Anda di halaman 1dari 26

BEBERAPA KENDALA APLIKASI TEORI PERHITUNGAN DAYA DUKUNG AKSIAL

PONDASI DALAM

Ir. RUDI ISKANDAR MT


Fakultas Teknik
Jurusan Sipil
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Praktek perencanaan dan aplikasi penggunaan pondasi dalam saat ini


cenderung mengalami peningkatan dalam hal daya dukung aksial pondasi tersebut.
Hal ini terjadi akibat diadakannya pengujian pembebanan terhadap tiang dengan
skala penuh yang terkadang dilakukan hingga tiang mengalami keruntuhan. Sering
sekali perhitungan teoritis yang ada, yang menggunakan data uji laboraturium,
Sondir dan SPT memberikan perkiraan daya dukung yang lebih kecil dari kenyataan
yang dapat dipikul oleh tiang. Tulisan ini menguraikan beberapa perhitungan-
perhitungan teoritis yang ada dengan menggunakan data hasil uji laboraturium,
Sondir dan SPT. Kendala-kendala yang akan dijumpai dalam mengaplikasika rumus-
rumus tersebut serta usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi ataupun
mengatasi kendala-kendala tersebut. Dengan demikian diharapkan dapat dihasilkan
perkiraan daya dukung pondasi dalam teoritis yang lebih mendekati kenyataan di
lapangan.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam setiap bangunan, diperlukan pondasi sebagai dasar bangunan yang kuat
dan kokoh. Hal ini disebabkan pondasi sebagai dasar bangunan harus mampu
memikul seluruh beban bangunan dan beban lainnya yang turut diperhitungkan,
serta meneruskannya kedalam tanah sampai kelapisan atau kedalaan tertentu.
Bangunan teknik sipil secara umum meliputi dua bagian utama yaitu struktur bawah
(sub structure) dan struktur atas (upper structure). Struktur atas didukung oleh
struktur bawah sebagai poondasi yang berinteraksi dengan tanah dan akan
memberikan keamanan bagi struktur atas. Struktur bawah sebagai pondasi juga
secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu pondai dangkal dan pondasi
dalam. Pemilihan jenis pondasi ini tergantung kepada jenis struktur atas, apakah
termasuk konstruksi beban ringan atau beban berat dan juga jenis tanahnya. Untuk
konstruksi beban ringan dan kondisi lapisan permukaan yang cukup baik, biasanya
jenis pondasi dangkal sudah cukup memadai. Tetapi untuk konstruksi beban berat
(high-rise building) bisanya jenis pondasi dalam adalah menjadi pilihan, dan secara
umum permasalahan perencanaan pondasi dalam lebih rumit dari pndasi dangkal.

2002 digitized by USU digital library 1


Pondasi akan berinteraksi dengan tanah untuk menghasilkan daya dukung
yang mampu memikul dan memberikan keamanan pada struktur bagian atas. Untuk
menghitung daya dukung yang akurat pada suatu perencanaan pondasi maka
diperlukan suatu penyelidikan tanah yang akurat juga dan penyelidikan di lapangan
dengan menggunakan alat pengujian yang sering dipakai yaitu Standard Penetration
Test (SPT) dan sondir yang biasanya digunakan untuk perencanaan pondasi dalam.

Sering sekali perhitungan–perhitungan teoritis yang ada mengenai daya


dukung pondasi dalam, terutama yang menggunakan data uji hasil pengujian
laboraturium memberikan perkiraan daya dukung yang lebih kecil dari kenyataan
yang dapat dipikul tiang. Tulisan ini menguraikan beberapa perhitungan –
perhitungan teoritis yang ada, kendala-kendala yang dijumpai dalam
mengaplikasikan rumusan-rumusan tersebut serta usaha-usaha yang dapat
dilakukan untuk mengurangi ataupun mengatasi kendala –kendala tersebut sehingga
diharapkan dapat memberikan perkiraan daya dukung teoritis yang lebih mendekati
kenyataan di lapangan.

1. 2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka perumusan masalah dapat
diuraikan sebagai berikut :

1. Daya daya dukung pondasi dalam, terutama yang menggunakan data uji hasil
pengujian laboraturium dan lapangan memberikan perkiraan daya dukung yang
berbeda dengan kenyataan yang dapat dipikul tiang di lapangan.
2. Terdapat beberapa kendala-kendala sehingga data uji hasil pengujian
laboraturium dan lapangan memberikan perkiraan daya dukung yang lebih kecil
dengan kenyataan yang dapat dipikul tiang di lapangan.
3. Kendala-kendala dengan menggunakan uji lapangan terjadi pada proses
standarisasi alat sehingga sehingga data hasil pengujiannya memberikan
perkiraan daya dukung yang lebih berbeda dengan kenyataan yang dapat dipikul
tiang di lapangan.

1. 3 Tujuan Penelitian
Secara ringkas Tujuan Penelitian ini sebagai berikut :
1. Menganalisa teori konsolidasi multy dimensional Biot dan konsolidasi Biot yang
digunakan dalam program Plaxis sehingga didapat perumusan yang dapat
diapplikasikan ke dalam metoda elemen hingga dan pemodelan tanah.
2. Meninjau kembali model-model tanah dan model-model tanah yang akan dipakai
dalam program, dalam penelitian ini digunakan model Drucker-Prager dan
hasilnya dibandingkan dengan Mohr-Coulomb dan Soft-Soil.
3. Menganalisis hasil paket program Plaxis berupa hubungan tegangan – regangan
yang terjadi, excess pore water pressure dan penurunan vertikal terhadap waktu
serta membandingkannya dengan hasil pengamatan lapangan

1.4 Pembatasan Masalah


Untuk menganalisis penggunaan konsolidasi biot dalam menghitung deformasi
sebuah bendung dipengaruhi oleh berbagai kondisi. Untuk menyederhanakan
masalah yang akan dibahas digunakan pembatasan sebagai berikut:
1. Meskipun telah banyak model-model tanah yang dikembangkan para ahli seperti
model hyperbolic, Cam-Clay, Modifiend Cam-Clay, Drucker-Prager dan Soft Soil
(Cap) yang intinya adalah mengimplementasikan sifat material tanah kedalam
model matematis, namun dalam penelitian ini hanya digunakan model Drucker-
Prager.

2002 digitized by USU digital library 2


2. Elemen yang digunakan pada penelitian ini adalah isoparametrik berbentuk
segitiga dengan enam titik nodal.
3. Proses verifikasi pemodelan vertikal drain untuk menganalisis vertikal drain
dengan kondisi plane strain digunakan cara D. Russell, C.C Hird dan I.C. Pyrah,
1999 dengan cara kedua yaitu dengan cara merubah koefisient permeabilitas
tanah pada kondisi plane strain.
.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini secara ringkas sebagai berikut :
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi para perencana khususnya insinyur mekanika
tanah (Soil/Material Engineer) dan Insinyur pondasi (Foundation Engineer) yang
berkaitan dengan permasalahan penimbunan tanah lunak.
2. Tambahan literatur dan perbandingan yang berhubungan dengan permasalah
konsolidasi seperti konsolidasi biot, pemodelan tanah (soil modelling), koefisient
konsolidasi tanah (Cv) arah radial, smear zone dan pengamatan lapangan.
3. Bahan studi dan referensi bagi para mahasiswa Jurusan Teknik Sipil di Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.

1.6 Metode Pengumpulan Data


Dalam pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan. Yaitu
dengan cara mempelajari literatur-literatur dan hasil perencanaan bendung Sei
Rempang untuk mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan kondisi lapisan
tanah di sekitar daerah penelitian. Data yang dibutuhkan antara lain sifat-sifat fisik
dan teknis tanah di lokasi , dimensi dan material bendung yang direncanakan,
pelaksanaan pekerjaan di lapangan dan hasil pengamatan lapangan (monitoring).

1.7. Sistematika Pembahasan


Penulisan pada penelitian ini disajikan dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I. Pendahuluan
Dalam bab ini dijelaskan tentang latar belakang masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metode pengumpulan data dan sistematika pembahasan.

BAB II. Tinjauan Pustaka


Dalam bab ini dijelaskan mengenai penurunan rumusan konsolidasi biot, model
Drucker-Prager dan Mohr-Coulomb, jenis material yang digunakan pada program
Plaxis dan peralatan monitoring lapagan berupa settlement plate, pneumatic
piezometer dan stand pipe piezometer..

BAB III. Metodologi Penelitian


Bab ini membahas susunan lapisan tanah di lokasi, geometrik bendung Sei
Rempang, parameter tanah yang digunakan dan studi kasus pada pelaksanaan
pembangunan bendung Sei Rempang di Pulau Batam.

2002 digitized by USU digital library 3


BAB IV. Analisis dan Pembahasan
Dalam bab ini dibahas hasil penelitian berupa hubungan tegangan-regangan
yang terjadi dengan menggunakan model Drucker-Prager pada lapisan 1 (medium
stiff clay), lapisan 2 (soft clay) dan lapisan 3 (very soft clay) serta
membandingkannya dengan model lain seperti model Mohr-Coulomb dan Soft-Soil.
Turut juga dibahas excess pore water pressure dan penurunan vertikal yang terjadi
terhadap waktu.

