Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Promosi kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha
menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kepada kelompok atau individu.
Dengan harapan bahwa adanya pesan tersebut, maka masyarakat, kelompok atau individu
dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Pengetahuan tersebut
pada akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku. Dengan kata lain adanya
promosi kesehatan tersebut diharapkan dapat membawa akibat terhadap perubahan
perilaku kesehatan dari sasaran.
Menurut Notoatmodjo(2012)1 yang mengutip pendapat Lawrence Green (2000)
merumuskan definisi sebagai berikut: “promosi kesehatan adalah segala bentuk
kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik dan
organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang
kondusif bagi kesehatan”.2 3
Promosi kesehatan mempunyai pengertuian sebagai upaya pemberdayaan
masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan diri dan
lingkungannya melalui pembelajaran dari masyarakat, agar dapat menolong dirinya
sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial
budaya setempat dan didukung oleh kebijakan public yang berwawasan kesehatan
(Depkes, 2006).4
Progam promosi kesehatan menggunakan pendekatan model precede proceed
yaitu langkah yang di rangcang untuk mambantu perencanaan progam mencapai kualitas
hidup masyarakat yang diinginkan dengan melalui analisis masalah dan merancang
progam yang tepat untuk masyarakat tersebut.precede merupakan akronim dari
predisposing,Rienforcing,enabling cause, Educational Diagnosis dan Evalution .Model
ini kemudian di kembangkan dengan menambahkan Proced sehingga menjadi Precede-
Proceed. Proceed merupakan akronim dari policy, Regulatory, Organizational Construct
in educational and Environmetal Development.

1 Notoatmodjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta.
2 Green & Kreuter. 2005. Health Program Planning. 4th Ed., NY, London: Mc. Graw-Hill.
3 Green, L.W. and M.W. Kreuter. 2005. Health Program Planning: An Educational and Ecological Approach. Fourth

Edition. McGraw-Hill. New York. hlm. 10


4 Depkes RI, 2006. Pengembangan Promosi Kesehatan di Daerah Melalui Dana Dekon 2006. Jakarta : Pusat Promosi

Kesehatan, Depkes RI
Model precede-proced. Ini terdiri dari 9 fase yang terbagi menjadi 5 face precede
yaitu pengkajian sosial, pengkajian epidemologi, pengkajian perilaku dan
lingkungan,pengkajian pendidikan dan ekologis, diagnosis adminitrasi dan kebijakan dan
4 fase tahap Proceed yaitu implementasi, evaluasi proses, evaluasi dampak (impact) dan
evaluasi hasil (outcome).

1.2 Rumusan Masalah


Sesuai uraian dari latar belakang, maka rumusan masalah dalam penulisan ini
adalah “Bagaimana penerapaan precede-proceed model dalam promosi kesehatan ?”

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
mendeskripsikan teori, konsep dan model yang digunakan dalam promosi kesehatan
precede-proceed mode (Lawrence Green).

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat yang ingin diperoleh dalam penyusunan makalah ini adalah:
1) Mendapatkan pengetahuan tentang precede-proceed model.
2) Mendapatkan pemahaman tentang penerapan precede-proceed model untuk
menyelesaikan masalah-masalah kesehatan yang terjadi di masayarakat.

1.5 Metode Penulisan


Metode yang kami gunakan dalam pembuatan makalah ini dengan menggunakan
study literature untuk mempermudah dalam penyusunan makalah ini.

1.6 Sistematika Penulisan


Sistematika dalam pembuatan makalah ini adalah :
Bab I : berisi tentang Pendahuluan
Bab II : berisi tentang Pembahasan
Bab III : berisi tentang Kesimpulan dan Saran
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Precede-Proceed Model


Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan.
Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor
perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour causes).5
Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor :

1. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors), yang terwujud dalam


pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
2. Faktor-faktor pendukung (Enabling factors), yang terwujud dalam fasilitas-
fasilitas atau sarana-sarana, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.
3. Faktor-faktor pendorong (Renforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan
Perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi
dari perilaku masyarakat.

