun, ketika kegiata
menggaruk tersebut dilakukan secara terus-terusan, maka hal itu hanya akan
menimbulkan masalah baru. Menggaruk hanya menghilangkan rasa gatal sementara
dan tidak sama sekali membantu proses penyembuhan gatal tersebut. efeknya ialah
kulit menjadi banyak goresan-goresan baru, kemudian membuka celah untuk bakteri
masuk pada kulit, yang akhirnyan terjadilah infeksi infeksi (Budimulja,Unandar,
2007).

c) Mengapa keluhan yang dirasakan oleh pasien muncul kembali setelah pasien
terkena air dan mencuci piring walaupun pasien telah mengkonsumsi obat sejak 1
minggu yang lalu?
Jawab:
Hal ini menandakan bahwa penyebab dari keluhan pasien dapat disebabkan
dari bahan untuk mencuci piring. Dimana disebutkan bahwa tatalaksana awal untuk
penyembuhan dari DKI adalah menghindari pajanan bahan iritan yang menjadi
penyebab baik yang bersifat mekanik maupun kimiawi. Bila hal ini dapat
dilaksanakan dengan sempurna tidak akan terjadi kekambuhan ataupun komplikasi.
Prognosis dari DKI juga menyebutkan bila bahan iritan yang menjadi penyebab
dermatitis tersebut tidak disingkirkan dengan sempurna, maka prognosis kurang
baik (Budimulja,Unandar, 2007).

GATAL SEKALI 8
IV. Rangkuman Permasalahan

Kulit

Anamnesis : Gambaran klinis(UKK):

- Pembantu rumah tangga - Plakat eritem


V.
- Wanita, 25 tahun - Papul eritem multipel
VI.
- Kedua tangan hingga - Skuama
VII. Anatomi
lengan, ketiak, dada, perut, Histologi - Erosi
VIII. Fisiologi
selangkangan, dan tungkai - Makula hiperpigmentasi
IX.
atas berbatas tak tegas
X.
- 1 minggu yang lalu - Central healing (-)
XI.
- Muncul setelah sering - Tepi aktif (-)
XII.
mencuci piring dengan - Fenomena tetes lilin (-)
XIII.
sunlight - Fenomena Auspitz (-)
XIV. Korelasi
- Sudah diberikan obat - Fenomena Kobner (-)
XV. Patofisiologi
namun kambuh kembali
Kondisi

bila terkena air

Dermatitis Kontak

DD
Iritan Alergi

Definisi, Epidemiologi, Faktor Resiko dan Etiologi, Patofisiologi, Gejala Klinis


dan Metode Diagnosis, Penatalaksanaan, Komplikasi Lainnya & Prognosis

GATAL SEKALI 9
V. Learning Issues
1. Anatomi dan Histologi kulit
2. Fisiologi kulit
3. Bagaimana Diagnosis Dieferensial meliputi pembahasan Definisi, Epidemiologi,
Etiologi, Patofisiologi, Gejala Klinis, Metode Diagnosis dari masing-masing
kondisi patologi berikut ini:
A. Dermatitis Kontak Iritan
B. Dermatitis Kontak Alergi
4. Bagaimana Diagnosis Definitif dan Diagnosis Kerja dari skenario LBM 6 yang
berjudul “Dermatitis Kontak Iritan “.
5. Bagaimana Penalaksanaan, komplikasi dan Prognosis dari Dermatitis Kontak
Iritan pada skenario?

GATAL SEKALI 10
VI. Referensi
a) Fisiologi.
1. Guyton and Hall. 2011. Fisiologi Kedokteran. Ed-11. Jakarta: EGC.
2. Tortora GJ & Derrickson B. 2012. Principles of Anatomy &
Physiology. 13th Ed. USA: John Wiley & Sons, Inc..

b) Patofisiologi.
1. Adhi Djuanda, dkk. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2.
American Academy of Dermatology. 1998. Dermatology (Cancer
Prevention);UVA/UVB Daily Protection Essential for Preventing Sun Damage.
Atlanta: NewsRx
3.
Budimulja,Unandar, 2007,mofologi dan cara diagnosis. Olmu kulit kelamin. Ed
5 jakarta : FKUI

c) Anatomi dan Histologi.


1. Waschke. J. 2012. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia. Ed-23. Jakarta:
EGC.
2. Junquira, LC dan Jose Carneiro.1980. Basic Histologi. California : Lange
Medical Publications.

d) Farmakologi.
1. Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor, A.J. 2009. Basic & Clinical
Pharmacology. 11th Ed. New York: McGraw-Hill.

GATAL SEKALI 11
VII. Pembahasan Learning Issue
1. Anatomi dan Histologi Kulit
KULIT

Kulit merupakan organ terbesar tubuh, tersusun atas epidermis pada bagian atas
dan dermis pada bagian bawah. Kulit mempunyai banyak fungsi selain menyelubungi
jaringan lunak di bawahnya, yaitu
 Proteksi terhadap jejas, invasi bakteri dan desikasi /evaporasi
 Pengaturan temperatur tubuh
 Reseptor sensasi dari lingkungan secara terus menerus (seperti sentuhan,
temperatur dan nyeri
 Ekskresi dari kelenjar keringat
 Absorpsi radiasi ultraviolet dari matahari untuk sintesis vitamin D.
Kulit terdiri dari 2 lapisan yaitu epidermis pada bagian luar dan dermis yang
merupakan jaringan ikat. Epidermis tersusun atas epitel berlapis gepeng berkeratin
yang berasal dari ektoderm. Lapisan di bawah epidermis yang juga berinterdigitasi
dengannya ialah dermis, berasal dari Mesoderm dan tersusun atas jaringan ikat padat
kolagen yang tersusun tidak teratur. Pertemuan antara epidermis dan dermis dibentuk
oleh rigi yang menonjol pada dermis (papil dermis/rigi dermis), yang berinterdigitasi
dengan invaginasi epidermis (rigi epidermis). Kedua rigi tersebut disebut apparatus
rete. Invaginasi lainnya yang merupakan turunan epidermis (seperti folikel rambut
kelenjar keringat dan kelenjar sebasea) menyebabkan pertemuan epidermis dermis
tidak teratur (Waschke. J. 2012)

Hipodermis merupakan jaringan ikat longgar mengandung berbagai jumlah lemak


yang terletak di bawah kulit. Hipodermis bukan merupakan bagian dari kulit namun
bagian fasia superfisial (dari potongan anatomi makroskopik) yang menyelubungi
seluruh tubuh, tepat di bawah kulit. Orang yang kelebihan nutrisi atau yang tinggal
pada iklim dingin mempunyai lemak yang banyak pada fasia superfisial (hipodermis)
yang dinamakan panikulus adiposus (Waschke. J. 2012)

GATAL SEKALI 12
Pada daerah tertentu pada tubuh, kulit memperlihatkan tekstur dan ketebalan yang
berbeda. Sebagai contoh, kulit pada kelopak mata lembut, halus dan tipis serta
mempunyai rambut halus, sedangkan pada jarak yang dekat dengannya, yakni pada
alis, kulit lebih tebal dan mempunyai rambut yang kasar. Kulit pada kening
memproduksi sekret berminyak; kulit pada dagu tidak banyak memproduksi sekret
berminyak namun mempunyai banyak rambut (pada kaum lelaki) (Waschke. J. 2012)
Telapak tangan dan telapak kaki termasuk kulit tebal dan tidak memproduksi
rambut namun mengandung banyak kelenjar keringat. Permukaan jari jemari
mempunyai rigi dan lekuk yang berselang-seling serta berbatas tegas, yang kemudian
membentuk pola lingkaran, lengkungan, busur dan pusaran disebut dermatoglifi (sidik
jari) yang berkembang pada fetus dan tetap tak berubah sepanjang hidup. Dermatoglifi
sangat spesifik untuk tiap individu sehingga digunakan untuk tujuan identifikasi dalam
kedokteran forensik dan penyelidikan kriminal. Meskipun sidik jari ditentukan secara
genetik, kemungkinan oleh gen yang multipel, alur dan lekuk pada lutut, siku dan
tangan sebagian besar berhubungan dengan kebiasaan penggunaan dan stres fisik
dalam lingkungan seseorang (Waschke. J. 2012)
 Epidermis
Epidermis, lapisan permukaan kulit, merupakan turunan dari ektoderm dan tersusun
atas epitel berlapis gepeng berkeratin.