BAB VI. Kesimpulan dan Saran


Dalam bab ini dibahas tentang kesimpulan dari isi penulisan dan saran-saran

BAB II

PENYELIDIKAN TANAH

2.1. Pendahuluan

Tanah selalu mempunyai peranan yang sangat penting pada suatu lokasi
pekerjaan konstruksi. Tanah merupakan pondasi pendukung suatu bangunan atau
bahan konstruksi dari bangunan itu sendiri seperti tanggul atau bendungan, atau
kadang-kadang sebagai sumber penyebab gaya luar pada bangunan seperti
tembok/dinding penahan tanah.

Mengingat hampir semua bangunan itu dibuat diatas tanah maka harus dibuat
suatu pondasi yang dapat memikul beban bangunan itu atau gaya yang bekerja
melalui bangunan itu atau gaya yang bekerja melalui bangunan itu. Umpamanya jika
permukaan tanah cukup keras dan mampu untuk memikul beban bangunan, maka
pondasi dapat dibangun secara langsung diatas permukaan tanah tersebut. Bila
dikhatirkan akibat tanha itu akan rusak atau turun akibat gaya yang bekerja melalui
permukaan tanah tersebut maka kadang-kadang diperlukan suatu konstruksi seperti
tiang pancang atau caisson untuk meneruskan gaya tersebut kelapisan tanah yang
mamapu memikul gaya itu sepenuhnya. Untuk mengadakan prakiraan dan penilaian
teknis tentang daya dukung tanah pondasi maka diperlukan pengertian mengenai
karakteristik mekanis dari tanah.

2.2. Penyelidikan Tanah


Untuk memperkirakan daya dukung lapisan tanah tersebut dapat dilakukan
dengan melakukan percobaan seperti SPT (Standard Penetrasi Test), Sondir, Boring
dan lain sebagainya. Untuk mendapatkan data yang cukup teliti dan lengkap harus
dilakukan penyelidikan tanah yang terperinci, yang berarti tidak hanya berdasarkan
satu jenis percobaan saja. Sebaiknya penyelidikan tersebut diperoleh dengan
membandingkan beberapa percobaan seperti yang tersebut diatas. Disamping untuk
mendapatkan data yang teliti tergantung pada ketepatan pemilihan alat yang dipakai
misalnya sondir tidak tepat digunakan pada lapisan tanah yang mengandung lapisan
kerikil dan batuan. Sedangkan boring tidak dapat dilaksanakan pada lapisan tanah
yang lunak dan mudah lepas, yang akan mengalami keruntuhan yang dapat
menutupi lubang yang telah ada.

2002 digitized by USU digital library 4


2.2.1. Klasifikasi Tanah

Klasifikasi tanah dapat memberikan gambaran sepintas mengenai sifat-sifat


tanah. Dengan mengetahui sifat-sifat tanah, dapat ditaksir atau ditentukan beberapa
parameter yang menentukan dalam perencanaan pondasi seperti daya dukung
(bearing capacity), penurunan (besar dan lajunya penurunan), tekanan tanah
(vertikal dan lateral) dan tekanan air pori serta kwalitas pengeluaran air.

Klasifikasi tanah dapat diperoleh dengan mengadakan penyelidikan tanah.


Sehingga untuk merencanakan pondasi suatu lokasi harus diadakan penyelidikan
tanah.

2.2.2. Boring (Boring Test)

Bilamana sesudah mendapatkan hasil penyelidikan kekuatan tanah


berdasarkan penyondiran dan masih dinginkan hasilnya yang lebih teliti, maka
penyelidikan tanah harus dilengkapi dengan pengambilan contoh tanah dari lapisan
bawah. Indikator yang berhubungan dengan karakteristik mekanika tanah pondasi
harus dicari dengan melakukan pengujian–pengujian di laboraturium yang sesuai
dengan latak asli tanah tersebut. Untuk maksud ini biasanya dibuatkan suatu lobang
bor kedalam lapisan tanah pondasi dan kemudian dilakukan pengujian. Pemboran
beserta pengambilan contoh eksplorasi tanah atau pengujian pada letak asli dapat
memberikan informasi yang lebih teliti dan terpercaya mengenai karakteristik fisik
dan mekanis tanah pondasi dibandingkan dengan cara lain.

Maksud diadakan pemboran ini adalah untuk mengetahui kedalaman lapisan


tanah dibawah yang akan menjadi pondasi, menetapkan kedalaman untuk
pengambilan contoh tanah asli dan tidak asli, mengumpulkan data/informasi untuk
menggambarkan profil tanah, pengambilan contoh tanah asli dan tidak asli untuk
penyelidikan lanjutan di laboraturium. Pemboran ini hanya memberikan informasi
kondisi tanah dalam arah vertikal pada titik pemboran sehingga untuk
memperkirakan luas dan penyebaran karakteristik dalam arah horizontal, diperlukan
suatu rencana survey yang menggabungkan pengujian pemboran dengan metode
survei lainnya seperti penyelidikan geofisika.

Pengambilan contoh tanah dibagi dalam pengambilan contoh tanah yang tidak
terganggu (undisturbed sample) yang dipergunakan untuk penentuan berat isi,
kekuatan dan penurunan. Pengembilan contoh tanah terganggu (disturbed sampel)
digunakan untuk pengujian tanah yang sederhana seperti pengamatan contoh tanah
secara visual, pemadatan dan sebagainya.

2.3. Penyelidikan Lapangan dengan Standard Penetration Test (SPT)

Uji penetrasi standar (SPT) adalah penyelidikan tanah dengan uji dinamis yang
berasal dari Amerika Serikat. SPT adalah metoda pengujian di lapangan dengan
memasukkan (memancangkan) sebuah Split Spoon Sampler (tabung pengambilan
contoh tanah yang dapat dbuka dalam arah memanjang) dengan diameter 50 mm
dan panjang 500 mm. Split spoon sampler dimasukkan (dipancangkan) ke dalam
tanah pada bagian dasar dari sebuah lobang bor. Metoda SPT adalah metoda
pemancangan batang (yang memiliki ujung pemancangan) ke dalam tanah dengan
menggunakan pukulan palu dan mengukur jumlah pukulan perkedalaman penetrasi.

2002 digitized by USU digital library 5


Alat ini sudah populer penggunaanya di dunia karena sederhana, praktis, cepat
dan dapat mengetahui jenis tanah secara langsung. Alat ini perlu distandarisasi
karena hasil yang didapat berupa nilai N (jumlah pukulan/30 Cm) sangat bergantung
pada tipe alat yang digunakan.

2.3.1. Faktor Penyebab SPT perlu Distandarisasi

1. Dengan menggunakan tipe hammer yang berbeda, ternyata mentransfer energi


yang berbeda.
2. Dengan tipe panjang tabung (rod) yang berbeda, akan menyebabkan pengaruh
energi yang ditransfer ke batang juga berbeda.
3. Dengan tinggi jatuh yang berbeda akan mempengaruhi besarnya energi hammer
yang berbeda yang ditransfer ke batang.
4. Tali yang telah lapuk dapat mengurangi kelancaran terjadinya tinggi jatuh bebas.
5. Penggunaan tali hammer yang berbeda mempengaruhi perlawanan SPT.

2.3.2. Kegunaan Hasil Penyelidikan SPT

Kegunaan Hasil Penyelidikan SPT adalah untuk menentukan kedalaman dan


tebal masing-masing lapisan tanah, contoh tanah terganggu dapat diperoleh untuk
identifikasi jenis tanah, berbagai korelasi empiris dengan parameter tanah dapat
diperoleh dan dapat dilakukan pada semua jenis tanah

Kelebihan penyelidikan SPT ini antara lain test ini dapat dilakukan dengan
cepat dan operasinya relatif sederhana, biaya relatif murah. Kekurangan
penyelidikan SPT ini antara lain hasil yang didapat contoh tanah terganggu,
interpretasi hasil SPT bersifat empiris dan ketergantungan pada operator dalam
menghitung

2.3.3. Interpretasi N-SPT

Interpretasi hasil SPT bersifat empiris. Untuk tanah pasir, maka nilai N-SPT
mencerminkan kepadatannya yang dapat pula diprediksi besar sudut geser dalam (φ)
dan berat isi tanah (γ), kapasitas daya dukung pondasi dan penurunan pondasi.
Sedangkan pada tanah lempung, hasil SPT dapat menentukan secara empiris
konsistensi tanah, kapasitas daya dukung pondasi dan penurunan pondasi. Hasil
SPT pada tanah lempung ini tidak begitu dapat diandalkan karena umumnya tanah
lempung mempunyai butiran halus dengan penetrasi yang rendah, sehingga pada
tanah lempung ditentukan berdasarkan kekuatan gesernya yang dapat diperoleh dari
uji tekan bebas (Unconfined Compression Test).

