Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hubungan industrial merupakan suatu sistem hubungan yang terbentuk


antara para pelaku dalam produksi barang dan jasa yang terdiri unsur pengusaha,
pekerja/ buruh, dan pemerintah yang didasari nilai-nilai pancasila dan UUD
Negara RI. Dengan adanya hubungan industrial dalam suatu perusaaan, maka
akan dapat meningkatkan produktivitas dan kerjasama antar karyawan dan
pengusaha sehingga perusahaan dapat berjalan terus. Berkembangnya suatu
Negara dapat dilihat dari pertumbuhan ekonominya yang pesat dari sektor mikro
ataupun makro, dalam mejuwudkan kehidupan bangsa yang sejahtera. Negara
Indonesia merupakan negara yang digolongkan dalam negara berkembang
diamana pertumbuhan ekonominya dalam tahap lepas landas. Banyak sektor yang
sedang mengalami pertumbuhan dari segi pertanian, pertambangan ataupun
industri, dari berbagai macam kegiatan ekonomi ini Negara Indonesia memiliki
cara tersendiri dalam mensejahterakan rakyatnya yang diatur dalam UUD 1945
dalam pasal 33 ayat 1-5, dimana disebutkan bahwa perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Upaya negara dalam
mensejahterkan rakyat dapat dilakukan dengan berbagai macam kegiatan
perekonomian diberbagai bidang, salah satunya yaitu dibidang industri. Dimana
bidang industri merupakan ciri dari perekonomian negara berkembang merupakan
salah satu cabang yang banyak menyerap tenaga kerja. Dalam hal inilah
pemerintah berusaha untuk mengembangkan usaha industri dalam meningkatkan
perekonomian bangsa. Berbagai macam perusahan yang bergerak di bidang
industri turut menyerap banyak tenaga kerja, dimana, didalamnya terdapat
hubungan antara pekerja dan pengusaha. Dalam hal inilah berbagai macam aturan
mengatur tentang hubungan pekerja dengan pengusaha, berbagai macam aturan
diberlakukan di Indonesia dalam menagatur hubungan kerja ini diantanranya
Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Hubungan Industrial?.
2. Apa itu fungsi ,sistem,dan sarana Hubungan Industrial ?
3. Apa itu perselisihan jenis-jenis serta bagaimana prosedur
penyelesaian dalam Perselisihan Hubungan Internasional?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang apa itu hubungan Industrial
2. Untuk mengetahui fungsi ,sistem,dan sarana Hubungan Industrial
3. Serta memahami Apa itu perselisihan ,jenis-jenis,serta bagaimana
prosedur penyelesaian dalam Perselisihan Hubungan Internasional

D. Manfaat
Manfaat dalam Makalah ini adalah untuk memahami secara jelas tentang
Hubungan Industrial,fungsi,manfaat,serta pengaturannya. Selain itu juga
memahami tentang pelaksanaan Hubungan Industrial di Indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Subjek Hubungan Industrial
1 Pengertian Hubungan Industrial menurut UU No.13 Tahun 2003 Pasal 1
angka 16 adalah suatu system hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam
proses produksi barang dana tau jasa yang terdiri atas unsur
pengusaha,pekerja/buruh,dan pemerintah yang didasarkan pada nilai Pancasila
dan UUD 1945.

Dari pengertian diatas dapat diuraikan unsur-unsur dari hungan industrial,yakni


sebagai berikut :

1. Adanya suatu system hubungan industrial


2. Adanya pelaku yang meliputi pengusaha,pekerja/buruh,dan pemerintah
3. Adanya proses produksi barang/jasa.

Hubungan industrial di Indonesia menurut Abdul Khakim mempunyai perbedaan


dengan yang ada di negara lain,ciri-ciri itu sebagai berikut :

1. Mengakui dan meyakini bahwa bekerja bukan sekedar mencari nafkah


saja,tetapi sebagai pengabdian manusia kepada Tuhannya, sesama
manusia, masyarakat, bangsa dan negara.
2. Menganggap pekerja bukan sebagai factor produksi,melainkan sebagai
manusia yang bermartabat
3. Melihat antara pengusaha dan pekerja bukan dalam perbedaan
kepentingan,tetapi mempunyai kepentingan yang sama kemajuan
perusahaan.

