Anda di halaman 1dari 11

Pengertian

Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan
sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan
koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya.
Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat
sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami
infark. Infark miokard akut adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena sumbatan
pada arteri koroner. Sumbatan akut terjadi oleh karena adanya aterosklerotik pada dinding
arteri koroner sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung (M. Black, Joyce,
2014 : 343). Infark Miokard Akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot
jantung terganggu. (M. Black, Joyce, 2014: 343).

Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab IMA paling sering adalah oklusi lengkap atau hampir lengkap dari arteri
coroner, biasanya dipicu oleh ruptur plak arterosklerosis yang rentan dan diikuti oleh
pembentukan trombus. Ruptur plak dapat dipicu oleh faktor-faktor internal maupun eksternal.
(M.Black, Joyce, 2014: 343). Factor internal antara lain karakteristik plak, seperti ukuran dan
konsistensi dari inti lipid dan ketebalan lapisan fibrosa , serta kondisi bagaimana plak tersebut
terpapar, seperti status koagulasi dan derajat vasokontriksi arteri. Plak yang rentan paling
sering terjadi pada area dengan stenosis kurang dari 70 % dan ditandai dengan bentuk yang
eksentrik dengan batas tidak teratur; inti lipid yang besar dan tipis ;dan pelapis fibrosa yang
tipis. (M. Black, Joyce, 2014: 343).

Factor eksternal berasal dari aktivitas klien atau kondisi eksternal yang memengaruhi
klien. Aktivitas fisik berat dan stress emosional berat, seperti kemarahan, serta peningkatan
respon system saraf simpatis dapat menyebabkan rupture plak. Pada waktu yang sama, respon
system saraf simpatis akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Peneliti telah
melaporkan bahwa factor eksternal, seperti paparan dingin dan waktu tertentu dalam satu
hari, juga dapat memengaruhi rupture plak. Kejadian coroner akut terjadi lebih sering dengan
paparan terhadap dingin dan pada waktu –waktu pagi hari. Peneliti memperkirakan bahwa
peningkatan respon system saraf simpatis yang tiba-tiba dan berhubungan dengan faktor-
faktor ini dapat berperan terhadap ruptur plak. Peran inflamasi dalam memicu ruptur plak
masih dalam penelitian. (M. Black, Joyce, 2014: 343). Apapun penyebabnya, ruptur plak
aterosklerosis akan menyebabkan (1) paparan aliran darah terhadap inti plak yang kaya lipid,
(2) masuknya darah ke dalam plak, 2menyebabkan plak membesar, (3) memicu pembentukan
trombus, dan (4) oklusi parsial atau komplet dari arteri coroner.(M.Black, Joyce, 2014:344)
Angina tak stabil berhubungan dengan oklusi parsial jangka pendek dari arteri coroner,
sementara IMA berasal dari oklusi lengkap atau signifikan dari arteri coroner yang
berlangsung lebih dari 1 jam. Ketika aliran darah berhenti mendadak, jaringan miokardium
yang disuplai oleh arteri tersebut akan mati. Spasme arteri coroner juga dapat menyebabkan
oklusi akut. Faktor risiko yang memicu serangan jantung pada klien sama untuk semua tipe
PJK. (M.Black, Joyce, 2014: 344).