2.4. Penyelidikan Lapangan dengan Sondir

Teknik pendugaan lokasi atau kedalaman tanah keras dengan suatu batang
telah di praktekkan sejak zaman dahulu. Teknik ini dinamakan “Sounding”. Metoda
Sounding terdiri dari penekanan suatu tiang pancang untuk meneliti penetrasi atau
tahanan gesernya. Alat pancang dapat berupa suatu tiang bulat atau pipa bulat
tertutup dengan ujung yang berbentuk kerucut dan atau suatu tabung pengambil
contoh tanah, sehingga dapat diperkirakan (diestimasi) sifat-sifat fisis pada strata
dan lokasi dengan variasi tahanan pada waktu pemancangan alat pancang itu.
Metoda ini berfungsi untuk eksplorasi dan pengujian di lapangan. Ada 3 (tiga)

2002 digitized by USU digital library 6


metoda sounding yaitu : metoda statik, metoda dinamik dan metoda statik dengan
perputaran.

Di Indonesia alat sondir sebagai alat tes di lapangan adalah sangat terkenal
karena di negara ini banyak dijumpai tanah lembek (misalnya lempung) hingga
kedalaman yang cukup besar sehingga mudah ditembus dengan alat sondir Di dunia
penggunaan Sondir ini semakin populer terutama dalam menggantikan SPT untuk
test yang dilakukan pada jenis tanah liat yang lunak dan untuk tanah pasir halus
sampai tanah pasir sedang/kasar. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui
perlawanan penetrasi konus (qc) dan hambatan lekat (fs) tanah

2.4.1. Interpretasi Hasil Uji Sondir

1. Tahanan Ujung (qc)

Tahanan ujung diperoleh dari penekanan ujung konus untuk memperoleh


perlawanan tanah yang dipenetrasi. Tahanan ujung diukur sebagai gaya penetrasi
persatuan luas penampang ujung konus (qc). Besarnya nilai ini menunjukkan
identifikasi jenis tanah. Pada tanah pasiran, perlawanan ujung yang besar
menunjukkan tanah pasir padat. Sedangkan perlawanan ujung kecil menunjukkan
pasir halus. Perlawanan ujung yang kecil juga menunjukkan tanah lempung karena
kecilnya kuat geser dan pengaruh tekanan air pori saat penetrasi.

2. Gesekan selimut (fs)

Gesekan selimut (fs) diperoleh dari hasil pengukuran perlawanan ujung konus
dan selimut bersama-sama ditekan ke dalam tanah dikurang hasil pengukuran
tahanan ujung konus dengan kedalaman penetrasi yang sama. Gesekan selimut
diukur sebagai gaya penetrasi persatuan luas selimut konus (fs). Gesekan selimut
digunakan untuk menginterpretasikan sifat-sifat tanah untuk klasifikasi tanah dan
memberikan data yang dapat langsung digunakan untuk perencanaan pondasi tiang.

3. Friction Ratio (rf)

Friction Ratio merupakan perbandingan antara gesekan selimut (fs) dengan


tahanan ujung (qc). Rasio gesekan (fs/qc) dari hasil sondir dapat digunakan untuk
membedakan tanah berbutir halus dengan tanah yang berbutir kasar
(memperkirakan jenis tanah yang diselidiki).
♦ Harga Friction Ratio < 1 % biasanya adalah untuk tanah pasir.
♦ Harga Friction Ratio > 1 % biasanya adalah untuk tanah Lempung
♦ Harga Friction Ratio > 5 % atau 6 % untuk jenis tanah organik (peat)

3.4.2 Sebab alat sondir semakin populer di Dunia


Sebab-sebab alat sondir semakin populer penggunaannya di dunia adalah :

1. Merupakan jenis uji yang cukup ekonomis dan dapat dilakukan ulang dengan
hasil yang relatif sama
2. Tidak bergantung pada kesalahan operator atau kesalahan operasi alat.

2002 digitized by USU digital library 7


3. Perkembangan yang semakin canggih pada penggunaan sondir listrik dan
elektronik, yaitu :
♦ Batu pori untuk mengukur tekanan air pori pada saat penetrasi sondir ke
dalam tanah
♦ Sondir dilengkapi dengan stress cell dibagian belakang konus untuk mengukur
tekanan lateral tanah selama dan setelah penetrasi
♦ Perambatan gelombang pada tanah diujung konus (seismic cone) sehingga
dapat diperkirakan parameter dinamis tanah.
4. Korelasi empiris semakin baik dan andal
5. Kebutuhan untuk pengujian di lapangan (insitu test) untuk mengatasi tanah-
tanah yang sulit diambil sampelnya seperti tanah lembek dan tanah pasir.

3.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Interpretasi Sondir

1. Konfigurasi dan ukuran alat sondir

Bentuk ujung sondir memberikan pengaruh yang amat besar terhadap tahanan
konus. Sondir dengan ujung konus yang lebih lancip dapat memberikan perlawanan
konus (qc) yang lebih kecil. Ukuran sondir memberikan pengaruh tahanan ujung
khususnya pada tanah pasiran. Sondir standar digunakan adalah sondir dengan
sudut ujung konus sebesar 600 dan mempunyai luas proyeksi 10 Cm2

2. Tegangan vertikal dan lateral tanah


Tegangan vertikal dan lateral tanah memberikan pengaruh amat besar pada
tanah pasiran.

3. Kecepatan Penetrasi dan Metoda Penetrasi


Kecepatan penetrasi memberikan pengaruh pada besarnya tekanan air pori
pada tanah lempung sehingga menunjukkan tekanan air pori yang besar sekali. Oleh
sebab itu pengujian ini harus distandarisasi terhadap kecepatan penetrasi yaitu 2
Cm/det. Metoda yang umum dipakai adalah metoda statik, yaitu konus ditekan
secara perlahan-lahan ke dalam tanah.

4. Kompressibilitas, sementasi dan ukuran partikel


Kompresibilitas pada tanah pasir memberikan pengaruh yang amat besar
terhadap tahanan ujung dan gesekan selimut sondir. Pasir kwarsa memiliki tahanan
ujung yang besar dan rasio gesekan kecil (Rf=0,5 %). Sedangkan untuk pasir
karbonan yang amat kompressibel memberikan tahanan ujung kecil dan ratio
gesekan yang besar (Rf=3 %).

2002 digitized by USU digital library 8


BAB III

DAYA DUKUNG AKSIAL PONDASI DALAM

3.1. Pendahululan

Tiang (Pile) adalah bagian dari suatu bagian konstruksi pondasi yang berbentuk
batang langsing yang dipancang hingga tertanam dalam tanah dan berfungsi untuk
menyalurkan beban dari struktur atas melewati tanah lunak dan air kedalam
pendukung tanah yang keras yang terletak cukup dalam. Penyaluran beban oleh
tiang pancang ini dapat dilakukan melalui lekatan antara sisi tiang dengan tanah
tempat tiang dipancang (tahanan samping), dukungan tiang oleh ujung tiang (end
bearing). Besar kapasitas tahanan ujung dan tahanan samping akan bergantung dari
bentuk geometrik tiang pancang dan jenis tanah pendukungnya.

3.2. Daya Dukung Aksial Tiang

Seperti kita ketahui bahwa daya dukung aksial suatu pondasi dalam pada
umumnya terdir atas dua bagian yaitu daya dukung akibat gesekan sepanjang tiang
dan daya dukung ujung (dasar) tiang sebagaimana diformulasikan dalam bentuk
persamaan sebagai berikut :

Qu = Q p + Qs . (1)
Dan
Qu
Qall = (2)
SF
Dimana :
Qu = Daya dukung batas tiang
Qall = Daya dukung ijin tiang
Qp = Daya dukung ujung batas tiang

Qs = Daya dukung gesekan batas sepanjang tiang

SF = Faktor keamanan

Berdasarkan sumber data yang digunakan pada dasarnya terdapat dua cara
untuk memperkirakan daya dukung aksial tiang. Cara pertama adalah dengan
menggunakan parameter-parameter kuat geser tanah, yaitu yang didapat dari hasil
pengujian di laboraturium yaitu nilai kohesi (c ) dan sudut geser dalam φ. Cara kedua
yaitu dengan menggunakan data uji lapangan, antara lain dengan menggunakan uji
SPT (Standard Penentarsi Test) dan Sondir (Cone Penetration Test atau CPT).

2002 digitized by USU digital library 9


Di dalam aplikasinya, ketepatan perkiraan daya dukung menggunakan cara-
cara diatas sangat tergantung kepada keakuratan data yang diperoleh dari hasil
penyelidikan tanah serta parameter-parameter empiris yang digunakan. Dibawah ini
diuraikan beberapa teori tersebut.