Subjek Hukum dalam Hubungan Industrial adalah pihak yang terkait dalam
hubungan industrial yaitu Buruh,Majikan,dan Pemerintah. Kedudukan buruh dan
majikan adalah dalam kaitannya dengan adanya hubungan kerja yang menjadi inti
dalam hubungan Industrial. Dan kedudukan pemerintah sebagai pihak yang terkait
sangat penting dalam melaksanakan fungsinya untuk mengatur,membina,dan
mengawasi Hubungan Industrial. Disamping ketiga pihak tersebut,masih ada
pihak lain yang berkaitan dengan hubungan industrial,yaitu Masyarakat.

1
Asri Wijayanti,Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi,Sinar Grafika,Jakarta,2009,hlm 56.

3
Subjek Hukum adalah pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan industrial.
Dalam hal subjek hokum yang perta adalah pengusaha. Berdasarkan ketentuan
pasal 1 angka 3 UU No.13 Tahun 2003 adalah :

1. Orang perseorangan,persekutuan atau badan hukum yang menjalankan


suatu perusahaan milik sendiri
2. Orang perseorangan,persekutuan atau badan hokum yang secara berdiri
sendiri menjalankan perusahaan yang bukan miliknya.
3. Orang perseorangan,persekutuan atau badan hokum yang berada di
Indonesia mewakili perusahaan sebagai dimaksud dalam huruf a dan b
yang berkedudukan di luar Indonesia

Pengertian pekerja berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 4 UU No.13 tahun 2003


adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam
bentuk lain

B. Fungsi dan Sistem Hubungan Industrial


1. Fungsi Hubungan Industrial
Berdasarkan ketentuan pasal 102 ayat 1 UU No.13 Tahun 2003 Fungsi
Pemerintah dalam melaksanakan hubungan industrial adalah ;
1. Menetapkan kebijakan
2. Memberikan pelayanan
3. Melaksanakan pengawasan2
4. Melakukan penindakan terhadap pelanggaran pertauran perundang-
undangan ketenagakerjaan.

Keempat fungsi pemerintah diatas apabila dikaitkan dengan peranan


pemerintah berkaitan dengan menjalankan fungsi negara terdiri dari 3
bentuk,yaitu :

1. Beestur : Pasal 102 ayat 1 huruf a dan b UU No.13 tahun 2003


2. Politie : Pasal 102 ayat 1 huruf c UU No.13 tahun 2003
3. Rechtspraak : Pasal 102 ayat 1 d UU No.13 tahun 2003

Berdasarkan ketentuan pasal 102 ayat 2,UU No.13 tahun 2003 Fumgsi
Pekerja/buruh dan serikat pekerja atau serikat buruhnya dalam melaksanakan
hubungan industrial adalah :

1. Menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya.

2
Asri Wijayanti,Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi,Sinar Grafika,Jakarta,2009,hlm 59.

4
2. Menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi.
3. Menyalurkan aspirasi secara demokratis.
4. Mengembangkan keterampilan dan keahliannya serta ikut memajukan
perusahaan.
5. Memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya

Selanjutnya berdasarkan ketentuan pasal 102 ayat 3 UU No.13 tahun 2003 Fungsi
Pengusaha dalam melaksanakan hubungan industrial adalah :

1. Menciptakan kemitraan
2. Mengembangkan usaha
3. Memperluas lapangan kerja
4. Memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka,demokratis,dan
berkeadilan.

Hasil pengkajian dari ketiga fungsi tersebut menghasilkan :

1. Menjaga kelancaran atau peningkatan produksi.


2. Memelihara atau menciptakan ketenangan kerja (Industrial Peace).
3. Mencegah atau menghindari permogokan.
4. Ikut menciptakan serta memelihara stabilitas sosial.

2. Sistem Hubungan Industial

Secara umum terdapat 5 sistem,yaitu :

1. Sistem hubungan industrial atas dasar kegunaan (utility system).


2. Sistem hubungan industrial atas dasar demokrasi (democratic system)
yang mengutamakan konsultasi atau musyawarah anatara buruh dan
majikan.
3. Sistem hubungan industrial atas dasar kemanusiaan (human system)
diaman tidak begitu diperhitungkan peningkatan produktivitas dan
efisiensi.
4. Sistem hubungan industrial atas dasar komitmen seumur hidup (life long
commitment).
5. Sistem hubungan industrial atas dasar perjuangan kelas.