Teori Lawrence W Green merupakan salah satu teori modifikasi perubahan


perilaku yang dapat digunakan dalam mendiagnosis masalah kesehatan ataupun sebagai
alat untuk merencanakan suatu kegiatan perencanaan kesehatan atau mengembangkan
suatu model pendekatan yang dapat digunakan untuk membuat perencanaan kesehatan
yang dikenal dengan kerangka kerja Precede dan Proceed. Kerangka kerja precede
mempertimbangkan beberapa faktor yang membentuk status kesehatan dan membantu
perencana terfokus pada faktor tersebut sebagai target untuk intervensi.
Model ini dapat digambarkan sebagai berikut:

B=f (PF, EF, RF )


Keterangan :
B = Behavior
PF = Predisposing Factors
5Green. 1991. Health Promotion Planning An Aducational and Environmental Approach Second Edition. London.
Mayfield publishing company.
EF = Enabling Factors
RF = Reinforcing Factors
F = Fungsi

Jadi, bisa disimpulkan bahwa perilaku sesorang atau masyrakat tentang kesehatan
ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang
atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan
perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan
memperkuat terbentuknya perilaku.

Contohnya:
Seseorang yang tidak mau mengimunisasikan anaknya di Posyandu dapat disebabkan
karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat imunisasi bagi anaknya
(predisposing factors). Atau barangkali juga karena rumahnya jauh dari posyandu atau
puskesmas tempat mengimunisasikan anaknya (enabling factors). Sebab lain, mungkin
karena para petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lainnya disekitarnya tidak pernah
mengimunisasikan anaknya (reinforcing factors).

Menurut Green (2000) penggunaan kerangka kerja PRECEDE and PROCEED


adalah sebagai berikut:
I. PRECEDE terdiri dari :
1. Predisposing;
2. Reinforcing;
3. Enabling cause
4. Educational diagnosis and evaluation
Akan memberikan wawasan spesifik menyangkut evaluasi. Kerangka kerja ini
menunjukkan sasaran yang sangat terarah untuk intervensi. PRECEDE digunakan pada
fase diagnosis masalah, penetapan prioritas dan tujuan program.
II. PROCEED terdiri dari:
1. Policy
2. Regulation
3. Organizational
4. Construct in educational, and
5. Environmental development
Menampilkan kriteria tahapan kebijakan dan implementasi serta evaluasi.
67

Precede mengarahkan perhatian awal pendidik kesehatan terhadap keluaran dan


bukan terhadap masukan dan memaksanya memulai proses perencanaan pendidikan
kesehatan dari ujung “Keluaran”. Ini mendorong munculnya pertanyaan “mengapa”
sebelum pertanyaan “bagaimana”. Dari sudut perencanaan, apa yang terlihat sebagai
ujung yang salah sebagai tempat untuk memulai, kenyataannya adalah sesuatu yang
benar. Orang mulai dengan keluaran akhir, kemudian bertanya tentang apa yang harus
mendahului keluaran itu, yakni dengan cara menentukan sebab-sebab keluaran itu.
Dinyatakan dalam cara lain, semua faktor yang penting untuk suatu keluaran harus
didiagnosis sebelum intervensi dirancang; jika tidak, intervensi akan didasarkan atas
dasar tebakan (kira-kira) dan mempunyai resiko salah arah.8
Bekerja menggunakan precede dan proceed, mengajak orang berpikir deduktif,
untuk memulai dengan akibat akhir dan bekerja ke belakang ke arah sebab-sebab yang
asli.