3.3. Perkiraan daya dukung dengan menggunakan data Uji Laboraturium

Sebagaimana diketahui sebelumnya untuk memperkirakan daya dukung tiang


dengan menggunakan hasil data uji laboraturium digunakan parameter kuat geser
undrained dan sudut geser dalam tanah.
Untuk tanah lempung menurut Meyerhof, persamaan daya dukung ujung tanah
digunakan sebagai berikut :
Q p = Su N c Ap (3)

Dimana Su adalah kekuatan geser undrained tanah, Nc adalah faktor daya dukung
tiang yang biasanya diambil 9 (sembilan) dan Ap adalah luas dasar ujung tiang.
Terzaghi berpendapat bahwa untuk tanah berbutir halus, maka kapsitas daya
dukung ujung dapat ditentukan sebagai berikut :
Q p = Ap qult (4)

dimana : qult = 1,3cN c + qN q dan q adalah effective overburden pressure.


Untuk tanah berpasir digunakan rumusan sebagai berikut :
Q p = q( N q − 1) Ap (5)

Dimana q adalah tegangan vertikal efektif tanah pada ujung tiang dan Nq
adalah faktor daya dukung tiang yang tergantung kepada sudut geser dalam tanah
(φ). Gambar 3.1. menunjukkan contoh nilai Nq yang diturunkan oleh Simos &
Manziles, 1977)

Gambar 3.1. Hubungan antara sudut geser dalam (φ) dengan faktor daya dukung Nq
Sedangkan persamaan dasar untuk memperkirakan daya dukung gesekan
pondasi tiang adalah sebagai berikut :

Qs = fAs (6)

2002 digitized by USU digital library 10


Dimana f adalah gaya gesekan antara tanah dengan tiang sedangkan As adalah luas
badan selimut tiang. Untuk tanah lempung, biasanya koefisient gesekan ini
diperkirakan dengan menggunakan beberapa cara diantaranya metoda Alpha (α),
metoda Lamda (λ) dan Metoda Betha (β).
3.3.1. Metoda Alpha (αα).

Perkiraan besar gaya gesekan dengan menggunakan metoda alpha ini


merupakan metoda yang paling sering digunakan dengan menggunakan rumusan
sebagai berikut :

f = λcu (7)

Sehingga nilai daya dukung gesekan batas sepanjang tiang dapat dituliskan sebagai
berikut :

Qs = ∑ αcu p∆l (8)

Dimana alpha (αα) adalah faktor lekatan (adhesi) antara tiang dengan tanah yang
diperoleh secara empiris dan cu adalah nilai kekuatan geser undrained tanah
lempung, p adalah perimeter tiang dan ∆l adalah panjang tiang yang ditinjau.

Didalam literatur geoteknik terdapat banyak rekomendasi nilai alpha (αα) yang
biasanya selalu dihubugkan dengan nilai kekuatan geser undrained tanah. Antara
lain kurva yang dikeluarkan oleh American Petrolium Institute (API, 1984)
sebagaimana disajikan pada Gambar 3.2. Gambar 3.3. menunjukkan nilai yang
diberikan oleh B.M. Das (Das, 1990). Banyak para ahli yang melakukan penyelidikan
untuk menentukan nilai alpha (α α) antara lain Simons dan Menzies, 1977 yang
merekomendasikan nilai (α α) sebesar 0,45 untuk lempung london yang over
consolidated. Pada umumnya nilai (α α) ini bervariasi antara 0,30 hingga 1,50 yang
tergantung kepada keadaan tanah dan jenis tiang yang dipakai.

2002 digitized by USU digital library 11


α), rekomendasi dari API (1984)
Gambar 3.2. Nilai (α

Gambar 3.3. Nilai α, Rekomendasi dari Das (1990)


3.3.2. Metoda Lambda (λ)

Methoda Lambda diperkenalkan oleh Vijayvergiya dan Focht (1972). Methoda


ini mengasumsikan bahwa perpindahan tanah akibat pemancangan tiang
menghasilkan tekanan lateral passip pada setiap kedalaman tanah. Rata-rata
tahanan geser dapat dituliskan sebagai berikut :
f = λ (σ v' + 2cu ) (9)
Dimana adalah koefisient lekatan, λ sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 3.4

2002 digitized by USU digital library 12


Gambar 3.4. Koefisient lekatan λ terhadap kedalaman tiang

β)
3.3.3. Metoda Betha (β

Metoda Betha (β β) dikembangkan oleh Burland (1973, 1993) dengan


menggunakan asumsi sebagai berikut :
♦ Permukaan tiang, paling tidak pada skala kecil (mikroskopik) adalah kasar
♦ Pada bidang kontak antara tiang dengan tanah, tanah hingga derajat tertentu
selalu dalam keadaan terganggu, sehingga menghilangkan kohesi (cohesion
intercept) yang diturunkan dari lingkaran Mohr hingga nol.
♦ Tegangan vertikal efektif yang bekerja pada permukaan tiang setelah tegangan
air pori yang timbul akibat pemancangan tiang terdisipasi, sehingga setidaknya
kondisi tanah adalah at rest (Ko) sebelum tiang dipasang.
♦ Pada umumnya tiang dipasang sebelum beban bekerja dan biasanya beban
pembebanan akan terjadi dalam proses yang lambat sehingga tegangan air pori
yang timbul saat pemancangan tiang sudah hampir terdisipasi seluruhnya,
sehingga akan cukup realistik bila pada saat beban bekerja penuh, dianggap
tanah dalam keadaan drained dan bukan undrained.
Dalam metoda Betha (β β) ini besar gaya gesekan dihitung dengan
menggunakan rumusan sebagai berikut :
♦ Untuk tanah lempung yang terkonsolidasi normal (Normally Consolidated)

f = β * σ v' (10)
♦ Untuk tanah lempung yang sudah terkonsolidasi (Over Consolidated)

K = (1 − sin φ r ) OCR (11)

Dimana nilai (β) ini sebesar 0,30 ± 0,10, OCR adalah rasio konsolidasi (Over
consolidated) dan σ v' adalah tegangan vertikal efektif yang bekerja pada tanah
Untuk tanah pasir, nilai koefisient daya dukung gesekan ini dihitung dengan
menggunakan rumusan sebagai berikut :

f = β * σ v' tan δ ' (12)

dimana K adalah koefisient tekanan tanah lateral pada tiang pancang, σ v' adalah
tegangan vertikal efektif yang bekerja pada tanah dan δ adalah sudut gesekan
antara tiang dengan tanah.

Nilai K pada rumusan ini bergantung kepada cara pelaksanaan tiang. Sebelum
tiang dilaksanakan, koefisient tekanan tanah sama dengan koefisient koefisient
tekanan tanah dalam keadaan diam, yaitu Ko. Untuk jenis tiang pancang yang
mendesak tanah (displacement pile), pada saat tiang dipancang, nilai K akan lebih

2002 digitized by USU digital library 13


besar dari Ko, sedangkan untuk tiang bor nilai K akan lebih kecil dari Ko. Dengan
kata lain untuk tiang pancang Ko merupakan batas bawah, sedangkan untuk tian bor
Ko merupakan batas atas dari kapasitas tiang. Nilai Ko ini biasanya dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :

K o = 1− sin φ (13)
dimana φ adalah sudut gesek dalam tanah.

Nilai δ ini tergantung kepada kekasaran material tiang yang digunakan dan
biasanya dihubungkan dengan sudut gesek dalam tanah (φ) sebagai patokan dapat
dipergunakan nilai δ sebagai berikut :
♦ Untuk tiang baja,δ = 200
♦ Untuk tiang beton δ = 0,75 φ
♦ Untuk tiang kayu, δ = 2/3 φ

3.4. Perkiran Daya Dukung Dengan Menggunakan Data Uji Lapangan

Yang dimaksud dengan perkiraan daya dukung dengan menggunakan data uji
lapangan disini adalah perkiraan dengan langsung menggunakan data-data uji
tersebut dengan tanpa terlebih dahulu mengkorelasikannya dengan parameter-
parameter laboraturium seperti yang dibahas diatas. Uji lapangan yang banyak
digunakan untuk memperkirakan daya dukung suatu tiang pancang antara lain
adalah : Standard Penetration Test (SPT), Sondir (Cone Penetration Test) dan
Pressuremeter test (PMT). Untuk kita di Indonesia uji Pressuremeter belum begitu
meluas penggunaannya. Karena itu pada tulisan ini hanya akan dibahas mengenai
perkiraan daya dukung dengan menggunakan data SPT dan Sondir saja.

3.4.1. Daya Dukung Pondasi Tiang Dengan Menggunakan Data SPT.

Rumusan yang digunakan untuk memperkirakan daya dukung pondasi tiang


dengan menggunakan data SPT adalah sebagai berikut :

Qult (ton) = mNa Ap + nNAs (14)


dimana m adalah koefisient perlawanan ujung tiang, n adalah koefisient gesekan, N
adalah nilai SPT (pukulan/30 Cm = blows/ft.). Untuk nilai N SPT ini biasanya
dianjurkan untuk dikoreksi menjadi sebagai berikut:

♦ Untuk N pada Ujung Tiang.

N a = 0,5( N1 + N 2 ) ≤ 40 . (15)

2002 digitized by USU digital library 14


Dengan N1 adalah nilai N pada ujung tiang, N2 adalah nilai N dari ujung tiang
hingga 4 B diatas ujung tiang, B adalah lebar tiang
♦ Untuk jenis tanah pasir yang sangat halus (fine sand) atau tanah pasir
kelanauan (Silty Sanfd) yang terletak dibawah muka air tanah (jenuh air)
dimana nilai N cenderung lebih tinggi karena permeabilitas tanah yang kecil
maka di koreksi menjadi sebagai berikut :

N = 15 + 0,5( N − 15); N > 15


'
(16)

dimana N’adalah Nilai N SPT di lapangan.


Terdapat beberapa pakar yang merekomendasikan besarnya koefisient-
koefisient m dan n diantaranya diperlihatkan pada Tabel 3.1. berikut :

Tabel 3.1. Nilai m dan n

Jenis tanah Jenis Tiang m n Batasan


1. Meyerhof (1976)
Pasiran 40 0,2
Lempungan. - 0,5

2. Okahara (1992).
Pasiran Tiang Pancang 40 0,2 ≤ 10 t/m2
Cor Ditempat 12 0,5 ≤ 20 t/m2
“Inner digging” - 0,1 ≤ 5 t/m2

Lempungan. Tiang Pancang - 1,0 ≤ 15 t/m2


Cor Ditempat - 1,0 ≤ 15 t/m2
“Inner digging” - 0,5 ≤ 10 t/m2

3. Takahashi
Pasiran Tiang Pancang 30 0,2

3.4.2. Daya dukung hasil Pondasi Hasil Sondir

Uji sondir telah lama populer di Indonesia karena relatif mudah pemakaiannya,
ekonomis dan dapat memberikan profil tanah secara kontinu meskipun masih dalam
taraf kualitatif. Uji ini memberikan perlawanan ujung qc dan gesekan selimut fs. Nilai
perlawanan ujung dengan gesekan selimut ini dapat memberikan indikasi jenis tanah
dana beberapa parameter tanah seperti konsistensi tanah lempung, kuat geser,
kepadatan relatif dan sifat kemampatan tanah meskipun hanya didasarkan pada
korelasi empiris. Parameter-parameter tersebut amat bermanfaat untuk perancangan
pondasi.
Penggunaan uji sondir untuk menganalis daya dukung tiang telah cukup lama
dilakukan mengingat dalam sejarah perkembangannya memang alat uji ini
dimaksudkan sebagai model mini dari suatu pondasi tiang. Demikian pula berbagai
metoda analisis telah mengalami perkembangan sesuai dengan pengalaman melalui
usaha-usaha empiris maupun elaborasi analitis.

Studi Terdahulu.

2002 digitized by USU digital library 15


Sejak penggunaan data sondir untuk menentukan daya dukung tiang
dikembangkan mula-mula di Belanda dan Belgia, di Indonesia juga telah menjadi
semacam kesepakatan untuk melakukan aplikasi uji sondir ini khususnya untuk
keperluan design pondasi tiang. Horvitz et al. (1981) telah melakukan studi dalam
skala penuh pada beberapa pondasi tiang kayu dan tiang bor yang diuji hingga
mencapai keruntuhan (failure) dan menyatakan bahwa terdapat korelasi yang amat
baik antara hasil perhitungan analitis dengan beban keruntuhan (ultimate) dan
pondasi tiang. Perhitungan analitis yang dimaksud adalah metoda yang diusulkan
oleh Svhmertmann dan Notingham (1975).

Perhitungan daya dukung aksial pondasi tiang berdasarkan data uji sondir
sering disebut ekstrapolasi dengan atau tanpa koreksi. Hal ini adalah karena
komponen-komponen yang terukur dari sondir (tahanan ujung dan gesekan selimut)
merupakan representasi dari komponen daya dukung tiang. Perbedaan utama antara
alat sondir dan pondasi tiang terletak pada ukurannya, bentuk ujung, sifat
permukaan dan mekanisme keruntuhannya. Dalam tulisan ini dikemukakan beberapa
metoda yaitu metoda langsung (direct cone method), mehode Schmertmann &
Nottingham (1975), metoda Lambda Cone (metode Tumai & Fakhroo, 1981), metode
Cone M dan metoda Tomlinson

Metoda Langsung (Direct Cone)


Metoda ini diantaranya dikemukakan oleh Meyerhof (1956) yang menyatakan bahwa
tahanan ujung tiang mendekati tahanan ujung konus sondir dengan rentang 2/3 qc
hingga 1,5 qc dan Meyerhof menganjurkan untuk keperluan praktis agar digunakan
q p = qc (17)
Selanjutnya tahanan selimut pada tiang dapat diambil langsung dari gesekan
total (jumlah hambatan lekat =JHL) dikalikan dengan keliling tiang, sehingga
formula untuk metoda langsung dapat dituliskan :

Qult = q p Ap + JHL * kll (18)

Rumusan ini diambil di Indonesia dengan mengambil angka keamanan 3 (tiga)


untuk tahanan ujung dan angka keamanan 5 (lima) untuk gesekannya. Sehingga
daya dukung ijin pondasi dapat dinyatakan dalam :

q p Ap JHL * kll
Qult = + (19)
3 5
Dalam tulisan ini hanya dibahas daya dukung ultimate tiang sehingga angka
keamanan tidak disertakan. Schmertmann dan Nottingham (1975) menganjurkan
perhitungan daya dukung ujung pondasi ting menurut cara Begemann, yaitu diambil
dari nilai rata-rata perlawanan ujung sondir 8 D diatas ujung tiang dan 0,7D sampai
dengan 4,9D dibawah ujung tiang. Rumusan tersebut dihitung sebagai berikut :

qc1 + qc 2
qp = * Ap (20)
2

2002 digitized by USU digital library 16


Dimana qp adalah daya dukung ujung tiang, qc1 adalah nilai qc rata-rata 0,7D-4D
dibawah ujung tiang, qc2 adala nilai qc rata-rata 8 D diatas ujung tiang dan Ap adalah
proyeksi penampang tiang.
Bila zona tanah lembek dibawah tiang masih terjadi pada kedalaman 4D – 10D,
maka perlu dilakukan reduksi terhadap nilai rata-rata tersebut. Pada umumnya nilai
perlawanan ujung diambil tidak lebih dari 150 Kg/Cm2 untuk tanah pasir dan tidak
melebih 100 Kg/Cm2 untuk tanah kelanauan. Untuk mendapatkan daya dukung
selimut tiang maka digunakan formula :

 8D z L

qs = K sc ∑ f s * As + ∑ f s As  (21)
 z =0 8D z =8 D 

Dimana Ksc adalah faktor koreksi fs dengan harga Kc untuk tanah lempung dan Ks
untuk tanah pasir, z adalah kedalaman dimana fs diambil, D adalah diameter tiang,
As adalah luas bidang kontak tiap interval kedalaman fs, L adalah total tiang
terbenam.

Untuk tanah kohesif, gesekan selimut dihitung dengan menggunakan formula :

D adalah diameter tiang.

BAB IV

KENDALA PERHITUNGAN DAYA DUKUNG AKSIAL


PONDASI DALAM

4.1. Pendahululan

Penelitian dan pengalaman menunjukkan bahwa pada tanah lempung umumnya


perlawanaan (daya dukung) gesekan pondasi dalam akan bekerja penuh pada
penurunan yang kecil, yaitu pada saat penurunan mencapai kurang lebih 0,5 % dari
diameter tiang (lebar) badan tiang atau 5 mm sampai dengan 10 mm. Sebaliknya
diperlukan penurunan yang lebih besar agar kapasitas ujung tiang dapat bekerja
dengan penuh, yaitu antara 10 % hingga 20 % dari diameter (lebar) ujung tiang.
Berdasarkan penelitian terlihat bahwa untuk beban kerja Pk tertentu, beban yang
dipikul oleh ujung (dasar) pondasi umumnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan
beban yang dipikul oleh gesekan sepanjang badan tiang. Karenanya kesalahan
dalam memperkirakan kapasitas ujung tiang tidaklah sepenting kesalahan dalam
memperkirakan kapsitas gesekan sepanjang tiang.

4.2. Kekeliruan memperkirakan Nilai Daya Dukung Ujung Tiang

Bila kita tinjau persamaan (2), maka faktor terpenting dalam memperkirakan
besarnya daya dukung ujung tiang disini terletak kepada tingkat ketelitian nilai cu
yang didapat dari hasil pengujian laboraturium ataupun juga nilai cu dari uji kipas

2002 digitized by USU digital library 17


geser (Vane Shear Test). Disamping itu nilai daya dukung juga ditentukan oleh
koefisient daya dukung (Nc). Di Jepang dipergunakan nilai sebesar 8 (delapan). Di
Bangkok ada yang merekomendasikan nilai ini sebesar 10 (sepuluh). Namun
demikian sebagaimana disebutkan diatas, kesalahan disini pada umumnya tidak
akan berpengaruh besar dalam menentukan kapasitas tiang. Karena ada kenyataan
bahwa pada beban kerja daya dukung ujung tiang yang bekerja tidaklah besar.

Tidak seperti pada tanah lempung, di tanah pasir (terutama untuk tiang
pancang), besarnya daya dukung ujung tiang cukup menentukan. Hal ini disebabkan
oleh kenyataan bahwa akibat pemancangan pasir akan memadat. Disini sangatlah
perlu untuk memperkirakan secara baik besarnya sudut geser dalam (φ) tanah pasir
tersebut. Kesalahan yang kecil dalam memperkirakan besarnya sudut gesar dalam
(φ) bisa mengakibatkan perkiraan daya dukung yang jauh berbeda. Sebab perkiraan
daya dukung ini sangat peka terhadap perubahan sudut geser dalam (φ). Padahal
penentuan nilainya sangat sulit. Pengambilan contoh tanah pasir yang relatif tidak
terganggu untuk diuji di laboraturium sangatlah sulit dan memerlukan teknik dan
ketelitian yang tinggi baik dalam pengambilan contoh, mempersiapkan contoh benda
uji maupun pengujian. Pada umumnya lembaga-lembaga penelitian tanah kita belum
melakukan hal-hal yang demikan disamping karena teknik yang belum kita kuasai,
juga karena dana/biaya pengujian tanah yang terlalu dibatasi dan terlalu murah.
Akibatnya nilai (φ) ini biasanya dikorelasikan dengan nilai SPT yang mana pengujian
ini juga mempunyai beberapa kelemahan yang akan dibahas kemudian.

4.3. Kendala Perkiraan Daya Dukung Dari Data Uji Laboraturium

1. Metoda Alpha (α α)
Sebagaimana terlihat pada persamaan (7), dimana daya dukung gesekan
yang diperkirakan dengan menggunakan metoda Alpha ini sangat tergantung kepada
α). Penggunaan kekuatan geser tanah “Undrained”
nilai cu dan koefisient alpha (α
yang didasarkan atas analisa tegangan total (total stress analysis) untuk
memperkirakan daya dukung gesekan tiang mempunyai beberapa kelemahan teoritis
yang mendasar yaitu :
♦ Distorsi geser yang terjadi pada daerah yang relatif tipis sedikit diluar selimut
tiang. Pada saat beban bekerja, drainase dari dan kedaerah yang tipis ini akan
terjadi dalam wajtu yang relatif singkat.
♦ Pelaksanaan pondasi tiang pancang tidak dapat dihindari akan menimbulkan
ganggunan disekitar tiang yang akan membuat hilangnya kohesi (inercept pada
lingkaran Mohr) tanah.

Dengan kata lain diragukan kebenaran bahwa kondisi tiang pada saat beban
bekerja penuh, tiang masih dalam kondisi “Undrained”. Disamping kelemahan yang
disebutkan diatas, beberapa kendala dalam menerapkan metoda ini cukup vital
antara lain :
♦ Nilai kuat geser “Undrained”, cu bukan merupakan nilai yang unik. Nilai cu ini
antara lain dipengaruhi oleh efek orientasidari benda uji atau faktor anisotropy.
♦ Tipe pengujian, artinya apakah dilakukan pengujian dengan menggunakan uji
geser langsung (direct shear test), uji triaksial kompresi, uji unconfined, atau uji
kipas geser dan lain-lain.
♦ Kecepatan aplikasi benda uji (strain rate.
♦ Faktor gangguan pada waktu dan pengambilan dan persiapan contoh tanah.
Ukuran contoh tanah yang diuji, tenggang waktu antara pengambilan contoh
tanah dan pengujian dilakukan.
Faktor-faktor ini akan dibahas secara singkat dibawah ini sampel

2002 digitized by USU digital library 18


Penelitian terhadap susunan partikel-partikel tanah lempung menunjukkan
bahwa pada saat sedimentasi dan saat beban bekerja, partikel-partikel lempung
cenderung berorientasi dalam arah horizontal. Kecenderungan partikel-partikel
berorientasi kearah horizontal pada saat sedimentasi menimbulkan anisotrpy
bawaan. Disamping faktor anisotropy bawaan tersebut juga bisa timbul faktor
anisotropy tegangan bila nilai Ko tidak sama dengan satu. Ini terbukti dari kenyataan
bahwa tegangan geser yang diperlukan untuk mengakibatkan benda uji mengalami
keruntuhan akan berbeda bila benda uji diberikan tegangan utama major (major
principal stress) dalam arah vertikal dengan bila diberikan dalam arah horizontal.
Faktor anisotropy ini pada gilirannya menimbulkan kuat geser undrained yang
berbeda dan tergantung kepada arah beban benda uji dan orientasi contoh tanah.
Faktor anisotropy bawaan in pada umumnya tidak akan terlihat dalam uji di
Laboraturium, karena gangguan contoh tanah cenderung akan merusak struktur
tanah dan karenanya akan menutupi prilaku anisotropy.
Akibat pengaruh anisotropy ini, nilai kuat geser “undrained” yang didapat dari
berbagai jenis pengujian juga akan berbedabila arah tegangan utama dalam sistem
pengujia juga berbeda. Contohnya hasil kuat geser “undrained” dari uji triaksial
akan berbeda dengan hasil dari uji geser langsung (direct shear test). Disamping
akibat faktor anisotrpy, faktor kelemahan/keterbatasan akibat “boundary effect”
masing-masing alat uji juga mengakibatkan hasil yang berbeda.

Penelitian juga menunjukkan bahwa semakin lama waktu pengujian di dalam


alat uji semakin rendah nilai kuat geser ”undrained” yang diperoleh. Jadi hasil
pengujian yang dilakukan dengan menggunakan alat yang sama bila dilakukan
dengan kecepatan yang berbeda (strain rate) akan memberikan hasil yang berbeda
pula.

Bila suatu contoh tanah yang terganggu (disturb) akibat proses pengambilan
contoh tanah, trasportasi, dan persiapan contoh uji kuat geser “undrained”
umumnya akan lebih kecil dari pada nilai cu yang ada di lapangan.
Besarnya contoh benda uji juga mempengaruhi nilai kuat geser “undrained”.
Tabel 4.1. dibawah ini memperlihatkan perbandingan nilai cu yang diperoleh dari uji
triaksial dengan menggunakan ukuran contoh uji yang berbeda (Simon & Menzies,
1977). Hal ini disebabkan oleh faktor struktur masa tanah. Untuk tanah lempung
yang kaku dan mempunyai rekahan (fissure) misalnya contoh tanah harus cukup
besar agar hasil uji cukup representatif.

Tabel 4.1. Perbandingan nilai cu dari uji triaksial dengan


menggunakan benda uji yang berbeda.
Ukuran Benda Jumlah Perbandingan Nilai Cu
Uji (mm) Uji Dengan Kadar Air 28 %
305x410 5 0,62
152x305 9 0,56
102x203 11 0,57
38x76 36 1,00
38x76 (blok) 12 1,41
38x76 (intak) 19 2,68

Tenggang waktu antara pengambilan contoh tanah dan pengujian dilakukan


juga dapat mempengaruhi nilai cu . Data menunjukkan bahwa nilai cu yang didapat
dari contoh blok tanah yan telah disimpan selama 150 hari hanya sekitar 75 % dari
nilai cu yang didapat dari contoh tanah yang sama yang diuji 5 hari setelah contoh

2002 digitized by USU digital library 19


tanah diambil. Ini dapat disebabkan oleh semakin besarnya rekahan (fissure) dari
contoh tanah tersebut. Disamping faktor nilai cu yang telah disebutkan diatas,
metoda ini juga mengalami kelemahan khususnya dalam penentuan nilai alpha (α)
yang merupakan nilai yang sangat empris dan tentunya sangat tergantung dari cara
nilai cu diperoleh.

Kesulitan dalam menetapkan metoda alpha (α) ini juga terletak pada keadaan
tanah di kota Medan yang pada umumnya tidak merupakan jenis tanah lempung
murni, melainkan jenis tanah lempung kelanauan yang kadar lempungnya berkisar
sekitar 30 % sampai dengan 60 %. Jadi terdapat kemungkinan prilaku lempung kota
Medan akan berbeda.

1. Metoda Lamda (λλ)


Mengingat bahwa nilai cu (lihat pada persamaan 9) tetap diperlukan dalam
menetapkan metoda lamda (λ) ini, maka kendala-kendala yang sama dalam
menentukan besarnya nilai cu tetap akan dijumpai pula dalam metoda Lamda (λ) ini.

Besarnya tegangan vertikal efektif tanah tidaklah merupakan kendala yang


berarti. Hal ini disebabkan oleh kenyataan di lapangan bahwa penentuan berat isi
(unit weight) tanah dapat dilakukan dengan hasil yang relatif akurat bilamana
prosedur pengujian dilakukan dengan baik dan kadar air (w) contoh tanah dijaga
dengan baik. Sayangnya sering kali dijumpai bahwa setibanya sampel tanah di
laboraturium dan contoh tanah dikeluarkan dari dalam tabung contoh, tanah hanya
dibungkus dengan menggunakan plastik dan diletakkan dalam ruangan terbuka
yang tidak dijaga tempraturnya, sehingga penguapan terjadi. Faktor lain yang perlu
diperhatikan secara lebih teliti adalah faktor pengukuran letak muka aur tanah dan
fluktuasinya sehingga perhitungan besar tegangan vertikal efektif dapat dilakukan
dengan baik dan benar.

Yang lebih penting dari hal tersebut diatas adalah nilai koefisient lamda (λ)
yang umum kita pakai saat ini diturunkan dari pengamatan tiang-tiang yang
diaplikasikan di lepas pantai. Terdapat kemungkinan yang cukup besar bahwa
koefisient tersebut tidak sesuai untuk diaplikasikan pada tanah di Kota Medan.
2. Metode Betha (β β)

Dibandingkan dengan kedua cara sebelumnya yang dapat dikatakan sangat


empiris, maka metode Betha (β) ini dikatakan lebih mempunyai dasar teori mekanika
tanah yang lebih baik. Secara singkat, disamping asumsi-asumsi yang telah
dijelaskan sebelumnya, hal ini dapat dijelaskan dari cara koefisient Betha (β) dicari :

β = K o tan δ (23)
dengan mengambil nila K o = (1 − sin φ ) dan δ = φ , maka didapat
' '

β = (1 − sin φ ) tan φ '


'
(24)

Untuk jenis tanah lempung yang terkonsolidasi secara normal, nilai sudut geser
dalamnya (φ) ini biasanya berkisar antara 200-400. Dengan nilai sudut geser dalam
(φ) ini nilai betha hanya bervariasi antara 0,25 sampai dengan 0,30, suatu nilai
variasi yang kecil. Penelitian yang dilakukan oleh Burland (1973, 1993)
menunjukkan bahwa nilai betha (β) yang ada dilapangan hanyalah bervariasi antara
0,25 sampai dengan 0,40. dengan menggunakan nilai rata-rata 0,30. Bandingkan
metoda ini dengan metoda alpha yang nilainya bervariasi dari 0,25 sampai dengan
1,45.

2002 digitized by USU digital library 20


Kendala dalam menentukan nilai cu tentunya tidak dijumpai disini. Persoalan
yang ada adalah dalam penentuan berat isi tanah serta penentuan letak dan
fluktuasi muka air tanah yang relatif lebih mudah dilaksanakan.

4.4. Kendala Perkiraan Daya Dukung Dari Data Uji Lapangan

1. Standard Penetration Test (SPT)


Uji SPT merupakan uji lapangan yang hampir selalu di lakukan dalam setiap
proyek. Sayang sekali uji SPT yang memakai kata “standard” ini ternyata jauh dari
standard. Nilai N-SPT-nya yaitu jumlah pukulan/305 mm ternyata sukar untuk
“direproduksi”. Artinya bila dilakukan pengujian 2 (dua) kali pada lokasi yang
sama bisa didapat nilai N yang berbeda. Beberapa faktor yang sangat mempengaruhi
hal diatas adalah :

♦ Efek tegangan vertikal efektif tanah (efektive overbuden pressure). Tanah dengan
tingkat kepadatan yang sama akan memberikan nilai N yang lebih kecil bila
terletak dekat dengan permukaan tanah.
♦ Variasi dari tinggi jatuh palu pemukul (hammer) yang seharusnya 760 mm. Hal
ini terutama terjadi pada peralatan SPT yang menggunakan pemukul tidak
otomatis, yaitu peralatan yang menggunakan katrol dan tali yang langsung
diikatkan dengan pemukul dan tinggi jatuh 760 mm hanya ditentukan dengan
pandangan mata.
♦ Berat palu pemukul yang tidak benar-benar 63,5 Kg.
♦ Penetrasi sampler SPT yang tidak mencapai atau lebih dari 1 ft (305 mm)
♦ Gesekan antara pengaruh pemukul dengan pemukulnya pada saat pemukul
dijatuhkan.
♦ Pemakaian sampler SPT yang telah aus ataupun telah mengalami kerusakan.
♦ Kegagalan untuk menempatkan sampler SPT pada tanah yang tidak terganggu
pada dasar lobang bor.
♦ Dasar lobang bor yang kotor
♦ Kegagalan mempertahankan muka air di dalam lobang bor, sehingga terjadi
kerusakan pada struktur tanah di dasar lobang bor.
♦ Ketidak telitian para operator
♦ Ukuran lubang bor yang terlalu besar
♦ Sistem peralatan pemukul yang tidak sama.
Akibat faktor-faktor di atas energi efektif yang tiba didasar tanah yang diuji
akan berbeda-beda. Dalam usaha untuk menstandarisasi-kan uji SPT ini Skempton
(1986) menganjurkan agar pelaksanaan SPT dilakukan secara lebih terkontrol
diantaranya :
♦ Menggunakan teknik pemboran pencucian (wash boring) dengan menggunakan
mata bor trikonus (tricone bit) dan pencucian dengan lumpur bentonit. Air atau
lumpur di dalam lubang bor agar dipertahankan sama dengan permukaan air
tanah.
♦ Pengujian dilakukan di lubang bor yang berdiameter antara 65 mm hingga 150
mm sebaiknya tidak lebih dari 100 mm. Bila digunakan “casing”. Casing tidak
boleh dipasang hingga lebih bawah dari dasar lobang bor.
♦ Penghitungan nilai N dilakukan dimulai dari 150 mm di dasar lobang bor dengan
assumsi 150 mm tersebut merupakan daerah yang sudah terganggu akibat
pemboran.

Disamping hal tersebut diatas Skempton (1986) juga menganjurkan untuk


mengkoreksni nilai N SPT terhadap energi efektifnya, tegangan vertikal efektif tanah,
ukuran lobang bor dan tipe sampel SPT sebagai berikut :

2002 digitized by USU digital library 21


N1( ES ) = Cn ERm N m / ES (25)

Dimana N1(ES) adalah nilai N SPT yang telah dikoreksi/dinormalisasi ke


tegangan vertikal efektif tanah sebesar 1,0 Kg/Cm2 dan ke standard energi efektif
SPT tertentu. Misalkan energi efektif sebesar RS = 45 %, Cn adalah faktor koreksi
SPT terhadap tegangan vertikal efektif tanah yang bisa di jumpai pada buku-buku
Mekanika Tanah, antara lain persamaan yang diusulkan oleh Limo & Whitman
(Committee on Earthquake Engineering, 1985) dibawah ini :

C n = (10 / σ v' ) (26)


dengan σ '
v adalah tegangan vertikal efektif tanah dalam t/m2, Erm adalah energi
efektif uji SPT yang dilakukan yang nilainya dapat diambil dari Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Nisba Energi hasil Uji SPT (Seed dkk, 1984)
Negara Tipe Cara Menjatuhkan Energi Efektif
Asal Pemukul Pemukul Erm (%)
Jepang Donut Jatuh Bebas 78
Donut Tali dan Katrol 67
Dengan Sistem
Pelepas Khusus

Amerika Safety Tali & Katrol 60


Donut Tali & Katrol 45

Energi efektif pada Tabel 4.1. adalah untuk panjang stang SPT sepanjang 10 m atau
lebih (kedalaman uji-panjang stang-1m). Bergantung kepada tipe sampler SPT,
panjang stang (bila < 10 m) dan diameter lobang bor, Erm nilai perlu dikoreksi lebih
lanjut dengan mengalikannya dengan faktor koreksi yang diperlihatkan pada Tabel
4.2. Dari uraian diatas jelas bahwa untuk menggunakan persamaan (14) dan nilai m
dan n pada Tabel 3.1. perlu diketahui metoda SPT yang dipakai. Koefisien yang
diturunkan oleh Meyerhof berasal dari metoda uji SPT yang dilakukan di Amerika,
umumnya dengan menggunakan sistem tali dan katrol dan palu tipe donut.
Sedangkan di Jepang umumnya dilakukan SPT dengan metoda jatuh bebas. Untuk
kita di Indonesia terdapat kedua jenis SPT tersebut. Jadi agar nilai SPT bisa
dikonversikan ke nilai N ke standar energi tertentu, perlu dinyatakan metoda uji,
sampler dan ukuran lobang bor yang dipakai.

Tabel 4.2. Faktor Koreksi Hasil Uji SPT (Skempton, 1986)

2002 digitized by USU digital library 22


Items Faktor Koreksi

1. Panjang Stang SPT/Stang Bor


> 10 m 1,00
6m - 10 m 0,95
4m - 6 m 0,85
3m - 4 m 0,75

2. Sampler SPT standard (Standard Sampler) 1,00


Sampler SPT dengan linier
(US Sampler without Linier) 1,20

3. Lobang Bor Diameter :


65 mm - 115 mm 1,00
150 mm 1,05
200 mm 1,15

Kesulitan kini terletak pada kecocokan koefisient-koefisient N yang sangat


empiris itu untuk aplikasi di Indonesia dan di Medan khususnya. Dengan
mengkonversikan nilai N-SPT lapangan ke tegangan efektif sebesar 1 Kg/Cm2 dan
energi standard 45 %, N1(45) dan kemudian menggunakannya untuk perhitungan
kapasitas tiang dan kemudian membandingkannya dengan hasil pembebanan tiang
yang dilakukan hingga tiang mengalami keruntuhan, maka kita memperoleh
koefisient-koefisient sebagai berikut :

- Untuk tiang pancang beton


♦ Tanah kohesif (CH/MH) m=30 n=0,6
♦ Tanah pasiran (SM) m=40 n=0,2

- Untuk tiang bor


♦ Tanah kohesif (CH/MH) m=10 n=0,3
♦ Tanah pasiran (SM) m=13 n=0,1

2. Sondir
Dibandingkan dengan uji SPT, uji sondir memberikan hasil yang lebih utuh
dalam arti “Continous” dan lebih konsisten. Kendala dalam mengaplikasikan hasil
uji sondir dalam perencanaan pondasi dalam adalah bilamana dijumpai lapisan tanah
keras, misalnya cemented sand, sekalipun dengan menggunakan sondir 10 ton
biasanya tanah ini tidak dapat ditembus. Padahal sering sekali dijumpai lapisan
tanah keras tersebut hanya tipis saja. Untuk mengatasi hal tersebut diatas dapat
dilakukan kombinasi antara SPT dan Sondir. Saat dijumpai tanah yang sangat keras
maka dilakukan uji SPT selanjutnya dibawah lapisan tersebut dilakukan kembali uji
Sondir. Yang terbaik yang dapat dilakukan adalah dilakukan penyondiran dengan
menggunakan sondir yang berkapasitas 20 ton. Kendala lain yang akan dijumpai dari
hasil uji Sondir ini diantaranya efek skala, kecepatan pembebanan, perbedaan dalam
hal cara penetrasi (insertion method) dan posisi dari selimut sontir.

Efek skala terjadi akibat perbedaan ukuran antara pondasi tiang dengan alat
sondir. Ukuran pondasi tiang jauh lebih besar dibandingkan dengan sondir, sehingga
tidak merasakan adanya lapisan tipis yang mempunyai nilai qc yang besar (De Beer,

2002 digitized by USU digital library 23


1985, Raharjo, 1990). Akibatnya perlawanan ujung pada tiang rata-rata lebih kecil
daripada yang diberikan oleh sondir.

Pengaruh dalam hal perbedaan kecepatan pembebanan adalah akibat


kecepatan penetrasi. Pada sondir sekitar 2 Cm/det sedangkan pada tiang hanya
berkisar 2,0 mm-2,0 Cm/jam. Saat uji pembebanan, penetrasi pondasi tiang adalah
jauh lebih rendah, sedangkan sifat tanah, khususnya tanah lempung memiliki
semacam viskositas sehingga perlawanan pada pondasi tiang lebih rendah (Briaud,
Garland, 1985).

Perbedaan pada cara penetrasi sondir dan tiang pancang adalah karena pada
sondir penetrasi dilakukan dengan tusukan secara konstan, sedangkan pada pondasi
tiang pancang penetrasinya dilakukan dengan pukulan (secara dinamis). Hal ini
memberikan akibat yang berbeda karena tegangan horizontal yang ada pada cara
penusukan (push in) adalah lebih besar daripada yang dilakukan dengan
pemancangan (Makarim, Briaud, 1986) sehingga gesekannya lebih kecil pada
pondasi tiang pancang.
Lokasi selimut juga amat berpengaruh. Pada sondir, selimutnya berada
langsung dibelakang ujung konus sedangkan pada pondasi tiang kebanyakan
gesekannya berada jauh dibelakang ujungnya. Jelas bahwa tegangan horizontal
adalah maksimum didekat ujung dan menjadi minimum pada titik yang terjauh dari
ujungnya (Beguelin, jezequel, 1972, Alard, et al., 1986). Akibatnya gesekan
selimut pada tiang menjadi lebih kecil dibandingkan pada sondir.

4.5. Pengurangan Kendala-Kendala

Dari uraian diatas, pada dasarnya kendala yang dihadapi dapat dibagi menjadi
dua bagian yaitu penentuan parameter-parameter tanah secara baik agar didapat
hasil yang representatif dan kecocokan koefisient-koefisient empiris yang digunakan.

Untuk mendapatkan parameter-parameter tanah yang representatif, tentunya


prosedur penyelidikan tanah perlu dilaksanakan dibawah pengawasan (minimal
petunjuk) seorang yang mengerti betul tentang prosedure pengujian tanah dari
mulai pemboran, pengambilan contoh tanah, penyimpanan sementara di lapangan,
transportasi ke laboraturium, penyimpanan di dalam laboraturium, pengeluaran
contoh tanah dari dalam tabung contoh, persiapan contoh uji hingga ke pelaksanaan
pengujian di laboraturium. Disamping itu perlu adanya seorang ahli di lapangan yang
bisa segera melihat perubahan-perubahan karakteristik tanah agar bisa menentukan
sampler macam apa yang perlu digunakan untuk suatu kondisi tertentu. Contoh
apakah perlu digunakan piston sampler atau thin wall sampler. Pengujian juga
sebaiknya dilakukan menurut standart tertentu, misalnya ASTM standart. Kiranya
perlu dimengerti betul apa dan mengapa standard itu dibuat demikian, agar bila
diperlukan perubahan yang dilakukan dapat dipertanggung jawabkan. Beberapa
contoh kelalaian/kegagalan dalam mengikuti standard tertentu, umumnya
laboraturium mekanika tanah kita tidak mempunyai ruangan penyimpanan contoh
tanha yang dijaga temperaturnya. Sering sekali contoh tanah tersebut mengalami
penguapan dan kehilangan kadar airnya yang pada gilirannya akan mempengaruhi
karakterisitik tanah tersebut. Contoh lain adalah dalam pelaksanaan SPT dengan
menggunakan sistem katrol dan tali disyaratkan (ASTM) agar panjang gulungan tali
dipemutar (drum) tali tidak lebih dari 2-3 putaran pada saat palu SPT menyentuh
bantalan (anvil) di stang bor SPT. Kenyataannya sering sekali dijumpai putaran tali
yang jauh melebih syarat tersebut. Hal ini mengakibatkan berkurangnya energi
efektif palu. Setelah usaha untuk mendapatkan parameter-parameter tanah, baik

2002 digitized by USU digital library 24


dengan uji di laboraturium mapun di lapangan dilakukan dengan baik. Maka usaha
kedua tentunya mencari apakah koefisient-koefisient dalam persamaan-persamaan
diatas dapat dipakai atau harus disesuaikan.

Ditinjau dari kendala-kendala yang dihadapi dan tingkat kesesuaian pengujian


serta biaya yang dibutuhkan, akan lebih mudah bila diusahakan mencari parameter
betha (β). Mengingat pengujian sondir dan SPT biasanya lebih banyak dilakukan dan
terutama untuk tanah pasir dimana mencari nilai sudut geser dalam (φ) sangat sulit.
Maka bilamana data uji pembebanan tiang cukup banyak, mencari koefisient-
koefisient yang lebih tepat menggunakan data SPT dan sondir akan lebih
bermanfaat.

2002 digitized by USU digital library 25


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa metoda-metoda untuk


memperkirakan kapasitas aksial pondasi dalam tidak bisa diaplikasikan begitu saja.
Dengan semakin banyaknya bangunan bertingkat tinggi di kota Medan, tentunya
sangat diperlukan metoda yang bisa memberikan perkiraan daya dukung yang lebih
mendekati kenyataan dan yang didasari atas dasar teori mekanika tanah dan
pengalaman setempat. Agar hal ini dapat dicapai disarankan kepada para pemberi
tugas, konsultan dan kontraktor untuk mengusahakan pemeriksaan tanah lebih
bermutu dan melaksanakan uji pembebanan hingga keruntuhan tercapai.

Akhirnya dapat dikatakan bahwa para ahli pondasi umumnya sepakat bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku pondasi tiang dan kapasitasnya sangatlah
kompleks untuk dipelajari secara teoritis yang betul-betul mendasar. Pengertian para
ahli pondasi sampai saat ini lebih banyak dipengaruhi pendekatan empiris yang
didasarkan pada hasil pengujian pembebanan. Namun demikan faktor-faktor
kegagalan dapat timbul dari pendekatan yang terlalu teoritis serta kegagalan juga
dapat terjadi akibat pendekatan yang terlalu empiris yang mengabaikan dasar-dasar
teori yang telah terbukti kebenarannya. Seni dan kemampuan geoteknik justru
terletak kepada kemampuan untuk menggabungkan prinsip-prinsi mekanika tanah
dengan pengalaman dan perkiraan.

2002 digitized by USU digital library 26

Anda mungkin juga menyukai