Anda di halaman 1dari 20

SCABIES

dr. Ulil Amri L. Hamzah

Stase Puskesmas Padongko

18 maret-14 juli 2018

PELAKSANAAN INTERNSHIP ANGKATAN 2017

WAHANA RSUD BARRU DAN PUSKESMAS PADONGKO

2017-2018

1
SCABIES

PENDAHULUAN

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap tungau Sarcoptes scabiei var, hominis. Sarcoptes scabiei ini dapat
ditemukan di dalam terowongan lapisan tanduk kulit pada tempat-tempat predileksi.
Wabah skabies pernah terjadi pada zaman penjajahan Jepang (1942-1945), kemudian
menghilang dan timbul lagi pada tahun 1965. Hingga kini, penyakit tersebut tidak
kunjung reda dan insidensnya tetap tinggi. pengetahuan dasar tentang penyakit ini
diletakkan oleh Von Hebra, bapak dermatologi modern. Penyebabnya ditemukan
pertama kali oleh Benomo pada tahun 1667, kemudian oleh Mellanby dilakukan
percobaan induksi pada sukarelawan selama perang dunia II.
Skabies menduduki peringkat ke-7 dari sepuluh besar penyakit utama di
puskesmas dan menempati urutan ke-3 dari 12 penyakit kulit tersering di Indonesia.
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor
yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain keadaan sosial ekonomi
yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas,
kesalahan diagnosis dan perkembangan dermografik seperti keadaan penduduk dan
ekologik. Penyakit ini juga dapat dimasukkan dalam Infeksi Menular Seksual (IMS).

2
Penyakit Scabies

Definisi Skabies

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap tungau Sarcoptes scabiei var, hominis. Sarcoptes scabiei ini dapat
ditemukan di dalam terowongan lapisan tanduk kulit pada tempat-tempat predileksi.
Epidemiologi
Diperkirakan bahwa terdapat lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia
terjangkit tungau scabies. Studi epidemiologi memperlihatkan bahwa prevalensi
skabies cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja dan tidak dipengaruhi oleh
jenis kelamin, ras, umur, ataupun kondisi sosial ekonomi. Faktor primer yang
berkontribusi adalah kemiskinan dan kondisi hidup di daerah yang padat, sehingga
penyakit ini lebih sering di daerah perkotaan.
Terdapat bukti menunjukkan insiden kejadian berpengaruh terhadap musim
dimana kasus skabies lebih banyak didiagnosis pada musim dingin dibanding musim
panas. Insiden skabies semakin meningkat sejak dua dekade ini dan telah
memberikan pengaruh besar terhadap wabah di rumah sakit, penjara, panti asuhan,
dan panti jompo.
Insiden skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang
sampai saat ini belum dapat dijelaskan, termasuk Indonesia yang masih cukup tinggi,
terendah di Sulawesi Utara dan tertinggi di Jawa Barat. Penelitian skabies di Rumah
Sakit dr. Sutomo Surabaya oleh Amiruddin, dkk menemukan insiden penderita
skabies selama 1983 – 1984 adalah 2,7%. Penelitian di RSUD Dadi Ujung Pandang
oleh Abu A, mendapatkan insiden skabies 0,67% (1987 - 1988).
Etiologi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiei var, hominis dan produknya. Sarcoptes scabiei termasuk
filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, super famili Sarcoptes. Pada

3
manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Selain itu terdapat Sarcoptes scabiei
yang lain, misalnya pada kambing dan babi.

Gambar 1. Sarcoptes Scabiei


Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya
cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini berwarna putih kotor, dan tidak
bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350
mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200
mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai
alat untuk melekat dan 2 pasang kaki dibelakang kedua pada betina berakhir dengan
rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut
dan keempat berakhir dengan alat perekat.
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang
terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup dalam
terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali
terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan
sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50.
Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan
menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3
pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar.
Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan

4
betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk
dewasa memerlukan waktu antara 8–12 hari.
Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3–4 hari, kemudian larva
meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva
berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau skabies betina
membuat liang di dalam epidermis, dan meletakkan telur-telurnya di dalam liang
yang di tinggalkannya, sedangkan tungau skabies jantan hanya mempunyai satu tugas
dalam kehidupannya yaitu kawin dengan tungau betina setelah melaksanakan tugas
mereka masing-masing mereka akan mati.
Patogenesis
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga
oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi
terhadap sekreta dan ekskreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan
setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemukannnya papul, vesikel, urtika dan lain-lain dengan garukan dapat timbul erosi,
ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.
Tungau skabies betina membuat liang di dalam epidermis, dan meletakkan
telur-telurnya di dalam liang yang ditinggalkannya. Tungau skabies jantan hanya
mempunyai satu tugas dalam kehidupannya, dan sesudah kawin dengan tungau betina
serta pelaksanaan tugasnya selesai, mereka mati. Mulanya hospes (inang) tidak
menyadari adanya aktivitas penggalian terowongan dalam epidermis, tetapi setelah 4-
6 minggu terjadi reaksi hipersensitivitas terhadap tungau atau bahan-bahan yang
dikeluarkannya, dan mulailah timbul rasa gatal. Adanya periode asimtomatis
bermanfaat sekali bagi parasit ini, karena dengan demikian mereka mempunyai waktu
untuk membangun dirinya sebelum hospes membuat respons imunitas. Setelahnya,
hidup mereka menjadi penuh bahaya karena terowongannya digaruk dan tungau-
tungau serta telur mereka akan hancur. Dengan cara ini hospes mengendalikan
populasi tungau, dan pada kebanyakan penderita skabies, rata-rata jumlah tungau
betina dewasa pada kulitnya tidak lebih dari selusin.

5
Gambar 2. Siklus hidup Sarcoptes Scabiei
Tungau hidup di dalam terowongan di tempat predileksi, yaitu jari tangan,
pergelangan tangan bagian ventral, siku bagian luar, lipatan ketiak bagian depan,
umbilikus, gluteus, ekstremitas, genitalia eksterna pada laki-laki dan aerola mammae
pada perempuan. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki. Pada
tempat predileksi dapat ditemukan terowongan berwarna putih abu-abu dengan
panjang yang bervariasi, rata-rata 1 mm, berbentuk lurus atau berkelok-kelok.
Terowongan ditemukan bila terdapat infeksi sekunder. Di ujung terowongan dapat
ditemukan vesikel atau papul kecil. Terowongan umumnya ditemukan pada penderita
kulit putih dan sangat jarang ditemukan pada penderita di Indonesia karena umumnya
penderita datang pada stadium lanjut sehingga sudah terjadi infeksi sekunder.
Gejala Klinik
Ada 4 tanda kardinal :
1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.

6
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam
sebuah perkampungan yang padat penduduknya, serta kehidupan di pondok
pesantren, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau
tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya
terkena, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai
pembawa (carrier).
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang bewarna
putih keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang satu
cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul
infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-
lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum
korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku
bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aerola mammae (wanita), umbilikus,
bokong, genetalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat
menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik dapat ditemukan
satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut.

Gambar 3 : Sarcoptes scabiei pada kulit dibagian pergelangan tangan

7
Gambar 4 : Regio dorsum manus dan palmar manus, papula tersebar disela-sela jari
dan sepanjang pinggir jari.

Klasifikasi
Adapun beberapa bentuk khusus /variasi skabies antara lain adalah:
1. Skabies in cognito
Adalah akibat pengobatan skabies dengan menggunakan kortikosteroid
topikal atau sistemik. Pemberian obat ini hanya dapat memperbaiki gejala
klinik (rasa gatal) tapi penyakitnya tetap ada dan menular. Sebaliknya,
pengobatan dengan steroid topikal yang lama dapat pula menyebabkan lesi
bertambah hebat. Hal ini mungkin disebabkan oleh penurunan respon imun
seluler pada pemakaian kortikosteroid yang lama.
2. Skabies pada orang bersih (scabies in the clean)
Jenis ini cenderung meningkat seiring dengan makin maraknya bisnis
prostitusi. Walaupun transaksi seks berlangsung di tempat yang relatif bersih
namun individu dari lapisan atas tetap dapat tertular. Diagnosis seringkali
salah karena kita sering terkecoh dengan status sosial dan pada pemeriksaan
terowongan tidak ditemukan. Tipe ini sering ditemukan bersamaan dengan
penyakit menular seksual lainnya seperti: gonore, sifilis dan pedikulosis pubis.
Skabies yang terdapat pada orang yang tingkat kebersihannya cukup bisa
salah diagnosis. Ditandai dengan gejala minimal dan sukar ditemukan
terowongan. Kutu biasanya menghilang akibat mandi secara teratur.

