Anda di halaman 1dari 36

Referat

PSIKIATRI FORENSIK

Disusun Oleh:
Dokter Muda Stase Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
Periode 17 September – 22 Oktober 2018

Ha Sakinah Se, S.Ked 04054821719029


Fahmi Nur Swandi, S.Ked 04054821719032
Shepty Ira Luthfia, S.Ked 04054821719136

Pembimbing:
dr. Abdullah Sahab, SpKJ, MARS

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT ERNALDI BAHAR PALEMBANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Judul

Psikiatri Forensik

Oleh:

Ha Sakinah Se, S.Ked 04054821719029


Fahmi Nur Swandi, S.Ked 04054821719032
Shepty Ira Luthfia, S.Ked 04054821719136

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Periode Periode 17 September – 22 Oktober 2018.

Palembang, 7 Oktober 2018


Pembimbing,

dr. Abdullah Sahab, SpKJ, MARS

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan sukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Psikiatri
Forensik” untuk memenuhi tugas ilmiah yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Umum Moh. Hoesin
Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Abdullah Sahab, SpKJ, MARS selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan ajaran dan masukan sehingga tugas ilmiah ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas ilmiah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikian lah penulisan tugas ilmiah
ini, semoga bermanfaat.

Palembang, 7 Oktober 2018

Tim Penulis

iii
36.1 Psikiatri Forensik
Kata forensik berarti milik pengadilan hukum, dan pada waktu tertentu, psikiatri
dan hukum bertemu. Psikiatri forensik mencakup beragam topik yang melibatkan
tugas profesional, etika, dan hukum bagi psikiater untuk memberikan perawatan
yang kompeten kepada pasien; hak-hak pasien untuk menentukan nasib sendiri
untuk menerima atau menolak pengobatan; keputusan pengadilan, arahan legislatif,
badan pengatur pemerintah, dan dewan lisensi; dan evaluasi terhadap mereka yang
dituduh melakukan kejahatan untuk menentukan kesalahan dan kemampuan
mereka untuk diadili. Akhirnya, kode etik dan pedoman praktik organisasi
profesional dan kepatuhan mereka juga masuk dalam bidang psikiatri forensik.

MALPRAKTIK KEDOKTERAN
Malpraktik kedokteran adalah suatu kerugian, atau kesalahan sipil. Malpraktik
merupakan suatu kesalahan nonkriminal dan nonkontrak, akibat kelalaian dokter.
Secara sederhana, kelalaian berarti melakukan sesuatu yang seharusnya tidak
dilakukan oleh seorang dokter yang bertugas merawat pasien atau gagal melakukan
sesuatu yang seharusnya dilakukan seperti yang ditentukan oleh praktik medis
terkini. Biasanya, standar perawatan di dalam kasus malpraktik ditetapkan oleh
saksi ahli. Standar perawatan juga ditentukan melalui referensi pada artikel di jurnal,
buku ajar profesional dan risalat, panduan praktik profesional, dan praktik etis yang
disebarkan oleh organisasi profesi.
Untuk membuktikan malpraktik, penggugat (misalnya, pasien, keluarga, atau harta
benda) harus ditetapkan melalui bukti yang lebih banyak bahwa (1) terdapat
hubungan dokter-pasien yang menciptakan kewajiban perawatan. (2) terdapat
penyimpangan dari standar perawatan, (3) pasien cedera, dan (4) penyimpangan
secara langsung menyebabkan cedera.
Unsur klaim malpraktik ini kadang-kadang disebut 4 D yaitu: tugas (duty),
penyimpangan (deviation), cedera (damage), penyebab langsung (direct causation).
Masing-masing dari keempat klaim malpraktik harus ada atau tidak akan ada
tanggung jawab. Contohnya, seorang psikiater yang kelalaiannya merupakan

1
penyebab langsung dari cedera orang lain (fisik, psikologis, atau keduanya) bukan
malpraktik jika tidak ada hubungan dokter-pasien yang menciptakan kewajiban
perawatan. Psikiater lebih kecil kemungkinannya ber- hasil dituntut jika mereka
memberikan nasihat pengabaian yang membahayakan penelepon pada suatu
program radio, terutama jika surat keberatan diberikan pada penelepon tanpa
terciptanya hubungan dokter-pasien. Tidak ada klaim malpraktik yang dapat
diajukan terhadap psikiater jika keadaan pasien yang memburuk tidak terkait
dengan perawatan yang lalai. Tidak setiap hasil buruk adalah akibat dari kelalaian.
Psikiater tidak dapat menjamin diagnosis dan terapi selalu benar. Ketika psikiater
memberikan perawatan, kesalahan dapat dibuat tanpa harus mendatangkan
tanggung jawab. Sebagian besar kasus psikiatri cukup rumit. Psikiater melakukan
penilaian saat memilih terapi tertentu di antara banyaknya pilihan yang ada. Menilik
ke belakang, keputusan mungkin terbukti salah tetapi tidak menjadi penyimpangan
di dalam standar perawatan.
Di samping gugatan kelalaian, psikiater dapat dituntut untuk kesalahan pemukulan,
penyiksaan, pemenjaraan yang salah, penistaan, penipuan atau salah dalam
menjelaskan, pelanggaran privasi, dan pencetusan penderitaan emosional yang
disengaja. Di dalam kesalahan yang disengaja, pelaku dimotivasi oleh niat untuk
mencederai orang lain atau menyadari atau seharusnya menyadari bahwa cedera
seperti itu mungkin terjadi akibat tindakannya. Contohnya, memberitahu pasien
bahwa berhubungan intim dengan ahli terapi merupakan bagian dari terapi adalah
penipuan. Sebagian besar kebijakan malpraktik tidak memberi cakupan untuk
kesalahan yang disengaja.

Pemberian Resep yang Lalai


Pemberian resep yang lalai biasanya termasuk melebihi dosis yang dianjurkan dan
kemudian gagal menyesuaikan tingkat obat dengan tingkat terapeutik,
pencampuran obat yang tidak masuk akal, meresepkan obat yang tidak
diindikasikan, meresepkan terlalu banyak obat pada satu waktu, dan gagal untuk
mengungkapkan efek obat. Pasien lansia sering mengambil berbagai obat yang
diresepkan oleh dokter yang berbeda. Obat psikotropik ganda harus diresepkan

2
dengan perawatan khusus karena kemungkinan interaksi dan efek merugikan yang
berbahaya.
Psikiater yang meresepkan obat harus menjelaskan diagnosis, risiko, dan manfaat
obat (Tabel 36.1-1). Mendapatkan formulir persetujuan tindakan medis yang
kompeten bisa menjadi masalah jika kapasitas kognitif seorang pasien psikiatris
telah berkurang karena penyakit mental atau gangguan otak kronis; pembuat
keputusan perawatan kesehatan pengganti mungkin perlu memberikan persetujuan.

Table 36.1-1
Formulir Persetujuan Tindakan Medis: Informasi yang Wajar untuk Diungkapkan
Walaupun belum ada standar yang secara konsisten diterima untuk
pengungkapan informasi pada situasi medis adau psikiatri, sebagai rule of thumb,
lima bidang informasi umumnya diberikan:
1. Diagnosa–deskripsi suatu keadaan atau permasalahan
2. Pengobatan–asal dan tujuan dari pengobatan yang dianjurkan
3. Konsekuensi–risiko dan keuntungan dari pengobatan yang dianjurkan
4. Alternatif–solusi alternative yang layak dari pengobatan yang dianjurkan,
termasuk risiko dan keuntungannya
5. Prognosis–gambaran outcome berdasarkan diberikan atau tidak
diberikannya perawatan
(Tabel oleh RI Simon, MD)

Formulir persetujuan tindakan medis harus diperoleh setiap kali obat diubah dan
obat baru diperkenalkan. Jika pasien terluka karena mereka tidak diberitahu tentang
risiko dan konsekuensi dari mengambil obat,dapat menjadi alasan yang cukup
mungkin ada untuk tindakan malpraktek.
Pertanyaannya sering ditanyakan: Seberapa sering pasien harus ditindak lanjuti
untuk pengobatan? Jawabannya adalah bahwa pasien harus dilihat sesuai dengan
kebutuhan klinis mereka. Tidak ada jawaban tentang frekuensi kunjungan yang
dapat diberikan. Semakin lama interval waktu antara kunjungan, semakin besar
kemungkinan reaksi obat yang merugikan dan perkembangan klinis yang

3
berlawanan. Pasien yang memakai obat-obatan seharusnya tidak melebihi 6 bulan
untuk kunjungan selanjutnya. Kebijakan perawatan terkelola yang tidak dilakukan
kunjungan pengganti untuk janji kunjungan yang seharusnya dapat mengakibatkan
seorang psikiater meresepkan obat-obatan dalam jumlah besar. Psikiater
berkewajiban untuk memberikan perawatan yang tepat kepada pasien, terlepas dari
perawatan terkelola atau kebijakan pembayaran lainnya.
Bidang lain dari kelalaian yang melibatkan obat yang mengakibatkan tindakan
malpraktek termasuk kegagalan untuk mengobati efek buruk yang telah atau
seharusnya telah diketahui; kegagalan untuk memantau kepatuhan pasien dengan
batasan resep; kegagalan untuk meresepkan obat atau tingkat obat yang tepat sesuai
dengan kebutuhan perawatan pasien; meresepkan obat adiktif untuk pasien yang
rentan; kegagalan untuk merujuk pasien untuk konsultasi atau perawatan oleh
spesialis; dan lalai karena mengabaikan pengobatan.