6 Chinn PL, Kramer MK: Theory and Nursing Integrated Knowledge Development, 7th Ed, St. Louis, 2008, Mosby.
7 Kaplan GA, Everson SA, Lynch JW. The Contribution of Social and Behavioural Research to an Understand of The
Distribution of Disease: a multi-level approach. In : Smedley BD, Syme SL, eds. Promotion Health: Intervention
Strategies From and Behavioural Reasearch. Washington, DC: National Academy Press, 2000: 37-80
8 Departemen Kesehatan RI, 2007. Panduan Promosi Kesehatan di Sekolah. Depkes RI, Jakarta
Adapun penjelasan dari tiap fase dalam kerangka Precede Proceed Theory adalah
sebagai berikut (Fertman, 2010):9
1. Fase 1 (Penilaian Sosial)
Dalam fase ini, program menyoroti kualitas dari hasil keluaran secara spesifik,
indikator utama sosial dari kesehatan dalam populasi spesifik (contohnya derajat
kemiskinan, rata-rata kriminalitas, ketidakhadiran, atau tingkat pendidikan yang rendah)
yang berefek kepada kesehatan dan kualitas hidup.Sebagai contoh, pada pekerjaan
industriyang kumuh dan berbahaya dengan rata-rata kecelakaan yang tinggi, sedikitnya
pelayanan kesehatan, dan keterbatasan kesediaan makanan diluar pedangang keliling,
pekerja mungkin merasa tidak aman dan menjadi tidak sehat selama kondisi bekerja.
Proses ini juga merupakan proses penentuan persepsi seseorang terhadap
kebutuhan dan kualitas hidupnya dan aspirasi untuk lebih baik lagi, dengan penerapan
berbagai informasi yang didesain sebelumnya. Partisipasi masyarakat adalah sebuah
konsep pondasi dalam diagnosis sosial dan telah lama menjadi prinsip dasar bagi
kesehatan dan pengembangan komunitas. Hubungan sehat dengan kualitas hidup
merupakan hubungan sebab akibat. Input pendidikan kesehatan, kebijakan, regulasi dan
organisasi menyebabkan perubahan out come, yaitu kualitas hidup. Fase ini membantu
masyarakat (community) menilai kualitas hidupnya tidak hanya pada kesehatan. Adapun
untuk melakukan diagnosa sosial dilaksanakan dengan mengidentifikasi masalah
kesehatan melalui review literature (hasil-hasil penelitian), data (misalnya BPS, Media
massa), group method.
Hubungan sebab akibat dapat terjadi secara langsung melalui kebijakan sosial, intervensi
pelayanan sosial, kebijakan kesehatan dan program kesehatan.
a. Bagian atas yaitu kebijakan sosial atau keadaan sosial, mengindikasikan masalah
kesehatan mempengaruhi kualitas hidup, sehingga kualitas hidup dapat memotivasi
dan mampu mengatasi berbagai masalah kesehatan. Kualitas hidup sulit diukur dan
sulit didefinisikan; ukuran obyektif (indikator sosial), yaitu angka pengangguran,

9
Fertman, C. I. and D. D. Allenswort. 2010. Health Promotion Programs from Theory to Practice. Jossey –Bass. San
Francisco
kepadatan hunian, kualitas air. Ukuran subyektif (informasi dari anggota masyarakat
tentang kepuasan hidup, kejadian hidup yang membuat stress, individu dan sumber
daya sosial.
b. Bagian bawah yaitu intervensi kesehatan, mengindikasikan kondisi sosial dan kualitas
hidup dipengaruhi oleh masalah kesehatan.

2. Fase 2 (Penilaian Epidemiologi)


Masalah kesehatan merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup
seseorang, baik langsung maupun tidak langsung. Yaitu penelusuran masalah-masalah
kesehatan yang dapat menjadi penyebab dari diagnosa sosial yang telah diprioritaskan.
Ini perlu dilihat data kesehatan yang ada dimasyarakat berdasarkan indikator kesehatan
yang bersifat negatif yaitu morbiditas dan mortalitas, serta yang bersifat positif yaitu
angka harapan hidup, cakupan air bersih, cakupan rumah sehat.
Untuk menentukan prioritas masalah kesehatan, dilakukan dengan beberapa tahapan,
diantaranya:
a. Masalah yang mempunyai dampak terbesar pada kematian, kesakitan, lama hari
kehilangan kerja, biaya rehabilitasi, dan lain-lain.
b. Apakah kelompok ibu dan anak-anak yang mempunyai resiko.
c. Masalah kesehatan yang paling rentan untuk intervensi.
d. Masalah yang merupakan daya ungkit tinggi dalam meningkatkan status kesehatan,
economic savings.
e. Masalah yang belum pernah disentuh atau di intervensi.
f. Apakah merupakan prioritas daerah/ nasional.

3. Fase 3 (Penilaian Perilaku dan Lingkungan)


Pada fase ini terdiri dari 5 tahapan, antara lain:
a. Memisahkan penyebab perilaku dan non perilaku dari masalah kesehatan.
b. Mengembangkan penyebab perilaku
 Preventive behaviour (primary, secondary, tertiary)
 Treatment behaviour
c. Melihat important perilaku
 Frekuensi terjadinya perilaku
 Terlihat hubungan yang nyata dengan masalah kesehatan
d. Melihat changebility perilaku
e. Memilih target perilaku
Untuk mengidentifikasi masalah perilaku yang mempengaruhi status kesehatan,
digunakan indikator perilaku seperti: pemanfaatan pelayanan kesehatan (utilisasi), upaya
pencegahan (prevention action), pola konsumsi makanan (consumtion pattern), kepatuhan
(compliance), upaya pemeliharaan sendiri (self care).
Untuk mendiagnosa lingkungan diperlukan lima tahap, yaitu: membedakan penyebab
perilaku dan non perilaku; menghilangkan penyebab non perilaku yang tidak bisa diubah;
melihat important faktor lingkungan, melihat changeability faktor lingkungan, memilih
target lingkungan.