8
3. Skabies noduler (Nodular scabies)
Tipe skabies ini sering dilaporkan dari Eropa suatu bentuk hipersensitifitas
terhadap tungau skabies, dimana pada lesi tidak ditemukan Sarcoptes scabiei.
Lesi berupa nodul coklat kemerahan yang gatal pada daerah tertutup, terutama
pada genitalia pria, inguinal dan aksila. Tungau tidak ditemukan pada nodul.
Nodul terjadi akibat reaksi hipersensitifitas. Nodul dapat bertahan beberapa
bulan hingga beberapa tahun walaupun telah diberikan obat anti skabies.
4. Skabies pada bayi dan anak kecil
Bisanya didapatkan pada bayi yang diadopsi dari orang tua yang tidak
mampu. Gambaran klinis tidak khas dan terdapat pada daerah yang tidak
biasanya yakni pada kepala, leher, telapak kaki. Terowongan sulit ditemukan
namun vesikel lebih banyak. Sering terjadi infeksi sekunder sehingga
gambaran klinik berubah menjadi impetigo bulosa disertai krusta hebat. Lesi
skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala,
leher, telapak tangan, telapak kaki dan sering terjadi infeksi sekunder berupa
impetigo, ektima sehingga terowongan jarang di temukan pada bayi, lesi
terdapat di muka.
5. Skabies yang ditularkan oleh hewan (Animal transmited scabies)
Sarcoptes scbiei varian canis dapat menyerang manusia yang pekerjaaannya
berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnya peternak dan gembala.
Gejala ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi terutama
terdapat pada tempat-tempat kontak. Skabies jenis ini tidak menimbulkan
masalah serius pada manusia karena tungau ini bersifat relatif host spesifik.
Infestasinya biasanya bersifat self limiting. Masa lebih tunas lebih pendek dan
dapat sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi yang bersih.
6. Skabies terbaring di tempat tidur (Bed ridden)
Penderita penyakit kronik dan orang tua yang terpaksa harus terbaring di
tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.
7. Skabies krustosa (Norwegian scabies=Crustes scabies=Skabies keratotik)

9
Crustes scabies yang juga dikenal sebagai Norwegian scabies karena pertama
kali dideskripsikan pada pasien lepra di Norway pada tahun 1848. Pada
skabies umumnya tungau yang ditemukan relatif hanya sedikit, hal ini karena
terjadinya penghancuran secara mekanis dengan proses menggaruk,
membersihkan badan secara teratur, dan respon imun seluler yang baik, tetapi
pada skabies krustosa respon penderita terhadap tungau berubah, terjadi
ketidakmampuan penderita untuk menggaruk karena tidak adanya rasa gatal,
mobilitas yang terbatas dan imunitas yang terganggu, sehingga
memungkinkan tungau untuk berkembang biak.
Sering terdapat pada orang tua dan orang yang menderita retadasi mental
(down syndrome), sensasi kulit yang rendah (lepra, syringomelia dan tabes
dorsalis), penderita penyakit sistemik yang berat (leukimia dan diabetes),
penderita imunosupresif (misalnya pada penderita AIDS atau setelah
pengobatan glukokortikosteroid atau sititoksik jangka panjang) dan malnutrisi.
Pada beberapa kasus dapat dijumpai pembesaran kelenjar limfe dan
eosinofilia.
Tipe ini jarang terjadi namun bila ditemui kasus ini, dan terjadi keterlambatan
diagnosis atau tidak diisolasi secara adekuat maka kondisi ini akan sangat
menular, biasanya akan menjadi wabah pada pasien dan petugas rumah sakit
serta keluarga di rumah. Jumlah tungau yang terdapat didalam lesi dapat
mencapai 2 juta pada seorang pasien. Skabies jenis ini ditandai dengan lesi
yang luas, eritema dengan krusta yang tebal disertai daerah hiperkeratotik
pada kulit kepala, telinga, siku, lutut, telapak tangan dan kaki, serta bokong
dapat disertai distrofi kuku dan menjadi generalisata. Krusta ini melindungi
Sarcoptes scabiei dibawahnya. Bentuk ini mudah menular karena populasi
Sarcoptes scabiei sangat tinggi dan rasa gatal tidak menonjol. Bentuk ini
sering salah diagnosis, bahkan kadang-kadang diagnosisnya baru dapat
ditegakkan setelah penderita menularkan penyakitnya ke orang banyak. Bila
dicurigai maka diagnosis skabies krustosa dapat dengan mudah ditegakkan