Pengobatan Terpisah
Dalam pengobatan split, psikiater memberikan obat, dan terapis nonmedis
melakukan psikoterapi. Sketsa berikut mengilustrasikan kemungkinan komplikasi.

Seorang psikiater menyediakan obat untuk wanita berusia 43 tahun yang depresi.
Seorang konselor tingkat master melihat pasien untuk psikoterapi rawat jalan.
Psikiater melihat pasien selama 20 menit selama evaluasi awal dan meresepkan
obat tricyclic, dan pasien diresepkan obat yang cukup hingga kunjungan
selanjutnya dalam 3 bulan. Diagnosis awal psikiater adalah depresi berat berulang.
Pasien menolak adanya ide bunuh diri. Nafsu makan dan tidur sangat berkurang.
Pasien memiliki riwayat depresi berulang yang panjang dengan upaya bunuh diri.
Tidak ada diskusi lebih lanjut yang diadakan antara psikiater dan konselor, yang
melihat pasien seminggu sekali selama 30 menit di psikoterapi. Dalam 3 minggu,
setelah hubungan romantis yang gagal, pasien berhenti minum obat antidepresi,
mulai minum banyak, dan bunuh diri dengan overdosis alkohol dan obat
antidepresan. Konselor dan psikiater dituntut dengan kelalaian dalam diagnosis
dan pengobatan.

4
Psikiater harus melakukan evaluasi yang memadai, memegang catatan medis
sebelumnya, dan memahami bahwa tidak ada yang namanya pasien parsial.
Pengobatan terpisah adalah perangkap malpraktik yang potensial karena pasien
dapat “jatuh di antara celah-celah” perawatan yang terpecah-pecah. Psikiater
mempertahankan tanggung jawab penuh untuk perawatan pasien dalam situasi
pengobatan terpisah. Hal ini tidak mendahului tanggung jawab dari profesional
kesehatan mental lainnya yang terlibat dalam perawatan pasien. Bagian V, anotasi
3 dari Principles of Medical Ethics with Annotations Especially Applicable to
Psychiatry, menyatakan: “Ketika psikiater mengasumsikan peran kolaboratif atau
pengawasan dengan pekerja kesehatan mental lain, dia harus meluangkan waktu
yang cukup untuk memastikan bahwa perawatan yang diberikan tepat. "
Dalam perawatan terkelola atau situasi lain, peran sederhana seperti hanya
meresepkan obat selain hubungan dokter-pasien yang bekerja tidak memenuhi
standar perawatan klinis yang diterima secara umum. Psikiater harus lebih dari
sekadar teknisi pengobatan. Perawatan terpecah, di mana psikiater hanya
memberikan obat namun tidak tahu tentang status klinis keseluruhan pasien
merupakan perawatan di bawah standar yang dapat menyebabkan tindakan
malpraktek. Paling tidak, praktek seperti itu mengurangi keberhasilan dari
perawatan obat itu sendiri atau bahkan dapat menyebabkan kegagalan pasien dalam
konsumsi obat yang diresepkan.
Situasi pengobatan terpisah mengharuskan psikiater tetap sepenuhnya diberitahu
tentang status klinis pasien serta sifat dan kualitas perawatan yang diterima pasien
dari terapis nonmedis. Dalam hubungan kolaboratif, tanggung jawab untuk
perawatan pasien dibagi sesuai dengan kualifikasi dan batasan masing-masing
disiplin. Tanggung jawab masing-masing disiplin tidak mengurangi tanggung
jawab disiplin yang lain. Pasien harus diberitahu tentang tanggung jawab masing-
masing disiplin. Psikiater dan terapis nonmedis harus secara berkala mengevaluasi
kondisi klinis pasien dan kebutuhan untuk menentukan apakah kolaborasi harus
dilanjutkan. Pada penghentian hubungan kolaboratif, kedua pihak yang merawat
pasien harus memberi tahu pasien secara terpisah atau bersama-sama. Dalam

5
pengobatan terpisah, jika terapis nonmedis digugat, psikiater yang bekerja sama
kemungkinan akan digugat juga dan sebaliknya.
Psikiater yang meresepkan obat dalam susunan pengobatan terpisah harus dapat
merawat pasien jika diperlukan. Jika psikiater tidak memiliki hak istimewa, harus
dilakukan pertemuan yang telah ditur dengan psikiater lain yang dapat merawat
pasien jika muncul keadaan darurat. Pengobatan terpisah semakin banyak
digunakan oleh perusahaan perawatan yang dikelola dan merupakan ladang ranjau
malpraktik potensial.

HAK ISTIMEWA DAN KERAHASIAAN


Hak Istimewa
Hak istimewa adalah hak untuk mempertahankan kerahasiaan di hadapan
pengadilan. Komunikasi hak istimewa adalah pernyataan yang dibuat oleh orang
tertentu di dalam suatu hubungan—seperti suami-istri, pendeta-pengaku dosa, atau
dokter-pasien—yang dilindungi hukum dari pemaksaan pengungkapan di bangku
saksi. Hak istimewa adalah milik pasien, bukan dokter, sehingga pasien dapat
melepaskan hak tersebut.
Psikiater, yang berlisensi untuk praktik, dapat mengklaim hak istimewa medis,
tetapi hak istimewa tersebut memiliki beberapa kualifikasi. Misalnya, hak istimewa
tidak ada sama sekali di pengadilan militer, terlepas apakah dokter itu militer atau
sipil dan apakah hak istimewa diakui di negara tempat pengadilan militer
berlangsung.
Pada tahun 1996, Mahkamah Agung Amerika Serikat mengakui hak istimewa
psikoterapis-pasien di Jaffee v. Redmon. Menekankan kepentingan publik dan
swasta yang penting yang dilayani oleh hak istimewa psikoterapis-pasien,
Pengadilan menulis: Karena kami setuju dengan putusan legislatif negara dan
Komite Penasihat bahwa hak istimewa psikoterapis-pasien akan melayani
"kebaikan publik melampaui prinsip dominan normal memanfaatkan semua sarana
rasional untuk memastikan kebenaran ”… kami berpendapat bahwa komunikasi
yang rahasia antara psikoterapis berlisensi dan pasiennya dalam proses diagnosis

6
atau pengobatan dilindungi dari pengungkapan paksa berdasarkan Aturan 501 dari
Aturan Fakta Federal.

Kerahasiaan
Alasan etik kedokteran yang dipegang lama mengikat dokter untuk menyimpan
rahasia semua informasi yang diberikan oleh pasien. Kewajiban profesional ini
disebut kerahasiaan. Kerahasiaan berlaku pada populasi tertentu dan tidak pada
populasi lain; suatu kelompok yang berada di dalam lingkaran kerahasiaan
membagi informasi tanpa izin khusus dari pasien. Kelompok ini mencakup, di
samping dokter, anggota staf lain yang menangani pasien, penyelia klinis, dan
konsultan.
Sebuah panggilan pengadilan dapat memaksa seorang psikiater untuk melanggar
kerahasiaan, dan pengadilan bisa memaksa saksi untuk bersaksi demi kelancaran
hukum. Surat panggilan ("dengan ancaman") adalah permintaan untuk tampil
sebagai saksi di pengadilan atau sebuah kesaksian. Dokter biasanya diberikan
subpoena duces tecum, yang mensyaratkan mereka mengeluarkan juga catatan dan
dokumen yang relevan. Meskipun kekuatan untuk mengeluarkan surat panggilan
adalah milik hakim, surat-surat ini secara rutin dikeluarkan atas permintaan
pengacara yang mewakili satu pihak.
Dalam keadaan darurat yang sebenarnya, informasi dapat diungkapkan secara
terbatas sebagai solusi yang layak untuk melakukan intervensi yang diperlukan.
Praktik klinis yang baik menyatakan bahwa seorang psikiater harus berusaha dan
memberikan waktu untuk mendapatkan izin pasien dan harus menanyai pasien
setelah keadaan darurat.
Sebagai aturan, informasi klinis dapat dibagikan dengan izin pasien—lebih baik
izin tertulis, meskipun izin lisan sudah cukup dengan dokumentasi yang tepat.
Setiap perilisan hanya baik untuk satu bagian informasi, dan izin harus diberikan
kembali untuk setiap rilis berikutnya, bahkan ke pihak yang sama. Izin hanya
mengatasi hambatan hukum, bukan yang bersifat klinis; pengungkapan merupakan
izin, bukan kewajiban. Jika seorang dokter yakin bahwa informasi itu mungkin

7
merusak, masalah ini harus didiskusikan, dan pengungkapan mungkin ditolak,
dengan beberapa pengecualian.

Pengasuh dan Pengawasan Pihak Ketiga. Peningkatan cakupan asuransi


untuk perawatan kesehatan memicu kekhawatiran tentang kerahasiaan dan model
konseptual dari praktik kejiwaan. Saat ini, asuransi mencakup sekitar 70 persen dari
semua tagihan perawatan kesehatan; untuk menyediakan cakupan, operator
asuransi harus dapat memperoleh informasi yang dapat menilai administrasi dan
biaya berbagai program.
Kontrol kualitas perawatan mengharuskan kerahasiaan tidak mutlak; itu juga
membutuhkan peninjauan pasien dan terapis individual. Terapis dalam pelatihan
harus melanggar kepercayaan diri pasien dengan mendiskusikan kasus ini dengan
supervisor. Pasien tahanan yang telah diperintahkan oleh pengadilan untuk
mendapatkan perawatan harus memiliki program perawatan individual mereka
yang diserahkan ke dewan kesehatan mental.

Diskusi Tentang Pasien. Secara umum, psikiater memiliki banyak loyalitas:


kepada pasien, masyarakat, dan profesi. Melalui tulisan, pengajaran, dan seminar
mereka, mereka dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman yang mereka peroleh
dan memberikan informasi yang mungkin berharga bagi para profesional lain dan
kepada publik. Tidak mudah untuk menulis atau berbicara tentang seorang pasien
psikiatri, bagaimanapun, tanpa melanggar kerahasiaan hubungan. Tidak seperti
penyakit fisik, yang dapat didiskusikan tanpa ada yang mengenali pasien, riwayat
kejiwaan biasanya memerlukan diskusi tentang karakteristik yang membedakan.
Psikiater memiliki kewajiban untuk tidak melakukan pengungkapkan informasi
pasien yang dapat diidentifikasi (dan, mungkin, informasi pasien deskriptif) tanpa
formulir persetujuan tindakan medis yang sesuai. Kegagalan untuk mendapatkan
formulir persetujuan tindakan medis dapat mengakibatkan klaim berdasarkan
pelanggaran privasi, pencemaran nama baik, atau keduanya.

8
Internet dan Media Sosial. Sangat penting bahwa psikiater dan profesional
kesehatan mental lainnya sadar akan implikasi hukum mendiskusikan pasien
melalui internet. Komunikasi internet tentang pasien tidak bersifat rahasia, dapat
diretas, dan terbuka untuk panggilan hukum yang sah. Beberapa psikiater menulis
blog tentang pasien yang berpikir bahwa mereka cukup disamarkan, hanya untuk
mengetahui bahwa mereka dikenali oleh orang lain, termasuk pasien yang terlibat.
Beberapa organisasi profesional memiliki milis elektronik di mana mereka meminta
saran tentang pasien dari rekan mereka atau membuat rujukan dan dengan demikian
memberikan informasi rinci tentang pasien yang dapat dilacak dengan mudah.
Demikian pula, menggunakan media sosial untuk berkomunikasi tentang pasien
sama-sama berisiko.

Penganiayaan Anak. Di berbagai negara bagian, semua dokter secara hukum


diminta menjalani kursus mengenai peng- aniayaan anak untuk memperoleh lisensi
medis. Semua negara bagian saat ini secara hukum meminta psikiater, yang
beralasan meyakini bahwa seorang anak adalah korban penganiayaan fisik atau
seksual, membuat laporan segera kepada lembaga yang sesuai. Pada situasi ini,
kerahasiaan dibatasi oleh hukum atas dasar bahwa kemungkinan terjadinya bahaya
pada anak yang rentan melebihi nilai kerahasiaan di dalam situasi psikiatrik.
Meskipun banyak nuansa psikodinamik yang kompleks menyertai pelaporan
dugaan penganiayaan anak, laporan seperti ini umumnya dibenarkan secara etis.

SITUASI KLINIS RISIKO TINGGI


Tardive Dyskinesia
Diperkirakan setidaknya 10 hingga 20 persen pasien dan mungkin setinggi 50
persen pasien yang diobati dengan obat neuroleptik selama lebih dari 1 tahun
menunjukkan beberapa tardive dyskinesia. Angka-angka ini bahkan lebih tinggi
pada pasien lanjut usia. Meskipun kemungkinan beberapa tardive dyskinesia yang
terkait sesuai, relatif sedikit psikiater telah dituntut. Selain itu, pasien yang
mengembangkan tardive dyskinesia mungkin tidak memiliki energi fisik dan
motivasi psikologis untuk mengejar jalan pengadilan. Tuduhan kelalaian yang

9
melibatkan tardive dyskinesia didasarkan pada kegagalan untuk mengevaluasi
pasien dengan benar, kegagalan untuk mendapatkan formulir persetujuan tindakan
medis, kelalaian diagnosis kondisi pasien, dan kegagalan untuk memantau.

Pasien yang Cenderung Bunuh Diri


Psikiater dapat dituntut ketika pasien mereka melakukan bunuh diri, terutama ketika
pasien rawat inap psikiatri bunuh diri. Psikiater diasumsikan memiliki kontrol lebih
besar terhadap pasien rawat inap, membuat bunuh diri dapat dicegah.
Evaluasi risiko bunuh diri adalah salah satu tugas klinis yang paling rumit dan
sangat sulit dalam psikiatri. Bunuh diri adalah peristiwa langka. Dalam
pengetahuan saat ini, dokter tidak dapat secara akurat memprediksi kapan atau
apakah seorang pasien akan melakukan bunuh diri. Tidak ada standar profesional
untuk memprediksi siapa yang akan atau tidak akan melakukan bunuh diri. Standar
profesional memang ada untuk menilai risiko bunuh diri, tetapi sebaik-baiknya,
hanya tingkat risiko bunuh diri yang dapat dinilai secara klinis setelah penilaian
psikiatri yang komprehensif.
Tinjauan hukum kasus pada bunuh diri mengungkapkan bahwa pencegahan harus
dilakukan pada pasien yang dicurigai atau diyakini memiliki kecenderungan bunuh
diri. Contohnya, gagal melakukan pengkajian yang beralasan pada risiko bunuh diri
atau menerapkan rencana pencegahan yang sesuai akan membuat seorang praktisi
bertanggung jawab. Hukum cenderung ber- anggapan bahwa bunuh diri dapat
dicegah jika sebelumnya dapat diperkirakan. Pengadilan secara meneliti kasus-
kasus bunuh diri untuk menentukan apakah bunuh diri pasien dapat diperkira- kan
sebelumnya. Perkiraan sebelumnya (foreseeability) adalah istilah hukum yang
benar-benar samar dan tidak memiliki imbangan klinis yang dapat dibandingkan,
lebih berdasarkan pikiran sehat daripada pikiran ilmiah. Hal ini bukanlah (dan
sebaiknya tidak) berarti bahwa klinisi dapat memperkirakan bunuh diri. Meskipun
demikian, perkiraan sebelumnya sebaiknya.

10
Pasien dengan Kekerasan
Psikiater yang menangani pasien dengan kekerasan atau cenderung melakukan
kekerasan dapat dituntut karena gagal mengendalikan pasien rawat jalan yang
agresif dan karena mengeluarkan pasien kekerasan yang dirawat di rumah sakit.
Psikiater juga dapat dituntut karena gagal melindungi masyarakat dari tindakan
kekerasan pasien mereka jika sebenarnya psikiater mampu mengetahui
kecenderungan pasiennya untuk melakukan kekerasan dan jika sebenarnya
psikiater dapat melakukan sesuatu yang dapat melindungi masyarakat. Pada kasus
tarasoff v. Regents of the University of California, Mahkamah Agung California
mengeluarkan peraturan bahwa professional kesehatan jiwa memiliki tugas untuk
melindungi pihak ketiga yang teridentifikasi mendapat ancaman cedera serius dari
pasien rawat jalan mereka. Sejak itu, pengadilan dan badan pembuat undang-
undang nedara terus mengupayakan psikiater memperkirakan perilaku masa
mendatang i(yang membahayakan) dari pasien mereka yang cenderung melakukan
kekerasan. Riset secara konsisten menunjukkan bahwa psikiater tidak dapat
memperkirakan kekerasan di masa mendatang secara akurat.
Kewajiban melindungi pasien dan pihak ketiga yang terancam terutama harus
dianggap sebagai kewajiban profesional dan moral, barulah sebagai kewajiban
hukum. Sebagian besar psikiater bertindak untuk melindungi pasien dan orang lain
yang terancam dari kekerasan bahkan lama sebelum Tarasoff.
Jika pasien mengancam kekerasan pada orang lain, sebagian besar negara bagian
mengharuskan psikiater melakukan intervensi yang dapat mencegah terjadinya
kekerasan. Di negara bagian dengan undang-undang yang mewajibkan untuk
memperingatkan, pilihan yang tersedia untuk psikiater dan ahli psikoterapi
ditentukan oleh hukum. Di negara bagian yang tidak memberikan panduan seperti
itu, penyedia perawatan kesehatan diwajibkan untuk menggunakan peniaian klinis
yang akan melindungi pihak ketiga yang terancam. Secara khas, berbagai pilihan
untuk memperingatkan dan melindungi secara klinis dan hokum tersedia, termasuk
rawat inap sukarela, rawat inap tidak sukarela (jika disepakati warga),
memperingatkan calon korban terancam, memberitahu polisi, menyesuaikan obat-
obatan, dan menemui pasien lebih sering. Kewajiban untuk melindungi

11
memungkinkan psikiater untuk mempertibangkan tugas Tarasoff sebagai standar
nasional perawatan, bahkan jika mereka berpraktik di negara yang tidak memiliki
kewajiban untuk memperingatkan dan melindungi.

Tarasoff I. Masalah ini diangkat pada tahun 1976 dalam kasus Tarasoff v. Regents
of University of California (sekarang dikenal sebagai Tarasoff I). Dalam hal ini,
Prosenjiit Poddar, seorang mahasiswa dan pasien rawat jalan sukarela di klinik
kesehatan mental Universitas California, mengatakan kepada terapisnya bahwa ia
bermaksud membunuh seorang siswa yang diidentifikasi sebagai Tatiana Tarasoff.
Menyadari keseriusan niat, terapis, dengan persetujuan seorang kolega,
menyimpulkan bahwa Poddar harus berkomitmen untuk melakukan observasi di
bawah ketentuan penahanan psikiatri darurat 72 jam dari undang-undang komitmen
California. Terapis memberitahu polisi kampus, baik secara lisan maupun tertulis,
bahwa Poddar berbahaya dan harus ditahan.
Prihatin tentang pelanggaran kerahasiaan, supervisor terapis memveto rekomendasi
dan memerintahkan semua catatan yang berkaitan dengan perawatan Poddar
dihancurkan. Pada saat yang sama, polisi kampus menahan sementara Poddar tetapi
membebaskannya dengan jaminan bahwa dia akan “menjauh dari gadis itu.” Poddar
berhenti pergi ke klinik ketika dia mengetahui dari polisi tentang rekomendasi
terapisnya untuk menahannya. Dua bulan kemudian, dia melakukan ancaman yang
diumumkan sebelumnya untuk membunuh Tatiana. Orang tua wanita muda itu
kemudian menuntut universitas karena kelalaian.
Sebagai akibatnya, Mahkamah Agung California, yang merundingkan kasus
tersebut untuk waktu yang tak tentu hingga 14 bulan, memutuskan bahwa seorang
dokter atau psikoterapis yang memiliki alasan untuk percaya bahwa seorang pasien
dapat melukai atau membunuh seseorang untuk memperingatkan korban potensial.
Pembebasan tugas yang dibebankan pada terapis untuk memperingatkan korban
yang dimaksudkan terhadap bahaya dapat merupakan satu atau lebih bentuk,
tergantung pada kasusnya. Oleh karena itu, pengadilan menyatakan, terapis dapat
memberi tahu korban yang dimaksudkan atau orang lain yang mungkin memberi

12
tahu korban bahaya, memberi tahu polisi, atau mengambil langkah lain apa pun
yang secara wajar diperlukan dalam situasi tersebut.
Aturan Tarasoff I tidak membutuhkan terapis untuk melaporkan fantasi pasien;
sebagai gantinya mengharuskan mereka melaporkan pembunuhan yang
dimaksudkan, dan itu adalah tugas terapis untuk berlatih penilaian yang baik.

Tarasoff II. Pada tahun 1982, Mahkamah Agung California mengeluarkan


keputusan kedua dalam kasus ini dari Tarasoff v. Bupati Universitas California
(sekarang dikenal sebagai Tarasoff II), memperluas aturan sebelumnya memperluas
tugas untuk memperingatkan untuk memasukkan tugas untuk melindungi.
Keputusan Tarasoff II telah mendorong perdebatan sengit di bidang medikolegal.
Pengacara, hakim, dan saksi ahli berpendapat definisi perlindungan, sifat dari
hubungan antara terapis dan pasien, dan keseimbangan antara keamanan
masyarakat dan privasi individu.
Dokter berpendapat bahwa tugas untuk melindungi keterlambatan pengobatan
karena pasien mungkin tidak percaya pada dokter jika kerahasiaan tidak dijaga.
Selanjutnya, karena tidak mudah menentukan apakah seorang pasien cukup
berbahaya untuk membenarkan penahanan jangka panjang, rumah sakit yang tidak
perlu di rumah sakit dapat terjadi karena pertahanan seorang terapis praktik.
Sebagai hasil dari perdebatan tersebut di bidang medikolegal, sejak tahun 1976,
pengadilan negeri telah tidak membuat kesepakatan dari putusan Tarasoff II
(kewajiban untuk melindungi). Umumnya, dokter harus mencatat apakah ada
korban yang dapat diidentifikasi secara spesifik bahaya yang akan datang dan
mungkin dari ancaman tindakan yang direnungkan secara mental pasien sakit;
bahaya, selain menjadi dekat, harus berpotensi serius atau parah. Biasanya, pasien
mungkin berbahaya bagi orang lain dan bukan milik; terapis harus mengambil
tindakan yang wajar secara klinis.

RAWAT INAP
Semua negara bagian menyediakan beberapa bentuk rawat inap tidak sukarela.
Tindakan seperti ini biasanya dilakukan ketika pasien psikiatrik membahayakan diri

13
mereka sendiri atau orang lain di lingkungan mereka hingga mencapai suatu tingkat
ketika kebutuhan untuk terapi di institusi tertutup tampak jelas dan mendesak.
Negara bagian tertentu memungkinkan rawat inap tidak sukarela jika pasien tidak
dapat merawat diri mereka sendiri secara adekuat.

Prosedur Masuk Rumah Sakit


Empat prosedur untuk masuk ke fasilitas psikiatrik telah dibuat oleh American Bar
Association untuk melindungi kebebasan sipil dan untuk meyakinkan bahwa tidak
ada orang yang dipaksa untuk masuk ke rumah sakit jiwa. Meskipun kelimapuluh
negara bagian memiliki kekuatan untuk membuat hukumnya sendiri pada rawat
inap psikiatrik, prosedur yang ditekan di sini telah diterima luas.

Masuk Rumah Sakit Secara Informal. Masuk rumah sakit secara informal
dilakukan pada rumah sakit umum, yaitu pasien dimasukkan kedalam unit psikiatrik
di rumah sakit umum dengan cara yang sama seperti saat pasien medis atau bedah
masuk.Pada keadaan ini, berlaku hubungan dokter pasien yang biasa; pasien bebas
untuk masuk dan keluar, bahkan menentang nasihat medis.

Masuk Rumah Sakit Secara Sukarela. Pada kasus masuk rumah sakit secara
sukarela, pasien meminta secara tertulis untuk masuk rumah sakit jiwa. Mereka bisa
datang ke rumah sakit atas saran dokter, atau dapat mencari pertolongan sendiri.
Pada kedua keadaan ini, pasien masuk jika pemeriksaan mengungkapkan mereka
membutuhkan terapi di rumah sakit.

Masuk Rumah Sakit Sementara. Keadaan ini digunakan untuk pasien yang
sudah sangat tua atau sedemikian bingungnya sehingga mereka membutuhkan
perawatan dirumah sakit dan tidak dapat membuat keputusan sendiri serta untuk
pasien yang terganggu secara akut sehingga mereka harus masuk ke rumah sakit
jiwa dengan segera atas dasar kegawatdaruratan. Sesuai prosedur ini, seseorang
dimasukkan ke rumah sakit dengan rekomendasi tertulis dari satu dokter. Ketika
pasien masuk, perlunya rawat inap harus dikonfirmasi oleh psikiatri dari staf rumah

14
sakit. Prosedur ini hanya sementara karena pasien tidak dapat dirawat selama lebih
dari 15 hari jika mereka tidak menginginkannya.

Masuk Rumah Sakit Secara Paksa. Masuk rumah sakit secara paksa
melibatkan pertanyaan apakah pasien cendrung bunuh diri sehingga
membahayakan diri sendiri atau cendrung melakukan pembnuhan sehingga
membahayakan orang lain. Karena orang ini tidak mengetahui kebuthan mereka
sendiri akan perawatan dirumah sakit, permintaan untuk masuk rumah skait dibuat
oleh kerabat atau teman mereka. Ketika permintaan dibuat, pasien harus diperiksa
oleh dia dokter dan jika kedua dokter mengkonfirmasi kebutuhan untuk dirawat,
pasien dapat masuk rumah sakit.
Rawat inap paksa meliputi prosedur yang telah ditetapkan untuk pemberitahuan
tertulis berikutnya dari kerabat. Lebih jauh lagi, pasien memiliki akses kapanpun
terhadap pengacara hukum. yang dapat membawa kasus kepada hakim. Jika hakim
tidak berpikir kalau rawat inap diindikasikan, pelepasan pasien dapat diminta.
Perawatan dirumah sakit secara paksa memungkinkan pasien untuk dirawat selama
60 hari. Setelah itu, pasien tetap dirawat, kasus harus ditinjau ulang secara periodik
oleh dewan yang terdiri atas psikiater, dokter non psikiatrik, pengacara, dan warga
lainnya yang terkait dengan institusi tersebut. di negara bagian New York, dewan
ini disebut Mental Health Information Service.
Orang yang telah dirawat inap secara paksa dan meyakini kalau mereka harus
dilepaskan memiliki hak untuk diperiksa di muka hakim (writ of habeas corpus).
Dalam hukum, surat untuk meminta diperiksa di muka hakim dapat dibuat oleh
mereka yang yakin kalau mereka kehilangan kebebasan secara tidak sah. Prosedur
hukum meminta pengadilan untuk memutuskan apakah pasien telah dirawat di
rumah sakit tanpa proses hukum. Kasus ini harus di dengarkan oleh pengadilan
secepatnya, tanpa memandang cara atau bentuk surat dibuat. Rumah sakit
diwajibkan untuk memasukkan petisi ke pengadilan segera.

15
HAK UNTUK MENDAPATKAN TERAPI
Di antara hak pasien, hak untuk mendapatkan kualitas standar perawatan adalah hal
penting. Hak ini telah diajukan pada banyak kasus yang dipublikasikan pada tahun-
tahun belakangan ini di bawah slogan "hak untuk mendapatkan terapi".
Pada tahun 1966, hakim David Bazelon, yang berbicara untuk District of Colimbia
Court of Appeals dalam rouse v cameron, menyatakan bahwa tujuan rawat inap
paksa adalah terapi dan menyimpulkan bahwa tidak adanya terapi akan
mempertanyakan keterundang-undangan penahanan ini. Terapi sebagai ganti
kebebasan adalah logika dari peraturanini. Dalam kasus ini,pasien dilepaskan atas
surat permintaan untuk diperiksa dimuka hakim, ramuan hukum dasar untuk
meyakinkan didapatkannya kebebasan. Hakim Bazelon lebih lanjut menyatakan
bahwa, jika ada terapi alternatif yang melanggar kebebasan pribadi, perawatan
paksa tidak boleh diberikan.
Hakin Pengadilan Federal alabama, Frank Johnson lebih berani lagi di dalam dekrit
yang dikeluarkannya tahun 1971 dalam wyatt v. stickney Kasus wyatt adalah Iclass-
action yang dibawa dalam peraturan yang baru dibentuk yang tidak mencari
pelepasan tetapi terapi. Hakim Johnson mengharuskan bahwa orang yang secara
perdata dimasukkan kedalam rumah sakit jiwa memiliki ha konstitusional untuk
mendapatkan terapi individual yang akan memberikan mereka kesempatan yang
beralasan untuk disembuhkan atau memperbaiki keadaan jiwa mereka. Hakin
Jhonson menetapkan syarat minimal untuk pengaturan staf, fasilitas fisik tertentu,
dan standar gizi, serta rencana terapi individual yang diperlukan.
Kitab undang-undang baru, yang lebih rinci dari yang lama mencakup hak untuk
bebas dari obat yang berlebihan dan tidak perlu, hak untuk privasi dan harga diri;
hak yang tidak dibatasi untuk dikunjungi oleh pengacara, pendeta, dan dokter
pribadi; serta hak untuk tidak menjadi subjek lobotomi, trapi elektrokonvulsif, dan
prosedur lain tanpa persetujuan tindakan medis yang penuh. Pasien mungkin
diharuskan menjalani tugas terapetik tetapi bukan tugas rumah sakit, kecuali
mereka melakukannya secara sukarela dan dibayar dengan upah minimum standar.
Persyaratan ini adalah upaya untuk menghindarkan dari praktik perbudakan yaitu

16
pasien psikiatrik dipaksa untuk mengerjakan tugas-tugas kasar, tanpa bayaran,
untuk keuntungan negara.

HAK UNTUK MENOLAK PERAWATAN


Pada sejumlah negara bagian saat ini, obat atau terapi elektrokonvulsif, tidak dapat
dipaksakan kepada pasien tanpa mendapatkan persetujuan pengadilan sebelumnya,
yang dapat memakan waktu hingga 10 hari. Hak untuk menolak terapi adalah
doktrin hukum yang menyatakan bahwa, kecuali pada keadaan gawat darurat, orang
tidak dapat dipaksakan untuk mendapatkan terapi jika tidak menginginkannya.
Keadaan gawat darurat didefinisikan sebagai keadaan di dalam praktik klinis yang
memerlukan intervensi segera untuk mencegah kematian atau bahaya serius
terhadap pasien atau orang lain atau untuk mencegah kemunduran keadaan klinis
pasien.
Pada kasus O'Connor v. Dolandson tahun 1976, Supreme Court of the United States
mengatur bahwa pasien sakit jiwa yang tidak membahayakan tidak dapat ditahan
melawan keinginannya tanpa terapi jika mereka dapat bertahan hidup di luar.
Menurut pengadilan, temuan akan penyakit jiwa saja tidak dapat membenarkan
negara menahan seseorang di rumah sakit jika orang tersebut tidak
menginginkannya. Bahkan, pasien yang ditahan secara paksa harus dianggap
berbahaya bagi mereka seniri atau orang lain atau sangat tidak mampu merawat diri
mereka sehingga mereka tidak dapat bertahan hidup diluar. akibat dari kasus rennie
v. Klein tahun 1979, pasien memiliki hak untuk menolak terapi dan untuk
menggunakan proses permohonan. Akibat dari kasus roger v. Oken tahun 1981,
Pasien memiliki hak absolut untuk menolak terapi, tetapi pengawasan dapat
mengesahkan terapi. Pertanyaan timbul mengenai kemampuan psikiater untuk
memperkirakan secara akurat bahaya dan mengenai risiko bagi psikiater, yang
mungkin dituntut ganti rugi jika orang kehilangan hak sipilnya.

17
HAK SIPIL PASIEN
Karena beberapa gerakan klinisi, publik, dan hukum, kriteria untuk hak-hak sipil
orang yang sakit jiwa, selain dari haknya sebagai pasien, keduanya didirikan dan
ditegaskan.

Alternatif Restriktif Minimal


Prinsipnya bahwa pasien memiliki hak untuk menerima cara yang paling tidak
membatasi pengobatan untuk efek klinis yang diperlukan. Oleh karena itu, jika
seorang pasien dapat diperlakukan sebagai rawat jalan, komitmen tidak boleh
digunakan; jika seorang pasien dapat diobati secara terbuka bangsal, pengasingan
tidak boleh digunakan.
Meskipun tampaknya cukup mudah pada bacaan pertama, kesulitan muncul ketika
dokter mencoba menerapkan konsep untuk memilih di antara obat-obatan tak sadar,
pengasingan, dan menahan diri sebagai intervensi pilihan. Membedakan antara ini
Intervensi atas dasar restriksi terbukti menjadi latihan yang murni subjektif penuh
dengan bias pribadi. Selain itu, masing-masing dari tiga intervensi ini lebih baik
dan kurang ketat dari dua lainnya. Namun demikian, upaya harus dilakukan untuk
berpikir dalam hal batasan ketika memutuskan bagaimana memperlakukan pasien.

Hak Kunjungan
Pasien memiliki hak untuk menerima pengunjung dan melakukannya pada jam
yang wajar (adat jam kunjungan rumah sakit). Tunjangan harus dilakukan untuk
kemungkinan itu, pada tingkat tertentu kali, kondisi klinis pasien mungkin tidak
mengizinkan kunjungan. Fakta ini harus jelas didokumentasikan, bagaimanapun,
karena hak-hak tersebut tidak boleh ditangguhkan tanpa alasan yang baik. Kategori
pengunjung tertentu tidak terbatas pada jam kunjungan reguler; ini termasuk
pengacara pasien, dokter pribadi, dan anggota ulama — semua yang, secara umum,
memiliki akses tidak terbatas pada pasien, termasuk hak untuk privasi dalam diskusi
mereka. Bahkan di sini, keadaan darurat yang bonafide dapat menunda kunjungan
semacam itu. Sekali lagi, kebutuhan pasien datang lebih dulu. Dengan alasan yang

18
sama, beberapa kunjungan berbahaya dapat dibatasi (misalnya, pasien yang
membawa obat ke bangsal).

Hak Komunikasi
Pasien umumnya harus memiliki komunikasi yang bebas dan terbuka dengan dunia
luar oleh telepon atau surat, tetapi hak ini bervariasi secara regional hingga taraf
tertentu. Beberapa yurisdiksi biaya administrasi rumah sakit dengan tanggung
jawab untuk memantau komunikasi pasien. Di beberapa daerah, rumah sakit
diharapkan tersediapersediaan kertas, amplop, dan perangko yang layak untuk
digunakan oleh pasien. Keadaan khusus mempengaruhi hak komunikasi. Seorang
pasien yang dirawat di rumah sakit di Sehubungan dengan tuntutan pidana membuat
panggilan telepon yang mengganggu atau mengancam tidak seharusnya diberikan
akses tak terbatas ke telepon, dan pertimbangan serupa berlaku untuk surat. Sebagai
aturan, bagaimanapun, pasien harus diizinkan panggilan telepon pribadi, dan
mereka surat masuk dan keluar tidak boleh dibuka oleh anggota staf rumah sakit.

Hak Privasi
Pasien memiliki beberapa hak privasi. Selain kerahasiaan, mereka diizinkan kamar
mandi pribadi dan ruang shower, ruang penyimpanan yang aman untuk pakaian dan
lainnya barang bawaan, dan ruang lantai yang cukup untuk setiap orang. Mereka
juga berhak mengenakannya memiliki pakaian sendiri dan membawa uang mereka
sendiri.

Hak Ekonomi
Terlepas dari pertimbangan khusus terkait ketidakmampuan, pasien psikiatri
umumnya diizinkan untuk mengelola urusan keuangan mereka sendiri. Salah satu
fitur fiskal ini benar adalah persyaratan bahwa pasien dibayar jika mereka bekerja
di lembaga (misalnya, berkebun atau menyiapkan makanan). Hak ini sering
menciptakan ketegangan antara yang membutuhkan kebutuhan terapeutik untuk
aktivitas, termasuk pekerjaan, dan tenaga kerja eksploitatif. Konsekuensi dari
Ketegangan ini adalah terapi okupasional, kejuruan, dan rehabilitasi program

19
mungkin harus dihilangkan karena kegagalan legislator untuk memasok pendanaan
untuk membayar upah kepada pasien yang berpartisipasi dalam program ini

PENGASINGAN DAN PENGEKANGAN


Pengasingan dan pengekangan menimbulkan masalah hukum psikiatri yang
kompleks. Pengasingan dan pengekangan memiliki indikasi dan kontraindikasi
(Tabel 36.1-2). Pengasingan dan pengekangan menjadi semakin teratur selama
dekade terakhir.

Pengasingan dan pengekangan menimbulkan isu hukum psikiatrik yang kompleks.


Pengasingan dan pengekangan memiliki indikasi dan kontraindikasi. Pengasingan
dan pengekangan semakin diatur pada dekade terakhir ini.
Umumnya, pengadilan menyatakan, atau dekrit persetujuan mengungkapkan,
bahwa penahanan dan pengekangan diterapkan hanya jika pasien memiliki resiko
mencedrai diri sendiri atau orang lain dan tidak ada alternatif lain yang dapat
menahan pasien. Restriksi lain mencakup hal berikut.
1. Pengasingan dan pengekangan hanya dapat diterapkan dengan
permintaan tertulis dari petugas medis yang sesuai.
2. Permintaan bersifat mengekang selama batas waktu tertentu.
3. Keadaan seorang pasien harus ditinjau ulang secara teratur dan dicatat.

20
4. Setiap perpanjangan dari permintaan asli harus ditinjau ulang dan
disahkan.

FORMULIR PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS


Pemberian formulir persetujuan tindakan setelah terungkapnya bahaya, dilakukan
pada pasien selama percobaan klinis. Formulir persetujuan adalah dokumen tertulis
yang menggarisbawahi persetujuan pasien terhadap prosedur yang diajukan.
Unsur dasar formulir persetujuan harus mencakup penjelasan mengenai prosedur
yang akan dijalani dan tujuannya, termasuk identifikasi prosedur yang bersifat
eksperimental; gambaran mengenai ketidak nyamanan dan resiko yang
diperkirakan beralasan; gambaran mengenai manfaat yang diperkirakan
beralasan;pengungkapan setiap prosedur alternatif yang mungkin dapat
menguntungkan pasien; tawaran untuk menjawab setiap pertanyaan mengenai
prosedur; dan instruksi bahwa pasien bebas untuk menarik persetujuannya dan
berhenti berpartisipasi di dalam proyek atau aktivitas kapanpun tanpa prasangka.
Pasien memiliki hak untuk menolak terapi.

PEWALIAN ANAK
Tindakan pengadilan dalam perselisihan perwalian anak saat ini mengacu
berdasarkan yang terbaik untuk anak. Petuan mencerminkan gagasan bahwa orang
tua alami tidak memiliki hak waris begitu saja untuk ditunjuk sebagai orang tua
wali, tetapi ada anggapan. meskipun telah agak memudar, bahwa anak tetap berada
pada sang ibu yang baik dan sehat. yang terbaik untuk sang ibu mungkin adalah
dengan memberikannya perwalian, karena seseorang ibu tidak pernah pulih dari
efek kehilangan seorang anak. Perawatan dan perlindungan menjadi urusan
pengadilan dalam hal kesejahteraan anak ketika orang tua tidak mampu merawat
anak.
Lebih banyak ayah yang saat ini mengajukan klaim perwalian. Pada kira-kira 5
persen dan semua kasus, ayah mendapatkan hak perwalian. Gerakan yang
menyokong hak perempuan juga meningkatkan kesempatan untuk perwalian ayah.

21
Dengan lebih banyaknya perempuan yang bekerja di luar rumah, pemikiran
tradisional mengenai perwalian ibu saat ini tidak lagi sekuat dulu.

KAPASITAS DAN KOMPETENSI MENYUSUN KONTRAK


DAN WASIAT
Psikiater dapat diminta untuk mengevaluasi kapasitas dan kompetensi pasien dalam
pembuatan wasiat. Tiga kemampuan psikologis diperlukan untuk membuktikan
kompetensi ini. Pasien harus tahu sifat dan jumlah harta (kepemilikan) mereka,
fakta bahwa mereka membuat warisan, dan identitas penerima manfaat
mereka(suami/istri,anak, dan kerabat lain).
Ketika suatu wasiat disahkan, ahli waris atau orang lain sering menguji validitasnya.
Penilaian pada kasus tersebut harus didasari pada suatu reskontruksi, dengan
menggunakan data dari dokumen dan dari kesaksian psikiatrik lain, mengenai
keadaan mental pembuatnya saat surat wasiat ditulis. Ketika seseorang tidak
mampu untuk, atau tidak menjalankan hak untuk, membuat surat wasiat, hukum
disemua negara bagian menyerahkan pembagian harta benda pada ahli warisnya.
Jika tidak ada ahli waris, kepemilikan jatuh kepada masyarakat.
Saksi saat menandatangani surat wasiat, mungkin termasuk psikiater, dapat
menegaskan bahwa pembuatnya waras pada saat dikeluarkannya surat wasiat
tersebut. Pada kasus yang tidak lazim, seorang pengacara dapat merekam
penandatanganan untuk menghindarkan diserangnya surat wasiat tersebut. Idealnya,
orang yang berpikir untuk membuat surat wasiatnya, menyewa psikiater forensik
untuk melakukan pemeriksaan antemortem yang tidak memihak untuk mensahkan
dan merekam kapasitasnya.
Laporan yang kompeten dan pengawasan wali mungkin diperlukan ketika anggota
keluarga menghabiskan aset dan hak milik keluarga terancam bahaya pemborosan
seperti pada kasus penuaan, retardasi, ketergantungan alkohol, dan orang psikotik.
Yang menjadi masalah adalah apakah orang tersebut mampu mengatur masalahnya
sendiri. Meskipun demikian, seorang wali yang ditunjuk untuk mengendalikan hak
milik dari seseorang yang dianggap tidak kompeten, tidak dapat membuat surat
wasiat untuk orang tersebut.

22
Kompetensi ditentukan berdasarkan kemampuan orang untuk membuat penilaian
yang baik-untuk mempertimbangkan, memberi alasan,dan membuat keputusan
yang masuk akal. Kompetensi bersifat tugas, tidak umum; kapasitas untuk
mempertimbangkan faktor pembuatan-keputusan(kompetensi) sering paling baik
ditunjukkan melalui kemampuan orang tersebut untuk menanyakan pertanyaan
yang berkaitan dan berbobot setelah dijelaskan resiko dan manfaatnya. Meskipun
dokter (terutama psikiater) sering memberikan opini mengenai kompetensi, hanya
keputusan hakim yang dapat mengubah opini menjadi suatu temuan; pasien
dianggap kompeten atau tidak, tergantung keputusan pengadilan. Diagnosis
gangguan jiwa sendiri tidak cukup untuk membenarkan adanya inkompetensi.
Bahkan gangguan jiwa harus lebih dulu menyebabkan hendaya, dalam penilaian
untuk masalah spesifik yang terlibat. Setelah dinyatakan inkompeten, mereka akan
kehilangan hak-hak tertentu: mereka tidak dapat membuat kontrak, menikah,
memulai tindakan perceraian, mengendarai kendaraan, menangani hak milik
mereka sendiri, atau mempraktikan profesinya. Inkompetensi diputuskan di dalam
ruang pengadilan formal, dan pengadilan biasnyan menunjuk wali yang paling baik
bagi pasien. Masuk ke dalam rumah sakit jiwa tidak secara otomatis berarti orang
tersebut inkompeten.
Kompetensi juga penting di dalam kontrak, karena kontrak adalag persetujuan antar
pihak untuk melakukan tindakan khusus. Suatu kontrak dinyatakan tidak sah, jika
ketika ditandatangani, salah satu pihak tidak dapat memahami sifat dan efek
tindakannya. Kontrak pernikahan memiliki standar yang sama, sehingga dapat
dihindari jika ada pihak yang tidak memahami sifat, tugas, kewajiban, dan
karakteristik lain yang terkait saat menikah. Meskipun demikian, pada umumna
pengadilan tidak dapat menyatakan perkawinan batal berdasarkan inkompetensi.
Apakah kompetensi terkait dengan surat wasiat, kontrak, pelaksanaan atau
pemutusan pernikahan, masalah yang mendasar adalah status kesadaran seseorang
dan kapasitas untuk memahami kebermaknaan komitmen tertentu yang dibuat.

23
Durable Power of Attorney
Perkembangan modern yang memungkinkan orang untuk membuat ketetapan guna
mengantisipasi hilangnya kapasitas membuat keputusan, disebut durable power of
attorney. Dokumen ini memungkinkan pemilihan pengganti pembuat keputusan
yang dapat bertidak tanpa perlu proses pengadilan ketika penandatangan menjadi
inkompeten karena penyakit, demensia progresif, atau mungkin mengalami relaps
gangguan bipolar I.

HUKUM KRIMINAL
Kompetensi untuk Hadir di Pengadilan
Suprme Court o the United States menyatakan bahwa pelarangan untuk menguji
seseorang yang jiwanya inkompeten penting bagi sistem pengadilan AS. Demikian
juga, pengadilan, dalam Duskyv. United States, menyetujui adanya uji kompetensi.
Tersangka kriminal harus memiliki “kemampuan yang cukup untuk berkonsultasi
dengan pengacaranya dengan derajat pemahaman yang masuk akal dan memiliki
pemikiran juga pemahaman faktual akan pengadilan atas mereka.”
Klinis hanya menawarkan opini mengenai kompetensi. Hakim bebas menghormati,
mengubah, atau mengabaikan opini ini, serta pasien tidak kompeten atai kompeten
tergantung hakim memutuskannya.