GATAL SEKALI 13
Epidermis mempunyai ketebalan 0,07 hingga 0,12 mm pada sebagian besar tubuh,
dengan penebalan setempat pada telapak tangan dan telapak kaki (ketebalan hingga
sekitar 0,8 mm dan 1,4 mm). Kulit yang lebih tebal pada telapak tangan dan telapak
kaki terlihat jelas pada fetus, namun seiring waktu berjalan dan dengan penggunaan,
tekanan dan gesekan mengakibatkan peningkatan ketebalan kulit pada daerah ini.
Epidermis terdiri dari 5 lapisan yaitu stratum basal, stratum spinosum, stratum
granulosum, stratum lusidum, dan stratum korneum (Waschke. J. 2012)

1) Stratum Basal (Stratum Germinativum)


Merupakan lapisan terdalam pada epidermis yang disokong oleh membran
basalyang terletak di atas dermis, membentuk daerah perbatasan yang ireguler. Stratum
basal terdiri atas selapis sel kuboidal hingga silindris rendah yang aktif bermitosis,

GATAL SEKALI 14
mengandung sitoplasma basofilik dan sebuah nukleus besar. Desmosom banyak
terletak pada sisi lateral membran sel melekatkan antar sel stratum basal, dan antara sel
stratum basal dengan sel stratum spinosum. Hemidesmosom terletak di basal sel
berfungsi melekatkan sel pada lamina basal. Mikrograf elektron menunjukkan
beberapa mitokondria, sebuah kompleks Golgi kecil, beberapa retikulum endoplasma
kasar (rough endoplasmic reticulum/RER), dan banyak ribosom bebas. Sejumlah
filamen intermedia (tonofilamen) baik tunggal (10 nm) maupun berupa berkas,
melintasi plak desmosom yang berada di lateral sel dan berakhir pada plak
hemidesmosom (Waschke. J. 2012)

Gambaran mitosis harusnya mudah terlihat pada stratum basal karena lapisan
ini sebagian bertanggung jawab untuk pembaruan sel pada epitel. Namun mitosis
terjadi sebagian besar saat malam hari, sedangkan spesimen histologi diambil saat

GATAL SEKALI 15
siang hari; sehingga gambaran mitosis jarang terlihat pada sediaan histologis kulit. Saat
sel baru dibentuk via mitosis, lapisan sebelumnya terdorong ke arah permukaan untuk
bergabung dengan lapisan epidermis selanjutnya yakni stratum spinosum (Waschke.
J. 2012)

2) Stratum Spinosum
Lapisan paling tebal pada epidermis ialah stratum spinosum, terdiri atas sel
gepeng hingga polihedral. Keratinosit yang terletak di basal stratum spinosum juga
bermitosis secara aktif, dan kedua strata, juga disebut sebagai lapisan malpighi,
bertanggung jawab atas pembaruan keratinosit epidermis. Keratinosit stratum
spinosum mempunyai populasi organel yang sama seperti pada stratum basal. Namun
sel pada stratum spinosum mempunyai berkas-berkas filament intermedia
(tonofilamen) yang lebih banyak serta berperan sebagai sitokeratin/kerangka sel,
daripada sel pada stratum basal. Pada sel stratum spinosum, berkas tersebut menjulur
keluar dari daerah perinuklir (kitar inti) menuju prosesus seluler yang berinterdigitasi,
yang melekatkan sel-sel yang berdekatan dengan desmosom. Prosesus ini disebut
'jembatan interseluler' oleh ahli histologi terdahulu, memberikan gambaran sel 'berduri'
pada stratum spinosum. Seiring dengan pergerakan keratinosit ke permukaan melalui
stratum spinosum, ia juga memproduksi tonofilamen yang terkumpul dalam berkas-
berkas yang disebut tonofibril menyebabkan sitoplasmanya eosinofilik. Sel stratum
spinosum juga mengandung granula sekretori pada sitoplasmanya (berdiameter 0,1
hingga 0,4 μm) yang disebut granula pelapis membrane (membrane coating
granules/lamellar granules). Vesikel gepeng ini mengandung substansi lipid tersusun
dalam bentuk lamelar yang padat (Waschke. J. 2012)

GATAL SEKALI 16
GATAL SEKALI 17
3) Stratum Granulosum
Stratum terdiri atas 3 hingga 5 lapis keratinosit yang gepeng, ialah lapisan
paling superfisial epidermis yang sel-sel penyusunnya masih mempunyai inti.
Sitoplasma dari keratinosit ini mengandung granula keratohialin yang basofilik, kasar,
berbentuk ireguler dan berukuran besar, yang tidak terikat pada membran. Berkas
filamen keratin melewati granula tersebut. Sel stratum granulosum mengandung
granula berselubung membran. Kandungan granula ini dilepaskan secara eksositosis ke
dalam ruang ekstraseluler, membentuk lembaran substansi yang kaya akan lipid yang
berperan sebagai sawar kedap air, yang merupakan salah satu fungsi kulit. Lapisan
impermeabel ini mencegah sel superfisial terbenam dalam cairan ekstraseluler yang
berisi nutrien sehingga mempercepat kematian sel tersebut (Waschke. J. 2012)

4) Stratum Lusidum
Lapisan sel yang tipis dan terwarnai pucat, jernih dan homogen terletak tepat di
atas stratum granulosum. Lapisan ini hanya terdapat pada kulit tebal (seperti telapak

GATAL SEKALI 18
tangan dan telapak kaki). Meskipun sel gepeng stratum lusidum tidak mempunyai
organel dan nuklei, sel mengandung filamen keratin yang tersusun padat yang terletak
paralel terhadap permukaan kulit dan eleidin, suatu produk turunan keratohialin.
Sitoplasma dari membran plasma sel mempunyai struktur menebal oleh karena
deposisi protein nonkeratin yang dikenal sebagai involukrin, yang fungsinya masih
belum diketahui (Waschke. J. 2012)