Hubungan industrial dapat dikatakan berhasil apabila terjadi peningkatan


produktivitas dan kesejahteraan. Hubungan industrial dikatakan tidak berhasil
apabila timbul perselisihan perburuhan,terjadi pemutusan hubungan kerja,terjadi
pemogokan atau perusakan barang atau tindak pidana lain.

5
C. Sarana Hubungan Industrial

3Sarana hubungan industrial berdasarkan ketentuan Pasal 103 UU No. 13


tahun 2003 ditentukan sarana Industrial yaitu:

1. serikat pekerja/serikat buruh

Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat


pekerja atau serikat buruh. Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana
dimaksud pasal 102, serikat pekerja/buruh berhak menghimpun dan
menolak keuangan serta mempertanggungjawabkan keuangan organisasi
termasuk dana mogok.

2. organisasi pengusaha

Setiap pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi


pengusaha. Ketentuan mengenai organisasi pengusaha diatur sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku.

3. lembaga kerjasama bipartite

lembaga kerjasama bipartite sebagaimana dimaksud dalam ayat 1


berfungsi sebagai forum komunikasi, dan konsultasi mengenai hal
ketenagakerjaan di perusahaan. Susunan keanggotaan lembaga kerjasama
bipartite sebagaimana dimaksud dalm ayat 2 terdiri atas unsur pengusaha
dan unsur pekerja/buruh yang ditunjuk oleh pekerja/buruh secara
demokratis untuk mewakili kepentingan perusahaan yang bersangkutan.

4. lembaga kerjasama tripartite

lembaga kerjasama tripartite memberikan pertimbangan, saran, dan


pendapat kepada pemerintah dan pihak terkait dalam penyususan
kebijakan dan pemecahan masalah ketenagakerjaan.

5. peraturan perusahaan
dalam peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat:
1) hak dan kewajiban pengusaha.
2) hak dan kewajiban pekerja/buruh.
3) syarat kerja.
4) tata tertib perusahaan.
5) jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.

3
Asri Wijayanti,Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi,Sinar Grafika,Jakarta,2009,hlm 66.

6
6. perjanjian kerja bersama
berdasarkan ketentuan Pasal 124 UU No. 13 Tahun 2003 menyebutkan
bahwa perjanjian kerja bersama paling sedikit memuat:
1) hak dan kewajiban pengusaha.
2) hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh.
3) jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama.
4) tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama.

7. peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan


dalam mewujudkan pelaksanaan hak dan kewajiban pekerja/buruh dan
pengusaha, pemerintah wajib melaksanakan pengawasan dan penegakan
peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.

8. lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial


berdasarkan ketentuan pasal 136 UU No.13 Tahun 2003 bahwa
penyelesian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh
pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh secara
musyawarah untuk mufakat.

D. Pengertian Perselisihan Hubungan Industrial


4
Menurut UU no 2 tahun 2004 merumuskan perselisihan hubungan industrial
adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha
atau gabungan pengusaha dengan pekerja,buruh,atau serikat buruh karena adanya
perselisihan mengenai hak,perselisihan kepentingan,perselisihan hubungan
kerja,dan perselisihan antar serikat buruh dalam suatu perusahaan.

Adapun menurut pasal 1anghka 22 UU no 13 tahun 2003,perselisihan hubungan


industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara
pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja atau buruh maupun serikat
pekerja atau buruh karena adanya perselisihan mengenai hak,perselisihan
kepentingan,dan perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan antar
serikat pekerja atau serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.