Kompetensi untuk Dieksekusi


Salah satu area baru kompetensi yang muncul di antara psikiatri dan hukum adalah
pertanyaan mengenai kompetensi seseorang yang akan diesksusi. Syarat
kompetensi di dalam area ini diyakini bersandar pada tiga prinsip utama. Pertama,
kesadaran seseorang mengenai yang terjadi diharapkan meningkatkan unsur
retributif dari hukuman, hukuman tidak bermakna kecuali orang ini sadar akan hal
ini dan tahu tujuan hukuman. Kedua, orang kompeten yang akan dieksekusi
diyakini berada di dalam posisi terbaik untuk berdamai sesuai dengan keyakinan
agama, termasuk pengakuan dan pengampunan. Ketiga, orang kompeten yang akan
dieksekusi, hingga akhir tetap memiliki kemungkinan (meskipun sedikit) untuk

24
mengingat kembali rincian yang terlupakan dari peristiwa atau kejahatan yang
dapat membuktikannya tidak bersalah.
Sebagian besar badan kedokteran telah mengambil sikap bahwa tidak etis bagi
klinis untuk berpartisipasi, betapapun jauhnya, di dalam eksekusi yang
diperintahkan negara; tugas dokter untuk mempertahankan kehidupan lebih penting
dari semya hal. Masyarakat kedokteran utama, seperti American Medical
Assosiation (AMA), yakin kalau dokter tidak boleh berpartisipasi di dalam
hukuman mati.
Psikiater yang setuju untuk memeriksa pasien yang akan dieksekusi dapat
merasakan bahwa orang tersebut inkompeten karena gangguan jiwa dan dapat
merekomendasikan rencana terapi, yang diterapkan, akan memastikan kesiapan
pasien untuk dieksekusi. Meskipun terdapat ruang untuk perbedaan opini mengenai
apakah psikiater sebaiknya terlibat, pengarang buku ajar ini yakin, keterlibatan
seperti ini tidak manusiawi.

Tanggung Jawab Kriminal


Menurut hukum pidana, melakukan suatu tindakan yang secara sosial berbahaya
bukanlah satu-satunya kriteria apakah suatu kejahatan telah dilakukan. Bahkan,
tindakan yang tidak disukai harus memiliki dua komponen: tindakan sukarela
(actus reus) dan niat jahat (mens rea). Tidak akan ada niat jahat jika status mental
pelaku begitu kurang, begitu abnormal, atau begitu sakitnya sehingga pelaki kurang
memiliki kapasitas untuk niat yang rasional. Hukum dapat dilakukan hanya jika niat
kejahatan diterapkan. Meskipun berbahaya, perilaku ataupun niat untuk melakukan
kejahatan, bukanlah dasar untuk tindakan kriminal.

Peraturan M’Naghten. Preseden untuk menetukan kewajiban hukum ditegakan


pada tahun 1843 di pengadilan Inggris. Peraturan M’Naghten, yang hingga saat ini
telah menentukan kewajiban pidana di sebagian besar Amerika Serikat,
menyatakan bahwa orang tidak bersalah karena tidak waras jika memiliki penyakit
kejiwaan sedemikian rupa sehingga merekatidak sadar akan sifat, kualitas, dan
konsekuensi tindakan mereka atau jika mereka tidak dapat menyadari bahwa

25
tindakan mereka salah. Lebih jauh lagi, untuk membebaskan orang dari hukuman,
waham yang digunakan sebagai bukti harus waham yang, jika benar, akan menjadi
pembelaan yang adekuat. Jika gagasan waham tidak membenarkan kejahatan, orang
tersebut mungkin bertanggung jawab, bersalah, dan dapat dihukum. Peraturan
M’Naghten saat ini lazim dikenal sebagai uji benar-salah.
Peraturan M’Naghten berasal dari kasus M’Naghten yang terkenal pada tahun 1843.
Ketika Daniel M’Naghten membunuh Edward Drummond, sekretaris pribadi
Robert Peel. M’Naghten menderita waham kejaran selama beberapa tahun,
mengeluhkan pada banyak orang mengenai “pengejarnya”, dan, akhirnya,
memutuskan untuk memperbaiki situasi dengan membunuh Robert Peel. Kertika
Drummond keluar dari rumah Peel, M’Naghten menembak Drummond, yang
dikiranya Peel. Juri, seperti yang diinstruksikan di bawah hukum yang berlaku,
memmutuskan M’Naghten tidak bersalah karena tidak waras. Sebagai respons
terhadap pertanyaan mengenai apa pedoman yang digunakan untuk menentukan
apakah seseorang dapat mengaku tidak waras sebagai pembelaan terhadap
tanggung jawab pidana, hakim ketua Inggris menulis:
1. Untuk menegakan pembelaan berdasarkan ketidakwarasan, harus jelas
terbukti bahwa, pada saat melakukan tindakan tersebut, pihak yang dituduh
sedang mengalami alasan-alasan yang cacat, dari penyakit jiwa, sehingga
tidak tahu sifat dan kualitas tindakan yang dilakukannya, atau jika ia tahu,
ia tidak tahu yang ia lakukan itu salah.
2. Ketika seseorang hanya mengalami waham sebagian dan tidak sakit jiwa
dan sebagai akibatnya melakukan penyerangan, ia harus dianggap berada
dalam situasi yang sama dalam hal kewajiban, seolah-olah fakta mengenai
waham yang ada adalah yang sebenarnya.
Menurut peraturan M’Naghten, pertanyaannya bukanlah apakah tuduahn tahu
perbedaan antara yang benar dan yang salah pada umumnya, tetapi apakah
tersangka memahami sifat dan kualitas tindakan dan apakah tersangka tahu
perbedaan antara yang benar dan yang salah akibat tindakan tersebut yaitu,
khususnya apakah tersangka tahu tindakan tersebut salah atau mungkin berpikir

26
kalau tindakannya itu benarm waham menyebabkan tersangka memiliki pembelaan
diri yang sah.

Jeffery Dahmer (Gambar. 36,1-1) Menewaskan 17 pemuda dan anak laki-laki


antara Juni 1978 dan Juli 1991. Sebagian besar korbannya adalah homoseksual
atau biseksual. Dia akan bertemu dan memilih mangsanya di bar gay atau
pemandian dan kemudian memancing mereka dengan menawarkan mereka uang
untuk berpose untuk foto-foto atau
hanya untuk menikmati beberapa bir dan video. Kemudian ia memberi obat
mereka, mencekik mereka, masturbasi pada tubuh atau berhubungan seks dengan
mayat, memotong-motong tubuh, dan membuangnya. Kadang-kadang ia akan
menyimpan tengkorak atau bagian tubuh lainnya sebagai oleh-oleh.

GAMBAR 36,1-1
Kasus orang dalam sistem hukum. A. Harry K. Thaw. Pada tahun 1908, Thaw,
seorang playboy jutawan, dihukum karena membunuh arsitek Stanford White di
Madison Square Garden di New York City. Dia ditemukan secara hukum gila dan

27
dikirim ke rumah sakit jiwa dan akhirnya dibebaskan pada tahun 1924. Dia
meninggal di Florida pada tahun 1947 pada usia 76 tahun. B. Winnie Ruth Judd.
Dikenal sebagai “trunk murderess” dari awal 1930-an, Judd diselamatkan dari
eksekusi oleh sidang kewarasan. Dia yang dilakukan di rumah sakit negara
Arizona dari mana dia melarikan ketujuh pada tahun 1962. Dia ditemukan pada
tahun 1969 bekerja sebagai resepsionis. Dewan Pengampunan dan Pembebasan
bersyarat Arizona merekomendasikan kebebasan pada tahun 1971. Dia meninggal
pada tahun 1998 pada usia 93 tahun. C. Dan White. Mantan atasan San Francisco
tewas San Francisco Walikota George Moscone dan pengawas Harvey Milk di
Balai Kota pada tahun 1978. “Twinkie defense” White membantu mengurangi
kejahatannya dari pembunuhan ke pembunuhan biasa, yang mana ia di penjara 5
tahun. White bunuh diri beberapa hari setelah dia dibebaskan dari penjara. D. John
Hinckley, Jr., yang berusaha untuk membunuh Presiden Ronald Reagan pada
tahun 1981, dinyatakan tidak bersalah dengan alasan kegilaan. Saat ini ia adalah
seorang pasien di rumah sakit jiwa di Washington, DC. E. Serial pembunuh Ted
Bundy memperlihatkan perilaku antisosial pada yang paling ekstrim dan
berbahaya. Bundy dieksekusi di Florida pada tahun 1989 setelah mengaku, tanpa
menunjukkan penyesalan apapun, untuk pembunuhan 36 wanita. (Beberapa pihak
memperkirakan jumlah itu mungkin lebih dekat dengan 100.)F. Jeffrey Dahmer.
percobaan pembunuhan atas kematian 17 pemuda dan anak laki-laki menjadi
terkenal luas setelah tuduhan praktek kanibalisme. Dahmer tewas dalam penjara
oleh narapidana psikotik pada tahun 1994. (Gambar A, courtesy of United Press
International, Inc.; Figures B to F courtesy of World Wide Photos.)
Pada tanggal 13 Juli 1992, Dahmer merubah permohonan untuk bersalah dengan
cara kegilaan. Dahmer bisa merencanakan pembunuhan dan sistematis membuang
mayat meyakinkan juri, bagaimanapun, bahwa ia mampu mengendalikan
perilakunya. Semua kesaksian didukung gagasan bahwa, seperti kebanyakan
pembunuh berantai, Dahmer tahu apa yang dia lakukan dan tahu benar dan salah.
Akhirnya, juri tidak menerima pembelaan Dahmer mengalami penyakit mental
sampai pada tingkat dimana dia telah mematikan pikirannya atau kontrol perilaku.
Dahmer dijatuhi hukuman 15 hal kehidupan berturut-turut atau total 957 tahun
penjara. Dia dibunuh oleh seorang narapidana pada tanggal 28 November 1994.
28
Implus yang tidak dapat ditahan. Pada tahun 1922, komite juri di Inggris
memeriksa kembali M’Naghten. Komite menyarankan perluasan konsep
ketidakwarasan di dalam kasus pidan untuk memasukan uji impuls yang tidak dapat
ditahan, yang mengatur bahwa seseorang yang dituduh melakukan pelanggaran
pidan tidak bertanggung jawab terhadap suatu tindakan jika tindakan tersebut
dilakukan di bawah impuls yang tidak dapat ditahan oleh orang tersebut karena
sakit jiwa. Pengadila memilih untuk menginterpretasikan konsep ini sedemikian
rupa sehingga disebut policeman-at-the-elbow-law. Dengan kata lain, pengadilan
menjamin impuls tidak dapat ditahan hanya jika ditentukan bahwa tertuduh akan
melakukan tindakan tersebut meskipun ada polisi di dekatnya. Bagi sebagian besar
psikiater, interpretasi ini tidak memuaskan karena hanya mencakup suatu kelompok
kecil dan khusus yang mengalami penyakit jiwa.

