Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Demensia
1. Pengertian
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan memori
yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari. Demensia merupakan
keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata
mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari (Nugroho, 2008). Sementara itu menurut
Lumbantobing (1995) demensia adalah himpunan gejala penurunan fungsi intelektual, umumnya
ditandai terganggunya minimal tiga fungsi yakni bahasa, memori, visuospasial, dan emosional.

2. Penyebab umum demensia


Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3 golongan
besar:
a. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal, Sering pada
golongan ini tidak ditemukan atrofia serebri, mungkin kelainan terdapat pada tingkat subseluler
atau secara biokimiawi pada sistem enzim, atau pada metabolisme seperti yang ditemukan pada
penyakit alzheimer dan demensia senilis.
b. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
Penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
1) Penyakit degenerasi spino-serebelar.
2) Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
3) Khorea Huntington
4) penyakit jacob-creutzfeld dll
c. Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam golongan
ini diantaranya :
1) Penyakit cerebro kardiofaskuler
2) penyakit- penyakit metabolik
3) Gangguan nutrisi
4) Akibat intoksikasi menahun
5) Hidrosefalus komunikans
Demensia (pikun) adalah kemunduran kognitif yang sedemikian berat
sehingga mengganggu aktivitas hidup sehari- hari dan aktivitas sosial. Kemunduran
kognitif pada demensia biasanya diawali dengan kemunduran memori atau daya ingat
(pelupa). Demensia terutama yang disebabkan oleh penyakit Alzheimer berkaitan erat
dengan usia lanjut. Penyakit alzheimer ini 60% menyebabkan kepikunan atau
demensia dan diperkirakan akan meningkat terus.
Gejala klasik penyakit demensia alzheimer adalah kehilangan memori (daya
ingat) yang terjadi secara bertahap, termasuk kesulitan menemukan atau menyebutkan
kata yang tepat, tidak mampu mengenali objek, lupa cara menggunakan benda biasa
dan sederhana, seperti pensil, lupa mematikan kompor, menutup jendela atau menutup
pintu, suasana hati dan kepribadian dapat berubah, agitasi, masalah dengan daya
ingat, dan membuat keputusan yang buruk dapat menimbulkan perilaku yang tidak
biasa.
Gejala ini sangat bervariasi dan bersifat individual. Gejala bertahap penyakit
alzheimer dapat terjadi dalam waktu yang berbeda- beda, bisa lebih cepat atau lebih
lambat. Gejala tersebut tidak selalu merupakan penyakit alzheimer, tetapi apabila
gejala tersebut berlangsung semakin sering dan nyata, perlu dipertimbangkan
kemungkinan penyakit alzheimer (Nugroho, 2008).
3. Kriteria derajat demensia
a. Ringan : Walaupun terdapat gangguan berat daya kerja dan aktivitas
sosial, kapasitas untuk hidup mandiri tetap dengan higiene personal
cukup dan penilaian umum yang baik.
b. Sedang :Hidup mandiri berbahaya diperlukan berbagai tingkat
suportivitas.
c. Berat :Aktivitas kehidupan sehari-hari terganggu sehingga tidak
berkesinambungan, inkoheren
4. Stadium demensia alzheimer
Penyakit demensia alzheimer menurut Nugroho (2008) dapat berlangsung dalam
tiga stadium yaitu stadium awal, stadium menengah, dan stadium lanjut.
Stadium awal atau demensia ringan ditandai dengan gejala yang sering diabaikan
dan disalahartikan sebagai usia lanjut atau sebagai bagian normal dari proses menua.
Umumnya klien menunjukkan gejala kesulitan dalam berbahasa, mengalami
kemunduran daya ingat secara bermakna, disorientasi waktu dan tempat, sering
tersesat ditempat yang biasa dikenal, kesulitan membuat keputusan, kehilangan
inisiatif dan motivasi, dan kehilangan minat dalam hobi dan agitasi.
Stadium menengah atau demensia sedang ditandai dengan proses penyakit
berlanjut dan masalah menjadi semakin nyata. Pada stadium ini, klien mengalami
kesulitan melakukan aktivitas kehidupan sehari- hari dan menunjukkan gejala sangat
mudah lupa terutama untuk peristiwa yang baru dan nama orang, tidak dapat
mengelola kehidupan sendiri tanpa timbul masalah, sangat bergantung pada orang
lain, semakin sulit berbicara, membutuhkan bantuan untuk kebersihan diri (ke toilet,
mandi dan berpakaian), dan terjadi perubahan perilaku, serta adanya gangguan
kepribadian.