4. Fase 4 (Penilaian Pendidikan dan Organisasi)


Mengidentifikasi kondisi-kondisi perilaku dan lingkungan yang status kesehatan
atau kualitas hidup dengan memperhatikan faktor-faktor penyebabnya. Mengidentifikasi
faktor-faktor yang harus diubah untuk kelangsungan perubahan perilaku dan lingkungan.
Merupakan target antara atau tujuan dari program.
Ada 3 kelompok masalah yang berpengaruh terhadap perilaku, yaitu:
a. Faktor predisposisi (predisposing factor): pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keyakinan, nilai, dan lain-lain.
b. Faktor penguat (reinforcing factor): perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, dan
lain-lain.
c. Faktor pemungkin (enabling factor): lingkungan fisik tersedia atau tidak tersedianya
fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, dan lain-lain.
Tahap proses menyeleksi faktor dan mengatur program:
a. Identifikasi dan menetapkan faktor-faktor menjadi 3 kategori
Mengidentifikasi penyebab-penyebab perilaku dan dipilah-pilah sesuai dengan 3 kategori
yang ada: predisposing, enabling, reinforcing factors.
Metode:
1) Formal
 Literatur
 Checklist dan kuesioner
2) Informal
 Brainstorming
 Normal group process (NGP)
b. Menetapkan prioritas antara kategori
Menetapkan faktor mana yang menjadi obyek intervensi, dan seberapa penting dari ke-3
faktor yang ada.
c. Menetapkan prioritas dalam kategori
Berdasarkan pertimbangan:
a) Important: prevalensi, penting dan segera di atasi menurut logis, pengalaman, data
dan teori
b) Immediacy: seberapa penting
c) Necessity: mungkin prevalensi rendah, tapi masih harus dimunculkan perubahan
lingkungan dan perilaku yang terjadi
d) Changeability: mudah untuk diubah

5. Fase 5 (Penilaian Administrasi dan Kebijakan)


Pada fase ini dilakukan analisis kebijakan, sumber daya dan kejadian-kejadian dalam
organisasi yang mendukung atau menghambat perkembangan promosi kesehatan.
a. Administrative diagnosis
1) Memperkirakan atau menilai resorces/ sumber daya yang dibutuhkan program
2) Menilai resorces yang ada didalam organisasi atau masyarakat.
3) Mengidentifikasi faktor penghambat dalam mengimplementasi program
Tahap diagnosa administrasi, antara lain:
a) Menilai kebutuhan sumber daya
 Time
 Personnel
 Budget
b) Menilai ketersediaan sumber daya
 Personnel
 Budgetary contraints (keterbatasan budget)
c) Menilai penghambat implementasi
 Staff commitment and attitude
 Goal conflict
 Rate of change
 Familiarity
 Complexity
 Space
 Community barriers
b. Policy diagnosis
1) Menilai dukungan politik
2) Dukungan regulasi atau peraturan
3) Dukungan sistem didalam organisasi
4) Hambatan yang ada dalam pelaksanaan program
5) Dukungan yang memudahkan pelaksanaan program
Tahapan diagnosa kebijakan, antara lain:
1) Menilai kebijakan, regulasi dan organisasi
a. Issue of loyality
b. Consistency
c. Flexibility
d. Administrative of professional direction
2) Menilai kekuatan politik
a. Level of analysis
b. The zero-sum game
c. System approach
d. Exchange theory
e. Power equalization approach
f. Power educative approach
g. Conflict approach
h. Advocacy and education and community development

6. Fase 6 : Implementasi dan Pelaksanaan


Kunci keberhasilan implementasi:
1. Pengalaman
2. Sensitif terhadap kebutuhan
3. Fleksibel dalm situasi kondisi
4. Fokus pada tujuan
5. Sense of humor