Peraturan Durham. Dalam kasus Durham v. United States, hakim Bazelon


mengeluarkan keputusan pada tahun1954 di District o Columbia Court of Appelas.
Keputusan menghasilkan produk peraturan tanggung jawab pidan, yaitu seorang
terdakwa tidak memiliki tanggung jawab pidana jika tindakannya adalah produk
dari penyakit jiwa atau defek jiwa. Di dalam kasus Durham, hakim Bazelon dengan
cepat menyatakan bahwa tujuan peraturan tersebut adalah untuk mendapatkan
kesaksian psikiatrik yang lengkap dan baik. Ia ingin melepaskan hukum pidana dari
peraturan teoritis M’Naghten yang ketat, tetapi hakim dan juri di dalam kasus yang
menggunakan peraturan Durham menjadi bingung dengan istilah “produk”,
“penyakit”, dan “afek”. Pada tahun 1972, sekitar 18 tahun setelah penerapan
peraturan, Court of Appeals for the Disrict of Columbia, di dalam United States v.
Brawner, membuang peraturan tersebut. Pengadilan ini ke sembilan anggotanya,
termasuk hakim Bazelon di dalam opini setebal 143 halaman memutuskan untuk
membuang peraturahn Durham dan menerapkan uji yang direkomendasikan pada
tahun 1962 oleh American Law Institute di dalam kitam undang-udang hukum
pidana, yang merupakan hukum di dalam pengadilan federal saat ini.

29
Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Di dalam kitab undang-undang
hukum pidananya, America Law Institute merekomendasikan uji tanggung jawab
pidana berikut ini: orang tidak bertanggung jawab untuk kejahatan yang dilakukan,
jika pada saat tindakan tersebut, sebagai akibat dari penyakit jiwa atau defek jiwa,
meraka tidak memiliki kapasitas mendasar baik untuk mengapresiasikan
kriminalitas (hal yang salah) dari tindakan meraka maupun untuk menyesuaikan
perilaku mereka dengan yang disyaratkan oleh hukum. Istilah penyakit jiwa atau
defek jiwa tidak mencakup abnormalitas yang muncul hanya dengan tindakan
kriminal berulang atau tindakan antisosial.
Subpasal 1 dari peraturan Ameican Law Institute terdiri atas lima konsep operati:
penyakit atau defek jiwa, tidak adanya kapasitas mendasar, apresiasi, hal-hal yang
salah, dan menyesuaikan tingkah laku dengan yang diharuskan oleh hukum.
Subpasal kedua peraturan ini yang menyatakan bahwa tindakan kriminal berulang
atau tindakan antisosial bukanlah dianggap penyakit atau defek jiwa, bertujuan
untuk menjaga sosiopat atau psikopat di dalam lingkup tanggung jawab pidana.

Bersalah tapi Gangguan Jiwa. Beberapa negara telah membentuk vonis


alternatif bersalah tapi gangguan jiwa. Di bawah undang-undang bersalah tetapi
ganguan jiwa, vonis ini alternatif tersedia untuk juri jika terdakwa mengaku tidak
bersalah dengan alasan kegilaan. Di bawah permohonan kegilaan, empat hasil yang
mungkin: tidak bersalah, tidak bersalah dengan alasan kegilaan, bersalah tetapi
sakit mental, dan bersalah.
Masalah dengan bersalah tetapi sakit mental adalah bahwa itu adalah vonis
alternatif tanpa perbedaan. Hal ini pada dasarnya sama dengan menemukan
terdakwa sekadar bersalah. pengadilan masih harus memberlakukan hukuman pada
terpidana. Meskipun terpidana seharusnya menerima perawatan psikiatris, jika
perlu, pemberian pengobatan ini tersedia untuk semua tahanan.
Beberapa kasus terkenal orang dinyatakan tidak bersalah dengan alasan kegilaan
diilustrasikan dalam Gambar 36,1-1.

30
AREA LAIN FORENSIK PSIKIATRI
Kerusakan emosional dan Distress
Tren yang meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir adalah untuk menuntut
untuk kerusakan psikologis dan emosional, baik karena cedera fisik atau sebagai
akibat dari menyaksikan tindakan stres dan dari penderitaan yang dialami di bawah
tekanan keadaan seperti pengalaman kamp konsentrasi. Pemerintah Jerman
mendengar banyak dari klaim ini dari orang yang ditahan di kamp-kamp Nazi
selama Perang Dunia II. Di Amerika Serikat, pengadilan telah pindah dari
konservatif ke posisi liberal dalam pemberian ganti rugi atas klaim tersebut.
pemeriksaan kejiwaan dan kesaksian yang dicari dalam kasus ini, sering baik oleh
penggugat dan tergugat.

Kenangan Pulih
Pasien menyatakan kenangan pulih dari penyalahgunaan telah menggugat orang tua
dan para pelaku lainnya. Dalam sejumlah kasus, dugaan victimizers telah
menggugat terapis yang, mereka mengklaim, lalai diinduksi kenangan palsu
pelecehan seksual. Dalam tentang wajah, beberapa pasien telah menarik kembali
dan bergabung dengan orang lain (biasanya orang tua mereka) untuk menuntut
terapis.
Pengadilan telah menjatuhkan jutaan penilaian dolar terhadap praktisi kesehatan
mental. Sebuah tuduhan mendasar dalam kasus ini adalah bahwa terapis
ditinggalkan posisi netralitas untuk menyarankan, membujuk, memaksa, dan
menanamkan kenangan palsu pelecehan seksual masa kanak-kanak. Prinsip
manajemen risiko klinis pada kasus memori pulih adalah pemeliharaan terapis
netralitas dan penetapan batas pengobatan.tabel 36,1-4 mencantumkan prinsip-
prinsip manajemen risiko yang harus dipertimbangkan ketika mengevaluasi atau
mengobati pasien yang pulih kenangan pelecehan dalam psikoterapi.

31
Tabel 36.1-4
Prinsip Manajemen Risiko Kasus Kenangan Sembuh perlakuan di Psikoterapi
1. Menjaga kenetralan terapis: jangan menganjurkan penyalahgunaan
2. Tetap fokus secara klinis : memberikan evaluasi dan perawatan yang
memadai untuk pasien yang mengalami masalah dan gejala
3. Hati-hati mendokumentasikan proses pemulihan memori
4. Mengelola bias dan countertransference
5. Menghindari pencampuran treater dan peran saksi ahli
6. Memonitor secara ketat hubungan terapi pengawasan dan kolaboratif
7. Memperjelas peran dengan anggota keluarga mengenai bukan
pengobatan
8. Menghindari teknik khusus (seperti hipnotis atau pemberian sodium
amobarbital (amytal) kecuali dengan adanya indikasi; dapat diberikan
konsultasi terlebih dahulu
9. Tetap dalam komptensi profesional: jangan mengambil kasus tidak dapat
anda tangani
10. Membedakan antara kebenaran narasi dan kebenaran sejarah
11. Mendapatkan konsultasi dalam kasus bermasalah
12. Foster patient autonomy and self-determination : do not suggest lawsuit
13. Dalam pengaturan perawatan yang dikelola, beri tahu pasien dengan
ingatan yang pulih yang lebih dari sekadar terapi singkat mungkin
diperlukan
14. Ketika membuat pernyataan publik, bedakan pendapat pribadi dari fakta
yang ditetapkan secara ilmiah
15. Berhenti dan rujuk, jika tidak nyaman dengan pasien yang memulihkan
ingatan tentang pelecehan masa kanak-kanak
16. Jangan takut untuk bertanya tentang pelecehan sebagai bagian dari
evaluasi psikiatri yang kompeten

32
Kompensasi Pekerja
Tekanan pekerjaan dapat menyebabkan atau meningkatkan penyakit mental. Pasien
berhak mendapat kompensasi atas cacat yang terkait pekerjaan atau menerima
tunjangan hari tua cacat. Seorang psikiater sering dipanggil untuk mengevaluasi.

Kewajiban Sipil
Psikiater yang mengeksploitasi secara seksual pasien mereka dikenakan tindakan
perdata dan pidana selain proses pencabutan perizinan etis dan profesional.
Malpraktek adalah tindakan hukum yang paling umum (tabel 36,1-5).

Tabel 36,1-5. Eksploitasi seksual: Hukum dan Etika Konsekuensi


Gugatan perdata
Kelalaian
Kehilangan konsorsium
Pelanggaran tindakan kontrak
Sanksi pidana (misalnya, hukum, perzinahan, kekerasan seksual, pemerkosaan)
Tindakan perdata untuk gugatan intertional (misalnya, penipuan)
Pencabutan lisensi
Sanksi etis
Pemecatan dari organisasi profesional

33

Anda mungkin juga menyukai