Stadium lanjut atau demensia berat ditandai dengan ketidakmandirian dan inaktif
total, tidak mengenali lagi anggota keluarga (disorientasi personal), sukar memahami
dan menilai peristiwa, tidak mampu menemukan jalan di sekitar rumah sendiri,
kesulitan berjalan, mengalami inkontinensia (berkemih atau defekasi), menunjukkan
perilaku tidak wajar dimasyarakat, akhirnya bergantung dikursi roda atau tempat
tidur.
5. Penyebab demensia alzheimer
Penyebab demensia alzheimer masih belum diketahui secara pasti, tetapi ada
beberapa teori menjelaskan kemungkinan adanya faktor genetik, radikal bebas, toksin
amiloid, pengaruh logam alumunium, dan akibat infeksi virus.
Semakin dini penyakit demensia alzheimer dikenali, semakin baik hasil
penanganannya daripada penyakit yang sudah lanjut. Penyakit alzheimer muncul
sebagai gejala perubahan perilaku, kognisi, dan perubahan aktivitas hidup sehari- hari
sehingga anggota keluarga dan orang terdekat yang mengenali perubahan tersebut.
Faktor predisposisi dan resiko dari penyakit ini adalah usia, riwayat penyakit
alzheimer (keturunan), kelamin, pendidikan. Faktor resiko yang kemungkinan juga
berpengaruh ialah adanya keluarga dengan sindrom Down, fertilitas yang kurang,
kandungan alumunium pada air minum, dan defisiensi kalsium.
6. Alat ukur demensia
Untuk mengetahui ada tidaknya demensia pada lansia digunakan tes Mini Mental
state Examination (tes mini mental) untuk mendeteksi adanya dan tingkat kerusakan
intelektual.
Orientasi Skor
1. Sebutkan : tahun berapa sekarang
Musim apa (hujan/kemarau)
Tanggal
Bulan
2. Sebutkan dimana kita sekarang
Negara
Propinsi
Kota
Rumah sakit (paling dekat dengan
rumah)
Bagian rumah (sebutkan)
Registrasi
3. Pemeriksa menyebutkan 3 nama benda dengan
antara 1 detik waktu menyebut nama benda
tersebut (misalnya : buku, mangkok, payung).
Setelah selesai, suruh penderita menyebutnya.
Beri angka 1 tiap jawaban yang betul. Bila salah,
suruh mengulang sampai betul semua.
Perhatian dan Kalkulasi
4. Hitungan kurang 7. Misalnya : 100-7,
pendapatannya dikurangi lagi dengan 7, demikian
seterusnya sampai 5 jawaban. Jadi : ( 100 – 7 =
93 – 7 = 86 – 7 = 79; 72; 65 ). Beri angka 1 bagi
tiap jawaban yang betul. Tes 4 ini dapat diganti
dengan tes mengeja, yaitu mengeja mundur kata :
kartu (utrak ).
Mengingat kembali
5. Tanyakan nama benda yang telah disebutkan
pada pertanyaan nomor 3. beri angka 1 bagi tiap
jawaban yang betul.
Bahasa
6. Anda tunjuk pada pensil dan arloji. Suruh
penderita menyebutkan nama benda yang anda
tunjuk.
7. Suruh penderita mengulangi kalimat berikut :
“tanpa kalau, dan atau tetapi “.
8. Suruh penderita melakukan suruhan 3 tingkat
yaitu: Ambil kertas dengan tanganmu
11
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
13
1
3
5
3
5
2
1
3
B. Lansia
1. Proses menua
a. Pengertian
Menua (menjadi tua atau aging) yaitu suatu proses menghilangnya secara
perlahan- lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri
dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Constantinides, 1994).
Proses menua merupakan proses yang terus- menerus (berlanjut) secara
alamiah, Dimulai sejak lahir dan pada umumnya dialami pada semua makhluk
hidup (Nugroho, 2000).
b. Teori proses menua
1. Teori Biologi
a. Teori Genetik
1) Teori genetic dan mutasi (somatic mutative theory)
Teori ini merupakan teori intrinsik yang menjelaskan bahwa di dalam
tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan menentukan proses
penuaan. Teori ini menyatakan bahwa menua itu telah terprogram
secara genetic untuk spesies tertentu. Setiap species di dalam inti
selnya memiliki suatu jam genetic atau jam biologis sendiri dan setiap
spesies mempunyai batas usia yang berbeda- beda yang telah diputar
menurut replikasi tertentu sehingga bila jenis ini berhenti berputar, ia
akan mati.
2) Teori mutasi somatik
Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi somatik akibat
pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam proses
transkipsi DNA atau RNA dan dalam proses translasi RNA protein
atau enzim. Kesalahan ini terjadi terus- menerus sehingga akhirnya
akan terjadi penurunan fungsi organ atau perubahan sel menjadi kanker
atau penyakit. Setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi, sebagai
contoh yang khas adalah mutasi sel kelamin sehingga terjadi
penurunan kemampuan fungsional sel (Suhana, 1994; Constantinides,
1994 )
b. Teori Non- genetik
1) Teori penurunan system imun (auto-immune theory)
Mutasi yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan
system imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi merusak
membran sel, akan menyebabkan system imun tidak mengenalinya
sehingga merusaknya. Hal inilah yang mendasari peningkatan penyakit
auto- imun pada lanjut usia (Goldstein, 1989).
2) Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory)
Teori radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam tubuh
karena adanya proses metabolisme atau proses metabolisme di dalam
mitokondria. Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul yang
tidak stabil karena mempunyai elektron yang tidak berpasangan
sehingga sangat reaktif mengikat atom atau molekul lain yang
menimbulkan berbagai kerusakan atau perubahan dalam tubuh.
Radikal bebas dianggap sebagai penyebab penting terjadinya
kerusakan fungsi sel. Radikal bebas yang terdapat di lingkungan
seperti asap kendaraan bermotor, asap rokok, zat pengawet makanan,
radiasi, sinar ultra violet yang mrengakibatkan terjadinya perubahan
pigmen dan kolagen pada proses menua.
3) Teori menua akibat metabolisme
Telah dibuktikan dalam berbagai macam percobaan hewan, bahwa
pengurangan asupan kalori ternyata bisa menghambat pertumbuhan
dan memperpanjang umur, sedangkan perubahan asupan kalori yang
menyebabkan kegemukan dapat memperpendek umur (Bahri dan Alen,
1989); Darmojo, 1999)
4) Teori rantai silang (cross link theory)
Teori ini menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh lemak, protein,
karbohidrat, dan asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi dengan zat
kimia dan radiasi, mengubah fungsi jaringan yang menyebabkan
perubahan pada membran plasma, yang mengakibatkan terjadinya
jaringan yang kaku, kurang elastis, dan hilangnya fungsi pada proses
menua.
5) Teori fisiologis
Teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik, Terdiri atas teori
oksidasi stres dan teori dipakai-aus (wear and tear theory). Disini
terjadi kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel tubuh lelah terpakai
(regenerasi jaringan dan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan eksternal)
2. Teori Sosiologis
a. Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
1) Ketentuannya akan mengikatnya pada penurunan jumlah kegiatan
secara langsung, teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang
sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan
social.
2) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap
stabil dari usia pertengahan ke lansia.
3) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut
usia.
b. Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia, Teori
ini merupakan gabungan dari teori diatas, pada teori ini menyatakan bahwa
perubahan yang terjadi pada seorang lansia sangat dipengaruhi oleh tipe
personality yang dimiliki.
c. Teori pembebasan (disengagement theory)
Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran
individu dengan individu lainnya, Teori ini menyatakan bahwa dengan
bertambahnya usia, seseorang secara berangsur- angsur mulai melepaskan
diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya,
keadaan ini menyebabkan interaksi sosial lansia menurun.
2. Lansia
a. Pengertian lansia
Lansia adalah seorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas (Depsos, 1999).
Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas
(Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999).
b. Penggolongan lansia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi
4 yaitu usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, lanjut usia (elderly) 60 -74
tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) diatas 90
tahun.
Menurut dokumen perkembangan lansia dalam kehidupan bangsa yang diterbitkan
oleh Departemen Sosial dalam rangka pencanangan hari lanjut usia nasional
tanggal 29 mei 1966 oleh presiden RI, batas umur lanjut usia adalah 60 tahun atau
lebih (Setiabudhi, 1999).
Dapat disimpulkan bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang yang telah
berumur 60 tahun ke atas.
c. Penyakit umum pada lanjut usia
Menurut The National Old People’s Council di Inggris, penyakit atau gangguan
umum pada lanjut usia ada 12 macam yaitu depresi mental, gangguan
pendengaran, bronkitis kronis, gangguan pada tungkai atau sikap berjalan,
gangguan pada koksa atau sendi panggul, anemia, gangguan penglihatan, ansietas
atau kecemasan, dekompensasi kordis, diabetes melitus, osteomalasia, dan
hipotiroidisme, gangguan defekasi, termasuk demensia.
C. Dukungan Keluarga
1. Pengertian dukungan keluarga
Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap
penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat
mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.
Dukungan keluarga sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan
lingkungan sosialnya tersebut bersifat reprokasitas (timbal balik) (Friedman, 1998).
2. Fungsi dukungan keluarga
Caplan (1976) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga memiliki
beberapa fungsi dukungan yaitu dukungan informasional, dukungan penilaian,
dukungan instrumental, dan dukungan emosional.
Dukungan informasional dalam keluarga memfungsikan keluarga berfungsi
sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang dunia.
Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan
mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan
munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan
aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah
nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.
Dukungan penilaian dalam keluarga menjadikan keluarga bertindak sebagai
sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah,
sebagai sumber dan validator identitas anggota keluarga diantaranya memberikan
support, penghargaan, perhatian.
Dukungan instrumental dalam suatu keluarga membuat keluarga dianggap
sebagai sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya: kesehatan
penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat, terhindarnya penderita
dari kelelahan.
Dukungan emosional dalam keluarga memiliki fungsi bahwa keluarga sebagai
tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu
penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi
dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian,
mendengarkan dan didengarkan.
3. Sumber dukungan keluarga
Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang
oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga
(dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang
bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan
bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan sosial
keluarga internal, seperti dukungan dari suami atau istri atau dukungan dari saudara
kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal (Friedman, 1998).
4. Manfaat dukungan keluarga
Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa
kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap
siklus kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan
sosial keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan
akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga
(Friedman, 1998).
Wills (1985) dalam Friedman (1998) menyimpulkan bahwa baik efek-efek
penyangga (dukungan sosial menahan efek-efek negatif dari stres terhadap kesehatan)
dan efek-efek utama (dukungan sosial secara langsung mempengaruhi akibat-akibat
dari kesehatan) pun ditemukan. Sesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari
dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi
bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti
berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit dan
dikalangan kaum tua, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi (Ryan dan Austin
dalam Friedman, 1998).
5. Faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga
Menurut Feiring dan Lewis (1984) dalam Friedman (1998), ada bukti kuat dari
hasil penelitian yang menyatakan bahwa keluarga besar dan keluarga kecil secara
kualitatif menggambarkan pengalaman-pengalaman perkembangan. Anak-anak yang
berasal dari keluarga kecil menerima lebih banyak perhatian daripada anak-anak dari
keluarga yang besar.
Selain itu, dukungan yang diberikan orangtua (khususnya ibu) juga
dipengaruhi oleh usia. Menurut Friedman (1998), ibu yang masih muda cenderung
untuk lebih tidak bisa merasakan atau mengenali kebutuhan anaknya dan juga lebih
egosentris dibandingkan ibu-ibu yang lebih tua.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga lainnya adalah kelas
sosial ekonomi orangtua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan
atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan. Dalam keluarga kelas menengah,
suatu hubungan yang lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam
keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang
tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan
keterlibatan yang lebih tinggi daripada orang tua dengan kelas sosial bawah.
D. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Demensia pada Lansia
Keluarga terdiri dari orang- orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah
dan ikatan adopsi. Para anggota keluarga biasanya hidup bersama- sama dalam satu
rumah tangga. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam
peran sosial keluarga. Di dalam sebuah keluarga terdiri dari anggota keluarga. Keluarga
inti terdiri dari ayah, ibu, dan anak- anak mereka, keluarga besar terdiri dari keluarga inti
dan orang- orang yang berhubungan (oleh darah), yang paling lazim menjadi anggota
keluarga yaitu salah satu teman keluarga inti, berikut ini termasuk “sanak keluarga” yaitu
tante, paman, sepupu termasuk juga kakek nenek atau lansia. Kebanyakan dari lansia
senang tinggal di tengah- tengah keluarga. Para lansia masih merasa bahwa kehidupan
mereka sudah lengkap yaitu sebagai seorang kakek dan nenek. Bagi lanjut usia keluarga
merupakan sumber kepuasan. Seorang lansia membutuhkan dukungan penuh dari
anggota keluarganya.
Dukungan keluarga yang diberikan untuk keluarga dengan lansia bermacammacam.
Dukungan informasional keluarga memfungsikan keluarga sebagai pemberi
nasihat, usulan, saran dan petunjuk serta pemberian informasi. Dukungan penilaian
dalam keluarga menjadikan keluarga sebagai pemberi suport, penghargaan dan perhatian,
dukungan emosional memfungsikan keluarga sebagai tempat yang aman dan nyaman
untuk istirahat, dan dukungan instrumental meletakkan keluarga sebagai sumber
pertolongan praktis dan konkrit.
Pada dasarnya klien lanjut usia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih dari
lingkungan termasuk keluarga. Keluarga harus senantiasa memberikan suasana aman,
tidak gaduh, dan membiarkan lansia untuk melakukan kegiatan dalam batas kemampuan
dan hobi yang dimilikinya. Keluarga juga harus dapat membangkitkan semangat dan
kreasi keluarga lanjut usia dalam mengurangi rasa putus asa, rasa rendah diri, rasa
keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik dan kelainan yang dideritanya
termasuk demensia atau pikun. Gejala klasik dari demensia adalah kehilangan memori
atau daya ingat yang terjadi secara bertahap sehingga mengganggu aktivitas kehidupan
sehari- hari. Tingkatan demensia yang biasa terjadi sebagai suatu stadium awal ditandai
dengan gejala disorientasi orang, waktu dan tempat, kehilangan inisiatif dan motivasi.
Stadium menengah atau tingkat demensia sedang ditandai dengan gejala sulit melakukan
aktivitas sehari- hari dan menunjukkan gejala mudah lupa terutama untuk kejadian yang
baru saja terjadi. dan gejala yang paling terlihat untuk penderita demensia atau pikun
adalah ketika ditandai dengan ketidakmandirian dan inaktif total, tidak mengenali lagi
anggota keluarganya, sukar memahami dan menilai peristiwa.
Berbagai hal masih dapat disiasati agar kehidupan lanjut usia dengan demensia
tetap berjalan dengan baik. Dimulai dari keluarga terlebih dahulu. Keluarga diharapkan
selalu aktif dalam memberikan dukungan dan motivasi. Selalu aktif dalam memberikan
perawatan agar lanjut usia dapat tetap melakukan aktivitas sehari- hari secara mandiri
dengan aman. Berusaha untuk tetap tenang dan sabar menghadapi lanjut usia,
mencurahkan kasih sayang dan berusaha memahami apa yang dirasakan lanjut usia.
Dimulai dengan membuat catatan detail aktivitas sehari- hari, meletakkan barang selalu
pada tempatnya, dan memberikan petunjuk penggunaan pada setiap barang. Perlakukan
lanjut usia dengan demensia sebagaimana ketika usia lanjut tidak mengalami masalah
kesehatan. Bantu mereka dalam melakukan aktivitas sehari- hari yang lambat laun akan
mengalami penurunan. Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu
lansia tetap memiliki orientasi, Letakkan kalender yang besar, cahaya yang terang, jam
dinding dengan angka- angka yang besar atau radio juga bisa membantu lansia tetap
memiliki orientasi.
E. Kerangka Teori
Skema 2.1
Sumber : (Friedman,1998 ; Nugroho, 1998 )
F. Kerangka Konsep
Variabel independen Variabel dependen
Faktor- faktor yang
mempengaruhi demensia
:
1. Umur
2. Genetik atau
keturunan
3. Jenis kelamin
4. Pendidikan
5. Keluarga dengan
sindrom Down
6. Fertilitas yang
kurang
7. Kandungan
alumunium pada air
minum
8. Defisiensi kalsium
Tingkat demensia pada
lansia
Dukungan keluarga :
1. Dukungan informasional
2. Dukungan penilaian
3. Dukungan instrumental
4. Dukungan emosional
Dukungan keluarga
1. Dukungan informasional
2. Dukungan penilaian
3. Dukungan instrumental
4. Dukungan emosional
Tingkat demensia pada
lansia
1. Demensia ringan
2. Demensia sedang
3. Demensia berat
G. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini terbagi menjadi 2 yaitu :
1. Variabel independen (bebas)
Variabel independen dalam penelitian ini adalah dukungan keluarga
2. Variabel dependen (terikat)
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat demensia pada lansia
H. Hipotesis
Ha : Ada hubungan dukungan keluarga dengan tingkat demensia pada
lansia di Kelurahan Ngijo Gunungpati Semarang.

Anda mungkin juga menyukai