4
Eko Wahyudi,Wiwin Yulianingsih,Moh.Firdaus Sholihini,Hukum Ketenagakerjaan,Sinar
Grafika,Jakarta,2016,hlm 63.

7
E. Jenis-jenis Perselisihan Hubungan Industrial
Perselisihan Hubungan industrial di bedakan menjadi 4 sebagai berikut:
1. Perselisihan hak,ialah perselisihan yang timbul Karena tidak di
penuhinya hak. Yakni salah stu pihak tidak memenuhu isi perjanjian
kerja,peraturan perusahaan,perjanjian kerja bersama atau ketentuan
perundang-undangan ketenagakerjaan.
2. Perselisihan kepentingan,yaitu perselisihan yang terjadi karena tidak
adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan atau perubahan
syarat-syarat kerja dalam perjanjian kerja,peraturan perusahaan,atau
perjanjian kerja bersama.
3. Perselisihan pemutusan hubungan kerja atau PHK, yaitu perselisihan
yang timbul apabila tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai
pemutusan hubungan kerja yang di lakukan salah satu pihak.
4. Perselisihan antara serikat pekerja atau serikat buruh dalam satu
perusahaan karena tidak adanya kesesuaian paham 5 mengenai
keanggotaan,pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatan.

F. Prosedur Penyelesaian Hubungan Industrial menurut UU No.2 th 2004


1. Penyelsaian bipartite
Prosedur penyelesaian sengketa dengan cara bipartite yang di atur dalam
Undang-undang no 2 tahun 2004 adalah:
a. Musyawarah untuk mufakat antar para pihak dengan membuat risalah
yang di tanda tangani oleh kedua belah pihak.
b. Jika tercapai kesepakatan di buat perjanjian bersama yang di tanda
tangani kedua belah pihak. Perjanjian ini bersifat mengikat dan wajib
di laksanakan.
c. Perjanjian bersama tersebut wajib di daftarkan kepada pengadilan
hubungan industrial pada pengadilan negri setempat.
d. Apabila perjanjian bersama tidak di laksankan maka dapat di ajukan
permohonan kasasi pada pengadilan hubungan industrial di
pengadilan negri setempat.

2. Penyelesaian mediasi
Berdasarkan Undang-undang no 2 tahun 2004 di laksanakan dengan cara
sebagai berikut:

5
Eko Wahyudi,Wiwin Yulianingsih,Moh.Firdaus Sholihini,Hukum Ketenagakerjaan,Sinar
Grafika,Jakarta,2016,hlm 65.

8
a. Paling lambat 7 hari setelah menerima pelimpahan penyelesaian
perselisihan,mediator harus sudah mengadakan penelitian tentang
duduk perkara dan segera mengadakan siding mediasi.
b. Mediator dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk hadir dalam
siding mediasi untuk di mintai dan didengar keterangannya.
c. Jika mencapai kesepakatan harus di buat perjanjian bersama yang di
tanda tangani para pihak dan di saksikan mediator serta di daftarkan
kepada pengadilan industrial untuk mendapatkan akta bukti
pendaftaran.

3. Penyelesaian konsiliasi
Penyelesaian konsiliasi dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Para pihak mengajukan permintaan penyelesaian secara tertulis
kepada konsiliator yang di tunjuk dan di sepakati oleh para pihak.
b. Paling lambat 7 hari setelah menerima pelimpahan penyelesaian
perselisihan secara tertulis,konsiliator harus sudah mengadakan
penelitian tentang duduk perkara dan selambat-lambatnya pada hari
kerja ke-8 harus sudah di lakukan siding konsiliasi pertama.
c. Konsiliator dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk hadir dalam
sidang konsiliasi guna di minta dan di dengar keterangannya.

G. Arbitrase Hubungan Industrial


6
Arbitrase menurut Undang-undang no 2 tahun 2004 tentang penyelesaian
perselisihan hubungan industrial adalah penyelesaian suatu perselisihan
kepentingan dan perselisihan antar serikat buruh atau serikat kerja pada suatu
perusahaan,di luar pengadilan hubugan, melalui kesepakatan tertulis dari para
pihak berselisih untuk meyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter
yang memiliki putusan mengikat para pihak dan bersifat final.

H. Penyelesaian Melalui Pengadilan


7
Melalui hubungan industrial, penggugat harus melampirkan risalah dimana
penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi, apabila gugatannya tidak di
lampiri risalah, hakim wajib mengembalikan gugatan kepada penggugat.

Penyelesaian melalui pengadilan dapat dilakukan dengan tahap tahap berikut :

6
Eko Wahyudi,Wiwin Yulianingsih,Moh.Firdaus Sholihini,Hukum Ketenagakerjaan,Sinar
Grafika,Jakarta,2016,hlm 71.
7
Eko Wahyudi,Wiwin Yulianingsih,Moh.Firdaus Sholihini,Hukum Ketenagakerjaan,Sinar
Grafika,Jakarta,2016,hlm 72.

9
1. Tahap Pengadilan Hubungan Industrial

a. Gugatan perselisihan hubungan industrial diajukan kepada pengadilan


hubungan industrial pada pengadilan negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat kerja/buruh kerja. Dalam pengajuan gugatan
dimaksud harus dilampirkan risalah penyelesaian melalui mediasi atau
konsiliasi.
b. Hakim pengadilan hubungan industrial wajib mengembalikan gugatan
kepada pihak penggugat apabila gugatan penggugat tidak
melampirkan risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi.
c. Penggugat dapat sewaktu waktu mencabut gugatan sebelum tergugat
memberikan jawaban atas gugatan, pencabutan gugatan akan
dikabulkan pengadilan apabila disetujui penggugat.

2. Tahap Mahkamah Agung

Putusan pengadilan hubungan industrial mengenai perselisihan hak dan


perselisihan pemutusan hubungan kerja mempunyai kekuatan hokum tetap
apabila tidak diajukan permohonan kasasi kepada mahkamah agung dalam
waktu selambat lambatnya 14hari kerja terhitung :

a. Bagi pihak yang hadir, terhitung sejak putusan dibacakan oleh sidang
majelis hakim
b. Bagi pihak yang tidak hadir, terhitung sejak tanggal menerima
pemberitahuan putusan.
c. Permohonan kasasi harus disampaikan secara tertulis melalui sub
kepaniteraan pengadilan hubungan industrial pengadilan negeri
setempat, dan dalam waktu selambat lambatnya 14hari kerja terhitung
sejak tanggal penerimaan permohonan kasasi harus sudah
disampaikan oleh sub kepaniteraan pengadilan kepada ketua
mahkamah agung.
d. Penyelesaian perselisihan hak atau perselisihan pemutusan hubungan
kerja pada mahkamah agung selambat lambatnya 30hari kerja
terhitung tanggal penerimaan permohonan kasasi.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hubungan Industrial dalam perwujudan pengaturannya masih terbatas


pada pekerja di sector formal. Masih belum menyentuh sector informal.
Selain itu regulasi yang mendukung managemen terbuka sangat dibutuhkan
oleh pekerja. Keadaan ini harus secepatnya diadakan perubahan. Secepatnya
pasca reformasi ini pemerintah harus segera memikirkan dan menerapkannya
dalam bentuk terciptanya regulasi bagi pekerja informal dan managemen
terbuka.

B. Saran

Perlu adanya komunikasi dua arah dan terus-menerus antara pengusaha


dan pekerja untuk mencegah prasangka dari kedua belah pihak sehingga
tercapai hubungan industrial yang baik.

Pihak pengusaha sebaiknya merespon tuntutan buruh secara cepat dengan


melakukan pendekatan-pendekatan pada perwakilan serikat buruh/pekerja,
sehingga unjuk rasa dan mogok kerja dapat dicegah atau paling sedikit unjuk
rasa atau mogok tidak menimbulkan kerugian yang besar bagi perusahaan dan
pekerja.

Pemerintah perlu bertindak cepat dan proaktif dalam menyelesaikan


perselisihan buruh/pekerja dengan pengusaha sehingga tindakan anarkis dapat
dicegah.

Pemerintah perlu segera menyusun perangkat perundangan


ketenagakerjaan terutama yang menyangkut unjuk rasa dan mogok kerja
sehingga tidak merusak citra Indonesia di mata investor.

Perlu adanya tindakan tegas dan adil dalam menindak para pelaku unjuk
rasa & mogok kerja maupun pihak lain yang bertindak anarkis.

11
DAFTAR PUSTAKA

Asri Wijayanti. 2009. Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi. Jakarta: Sinar


Grafika

Eko Wahyudi,Wiwin Yulianingsih,Moh.Firdaus Sholihin. 2016. Hukum


Ketenagakerjaan, Jakarta : Sinar Grafika.

12

Anda mungkin juga menyukai