5) Stratum Korneum
Lapisan paling superfisial dari kulit, stratum korneum, tersusun atas beberapa
lapis sel gepeng berkeratin dengan plasmalema yang menebal. Sel ini tidak mempunyai
nukleus dan organel tetapi terisi dengan filamen keratin yang terbenam dalam matriks
amorf. Sel yang terletak jauh dari permukaan kulit memperlihatkan desmosom,
sedangkan sel dekat dengan permukaan kulit disebut skuama, atau Sel tanduk,
kehilangan desmosomnya dan menjadi terdeskuamasi (terkelupas).
Selain itu epidermis juga mengandung 3 tipe sel yaitu keratinosit, sel Langerhans, sel
merkel, dan melanosit (Waschke. J. 2012)
Keratinosit
Sel terbanyak (85-95%) berasal dari ectoderm permukaan yang merupakan sel
epitel yang mengalami kreatinisasi, menghasilkan lapisan kedap air dan perisai
pelindung tubuh. Keratinosit melakukan mitosis pada malam hari, dan seiring
pembentukan sel baru, sel diatasnya terdorong ke permukaan. Dalam perjalanan sel ke
arah permukaan, sel berdiferensiasi dan mulai mengakumulasi filamen keratin pada
sitoplasmnya. Akhirnya, pada saat sel dekat dengan permukaan, sel mati dan
terkelupas, proses ini berlangsung selama 20-30 hari (Waschke. J. 2012)

Sel Langerhans

Sel Langerhans, terkadang disebut sel dendritic karena sejumlah prosesusnya


yang panjang, yang sebagian besar terletak pada stratum spinosum. Sel ini juga dapat
ditemukan dalam dermis sebagaimana juga dalam epitel berlapis gepeng di rongga

GATAL SEKALI 19
mulut, esofagus dan vagina. Namun, sel ini paling banyak terdapat pada epidermis,
yakni mencapai 800 buah per mm2 (Waschke. J. 2012)

Jika dilihat dengan mikroskop cahaya, sel Langerhans mempunyai nukleus


yang padat, sitoplasma pucat serta prosesus panjang dan ramping yang menjulur keluar
dari badan sel ke dalam rongga interseluler diantara keratinosit. Mikrograf elektron
memperlihatkan nukleus yang polimorfik; sitoplasma elektron lusen menampung
beberapa mitokondria, beberapa retikulum endoplasma kasar dan tidak ada filament
intermedia tetapi mengandung lisosom, badan multivesikuler dan vesikel berukuran
kecil (Waschke. J. 2012)
Sel Merkel
Sel Merkel, yang tersebar diantara keratinosit stratum basal epidermis, banyak
terdapat di ujung jari, mukosaoral dan pangkal folikel rambut. Sel ini merupakan
turunan krista neuralis dan biasanya ditemukan sebagai sel tunggal berjajar paralel
terhadap lamina basalis; namun ia dapat menjulurkan prosesusnya di antara keratinosit,
yang menempel satu sama lain melalui desmosom (Gambar 14-5). Nukleus sel Merkel
mempunyai takik yang dalam, dan terdapat tiga tipe sitokeratin dalam sitoplasma yang
membuat filamen sitoskeletal. Granula berinti padat terletak dalam zona perinuklir dan
dalam prosesusnya, yang fungsinya belum jelas, ialah gambaran khas dari sel Merkel
(Waschke. J. 2012)

Melanosit

Melanosit, merupakan turunan dari krista neuralis, terletak diantara sel stratum
basal, walaupun juga dapat terletak di bagian superfisial dermis. Melanosit ialah sel
berbentuk bundar hingga silindris yang mempunyai prosesus panjang bergelombang
menjulur dari permukaan sel dan menembus ruang interseluler stratum spinosum.
Tirosinase diproduksi oleh retikulum endoplasma kasar melanosit, kemudian dikemas
menjadi granula berbentuk oval oleh aparatus Golgi yang disebut dengan melanosom
(meskipun melanosom orang berambut merah berbentuk bundar, bukan oval)
(Waschke. J. 2012)

GATAL SEKALI 20
 Dermis ( Korium )
Daerah pada kulit yang terletak di bawah epidermis, disebut dengan dermis,
berasal dari mesoderm dan terbagi atas dua lapisan: lapisan papilar yang terletak
superfisial dan tersusun longgar, dan lapisan reticular yang terletak lebih dalam dan
tersusun lebih padat. Dermis tersusun atas jaringan ikat padat kolagen yang tersusun
tidak teratur sebagian besar mengandung serat kolagen tipe I dan rangkaian serat
elastin, yang menyokong epidermis dan mengikat kulit dengan hipodermisdi bawahnya
(fasia superfisialis). Ketebalan dermis berkisar antara 0,6 mm pada kelopak mata
hingga sekitar 3 mm pada bagian telapak tangan dan telapak kaki. Namun, tidak
terdapat batas tegas antara dermis dengan hipodermis yang berada tepat di bawahnya.
Pada keadaan normal, dermis lebih tebal pada laki-laki daripada perempuan dan pada
bagian dorsal daripada ventral permukaan tubuh (Waschke. J. 2012)

1) Lapisan Papilar Dermis

Lapisan papilar pada bagian superfisial dermis tidak merata ketebalannya dan
lapisan ini berinterdigitasi dengan epidermis kemudian membentuk rigi dermis
(papilla). Lapisan ini tersusun atas jaringan ikat longgar yang tipis, yakni serat kolagen
tipe III (serat retikuler) dan serat elastin yang tersusun menjadi jaringan yang longgar.
Lapisan papilar mengandung fibroblast, makrofag, sel plasma, sel mast, dan sel lainnya
yang sering berada dalam jaringan ikat (Waschke. J. 2012)
Lapisan papilar juga mempunyai banyak lingkaran kapiler, yang menjangkau
hingga pertemuan epidermis-dermis. Kapiler ini mengatur temperatur tubuh dan
menutrisi sel epidermis yang avaskular. Pada beberapa papila dermis, terdapat badan
Meissner yang bersimpai, mekanoreseptor yang bertugas merespons perubahan ringan
pada epidermis. Reseptor ini paling banyak terdapat pada daerah kulit yang sensitif
terhadap stimulasi taktil (seperti bibir, genitalia eksterna, dan puting). Mekanoreseptor
bersimpai lainnya yang terdapat pada lapisan papilar ialah badan Krause. Walaupun

GATAL SEKALI 21
reseptor ini pada mulanya dianggap sebagai penerima rangsang dingin, namun
sekarang fungsinya belum diketahui (Waschke. J. 2012)

2) Lapisan Retikular Dermis


Secara khusus, lapisan retikular tersusun atas jaringan ikat padat kolagen yang
tersusun tidak teratur, memperlihatkan serat kolagen tipe I, yang tersusun padat ke
dalam berkas besar dan berjalan paralel terhadap permukaan kulit. Jaringan serat
elastin tebal diselingi dengan serat kolagen, tampak banyak di sekitar kelenjar sebasea
dan keringat. Proteoglikans yang kaya akan dermatan sulfat, mengisi sela-sela lapisan
retikular. Sel di lapisan ini lebih jarang dibanding pada lapisan papilar. Sel-sel tersebut
ialah fibroblas, sel mast, limfosit, makrofag dan sel lemak yang seringkali ditemukan
pada bagian dalam lapisan reticular (Waschke. J. 2012)

2. Fisiologi kulit

FISIOLOGI KULIT
Kulit merupakan organ paling luas permukaannya yang membungkus seluruh bagian
luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia,
cahaya matahari mengandung sinar ultraviolet dan melindungi terhadap
mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh terhadap lingkungan. Kulit
merupakan indikator bagi seseorang untuk memperoleh kesan umum dengan melihat
perubahan yang terjadi pada kulit. Misalnya menjadi pucat, kekuning–kuningan,
kemerah–merahan atau suhu kulit meningkat, memperlihatkan adanya kelainan yang
terjadi pada tubuh gangguan kulit karena penyakit tertentu (Waschke. J. 2012)
Gangguan psikis juga dapat menyebabkan kelainan atau perubahan pada kulit.
Misalnya karena stress, ketakutan atau dalam keadaaan marah, akan terjadi perubahan
pada kulit wajah. Perubahan struktur kulit dapat menentukan apakah seseorang telah
lanjut usia atau masih muda. Wanita atau pria juga dapat membedakan penampilan
kulit. Warna kulit juga dapat menentukan ras atau suku bangsa misalnya kulit hitam