7. Fase 7; Evaluasi dan Accountability


Proses evaluasi adalah sebuah evalusi yang formatif, sesuatu yang muncul selama
pelaksanaan program. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan baik data kuantitatif dan
kualitatif untuk mengakses kemungkinan dalam program sebagaimana untuk meyakinkan
penyampaian program yang berkualitas. Sebagai contoh, kehadiran partisipan, dan
perilaku selama berjalannya program akan dikumpulkan, sebagaimana sebuah penilaian
sebagaimana baiknya rencana yang tertulis (menjelaskan isi dari yang telah disampaikan,
bagaimana itu akan disampaikan, dan seberapa banyak waktu yang dialokasikan)
menyelaraskan dengan penyampaian sebenarnya dari pelajaran (apa isi yang sebenarnya
yang telah disampaikan, bagaimana itu disampaikan, dan seberapa banyak waktu yang
diperlukan untuk menyampaikan itu). Pencapaian pendidikan dari tujuan juga diukur
dalam fase ini.
Evaluasi: membandingkan tujuan dengan standar object of interest:
1. Mengukur quality of life
2. Indikator status kesehatan
3. Faktor perilaku dan lingkungan
4. Faktor predisposing, enabling, reinforcing
5. Aktivitas intervensi
6. Metode
7. Perubahan kebijakan, regulasi atau organisasi
8. Tingkat keahlian staf
9. Kualitas penampilan dan pendidikan
 Object of interest:
1. Input
2. Intermediate effects
3. Outcome
 Tingkatan Objective:
1. Ultimate objectives : sosial dan kesehatan
2. Intermediate objectives: perilaku dan lingkungan
3. Immediate objective: educational, regulatory, policy
 Tingkat Evaluasi:
a. Evaluasi proses
Evaluasi dari program promosi kesehatan yang dilaksanakan
b. Evaluasi impact
Menilai efek langsung dari program pada target perilaku (predisposing, enabling,
reinforcing factors) dan lingkungan
c. Evaluasi outcome
Evaluasi terhadap masalah pokok yang pada proses awal perencanaan akan
diperbaiki: satus kesehatan dan quality of life.
Pengaruh Evaluasi
Fokus dalam fase ini adalah evaluasi sumatif, yang diukur setelah program selesai, untuk
mencari tahu pengaruh interfensi dalam prilaku atau lingkungan. Waktunya akan
bervariasi mulai dari sesegera mungkin setelah selesai dari menyelesaikan aktivitas
intervensi sampai beberapa tahun kemudian.
8. Fase 8: Hasil atau Keluaran Evaluasi
Fokus dari fase evualusi terakhir sama dengan fokus ketika semua proses berjalan –
indikator evaluasi dalam kualitas hidup dan derajat kesehatan.

2.2 Aplikasi Precede-Proceed Model Pada Kasus Tuberculosis


Model pendekatan precede-proceded sesuai digunakan dalam melakukan
kemitraan guna menjalankan progam promosi kesehatan seperti pada kasus TB, karena
dalam model ini termuat langkah secara terstruktur sistematis dan komprehensif.
Pengkajian secara mendalam perlu dilakukan dalam merancang progam yang lebih
inovatif, hal ini termuat dalam proses diagnosis sosia,diagnosis epidemologi, diagnosis
perilaku dan lingkungan serta mempertimbangkan pengorganisasiaan, pengembangan,
adminitrasi dan kebijakan secara relavan kebijakan akan berhubungan dengan proses
advokasi yang di dalamnya akan ada proses negosiasi secara sosial memiliki relevansi
dengan proses kemitraan dan bagaimana strategi dalam memperdayan masyarakat. 10

Dalam model ini juga terdapat tiga faktor, yaitu presdiposing, reinforcing dan
enabling. Hal ini akan menguatkan pembuat progam dalam melakukan analisis lebih
dalam untuk menjalankan progam-progam sesuai dengan kapasitas rendah tersebut.setiap
fase dalam proses akan mengarahkan pembuat progam mencapai tujuan yang diharapkan,
termasuk sampai fase evaluasi. Pada tahap evaluasi akan dijelaskan lebih dalam lagi
bagaimana evaluasi proses maupun dampak dari progam tersebut, jika terjadi hambatan
atau kendala,maka bisa dilakukan modifikasi dan pembaharuan progam secara langsung.
Proses monitoring dan berkelanjutan (sustainable) progam menjadi salah satu strategi
pembuat progam dalam menerapkan model precede-proceed ini.