Non-Modifiable

1) Usia
Resiko aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit yang
serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Faktor resiko lain masih dapat diubah,
sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik. Seluruh jenis penyakit
jantung koroner termasuk STEMI yang terjadi pada usia lanjut mempunyai risiko
tinggi kematian dan adverse events.
2) Jenis Kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar terkena serangan jantung dan kejadiannya lebih
awal dari pada wanita. Morbiditas penyakit ini pada laki-laki lebih besar daripada
wanita dan kondisi ini terjadi dan kondisi ini terjadi hampir 10 tahun lebih dini pada
wanita. Perbedaan onset infark miokard pertama ini diperkirakan dari berbagai faktor
resiko tinggi yang mulai muncul pada wanita dan laki-laki ketika berusia muda.
Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan kemudian
menjadi sama rentannya seperti pria. Hal diduga karena adanya efek perlindungan
esterogen.
3) Ras
Ras kulit putih lebih sering terjadi serangan jantung daripada ras African American.
Kelompok masyarakat kulit putih maupun kulit berwarna, laki-laki mendominasi
kematian, tetapi lebih nyata pada kulit putih dan lebih sering ditemukan pada usia
muda dari pada usia lebih tua.
4) Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga pada kasus penyakit jantung koroner yaitu keluarga langsung yang
berhubungan darah pada pasien berusia kurang 11 dari 70 tahun merupakan faktor
risiko independen. Agregasi PJK keluarga menandakan adanya predisposisi genetik
padakeadaan ini.

Modifiable

1) Hipertensi
Risiko serangan jantung secara langsung berhubungan dengan tekanan darah, setiap
penurunan tekanan darah diastolik sebesar 5 mmHg risikonyaberkurang sekitar 16 %.
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg dan atau
tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik
meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri.
Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk
meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan
oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi
jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia.
2) Diabetes Mellitus
Diabetes Melitus akan menyebabkan proses penebalan membran basalis dari kapiler
dan pembuluh darah arteri koronaria, sehingga terjadi penyempitan aliran darah ke
jantung. Insiden serangan jantung meningkat 2 hingga 4 kali lebih besar pada pasien
yang dengandiabetesmelitus. Orang dengan diabetes cenderung lebih cepat
mengalami degenerasi dan disfungsi endotel. Hiperglikemia menyebabkan
peningkatan agregasi trombosit yang dapat menyebabkan pembentukan thrombus.
3) Dislipidemia
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah hiperlipidemia.
Hiperlipidemia merupakan peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida serum di atas
batas normal. The National Cholesterol Education Program (NCEP) menemukan
kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit jantung koroner. Kadar kolesterol
HDL lah yang rendah memiliki peran yang baik pada PJK dan terdapat hubungan
terbalik antara kadar HDL dan insiden PJK. Peningkatan kadar lemak berhubungan
dengan proses aterosklerosis. Berikut ini faktor risiko dari faktor lipid darah: total
kolesterol plasma > 200 mg/dl, kadar LDL > 130 mg/dl, kadar trigliserid > 150 mg/dl,
kadar HDL < 40 mg/dl.
4) Overweight dan Obesitas
Overweight dan Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner.
Overweight didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT > 30
kg/m2. Obesitas sentral atau obesitas abdominal adalah obesitas dengan kelebihan
lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan
metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan
darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II. Data dari
Framingham menunjukkan bahwa apabilasetiap individu mempunyai berat badan
optimal, akan terjadi penurunan insiden PJK sebanyak 25 % dan
stroke/cerebrovascular accident (CVA) sebanyak 3,5 %. Penurunan berat badan
diharapkan dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki sensitivitas insulin,
pembakaran glukosa dan menurunkan dislipidemia.Hal tersebut dapat ditempuh
dengan cara mengurangi asupan kalori dan menambah aktifitas fisik.
5) Merokok
Merokok dapat memperparah dari penyakit koroner diantaranya karbondioksida yang
terdapat pada asap rokok akan lebih mudah mengikat hemoglobin dari pada oksigen,
sehingga oksigen yang disuplai ke jantung menjadi berkurang. Asam nikotinat pada
tembakau memicu pelepasan katekolamin yang menyebabkan konstriksi arteri dan
membuat aliran darah dan oksigen jaringan menjadi terganggu. Merokok dapat
meningkatkan adhesi trombosit yang akan dapat mengakibatkan kemungkinan
peningkatan pembentukan thrombus.

Klasifikasi
Bedasarkan EKG 12 sadapan, infark miokard akut diklasifikasikan
menjadi :
a. Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI) : oklusi total dari arteri koroner yang
menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang
ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG.
b. Infark miokard akut non ST-elevasi (NSTEMI) : oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa
melibatkan seluruh ketebalan miokardium,sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG.