10
karena preparat minyak mineral atau larutan KOH dari krusta atau kerokan
kulit menunjukkan tungau dalam jumlah banyak.
8. Skabies dan Aquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)
Ditemukan skabies atipik dan pada seorang penderita mungkin dikemudian
hari, skabies atipik dapat dimasukkan dalam salah satu gejala infeksi
oportunistik AIDS.
9. Skabies dishidrosiform
Jenis ini ditandai oleh lesi berupa kelompok vesikel dan pustula pada tangan
dan kaki yang sering berulang dan selalu sembuh dengan obat anti skabies
topikal. Tidak dapat ditemukan tungau pada lesi dan dapat sembuh sendiri
secara bertahap dalam beberapa bulan sampai lebih dari satu tahun. Skabies
jenis ini umumnya ditemukan pada anak-anak yang diadopsi di negara-negara
Asia.
10. Skabies yang disertai penyakit menular seksual lain.
Skabies sering dijumpai bersama penyakit menular seks lain seperti: gonore,
sifilis pedikulosis pubis, herpes genitalis dan lain-lain. Apabila ada skabies di
daerah genital perlu dicari kemungkinan penyakit menular seksual yang lain,
dimulai dengan pemeriksaan biakan untuk gonore dan pemeriksaan serologi
untuk sifilis. Gonore asimptomatik seringkali ditemukan pada wanita dengan
skabies, sedangkan ulkus sifilis kadang-kadang ditemukan pada lesi skabies
(chancre galeuse).
Cara Penularan
Penyakit scabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak tak
langsung. Yang paling sering adalah kontak langsung dan erat atau dapat pula melalui
alat-alat seperti tempat tidur, handuk, dan pakaian. Bahkan penyakit ini dapat pula
ditularkan melalui hubungan seksual antara penderita dengan orang yang sehat. Di
Amerika Serikat dilaporkan, bahwa scabies dapat ditularkan melalui hubungan
seksual meskipun bukan merupakan akibat utama. Penyakit ini sangat erat kaitannya
dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan, atau apabila banyak orang yang

11
tinggal secara bersama-sama disatu tempat yang relative sempit. Apabila tingkat
kesadaran yang dimiliki oleh banyak kalangan masyarakat masih cukup rendah,
derajat keterlibatan penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih
kurang, kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan
terutama masalah penyediaan air bersih, serta kegagalanpelaksanaan program
kesehatan yang masih sering kita jumpai, akan menambah panjang permasalahan
kesehatan lingkungan yang telah ada.
Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur
yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan fasilitas
asrama dan pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai oleh
masyarakat luas. Di Jerman terjadi peningkatan insidensi, sebagai akibat kontak
langsung maupun tak langsung seperti tidur bersama. Faktor lainnya fasilitas umum
yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan padat penduduk. Dibeberapa
sekolah didapatkan kasus pruritus selama beberapa bulan yang sebagian dari mereka
telah mendapatkan pengobatan skabisid.

Diagnosis
Diagnosis pasti hanya dapat ditentukan dengan ditemukannya tungau atau
telurnya pada pemeriksaan mikroskopis. Untuk melakukan hal tersebut, terowongan
harus ditemukan, dan hal ini biasanya perlu sedikit keahlian. Carilah dengan cermat,
dengan pencahayaan yang baik, di tangan dan kaki. Kaca pembesar mungkin bisa
sedikit membantu, tetapi rabun jauh adalah suatu keuntungan. Apabila sebuah
terowongan atau yang diduga terowongan dapat diidentifikasi, lakukan kerokan
dengan hati-hati pada kulit dengan menggunakan bagian tepi skalpel untuk
melakukan hal ini dermatolog kadang-kadang menggunakan skalpel tumpul yang
dikenal sebagai skalpel pisang. Hasil kerokan tersebut diletakkan di atas kaca
mikroskop, diberi beberapa tetes kalium hidroksida 10%, tutupi dengan kaca penutup,
kemudian lihat di bawah mikroskop. Ditemukannya tungau, telur, atau bahkan hanya
cangkang telur, sudah dapat memastikan diagnosis. Jangan berusaha untuk

12
melakukan kerokan pada lesi yang terdapat pada penis, dapat dipahami kalau
mendekatkan skalpel pada daerah ini akan menimbulkan ketakutan, di samping pada
kebanyakan kasus jarang yang bisa berhasil menemukan tungau.
Teknik lainnya yang dapat digunakan adalah dengan apa yang dikenal sebagai
teknik ‘winkle-picker’. Bila vesikel pada ujung terowongan dibuka dengan jarum,
ujung jarum dengan hati-hati digerakkan berputar dalam vesikel tersebut, sehingga
tungau sering bisa terangkat pada ujung jarum dengan gerakan teatrikal.
Cara menemukan tungau :
1. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat papul atau
vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan di atas sebuah kaca obyek, lalu
ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dengan mikroskop cahaya.
2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar kertas
putih dan dilihat dengan kaca pembesar.
3. Dengan membuat biopsi irisan dengan cara lesi dijepit dengan dua jari
kemudian irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop cahaya.
4. Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan H.E.

Penatalaksanaan
Terdapat beberapa terapi untuk skabies yang memiliki tingkat efektifitas yang
bervariasi. Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan yang antara lain umur
pasien, biaya pengobatan, berat derajat erupsi, dan faktor kegagalan terapi yang
pernah diberikan sebelumnya.
Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan
tubuh kecuali area wajah dan kulit kepala,dan lebih difokuskan di daerah sela-sela
jari, inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga. Pada
pasien anak dan skabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus dioleskan
skabisid topikal. Pasien harus diinformasikan bahwa walaupun telah diberikan terapi
skabisidal yang adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap menetap hingga 4
minggu. Jika tidak diberikan penjelasan, pasien akan beranggapan bahwa pengobatan

13
yang diberikan tidak berhasil dan kemudian akan menggunakan obat anti skabies
secara berlebihan. Steroid topikal, anti histamin maupun steroid sistemik jangka
pendek dapat diberikan untuk menghilangkan ruam dan gatal pada pasien yang tidak
membaik setelah pemberian terapi skabisid yang lengkap.
a. Penatalaksanaan secara umum
Edukasi pada pasien skabies:
1. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
2. Pengobatan meliputi seluruh bagian dari kulit tanpa terkecuali baik yang yang
terkena oleh skabies ataupun bagian kulit yang tidak terkena.
3. Pengobatan yang diberikan dioleskan di kulit dan sebaiknya dilakukan pada
malam hari sebelum tidur.
4. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
5. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan teratur dan
bila perlu direndam dengan air panas.
6. Jangan ulangi penggunaan skabisid yang berlebihan dalam seminggu
walaupun rasa gatal yang mungkin masih timbul selama beberapa hari.
7. Setiap orang yang tinggal dalam satu rumah sebaiknya mendapatkan
penanganan di waktu yang sama.
8. Melapor ke dokter anda setelah satu minggu.
b. Penatalaksanaan secara khusus
Ada banyak cara pengobatan secara khusus pada pengobatan skabies dapat
berupa topikal maupun oral antara lain :
1. Permethrin
Permethrin merupakan sintesa dari pyrethtoid, sifat skabisidnya sangat baik
obat ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan skabies karena efek
toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan kecenderungan keracunan
akibat salah dalam penggunaannya sangat kecil. Hal ini disebabkan karena
hanya sedikit yang terabsorbsi dan cepat dimetabolisme di kulit dan
dieksresikan di urin. Tersedia dalam bentuk krim 5 % dosis tunggal digunakan

14
selama 8-12 jam, digunakan malam hari sekali dalam 1 minggu selama 2
minggu, apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua
setelah 1 minggu. Permethrin tidak dapat diberikan pada bayi yang kurang
dari 2 bulan, wanita hamil, dan ibu menyusui. Efek samping jarang ditemukan
berupa rasa terbakar, perih, dan gatal. Beberapa studi menunjukkan tingkat
keberhasilan permetrin lebih tinggi dari lindane dan crotamiton.
Kelemahannya merupakan obat topikal yang mahal.
2. Presipitat Sulfur 2-10%
Presipitat sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak
25 M. Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%) dan
umumnya salep konsentrasi 6% lebih disukai. Cara aplikasi salep sangat
sederhana, yakni mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh
selama 24 jam tiga hari berturut-turut. Keuntungan penggunaan obat ini
adalah harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-satunya pilihan di
negara yang membutuhkan terapi massal.
Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hidrogen
sulfida dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germisid dan fungisid.
Secara umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita
hamil dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian
pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai pakaian dan kadang-
kadang menimbulkan iritasi.
3. Benzyl benzoate
Benzyl benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang
merupakan bahan sintesis balsam peru. Benzyl benzoate bersifat neurotoksik
pada tungau skabies. Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak
24 jam dan pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi
menjadi 12,5%. Benzyl benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik
dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima. Efek samping dari benzyl
benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan skrotum,

15
karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara
berlebihan. Penggunaan berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi
ini dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi dan anak-anak
kurang dari 2 tahun. Tapi benzyl benzoate lebih efektif dalam pengelolaan
resistant crusted scabies. Di negara-negara berkembang dimana sumber daya
yang terbatas, benzyl benzoate digunakan dalam pengelolaan skabies sebagai
alternatif yang lebih murah.
4. Lindane (Gamma benzene heksaklorida)
Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah sebuah
insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat tungau. Lindane diserap
masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir kemudian
keseluruh bagian tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang
kaya lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian
tungau, lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses.16
Lindane tersedia dalam bentuk krim, losion, gel, tidak berbau dan tidak
berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh
dari leher ke bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau losion.
Setelah pemakaian dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1
minggu. Hal ini untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak
musnah oleh pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan
penggunaan lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak
mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan konsentrasi
lain selain 1%.
Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas sistem saraf pusat,
kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi.
Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala,
mual, pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari
kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa

16
bukti menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis
kelainan darah seperti anemia aplastik, trombositopenia, dan pansitopenia.
5. Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toluidine)
Crotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau
losion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%. Hasil terbaik
telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari selama lima hari berturut-
turut setelah mandi dan mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2
malam, kemudian dicuci setelah aplikasi kedua. Efek samping yang
ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan jangka panjang.
Beberapa ahli beranggapan bahwa krim ini tidak direkomendasikan terhadap
skabies karena kurangnya efikasi dan data penunjang tentang tingkat
keracunan terhadap obat tersebut. Crotamiton 10% dalam krim atau losion,
tidak mempunyai efek sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi
dan anak kecil.
6. Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh Streptomyces
avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip antibiotik makrolid, namun
tidak mempunyai aktifitas sebagai antibiotik, diketahui aktif melawan ekto
dan endo parasit. Digunakan secara meluas pada pengobatan hewan, pada
mamalia, pada manusia digunakan untuk pengobatan penyakit filaria terutama
oncocerciasis. Diberikan secara oral, dosis tunggal, 200 ug/kgBB dan
dilaporkan efektif untuk skabies. Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun.
Juga dilaporkan secara khusus tentang formulasi ivermectin topikal efektif
untuk mengobati skabies. Efek samping yang sering adalah kontak dermatitis
dan toxicepidermal necrolysis.
7. Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus ditambahkan 2-3
bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.
8. Malathion

17
Malathion 0,5% adalah dengan dasar air digunakan selama 24 jam, pemberian
berikutnya beberapa hari kemudian Namun saat ini tidak lagi
direkomendasikan karena berpotensi memberikan efek samping yang sangat
tinggi.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari penyakit skabies antara lain:
1. Insect bite (gigitan serangga) :
Karakteristik lesi berupa urtikaria papul eritematous 1-4 mm berkelompok dan
tersebar di seluruh tubuh, sedangkan tungau skabies lebih suka memilih area
tertentu yaitu menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus.

Pada umumnya popular urtikaria terjadi akibat gigitan dan sengatan serangga
tetapi area lesinya hanya terbatas pada daerah gigitan dan sengatan serangga
saja sedangkan skabies ditemukan lesi berupa terowongan yang tipis dan kecil
seperti benang berwarna putih abu-abu, pada ujung terowongan ditemukan
papul atau vesikel.
Gigitan serangga biasanya hanya mengenai satu anggota keluarga saja,
sedangkan skabies menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam
sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga.

Gambar 5. Tampak gigitan serangga berupa bulla

18
2. Folikulitis
Merupakan peradangan folikel rambut yang disebabkan oleh bakteri
Stafilokokus berupa makula eritem disertai papul atau pustul yang ditembus
oleh rambut. Berbeda dengan skabies, folikulitis memiliki rasa gatal dan rasa
terbakar pada daerah rambut. Kadang-kadang penyakit ini ditimbulkan oleh
discharge (sekret) dari luka dan abses. Kemudian, lesi folikulitis muncul pada
daerah yang ditumbuhi oleh rambut, sedangkan pada skabies menghindari
area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus.

Gambar 6. Tampak folikulitis pada kulit

3. Prurigo nodularis
Merupakan tanda klinik yang kronis yaitu nodul yang gatal dan secara
histologi ditandai adanya hiperkeratosis dan akantosis hingga ke bawah
epidermis. Sedangkan pada skabies ditemukan Sarcoptes scabiei di bagian
teratas epidermis yang mengalami akantosis. Pada prurigo, penyebabnya
belum diketahui. Namun dalam beberapa kasus, faktor stress emosional
menjadi salah satu pemicu sehingga sulit untuk ditentukan apakah ini adalah
penyebab atau akibat dari prurigo sedangkan pada skabies disebabkan oleh
adanya tungau Sarcoptes scabiei melalui pewarnaan Hematoksilin-Eosin
(H.E).13,16

19
Gambar 7. Tampak prurigo nodularis di daerah lengan
Komplikasi
Bila skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, erupsi dapat
berbentuk impetigo, ektima, selulitis, limfangitis, folikulitis, dan furunkel. Infeksi
bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang skabies dapat menimbulkan
komplikasi pada ginjal, yaitu glomerulonefritis. Dermatitis iritan dapat timbul karena
penggunaan preparat antiskabies yang berlebihan, baik pada terapi awal atau dari
pemakaian yang terlalu sering. Salep sulfur, dengan kadar 15% dapat menyebabkan
dermatitis bila digunakan terus-menerus selama beberapa hari pada kulit yang tipis.
Benzil benzoat juga dapat menyebabkan iritasi bila digunakan 2 kali sehari selama
beberapa hari, terutama disekitar genitalia pria. Gamma benzene heksaklorida sudah
diketahui menyebabkan dermatitis iritan bila digunakan secara berlebihan. Kadang-
kadang dapat ditimbulkan infeksi sekunder sistemik, yang memberatkan perjalanan
penyakit. Stafilokok dan Streptokok yang berada dalam lesi skabies dapat
menyebabkan pielonefritis, abses internal, pneumonia piogenik dan septikemia.
Prognosis
Oleh karena manusia merupakan pejamu (hospes) definitif Sarcoptes scabiei,
maka apabila skabies tidak diobati dengan sempurna, Sarcoptes scabiei akan tetap
hidup dan tumbuh pada manusia. Dengan memperhatikan pemilihan dan cara
pemakaian obat, serta syarat pengobatan, dan menghilangkan faktor predisposisi,
penyakit ini dapat diberantas dan memberi prognosis yang baik

20

Anda mungkin juga menyukai