Aplikasi ini pedeketan progam promosi kesehatan model precede-procede akan


dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

1) Fase 1: pengkajian sosial


Fase diagnosis merupakan tahap pengkajian terkait fenomena yang
mempengaruhi terjadinya TB di wilayah Desa X. Apa dampak yang
ditimbulkan dengan dengan banyak kejadian TB pada masyarakat di wilayah
tersebut. Apakah penularannya memiliki koleransi kuat dengan perilaku
masyarakat sekitar. Berapa banyak angka kejadian TB di kabupaten gresik ,
bagaimana progam yang berjalan selama ini dalam mengatasinya, apakah

10 Mary A. Nies, Melanie Mc. EWEN. 2015. Community Public Health Nursing: Promoting The Health Of Population,
6th Edition. Elsevier. St. Louis; USA
sudah tercapai,dan bagaimana dampaknya. Langkah tersebut di jelaskan
sebagai berikut:
a. Tingkat kepatuhan pederita dalam penyelesaian pengobatan lengkap masih
rrendah, dibuktikan dengan data yang melakukan pengobatan secara
lengkap dan tuntas hanya mencapai 4,01%
b. TB paru merupakan masalah utama kesehatan masyarakat Indonesia.
c. TB paru merupakan kasus multicausal (yang disebabkan oleh banyak
faktor)
d. Pengunaan fasilitas laboratorium di wilayah kerja puskesmas belum
sepenuhnya di lakukan.
e. Pengetahuan masyarakat tentang progam pengobatan secara lengkap
masih kurang, hal ini dibuktikan dengan adanya pernyataan dari beberapa
penderita, jika merasa sudah baik maka penderita akan menghentikan
pengobatan (tidak mengikuti aturan pengobatan hinga tuntas)
f. Beberapa budaya mempengaruhi keberhasilan dalam menangani kasus TB
di Desa X, karena sebagian masyarakat menganggap hal tersebut adalah
batuk biasa dan lebih percaya ke pengobatan alternatif
2) Fase 2: Pengkajian Epidemiologi
Fase epidemiologi menggambarkan urgensi masalah , pola dan gambaran
kejadian masalah . fase ini merupakan fase indentifiasi kejadian secara
epidemiologi pada kasus TB paru diwilayah kerja Desa X. Masalah yang
terindentifikasi sebagai berikut.
a. Ditemukan kasus baru BTA+ sejumlah 775 kasus tahun 2013
b. Kasus baru BTA – Ro+ dan EP sejumlah 666 kasus,total kasus baru TB
sejumlah 1.441 kasus.
c. Angka kematian akibat TB adalah 23 kasus
d. Sepuluh kasus terbanyak pasien rawat jalan di rumah sakit umum
pemerintah tipe A hingga tahun 2013, urutan tertinggi adalah Tuberkulosis
dengan angka 114.962 kasus
e. Salah satu yang mempengaruhi adalah adanya pola kerja PMO
(Pengawasan Minum Obat) yang belum maksimal. Selain itu
pertimbangan modifikasi lingkungan penderita sangat mempengaruhi
kejadian ataupun kesembuhan penderita TB.
3) Fase 3: Pengkajian Perilaku dan Lingkungan
Merupakan fase pengkajian terhadap faktor prilaku dan gaya hidup serta
lingkungan yang menjadinya faktor TB paru diwilayah kerja Desa X. Hal ini
juga terkait dengan budaya ataupun adat yang ada di Desa X.
4) Fase 4: pengkajian pendidikan, dan ekologis ini meupakan indentifikasi
terhadap 3 faktor yang berkontribusi terhadap penyebab terjadinya TB paru di
Desa X meliputi:
 Faktor predis posisi.
 Faktor pemungkin dan faktor penguat.
5) Fase 5: Diagnosis adiminitrasi dan kebijakan pada fase ini dilakukan kajian
terhadap upaya promosi kesehatan, kebijakan pemerintah daerah yang telah
dilakukan berhubungan dengan kejadian TB paru di wilayah Desa X meliputi:
Komitmen kepala pemerintahan dalam membuat peraturan dan progam
penanggulangan, adanya undang-undang yang menggatur serta bagaimana
alokasi anggaran dari APBN dan APBD dalam menangani kasus TB.
6) Fase 6: Implementasi
Pada fase pelaksanaan, perlu adanya monitoring progam dan jangka wakttu
ketercapaian progam. Selain itu perlu adanya pengawasan pengunaan
anggaran sehingga progam dapat berjalan efektif.sasaran, advokasi,negosiasi
dan kemintraan sangat mempengaruhi keberhasilan sebuah progam
penanganan TB di Desa X.
7) Fase 7: Evaluasi proses
Evaluasi bertujuan untuk menggetahui efektifitas teknik dan strategi dalam
mengembangkan progam penanganan TB di Desa X, sehinga dapat di lakukan
modifikasi progam agar lebih optimal mencapai tujuan.
8) Fase 8: Evaluasi Dampak
Pada tahap ini dijelaskan dampak postif mmaupun negatif dari adanya progam
tersebut, apa saja yang dipengaruhi dengan adanya progam penanganan TB di
Desa X.
9) Fase 9: Evaluasi Hasil
Tahap ini merupakan penilaian dan pengukuran secara keseluruhan apakah
tujuan sudah tercapai sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan. Apabila
sudah sesuai bagaimana mengembangkan progam penanganan kasus TB agar
bisa berkelanjutan,siapa yang meneruskan progam. Hal ini perlu dilakukan
analisis, sehingga keberhasilan progam tidak berhenti.