Patofisiologi

Proses aterosklerotik dimulai ketika adaya luka pada sel endotel yang bersentuhan langsung
dengan zat-zat dalam darah. Permukaan sel endotel yang semula licin menjadi kasar,
sehingga zat-zat didalam darah menempel dan masuk kelapisan dinding arteri. Penumpukan
plaque yang semakin banyak akan membuat lapisan pelindung arteri perlahan-lahan mulai
menebal dan jumlah sel otot bertambah. Setelah beberapa lama jaringan penghubung yang
menutupi daerah itu berubah menjadi jaringan sikatrik, yang mengurangi elastisitas arteri.
Semakin lama semakin banyak plaque yang terbentuk dan membuat lumen arteri mengecil.
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi
trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat
tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena
berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. (Black & Hawk, 2005; Libby, 2008 &
Alwi, 2006). Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plaque aterosklerosis mengalami
fisura, rupture atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis
sehingga mengakibatkan oklusi arteri koroner. Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri
dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI memberikan respon
terhadap terapi trombolitik. Pada lokasi ruptur plaque, berbagai agonis (kolagen, ADP
epinefrin dan serotonin) memicu aktivasi trombosit, selanjutnya akan memproduksi dan
melepaskan tromboksan A2 (vasokontriktor lokal yang poten). Aktifitas trombosit juga akan
memicu terjadinya agregasi platelet dan mengaktifasi faktor VII dan X sehingga menkonversi
protombin menjadi thrombin dan fibrinogen menjadi fibrin. Pembentukantrombus pada
kaskade koagulasi akan menyebabkan oklusi oleh trombus sehinga menyebabkan aliran darah
berhenti secara mendadak dan mengakibatkan STEMI (Black & Hawk, 2005; Lily, 2008;
Libby, 2008 & Alwi, 2006).

Non STEMI tanpa elevasi segmen ST yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi
dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen dan tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner.

Manifestasi Klinis Infark Miokard Akut (IMA)

Manifestasi klinis yang berhubungan dengan IMA berasal dari iskemia otot jantung dan
penurunan fungsi serta asidosis yang terjadi. Manifestasi klinis utama dari IMA adalah nyeri
dada yang serupa dengan angina pectoris tetapi lebih parah dan tidak berkurang dengan
nitrogliserin. Nyeri dapat menjalar ke leher, rahang, bahu, punggung atau lengan kiri. Nyeri
juga dapat ditemukan di dekat epigastrium, menyerupai nyeri pencernaan. IMA juga dapat
berhubungan dengan manifestasi klinis yang jarang terjadi berikut ini (M.Black, Joyce, 2014
: 346).

a. Nyeri dada, perut, punggung, atau lambung yang tidak khas.


b. Mual atau pusing.
c. Sesak napas dan kesulitan bernapas.
d. Kecemasan, kelemahan, atau kelelahan yang tidak dapat dijelaskan
e. Palpitasi, kringat dingin, pucat

Banyak pasien SKA datang dengan ketidaknyamanan dada, baik pada STEMI maupun 80%
dari NSTEMI dimana hal ini berkepanjangan dan berlangsung lebih dari 20 menit. STEMI
didiagnosis dengan munculnya karakteristik nyeri dada yang lebih dari 30 menit dan elevasi
segmen-ST ≥ 2mV (2mm) pada dua atau lebih lead perikordial atau > 1mV (1mm) pada dua
atau lebih lead adjacent limb atau blok berkas cabang baru. NSTEMI berkaitan dengan
perubahan transien segmen ST (≥0,5 mm) yang berkembang dengan gejala-gejala saat
beristirahat dan yang dapat diatasi dengan resolusi gejala.

Komplikasi Infark Miokard Akut (IMA)

Kemungkinan kematian akibat komplikasi selalu menyertai IMA. Oleh karena itu, tujuan
kolaborasi utama antara lain pencegahan komplikasi yang mengancam jiwa atau paling tidak
mengenalinya.(M.Black, Joyce, 2014: 347)

Disritmia. Disritmia merupakan penyebab dari 40 % hingga 50 % kematian setelah IMA.


Ritme ektopik muncul pada atau sekitar batas dari jaringan miokardium yang iskemik dan
mengalami cedera parah. Miokardium yang rusak juga dapat mengganggu system konduksi,
menyebabkan disosiasi atrium dan ventrikel (blok jantung). Supraventrikel takikardia (SVT)
kadang kala terjadi sebagai akibat gagal jantung. Reperfusi spontan atau dengan farmakologis
dari area yang sebelumnya iskemik juga dapat memicu terjadinya ventrikel disritmia
(M.Black, Joyce, 2014; 347)

Syok kardiogenik. Syok kardiogenik berperan hanya pada 9 % kematian akibat IMA, tetapi
lebih dari 70 % klien syok meninggal karena sebab ini. Penyebabnya antara lain (1)
penurunan kontraksi miokardium dengan penurunan curah jantung, (2) disritmia tak
terdeteksi, dan (3) sepsis (M.Black, Joyce, 2014:347)

Gagal jantung dan edema paru. Penyebab kematian paling sering pada klien rawat inap
dengan gangguan jantung adalah gagal jantung. Gagal jantung melumpuhkan 22 % klien laki-
laki dan 46 % wanita yang mengalami IMA serta bertanggung jawab pada sepertiga kematian
setelah IMA (M.Black, Joyce, 2014:347)

Emboli paru. Emboli paru (PE) dapat terjadi karena flebitis dari vena kaki panggul (trombosis
vena) atau karena atrial flutter atau fibrilasi. Emboli paru terjadi pada 10 % hingga 20 %
klien pada suatu waktu tertentu, saat serangan akut atau pada periode konvalensi (M.Black,
Joyce, 2014: 347) Infark miokardum berulang. Dalam 6 tahun setelah IMA pertama, 18 %
laki-laki dan 35 % wanita dapat mengalami IMA berulang. Penyebab yang mungkin adalah
olahraga berlebih, embolisasi, dan oklusi trombotik lanjutan pada arteri coroner oleh
atheroma (M.Black, Joyce, 2014: 347). Komplikasi yang disebabkan oleh nekrosis
miokardium. Komplikasi yang terjadi karena nekrosis dari miokardium antara lain aneurisme
ventrikel, ruptur jantung (ruptur miokardium), defek septal ventrikel (VSD), dan otot papiler
yang ruptur. Komplikasi ini jarang tetapi serius, biasanya terjadi sekitar 5 hingga 7 ahri
setelah MI. Jaringan miokardium nekrotik yang lemah dan rapuh akan meningkatkan
kerentanan terkena komplikasi ini (M.Black, Joyce, 2014: 347).

Perikarditis. Sekitar 28 % klien dengan MI akut transmural akan mengalami pericarditis dini
(dalam 2 hingga 4 hari). Area yang mengalami infark akan bergesekan dengan permukaan
pericardium dan menyebabkan hilangnya cairan pelumas. Gesekan friksi pericardium dapat
didengar di area prekardial. Klien mengeluh bahwa nyeri dada memburuk dengan gerakan,
inspirasi dalam, dan batuk. Nyeri pericarditis akan mereda dengan duduk dan condong ke
depan (M.Black, Joyce, 2014: 348)

Pemeriksaan Penunjang

a. CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4hari. Operasi jantung, miokarditis, dan
kardioversi elektrik dapatmeningkatkan CKMB.
b. cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada
infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat
dideteksi setelah 5-14 harisedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan
otot skletal karena pada keadaan juga akan diikuti peningkatan CKMB. Peningkatan nilai
enzim diatas dua kali batas atas normal menunjukkan adanya nekrosis jantung. Selain itu,
Troponin juga digunakan sebagai marker yang spesifik pada kerusakan otot jantung, karena
reseptor troponin lebih khas pada otot jantung dibandingkan dengan CKMB. Pemeriksaan
enzim jantung yang lain yaitu mioglobin, creatinine kinase(CK), Lactic
dehydrogenase(LDH). Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah leukositosis
polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap
selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/ul.
Pemeriksaan EKG 12 sandapan umumnya pada IMA terdapat gambaran iskemia, injuri dan
nekrosis yang timbul menurut urutan tertentu sesuai dengan perubahan-perubahan pada
miokard yang disebut evolusi EKG. Evolusi terdiri dari fase-fase sebagai berikut:

1. Fase awal atau fase hiperaktif. Terdiri dari:


a) Elevasi ST yang non spesifik
b) T yang tinggi dan melebar.
2. Fase evolusi lengkap. Terdiri dari:
a) Elevasi ST yang spesifik, konveks ke atas
b) T yang negatif dan simetris
c) Q patologis
3. Fase infark lama . Terdiri dari:
a) Q patologis, bisa QS atau Qr
b) ST yang kembali iso-elektrik
c) T bisa normal atau negatif.
Timbulnya kelainan-kelainan EKG pada IMA bisa terlambat, sehingga untuk menyingkirkan
diagnosis IMA membutuhkan EKG serial. Fase evolusi yang terjadi bisa sangat bervariasi,
bisa beberapa jam hingga 2 minggu. Selama evolusi atau sesudahnya, gelombang Q bisa
hilang sehingga disebut infark miokard non-Q. Gambaran infark miokard subendokardial
pada EKG tidak begitu jelas dan memerlukan konfirmasi klinis dan laboratoris, pada
umumnya terdapat depresi segmen ST yang disertai inversi segmen T yang bertahan beberapa
hari. Pada infark miokard pada umumnya dianggap bahwa Q menunjukkan nekrosis miokard,
sedangkan R menunjukkan miokard yang masih hidup, sehingga bentuk QR menunjukkan
infark non-transmural sedangkan bentuk QS menunjukkan infark transmural. Pada infark
miokard non-Q, berkurangnya tinggi R menunjukkan nekrosis miokard. Pada infark miokard
dinding posterior murni, gambaran EKG menunjukkan bayangan cermin dari infark miokard
anteroseptal terhadap garis horisontal, jadi terdapat R yang tinggi di V1, V2, V3 dan disertai
T yang simetris.
Pathway IMA
Penatalaksanaan

Tatalaksana Umum

a) Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan saturasi oksigen
<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6
jam pertama.
b) Nitrogliserin : Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4
mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.
c) Morfin : sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tatalaksana STEMI. Morfin dapat diberikan dengan dosis 2-4 mg dan
dapatdiulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20mg.
d) Aspirin : merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif
pada spektrum sindromakoroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang
dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal
dengan dosis 160-325 mg diruang emergensi. Selanjutnya diberikan peroral dengan
dosis 75-162 mg.
e) Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian
penyekat beta intravena dapat efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah
metoprolol 5mg tiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >
60 kali permenit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval PR < 0,24 detik dan
ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV
terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48
jam, dan dilanjutkan dengan 100 mg tiap 12 jam.

Tatalaksana di Rumah Sakit ICCU

a) Aktivitas : pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama

b) Diet : pasien harus puasa atau hanya minum cair denganmulut dalam 4-12 jam karena
risiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard.

c) Sedasi : pasien memerlukan sedasi selama perawatan untuk mempertahankan periode


inaktivitas dengan penenang. Diazepam 5mg, oksazepam 15-30 mg, atau lorazepam 0,5-2mg,
diberikan 3-4 kali/hari
d) Saluran pencernaan (bowels) : istirahat di tempat tidur danefek menggunakan narkotik
untuk menghilangkan rasa nyeri sering mengakibatkan konstipasi, sehingga dianjurkan
penggunaan kursi komod di samping tempat tidur, diet tinggi serat, dan penggunaan pencahar
ringan secara rutin seperti dioctyl sodium sulfosuksinat (200 mg/hari)

Anda mungkin juga menyukai