GATAL SEKALI 22
suku bangsa negro, kulit kuning bangsa mongol, kulit putih dari eropa dan lain-lain
(Waschke. J. 2012)
Perasaan pada kulit adalah perasaan reseptornya yang berada pada kulit. Pada
organ sensorik kulit terdapat 4 perasaan yaitu rasa raba/tekan, dingin, panas, dan sakit.
Kulit mengandung berbagai jenis ujung sensorik termasuk ujung saraf telanjang atau
tidak bermielin. Pelebaran ujung saraf sensorik terminal dan ujung yang berselubung
ditemukan pada jaringan ikat fibrosa dalam. Saraf sensorik berakhir sekitar folikel
rambut, tetapi tidak ada ujung yang melebaratau berselubung untuk persarafan
kulit.Penyebaran kulit pada berbagai bagian tubuh berbeda-beda dan dapat dilihat dari
keempat jenis perasaan yang dapat ditimbulkan dari daerah-daerah tersebut. Pada
pemeriksaan histologi, kulit hanya mengandung saraf telanjang yang berfungsi sebagai
mekanoreseptor yang memberikan respon terhadap rangsangan raba. Ujung saraf
sekitar folikel rambut menerima rasa raba dan gerakan rambut menimbulkan perasaan
(raba taktil). Walaupun reseptor sensorik kulit kurang menunjukkan ciri khas, tetapi
secara fisiologis fungsinya spesifik. Satu jenis rangsangan dilayani oleh ujung saraf
tertentu dan hanya satu jenis perasaan kulit yang disadari (Waschke. J. 2012)
Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis tubuh.
Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksi, absorpsi, ekskresi,
persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), dan pembentukan vitamin D
(Waschke. J. 2012)
Kulit juga sebagai barier infeksi dan memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi
lingkungan (Waschke. J. 2012)
a) Fungsi proteksi
Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara sebagai berikut:
1) Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan), panas, dan zat kimia.
2) Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit dan
dehidrasi, selain itu juga mencegah masuknya air dari lingkungan luar tubuh
melalui kulit (Waschke. J. 2012)

GATAL SEKALI 23
3) Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit dan rambut dari
kekeringan serta mengandung zat bakterisid yang berfungsi membunuh bakteri
di permukaan kulit (Waschke. J. 2012)
4) Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV yang berbahaya. Pada
stratum basal, sel-sel melanosit melepaskan pigmen melanin ke sel-sel di
sekitarnya. Pigmen ini bertugas melindungi materi genetik dari sinar matahari,
sehingga materi genetik dapat tersimpan dengan baik. Apabila terjadi gangguan
pada proteksi oleh melanin, maka dapat timbul keganasan (Waschke. J. 2012)
5) Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun yang protektif. Yang
pertama adalah sel Langerhans, yang merepresentasikan antigen terhadap
mikroba. Kemudian ada sel fagosit yangbertugas memfagositosis mikroba yang
masuk melewati keratin dan sel Langerhans (Waschke. J. 2012)

b) Fungsi absorpsi
Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut-lipid seperti
vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbon dioksida
(Djuanda, 2007).Permeabilitas kulit terhadap oksigen, karbondioksida dan uap air
memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Selain itu
beberapa material toksik dapat diserap seperti aseton, CCl4, dan merkuri (Harien,
2010). Beberapa obat juga dirancang untuk larut lemak, seperti kortison, sehingga
mampu berpenetrasi ke kulit dan melepaskan antihistamin di tempat peradangan
(Guyton and Hall. 2011).
Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi,
kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung
melalui celah antarsel ataumelalui muara saluran kelenjar, tetapi lebih banyak yang
melalui sel-sel epidermis daripada yang melalui muara kelenjar (Tortora dkk.,
2006).
c) Fungsi ekskresi

GATAL SEKALI 24
Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua kelenjar eksokrinnya,
yaitu kelenjar sebasea dan kelenjar keringat:
1) Kelenjar sebasea
Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada folikel rambut dan
melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum menuju lumen (Harien, 2010).
Sebum dikeluarkan ketika muskulus arektor pili berkontraksi menekan kelenjar
sebasea sehingga sebum dikeluarkan ke folikel rambut lalu ke permukaan kulit.
Sebum tersebut merupakan campuran dari trigliserida, kolesterol, protein, dan
elektrolit. Sebum berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri, melumasi dan
memproteksi keratin (Tortora dkk., 2006).
2) Kelenjar keringat
Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekitar 400 mL air dapat keluar
dengan cara menguap melalui kelenjar keringat tiap hari (Djuanda,
2007).Seorang yang bekerja dalam ruangan mengekskresikan 200 mL keringat
tambahan, dan bagi orang yang aktif jumlahnya lebih banyak lagi. Selain
mengeluarkan air dan panas, keringat juga merupakan sarana untuk
mengekskresikan garam, karbondioksida, dan dua molekul organik hasil
pemecahan protein yaitu amoniak dan urea (Martini, 2006). Terdapat dua jenis
kelenjar keringat, yaitu kelenjar keringat apokrin dan kelenjar keringat merokrin
(Tortora dkk., 2006).
 Kelenjar keringat apokrin terdapat di daerah aksila, payudara dan pubis,
serta aktif pada usia pubertas dan menghasilkan sekretyang kental dan bau
yang khas (Djuanda, 2007). Kelenjar keringat apokrin bekerja ketika ada
sinyal dari sistem saraf dan hormon sehingga sel-sel mioepitelyang ada di
sekeliling kelenjar berkontraksi dan menekan kelenjar keringat apokrin.
Akibatnya kelenjar keringat apokrin melepaskan sekretnya ke folikel rambut
lalu ke permukaan luar (Tortora dkk., 2006)

GATAL SEKALI 25
 Kelenjar keringat merokrin (ekrin) terdapat di daerah telapak tangan dan
kaki. Sekretnya mengandung air, elektrolit, nutrien organik, dan sampah
metabolism (Harien, 2010). Kadar pH-nya berkisar 4,0−6,8dan fungsi dari
kelenjar keringat merokrin adalah mengatur temperatur permukaan,
mengekskresikan air dan elektrolit serta melindungi dari agen asing dengan
cara mempersulit perlekatan agen asing dan menghasilkan dermicidin,
sebuah peptida kecil dengan sifat antibiotic (Tortora dkk., 2006).
d) Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis (Djuanda,
2007).Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis
dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak
di dermis, badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan,
demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan
terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik
tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik (Tortora dkk., 2006).

e) Fungsi pengaturan
suhu tubuh (termoregulasi) Kulit berkontribusi terhadap pengaturan suhu tubuh
(termoregulasi) melalui dua cara: pengeluaran keringat dan menyesuaikan aliran
darah di pembuluh kapiler (Djuanda, 2007).Pada saat suhu tinggi, tubuh akan
mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak serta memperlebar pembuluh darah
(vasodilatasi) sehingga panas akan terbawa keluar dari tubuh. Sebaliknya, pada saat
suhu rendah, tubuh akan mengeluarkan lebih sedikit keringat dan mempersempit
pembuluh darah (vasokonstriksi) sehingga mengurangi pengeluaran panas oleh
tubuh (Tortora dkk., 2006).
f) Fungsi pembentukan vitamin D
Sintesis vitamin D dilakukan dengan mengaktivasi prekursor 7 dihidroksi kolesterol
dengan bantuan sinar ultraviolet(Djuanda, 2007). Enzim di hati dan ginjal lalu

GATAL SEKALI 26
memodifikasi prekursor dan menghasilkan kalsitriol, bentuk vitamin D yang aktif.
Calcitriol adalah hormon yang berperan dalam mengabsorpsi kalsium makanan dari
traktus gastrointestinal ke dalam pembuluh darah (Tortoradkk., 2006). Walaupun
tubuh mampu memproduksi vitamin D sendiri, namun belum memenuhi kebutuhan
tubuh secara keseluruhan sehingga pemberian vitamin D sistemik masih tetap
diperlukan.Pada manusia kulit dapat pula mengekspresikan emosi karena adanya
pembuluh darah, kelenjar keringat, dan otot-otot di bawah kulit (Tortora dkk.,
2006).

3. Bagaimana Diagnosis Dieferensial meliputi pembahasan Definisi, Epidemiologi,


Etiologi, Patofisiologi, Gejala Klinis, Metode Diagnosis dari masing-masing
kondisi patologi berikut ini:
A. Dermatitis Kontak Iritan
a. Definisi.
Dermatitis Kontak Iritan (DKI) adalah efek sitotoksik local langsung dari bahan
iritan baik fisika maupun kimia yang bersifat tidak spesifik, pada sel-sel
epidermis dengan respon peradangan pada dermis dalam waktu dan konsentrasi
yang cukup. Dermatitis Kontak Iritan diklasifikasikan menjadi 2 yaitu akut dan
kronik :
 Dermatitis Kontak Iritan Akut
Dermatitis iritan kuat terjadi setelah satu atau beberapa kali olesan
dengan bahan-bahan iritan kuat, sehingga terjadi adanya kerusakan epidermis
yang berdampak peradangan. Reaksi dapat berupa kulit menjadi merah atau
cokelat kadang terjadi edema dan panas, atau ada pula papula, vesikula, dan
pustula. Zat kimia asam dan basa keras yang biasanya digunakan dalam
industri menyebabkan iritasi akut (Budimulja,Unandar, 2007).
 Dermatitis Kontak Iritan Kronik

GATAL SEKALI 27
Dermatitis iritan kronik terjadi karena kulit berkontak dengan bahan-
bahan iritan yang tidak terlalu kuat, seperti sabun, deterjen, dan larutan
antiseptik. Gejala dermatitis akut yakni kulit kering, pecah-pecah, memerah,
bengkak dan terasa panas (Budimulja,Unandar, 2007).

b. Epidemiologi

Dermatitis Kontak Iritan (DKI) dapat diderita oleh semua orang dari
berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Data dermatitis kontak iritan
sulit didapat. Dari data yang didapatkan dari U.S Bureau of Labour Statistic
menunjukkan bahwa 249.000 kasus penyakit okupational nonfatal pada tahun
2004 untuk kedua jenis kelamin yaitu sekitar 15,6% (38.900 kasus) adalah
penyakit kulit yang merupakan kedua terbesar untuk semua penyakit
okupational. Juga berdasarkan survey tahunan dari institusi yang sama, bahwa
incident rate untuk penyakit okupational pada populasi pekerja di Amerika
menunjukkan 90-95% dari penyakit okuppational adalah dermatitis kontak,
dan 80% dari penyakit didalamnya adalah dermatitis kontak iritan
(Budimulja,Unandar, 2007).
Di Amerika, DKI sering terjadi pada pekerjaan yang melibatkan
kegiatan mencuci tangan atau paparan berulang pada kulit terhadap air, bahan
makanan atau iritan lainnua. Pekerjaan yang beresiko tinggi meliputi
pembantu rumah tangga, pelayan rumah sakit, tukang masak, dan penata
rambut. Prevalensi dermatitis tangan karena pekerjaan ditemukan sebesar
55,6% di intensive care unit dan 69,7% pada pekerja yang sering terpapar
(dilaporkan dengan frekuensi mencuci tangan > 35 kali setiap pergantian).
Penelitian menyebutkan frekuensi mencuci tangan > 35 kali setiap pergantian
memiliki hubungan kuat denan dermatitis tangan karena pekerjaan.
Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak, terutama yang
berhubungan dengan pekerjaan, namun angkanya secara tepat sulit diketahui.
Hal ini disebabkan penderita dengan gejala ringan dan tanpa keluhan tidak

GATAL SEKALI 28
dating berobat. Dermatitis kontak iritan timbul pada 80% dari seluruh
penderita dermatitis kontak sedangkan dermatitis kontak alergik kira-kira
hanya 10-20%. Sedangkan insiden dermatitis kontak alergik diperkirakan
terjadi pada 0,21% dari populasi penduduk (Budimulja,Unandar, 2007).

c. Etiologi

Sekitar 80-90% kasus dermatitis kontak iritan (DKI) disebabkan oleh


paparan iritan berupa bahan kimia dan pelarut. Inflamasi dapat terjadi setelah
satu kali pemaparan ataupun pemaparan berulang. Dermatitis kontak iritan
yang terjadi setelah pemaparan pertama kali disebut DKI akut dan biasanya
disebabkan oleh iritan yang kuat, seperti asam kuat, basa kuat, garam, logam
berat, aldehid, bahan pelarut, senyawa aromatic, dan polisiklik. Sedangkan,
DKI yang terjadi setelah pemaparan berulang disebut DKI kronis, dan
biasanya disebabkan oleh iritan lemah (Budimulja,Unandar, 2007).

GATAL SEKALI 29
Selain itu ada factor yang mempengaruhi, dermatitis kontak merupakan
penyakit kulit multifaktoral yang dipengaruhi oleh faktor eksogen dan faktor
endogen (Budimulja,Unandar, 2007).

 Factor eksogen
Faktor yang memperparah terjadinya dermatitis kontak sebenarnya sulit
diprediksi. Beberapa faktor berikut dianggap memiliki pengaruh
terhadap terjadinya dermatitis kontak (Budimulja,Unandar, 2007).
 Karakteristik bahan kimia
Meliputi pH bahan kimia (bahan kimia dengan pH terlalu tinggi
> 12 atau terlalu rendah < 3 dapat menimbulkan gejala iritasi
segera setelah terpapar,sedangkan pH yang sedikit lebih tinggi
> 7 atau sedikit lebih rendah < 7memerlukan paparan ulang

GATAL SEKALI 30
untuk mampu timbulkan gejala), jumlah dankonsentrasi
(semakin pekat konsentrasi bahan kimia maka semakin banyak
pulabahan kimia yang terpapar dan semakin poten untuk
merusak lapisan kulit) , beratmolekul (molekul dengan berat <
1000 dalton sering menyebabkan dermatitis kontak, biasanya
jenis dermatitis kontak alergi), kelarutan dari bahan kimia yang
dipengaruhi oleh sifat ionisasi dan polarisasinya (bahan kimia
dengan sifat lipofilik akan mudah menembus stratum korneum
kulit masuk mencapai sel epidermis dibawahnya)
(Budimulja,Unandar, 2007).
 Karakteristik paparan
Meliputi durasi yang dalam penelitian akan dinilai dari lama
paparan perhari dan lama bekerja (semakin lama durasi paparan
dengan bahan kimia maka semakin banyak pula bahan yang
mampu masuk ke kulit sehingga semakin poten pula untuk
timbulkan reaksi), tipe kontak (kontak melalui udara maupun
kontak langsung dengan kulit), paparan dengan lebih dari satu
jenisbahan kimia (adanya interaksi lebih dari satu bahan kimia
dapat bersifat sinergisataupun antagonis, terkadang satu bahan
kimia saja tidak mampu memberikan gejala tetapi mampu
timbulkan gejala ketika bertemu dengan bahan lain) dan
frekuensi paparan dengan agen (bahan kimia asam atau basa
kuat dalam sekali paparan bisa menimbulkan gejala, untuk basa
atau asam lemah butuh beberapa kali paparan untuk mampu
timbulkan gejala, sedangkan untuk bahan kimia yang bersifat
sensitizer paparan sekali saja tidak bisa menimbulkan gejala
karena harusmelalui fase sensitisasi dahulu)
(Budimulja,Unandar, 2007).
 Factor lingkungan

GATAL SEKALI 31
Meliputi temperatur ruangan (kelembaban udara yang rendah
serta suhu yang dingin menurunkan komposisi air pada stratum
korneum yang membuat kulit lebih permeable terhadap bahan
kimia) dan faktor mekanik yang dapat berupa tekanan, gesekan,
atau lecet, juga dapat meningkatkan permeabilitas kulit terhadap
bahan kimia akibat kerusakan stratum korneum pada kulit
(Budimulja,Unandar, 2007).
 Factor endogen
 Factor genetic
Telah diketahui bahwa kemampuan untuk mereduksi radikal
bebas, perubahan kadar enzim antioksidan, dan kemampuan
melindungi protein dari trauma panas, semuanya diatur oleh
genetik. Dan predisposisi terjadinya suatu reaksi pada tiap
individu berbeda dan mungkin spesifik untuk bahan kimia
tertentu (Budimulja,Unandar, 2007).

 Jenis kelamin
Mayoritas dari pasien yang ada merupakan pasien perempuan,
dibandingkan laki-laki, hal ini bukan karena perempuan
memiliki kulit yang lebih rentan, tetapi karena perempuan lebih
sering terpapar dengan bahan iritan dan pekerjaan yang lembab.
Insiden keluhan iritasi kulit lebih banyak diderita. Berdasarkan
Asthetic Survey Journal terdapat perbedaan antara kulit pria dan
wanita, perbedaan tersebut terlihat dari jumlah folikel rambut,
kelenjar subaceous atau kelenjar keringat dan hormon. Kulit pria
mempunyai hormon yang dominan yaitu androgen yang dapat
menyebabkan kulit pria lebih banyak berkeringat dan ditumbuhi
lebih banyak bulu, sedangkan kulit wanita lebih tipis daripada
pria sehingga lebih rentan terhadap kerusakan kulit. Kulit pria

GATAL SEKALI 32
juga mempunyai kelenjar aprokin yang tugasnya meminyaki
bulu tubuh dan rambut. Kelenjar ini bekerja aktif saat remaja,
sedangkan pada wanita semakin bertambah usia, kulit akan
kering (Budimulja,Unandar, 2007).
 Usia
Anak dengan usia kurang dari 8 tahun lebih rentan terhadap
bahan kimia, sedangkan pada orang yang lebih tua bentuk iritasi
dengan gejala kemerahan sering tidak tampak pada kulit. Seiring
bertambahnya usia, kadar lemak yang terdapat pada stratum
korneum berkurang, sehingga kulit orang-orang lanjut usia yang
paling peka terhadap bahan pelarut minyak (degreasing). Hal ini
sering terjadi pada pasien berusia lanjut yang dirawat di rumah
sakit dan dimandikan lebih sering dari pada di rumah. Timbul
pola kotak-kotak ubin yang tak beraturan dan kulit terasa gatal
(Budimulja,Unandar, 2007).
 Ras
Sebenarnya belum ada studi yang menjelaskan tipe kulit yang
mana yang secara signifikan mempengaruhi terjadinya
dermatitis. Hasil studi yang baru, menggunakan adanya eritema
pada kulit sebagai parameter menghasilkan orang berkulit hitam
lebih resisten terhadap dermatitis, akan tetapi hal ini bisajadi
salah, karena eritema pada kulit hitam sulit terlihat
(Budimulja,Unandar, 2007).
 Lokasi kulit
Ada perbedaan yang signifikan pada fungsi barier kulit pada
lokasi yang berbeda. Wajah, leher, skrotum, dan punggung
tangan lebih rentandermatitis (Budimulja,Unandar, 2007).
 Riwayat atopi

GATAL SEKALI 33
Dengan adanya riwayat atopi, akan meningkatkan kerentanan
terjadinya dermatitis karena adanya penurunan ambang batas
terjadinya dermatitis, akibat kerusakan fungsi barier kulit dan
perlambatan proses penyembuhan (Budimulja,Unandar, 2007).
 Factor lain dapat berupa perilaku individu
Kebersihan perorangan, hobi dan pekerjaan sambilan, serta penggunaan alat
pelindung diri saat bekerja (Budimulja,Unandar, 2007).
b. Patofisiologi.
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan
iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk,
denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah
daya ikat air kulit. Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran
lemak keratinosit tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan
merusak lisosom, mitokondria atau komplemen inti (Budimulja,Unandar,
2007).
Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam
arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), faktor aktivasi platelet, dan
inositida (IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien
(LT). PG dan LT menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan
permeabilitas vaskuler sehingga mempermudah transudasi komplemen dan
kinin. PG dan LT juga bertindak sebagai kemotraktan kuat untuk limfosit
dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mast melepaskan histamin, LT dan PG
lain dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskuler
(Budimulja,Unandar, 2007).

DAG dan second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan


sintesis protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte macrophage-
colony stimulating factor (GM-CSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper
mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2 yang menimbulkan

GATAL SEKALI 34
stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut. Keratinosit juga
mengakibatkan molekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel (ICAM-1).
Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF-α, suatu
sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan
granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin
(Budimulja,Unandar, 2007).

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik


di tempat terjadinya kontak di kulit tergantung pada bahan iritannya. Ada
dua jenis bahan iritan, yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan
menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua
orang dan menimbulkan gejala berupa eritema, edema, panas, dan nyeri.
Sedangkan iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau
mengalami kontak berulang-ulang, dimulai dengan kerusakan stratum
korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan
fungsi sawar, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh
iritan. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan,
dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut
(Budimulja,Unandar, 2007).

Ketika terkena paparan iritan, kulit menjadi radang, bengkak,


kemerahan dan dapat berkembang menjadi vesikel atau papul dan
mengeluarkan cairan bila terkelupas. Gatal, perih, dan rasa terbakar terjadi
pada bintik merah-merah itu. Reaksi inflamasi bermacam-macam mulai
dari gejala awal seperti ini hingga pembentukan luka dan area nekrosis pada
kulit. Dalam beberapa hari, penurunan dermatitis dapat terjadi bila iritan
dihentikan. Pada pasien yang terpapar iritan secara kronik, area kulit
tersebut akan mengalami radang, dan mulai mengkerut, membesar bahkan
terjadi hiper atau hipopigmentasi dan penebalan (Budimulja,Unandar,
2007).

GATAL SEKALI 35
c. Gejala Klinis.
Gejala klinis dermatitis iritan dibedakan berdasarkan klasifikasinya yaitu
dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis kontak iritan kronik
 Dermatitis Kontak Iritan Akut
Dermatitis kontak iritan akut biasanya timbul akibat paparan
bahan kimia asam atau basa kuat, atau paparan singkat serial bahan
kimia, atau kontak fisik. Sebagian kasus dermatitis kontak iritan akut
merupakan akibat kecelakaan kerja. Kelainan kulit yang timbul dapat
berupa eritema, edema, vesikel, dapat disertai eksudasi, pembentukan
bula dan nekrosis jaringan pada kasus yang berat
Dermatitis iritan kuat terjadi setelah satu atau beberapa kali olesan
bahan-bahan iritan kuat, sehingga terjadi kerusakan epidermis yang
berakibat peradangan. Bahan-bahan iritan ini dapat merusak kulit
karena terkurasnya lapisan tanduk, denaturasi keratin dan
pembengkakan sel. Manifestasi klinik tergantung pada bahan apa yang
berkontak, konsentrasi bahan kontak, dan lamanya kontak. Reaksinya
dapat berupa kulit menjadi merah atau coklat, terjadi edema dan rasa
panas, atau ada papula, vesikula, pustula dan berbentuk pula yang
purulent dengan kulit disekitarnya normal (Budimulja,Unandar, 2007).

GATAL SEKALI 36
(Budimulja,Unandar, 2007).
 Dermatitis Kontak Iritan Kronik
DKI kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang
berulang-ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama
berbagai macam faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup
kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor
lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu-
minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga
waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting
(Budimulja,Unandar, 2007).
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun
kulit tebal dan terjadi likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila
kontak terus berlangsung maka dapat menimbulkan retak kulit yang
disebut fisura. Adakalanya kelainan hanya berupa kulit kering dan
skuama tanpa eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah
kelainan dirasakan mengganggu, baru mendapat perhatian
(Budimulja,Unandar, 2007).

GATAL SEKALI 37
Berdasarkan manifestasinya pada kulit dapat dibagikedalam dua
stadium, diantaranya:
 Stadium 1
Kulit kering dan pecah-pecah, stadium ini dapat sembuh dengan
sendirinya.
 Stadium 2
Ada kerusakan epidermis dan reaksi dermal. Kulit menjadi
merah dan bengkak, terasa panas dan mudah terangsang kadang-
kadang timbul papula, vesikula, krusta. Bila kronik timbul
likenikfiksi. Keadaan ini menimbulkan retensi keringat dan
perubahan flora bakteri.

(Budimulja,Unandar, 2007).
B. Dermatitis Kontak Alergic
a. Definisi

Menurut National Occupational Health and Safety Commision (2006),


dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi

GATAL SEKALI 38
hipersensitivitas tipe lambat terhadap bahan-bahan kimia yang kontak dengan
kulit dan dapat mengaktivasi reaksi alergik (Budimulja,Unandar, 2007).

b. Epidemiologi
Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita
dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang
kulitnya sangat peka (hipersensitif). Namun sedikit sekali informasi
mengenai prevalensi dermatitis ini di masyarakat (Djuanda, 2010). Dalam
data terakhir, penyakit ini terhitung sebesar 7% dari penyakit yang terkait
dengan pekrjaan di Amerika Serikat. Dan angka kejadian dermatitis kontak
alergik yang terjadi akibat kontak dengan bahan-bahan di tempat pekerjaan
mencapai 25% dari seluruh dermatitis kontak akibat kerja
(Budimulja,Unandar, 2007).
c. Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa
bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga
disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh
potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit
Macam-macam alergen yang paling sering menyebabkan dermatitis kontak
alergik menurut North American Contact Dermatitis Group terdapat pada
tabel 2.

GATAL SEKALI 39
Tabel 2. Alergen yang sering menyebabkan DKA (North American
Contact Dermatitis Group)
Alergen Penularan Utama Nikel sulfat Neomisin sulfat Balsam peru
Pewangi campuran Thimerosal Sodium emas thiosulfat Formaldehyde
Quaternium-15 Basitrasin Carba mix Parabens Pentadecylcatechols
Logam, perhiasan Kandungan obat salap Pengobatan topikal Pewangi,
kosmetik Antiseptik Medikasi Desinfektan, plastik Desinfektan Obat salep,
bedak Karet, latex Bahan pengawet Tanaman (Budimulja,Unandar,
2007).
d. Petogenesis
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergik
adalah mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated
immune respons) atau reaksi hipersensitivitas tipe IV. Reaksi

GATAL SEKALI 40
hipersensitivitas di kulit timbul secara lambat (delayed hypersensitivity),
umumnya dalam waktu 24 jam setelah terpajan dengan alergen. Patogenesis
hipersensitivitas tipe IV ini sendiri dibagi menjadi dua fase, yaitu fase
sensitisasi dan fase elisitasi (Budimulja,Unandar, 2007).
Fase sensitisasi dimulai saat adanya kontak dengan bahan kimia
sederhana yang disebut hapten (alergen yang memiliki berat molekul kecil
yang dapat menimbulkan reaksi antibodi tubuh jika terikat dengan protein
untuk membentuk antigen lengkap). Antigen ini kemudian berpenetrasi ke
epidermis dan ditangkap dan diproses oleh antigen presenting cells (APC),
yaitu makrofag, dendrisit, dan sel langerhans (Budimulja,Unandar, 2007).
Selanjutnya antigen ini dipresentasikan oleh antigen presenting cells ke
sel T. Setelah kontak dengan antigen yang telah diproses ini, sel T menuju
ke kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan berproliferasi
membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori.
Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem
limfoid, sehingga menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh
kulit tubuh. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu
(Budimulja,Unandar, 2007).
Fase elisitasi terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang
sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen
dermis. Sel Langerhans akan mensekresi interleukin-1 yang aka
merangsang sel T untuk mensekresi interleukin-2. Selanjutnya interleukin-
2 akan merangsang interferon gamma. Interleukin-1 dan interferon gamma
akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion
molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan leukosit, serta
sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag
untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas
yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti
eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis. Proses

GATAL SEKALI 41
peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme
yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel
langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan prostaglandin E-1,2 oleh sel
makrofag akibat stimulasi interferon gamma. prostaglandin E-1,2 berfungsi
menekan produksi interleukin-2 dan sel T serta mencegah kontak sel T
dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan
memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga
histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik.
Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen
spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan
(Budimulja,Unandar, 2007).
e. Gejala klinis
Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung
pada keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema
berbatas jelas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula.
Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah).
Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan
mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan
dengan dermatitis kontak iritan kronis (Budimulja,Unandar, 2007).

GATAL SEKALI 42
4. Bagaimana Diagnosis Definitif dan Diagnosis Kerja dari skenario LBM 6 yang
berjudul “ Gatal Sekali“.

A. Perbandingan Patofisiolgi dan beberapa aspek pemeriksaan.

Kode Deskripsi

a. Dermatitis Kontak
Iritan

B. Dermatitis Kontak
Aergic

(Budimulja,Unandar, 2007).

Riwayat Diagnosis Deferensial


Indikator Interpretasi
Penyakit DKI DKA

Anamnesis
Sekarang Keluhan Kulit Gatal
+ +
Utama
Onset 1 minggu yang lalu + +

Lokasi Kedua telapak tangan,


punggung tangan, lengan,
ketiak, dada, kedua + +
selangkangan dan organ
ekstremitas atas.
Kuantitas Tidak dijelaskan - -
Kualitas Tidak dijelaskan - -

GATAL SEKALI 43
Penyerta Munculnya plenting-plenting
merah dan ketika pecah
+ +
membentuk eksudat lalu
menyebar ke daerah sekitar
Keluhan terasa ketika pasien
berkontak dengan air dan + +
sunlight
Gatal disertai rasa nyeri dan
panas serta mengelupas
+ +

Terdahulu Tidak ada riwayat alergi


+

Keluarga Tidak dijelaskan - +


Sosial &
Tidak Dijelaskan + +
Ekonomi

(Budimulja,Unandar, 2007).

No Keterangan Normal Diagnosis


Deferensial
A B
Pemeriksaan Fisik
UKK
Plakat eritem, + + +
1.
papul eritem multipel, + + +
skuama, + + +

GATAL SEKALI 44
erosi, + + +
makula + + +
hiperpigmentasi batas tak tegas, + ± +
central healing - - -
tepi aktif - - -
fenomena tetesan lilin - - -
fenomena Auspitz - - -
fenomena kobner - - -
Vital Sign
Tekanan Darah, Suhu Tubuh,
1. Tidak dijelaskan
Frekuensi Pernafasan, Nadi

(Budimulja,Unandar, 2007).

+ : Memberikan Faktor Predisposisi.

± : Bisa Memberikan Faktor Predisposisi/ Tidak.

- : Tidak Memberikan Faktor Predisposisi.

B. Penentuan Diagnosis Definitif dan Diagnosis Kerja.


Secara garis besar terdapat tiga metode diagnose yang dilakuan dalam
mengidentifikasi jenis dermatitis kontak. Metode-metode tersebut yaitu dengan
melakukan anamnesis, pemeriksaan klinis dan juga pemeriksaan penunjang
(Budimulja,Unandar, 2007).
 Anamnesis
Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit,
pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh

GATAL SEKALI 45
dokter maupun dilakukan sendiri. Namun yang paling penting ditanyakan pada
anamnesis antara lain:
 Riwayat pekerjaan sekarang: tempat bekerja, jenis pekerjaan, kegiatan
yang lazim dilakukan pada hari kerja, pakaian pelindung dan peralatan,
dan fasilitas kebersihan dan prakteknya (Budimulja,Unandar, 2007).
 Faktor pekerjaan sehubungan dengan gangguan kulit seperti material
yang dipakai dan proses yang dilakukan, informasi mengenai
kesehatan dan keselamatan tentang material yang ditangani, apakah
ada perbaikan pada akhir pekan atau pada hari libur, riwayat kerja yang
lalu sebelum bekerja di tempat tersebut, riwayat tentang penyakit kulit
akibat kerja yang pernah diderita, apakah ada pekerjaan rangkap di
samping pekerjaan yang sekarang (Budimulja,Unandar, 2007).
 Riwayat lainnya secara umum: latar belakang atopi (perorangan atau
keluarga), alergi kulit, penyakit kulit lain, pengobatan yang telah
diberikan, kemungkinan pajanan di rumah, dan hobi pasien
(Budimulja,Unandar, 2007).
 Pemeriksaan fisik
Pertama-tama tentukan lokalisasi kelianan apakah sesuai dengan
kontak bahan yang dicurigai, yang tersering adalah daerah tangan, lengan,
muka atau anggota gerak. Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan
melihat lokalisasi dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui
kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh deodoran, di
pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh sepatu.
Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk
melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen
(Budimulja,Unandar, 2007).
Kemudian tentukan ruam kulit yang ada, biasanya didapatkan adanya
eritema, edema dan papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jika
pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya

GATAL SEKALI 46
timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah
sekitarnya (Budimulja,Unandar, 2007).
 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan uji tempel. Uji tempel biasa


digunakan untuk allergen dengan BM rendah yang dapat menembus stratum
korneum yang utuh, yaitu dengan menggunakan unit uji tempel yang terdiri dari
filter paper disc (Budimulja,Unandar, 2007).

 Dari hasil pemeriksaan UKK pada skenario didapatkan bahwa pembantu


rumah tangga berusia 25 tahun mengalami dermatitis kontak iritan
(Budimulja,Unandar, 2007).

5. Bagaimana Penalaksanaan, komplikasi dan Prognosis dari Dermatitis kontak


iritan ?
a. Penatalaksanaan.
Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan
iritan, baik yang bersifat mekanik (gesekan atau tekanan yang bersifat terus
menerus suatu alat), fisik (lingkungan yang lembab, panas, dingin, asap, sinar
matahari dan ultraviolet) atau kimiawi (alkali, sabun, pelarut organic, detergen,
pemutih, dan asam kuat, basa kuat). Bila dapat dilakukan dengan sempurna dan
tanpa komplikasi, maka tidak perlu pengobatan topikal dan cukup dengan
pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering (Katzung,2009).
Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan
kortikosteroid topikal. Pemakaian alat perlindungan yang adekuat diperlukan
bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan sebagai upaya pencegahan.
Pencegahan bahan iritan seharusnya menjadi diagnose primer dan edukasi pada
pasien. Penggunaan kompres basah dengan astringent alumunium asetat dapat
digunakan untuk mendinginkan dan mengeringkan lesi. Hidrokortison dan
lotion kalamin membantu untuk mengeringkan rasa gatal. Penggunaan topical

GATAL SEKALI 47
anestesi local tipe caine perlu dihindari atau diawasi karena dapat menyebabkan
kontak dermatitis yang lebih luas.
(Katzung,2009).

b. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada Dermatitis Kontak Iritan antara lain :
 Peningkatan resiko sensitisasi terhadap terapi topical.
 Lesi pada kulit dapat dikolonisasi oleh bakteri Staphylococcus aureus.
Hal ini dipermudah jika terjadi lesi sekunder, seperti fissure akibat
manipulasi yang dilakukan penderita.
 Secondary neurodermatitis (lichen simplex chronicus) akibat penderita
Dermatitis Kontak Iritan yang mengalami stress psikis.
 Pada fase post inflamasi dapat terjadi hiperpigmentasi atau
hipopigmentasi.
Scar, biasanya setelah terkena agen korosif (Budimulja,Unandar, 2007).

c. Prognosis
Baik, jika terapi sesuai dengan etiologinya
(Budimulja,Unandar, 2007).

GATAL SEKALI 48
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan.

Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwasannya pasien Pasien mengalami


dermatitis kontak iritan. Diferential diagnosis yang paling mendekati untuk
penyakit yang diderita pasien adalah dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak
iritan dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Bisa disebabkan oleh bakteri, virus,
jamur dan lain-lain seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya.

GATAL SEKALI 49
Daftar Pustaka

Adhi Djuanda, dkk. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

American Academy of Dermatology. 1998. Dermatology (Cancer


Prevention);UVA/UVB Daily Protection Essential for Preventing Sun Damage.
Atlanta: NewsRx

Budimulja,Unandar, 2007,mofologi dan cara diagnosis. Olmu kulit kelamin. Ed 5


jakarta : FKUI

Guyton and Hall. 2011. Fisiologi Kedokteran. Ed-11. Jakarta: EGC.

Junquira, LC dan Jose Carneiro.1980. Basic Histologi. California : Lange Medical


Publications
Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor, A.J. 2009. Basic & Clinical Pharmacology.

11th Ed. New York: McGraw-Hill.

Tortora GJ & Derrickson B. 2012. Principles of Anatomy & Physiology. 13th Ed.

USA: John Wiley & Sons, Inc..

Waschke. J. 2012. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia. Ed-23. Jakarta: EGC.

GATAL SEKALI 50

Anda mungkin juga menyukai