Aplication of Precede-Proceed Model Aplikasi pendekatan progam promosi


kesehatan model precede-procede akan dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
1) Fase 1: Pengkajian Sosial
Fase diagnosis sosial merupakan tahap pengkajian terkait fenoena yang
mempengaruhi terjadinya TB diwilayah Desa X. Apa dampak yang
ditimbulkan dengan banyaknya kejadian TB diwilayah tersebut. Apakah
penularannya memiliki korelasi kuat dengan perilaku masyarakat sekitar.
Beberapa banyak angka kejadian TB di Desa X, bagaimana progam yang
berjalan selama ini dalam menggatasinya ,apakah sudah tercapai, dan
bagaimana dampaknya. Langkah tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Tingkat kepatuhan penderita dalam penyelesaian pengobatan
lengkap masih rendah, dibuktikan dengan data yang melakukan
pengobatan secara lengkap dan tuntas hanya mencapai 4,01%.
b. TB paru merupakan masalah utama kesehatan masyarakat
Indonesia
c. TB paru merupakan kasus multicasual (yang disebabkan oleh
banyak faktor)
d. Pengunaan fasilitas laboratorium diwilayah kerja puskesmas
belum sepenuhnya dilakukan.
e. Pengetahuan masyarakat tentang progam pengobatan secara
lengkap masih kurang,hal ini dibuktikan dengan adanya
pernyataan dari beberapa penderita, jika merasa sudah baik maka
penderita akan menghentikan pengobatan (tidak menggikuti
aturan penggobatan hingga tuntas)
f. Beberapa budaya mempengaruhi keberhasilan dalam menangani
kasus TB di Desa X, karena sebagian masyarakat menggangap hal
teersebut adalah batuk biasa dan lebih percaya ke pengobatan
alternatif.
2) Fase 2 : Pengakjian Epidemiologi
Fase epidemiologi menggambarkan urgensi masalah, pola dan gambaran
terjadinya masalah. Fase ini merupakan fase indentifikasi kajadian secra
epidemiologi pada kasus TB paru di wilayah kerja Desa X.
Masalah yang terindentifikasi:
a. Ditemukan kasus baru BTA positif sejumlah 775 kasus tahun 2013
b. Kasus baru BTA- Ro+ dan EP sejumlah 666 kasus, total kasus
baru TB sejumlah 1.441 kasus
c. Angka kematian akibat TB adalah 23 kasus
d. Sepuluh kasus terbanyak pasien rawat jalan dirumah sakit umum
pemerintah tipe A hingga tahun 2013,urutan teringgi adalah
tuberculosis dengan angka 114.962 kasus.
e. Salah satu yang mempenggaruhi adalah adanya pola kerja PMO
(Pengawasan Minum Obat) yang belum maksimal.selain itu
pertimbangan modifikasi lingkungan penderita sangat
mempengaruhi kejadian ataupun kesembuhan penderita TB
3) Fase 3 : Pengakjian perilaku lingkungan
Merupakan fase pengkajian terhadap faktor prilaku dan gaya hidup serta
lingkungan yang menjadinya faktor TB paru diwilayah kerja Desa X. Hal
ini juga terkait dengan budaya ataupun adat yang ada di Desa X.
4) Fase 4 : pengkajian pendidikan, dan ekologis ini meupakan indentifikasi
terhadap 3 faktor yang berkontri busi terhadap penyebab terjadinya TB
paru di Desa X meliputi: Faktor predisposisi. Faktor pemungkin tan faktor
penguat.
5) Fase 5 : Diagnosis adiminitrasi dan kebijakan pada fase ini dilakukan
kajian terhadap upaya promosi kesehatan, kebijakan pemerintah daerah
yang telah dilakukan berhubungan dengan kejadian TB paru di wilayah X
meliputi: Komitmen kepala pemerintahan dalam membuat peraturan dan
progam penanggulangan, adanya undang-undang yang menggatur serta
bagaimana alokasi anggaran dari APBN dan APBD dalam menangani
kasus TB.
6) Fase 6 : Implementasi
Pada fase pelaksanaan, perlu adanya monitoring progam dan jangka waktu
ketercapaian progam. Selain itu perlu adanya pengawasan pengunaan
anggaran sehingga progam dapat berjalan efektif. Sasaran, advokasi,
negosiasi dan kemintraan sangat mempengaruhi keberhasilan sebuah
progam penanganan TB di Desa X.
7) Fase 7 : Evaluasi Proses
Evaluasi bertujuan untuk menggetahui efektifitas teknik dan strategi dalam
mengembangkan progam penanganan TB di Desa X, sehinga dapat di
lakukan modifikasi progam agar lebih optimal mencapai tujuan.
8) Fase 8 : Evaluasi Dampak
Pada tahap ini dijelaskan dampak postif mmaupun negatif dari adanya
progam tersebut, apa saja yang dipengaruhi dengan adanya progam
penanganan TB di Desa X.
9) Fase 9 : Evaluasi Hasil
Tahap ini merupkan penilaian dan pengukuran secara keseluruhan apakah
tujuan sudah tercapai sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan.
Apabila sudah sesuai bagaimana mengembangkan progam penanganan
kasus TB agar bisa berkelanjutan,siapa yang meneruskan progam. Hal ini
perlu dilakukan analisis, sehingga keberhasilan progam tidak berhenti.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan.
Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni
faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour
causes).11 Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor :

1. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors), yang terwujud dalam


pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
2. Faktor-faktor pendukung (Enabling factors), yang terwujud dalam fasilitas-
fasilitas atau sarana-sarana, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.
3. Faktor-faktor pendorong (Renforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan
Perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi
dari perilaku masyarakat.

Teori Lawrence W Green merupakan salah satu teori modifikasi perubahan


perilaku yang dapat digunakan dalam mendiagnosis masalah kesehatan ataupun
sebagai alat untuk merencanakan suatu kegiatan perencanaan kesehatan atau
mengembangkan suatu model pendekatan yang dapat digunakan untuk membuat
perencanaan kesehatan yang dikenal dengan kerangka kerja Precede dan Proceed.
3.1 Saran
Bagi para pembaca diharapkan dapat memahami cara kerja precede dan
proceed. Bekerja menggunakan precede dan proceed, mengajak orang berpikir
deduktif, untuk memulai dengan akibat akhir dan bekerja ke belakang ke arah sebab-
sebab yang asli.

11
Green. 1991. Health Promotion Planning An Aducational and Environmental Approach Second Edition. London.
Mayfield publishing company.
DAFTAR PUSTAKA

Chinn PL, Kramer MK: Theory and Nursing Integrated Knowledge Development, 7th Ed, St.
Louis, 2008, Mosby.
Depkes RI, 2006. Pengembangan Promosi Kesehatan di Daerah Melalui Dana Dekon 2006.
Jakarta : Pusat Promosi Kesehatan, Depkes RI
Departemen Kesehatan RI, 2007. Panduan Promosi Kesehatan di Sekolah.
Depkes RI, Jakarta
Fertman, C. I. and D. D. Allenswort. 2010. Health Promotion Programs from Theory to
Practice. Jossey –Bass. San Francisco
Green & Kreuter. 2005. Health Program Planning. 4th Ed., NY, London: Mc. Graw-Hill.
Green, L.W. and M.W. Kreuter. 2005. Health Program Planning: An Educational and
Ecological Approach. Fourth Edition. McGraw-Hill. New York. hlm. 10
Green. 1991. Health Promotion Planning An Aducational and Environmental Approach
Second Edition. London. Mayfield publishing company.
Kaplan GA, Everson SA, Lynch JW. The Contribution of Social and Behavioural Research to
an Understand of The Distribution of Disease: a multi-level approach. In : Smedley BD,
Syme SL, eds. Promotion Health: Intervention Strategies From and Behavioural
Reasearch. Washington, DC: National Academy Press, 2000: 37-80.
Mary A. Nies, Melanie Mc. EWEN. 2015. Community Public Health Nursing: Promoting The
Health Of Population, 6th Edition. Elsevier. St. Louis; USA
Mc Ginnis JM, Russo PG, Knickman, Jr., Health Affairs, 2 (2), April 2002.
Notoatmodjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai