PONDASI DALAM
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Dalam setiap bangunan, diperlukan pondasi sebagai dasar bangunan yang kuat
dan kokoh. Hal ini disebabkan pondasi sebagai dasar bangunan harus mampu
memikul seluruh beban bangunan dan beban lainnya yang turut diperhitungkan,
serta meneruskannya kedalam tanah sampai kelapisan atau kedalaan tertentu.
Bangunan teknik sipil secara umum meliputi dua bagian utama yaitu struktur bawah
(sub structure) dan struktur atas (upper structure). Struktur atas didukung oleh
struktur bawah sebagai poondasi yang berinteraksi dengan tanah dan akan
memberikan keamanan bagi struktur atas. Struktur bawah sebagai pondasi juga
secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu pondai dangkal dan pondasi
dalam. Pemilihan jenis pondasi ini tergantung kepada jenis struktur atas, apakah
termasuk konstruksi beban ringan atau beban berat dan juga jenis tanahnya. Untuk
konstruksi beban ringan dan kondisi lapisan permukaan yang cukup baik, biasanya
jenis pondasi dangkal sudah cukup memadai. Tetapi untuk konstruksi beban berat
(high-rise building) bisanya jenis pondasi dalam adalah menjadi pilihan, dan secara
umum permasalahan perencanaan pondasi dalam lebih rumit dari pndasi dangkal.
1. 2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka perumusan masalah dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Daya daya dukung pondasi dalam, terutama yang menggunakan data uji hasil
pengujian laboraturium dan lapangan memberikan perkiraan daya dukung yang
berbeda dengan kenyataan yang dapat dipikul tiang di lapangan.
2. Terdapat beberapa kendala-kendala sehingga data uji hasil pengujian
laboraturium dan lapangan memberikan perkiraan daya dukung yang lebih kecil
dengan kenyataan yang dapat dipikul tiang di lapangan.
3. Kendala-kendala dengan menggunakan uji lapangan terjadi pada proses
standarisasi alat sehingga sehingga data hasil pengujiannya memberikan
perkiraan daya dukung yang lebih berbeda dengan kenyataan yang dapat dipikul
tiang di lapangan.
1. 3 Tujuan Penelitian
Secara ringkas Tujuan Penelitian ini sebagai berikut :
1. Menganalisa teori konsolidasi multy dimensional Biot dan konsolidasi Biot yang
digunakan dalam program Plaxis sehingga didapat perumusan yang dapat
diapplikasikan ke dalam metoda elemen hingga dan pemodelan tanah.
2. Meninjau kembali model-model tanah dan model-model tanah yang akan dipakai
dalam program, dalam penelitian ini digunakan model Drucker-Prager dan
hasilnya dibandingkan dengan Mohr-Coulomb dan Soft-Soil.
3. Menganalisis hasil paket program Plaxis berupa hubungan tegangan – regangan
yang terjadi, excess pore water pressure dan penurunan vertikal terhadap waktu
serta membandingkannya dengan hasil pengamatan lapangan
BAB I. Pendahuluan
Dalam bab ini dijelaskan tentang latar belakang masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metode pengumpulan data dan sistematika pembahasan.
BAB II
PENYELIDIKAN TANAH
2.1. Pendahuluan
Tanah selalu mempunyai peranan yang sangat penting pada suatu lokasi
pekerjaan konstruksi. Tanah merupakan pondasi pendukung suatu bangunan atau
bahan konstruksi dari bangunan itu sendiri seperti tanggul atau bendungan, atau
kadang-kadang sebagai sumber penyebab gaya luar pada bangunan seperti
tembok/dinding penahan tanah.
Mengingat hampir semua bangunan itu dibuat diatas tanah maka harus dibuat
suatu pondasi yang dapat memikul beban bangunan itu atau gaya yang bekerja
melalui bangunan itu atau gaya yang bekerja melalui bangunan itu. Umpamanya jika
permukaan tanah cukup keras dan mampu untuk memikul beban bangunan, maka
pondasi dapat dibangun secara langsung diatas permukaan tanah tersebut. Bila
dikhatirkan akibat tanha itu akan rusak atau turun akibat gaya yang bekerja melalui
permukaan tanah tersebut maka kadang-kadang diperlukan suatu konstruksi seperti
tiang pancang atau caisson untuk meneruskan gaya tersebut kelapisan tanah yang
mamapu memikul gaya itu sepenuhnya. Untuk mengadakan prakiraan dan penilaian
teknis tentang daya dukung tanah pondasi maka diperlukan pengertian mengenai
karakteristik mekanis dari tanah.
Pengambilan contoh tanah dibagi dalam pengambilan contoh tanah yang tidak
terganggu (undisturbed sample) yang dipergunakan untuk penentuan berat isi,
kekuatan dan penurunan. Pengembilan contoh tanah terganggu (disturbed sampel)
digunakan untuk pengujian tanah yang sederhana seperti pengamatan contoh tanah
secara visual, pemadatan dan sebagainya.
Uji penetrasi standar (SPT) adalah penyelidikan tanah dengan uji dinamis yang
berasal dari Amerika Serikat. SPT adalah metoda pengujian di lapangan dengan
memasukkan (memancangkan) sebuah Split Spoon Sampler (tabung pengambilan
contoh tanah yang dapat dbuka dalam arah memanjang) dengan diameter 50 mm
dan panjang 500 mm. Split spoon sampler dimasukkan (dipancangkan) ke dalam
tanah pada bagian dasar dari sebuah lobang bor. Metoda SPT adalah metoda
pemancangan batang (yang memiliki ujung pemancangan) ke dalam tanah dengan
menggunakan pukulan palu dan mengukur jumlah pukulan perkedalaman penetrasi.
Kelebihan penyelidikan SPT ini antara lain test ini dapat dilakukan dengan
cepat dan operasinya relatif sederhana, biaya relatif murah. Kekurangan
penyelidikan SPT ini antara lain hasil yang didapat contoh tanah terganggu,
interpretasi hasil SPT bersifat empiris dan ketergantungan pada operator dalam
menghitung
Interpretasi hasil SPT bersifat empiris. Untuk tanah pasir, maka nilai N-SPT
mencerminkan kepadatannya yang dapat pula diprediksi besar sudut geser dalam (φ)
dan berat isi tanah (γ), kapasitas daya dukung pondasi dan penurunan pondasi.
Sedangkan pada tanah lempung, hasil SPT dapat menentukan secara empiris
konsistensi tanah, kapasitas daya dukung pondasi dan penurunan pondasi. Hasil
SPT pada tanah lempung ini tidak begitu dapat diandalkan karena umumnya tanah
lempung mempunyai butiran halus dengan penetrasi yang rendah, sehingga pada
tanah lempung ditentukan berdasarkan kekuatan gesernya yang dapat diperoleh dari
uji tekan bebas (Unconfined Compression Test).
Teknik pendugaan lokasi atau kedalaman tanah keras dengan suatu batang
telah di praktekkan sejak zaman dahulu. Teknik ini dinamakan “Sounding”. Metoda
Sounding terdiri dari penekanan suatu tiang pancang untuk meneliti penetrasi atau
tahanan gesernya. Alat pancang dapat berupa suatu tiang bulat atau pipa bulat
tertutup dengan ujung yang berbentuk kerucut dan atau suatu tabung pengambil
contoh tanah, sehingga dapat diperkirakan (diestimasi) sifat-sifat fisis pada strata
dan lokasi dengan variasi tahanan pada waktu pemancangan alat pancang itu.
Metoda ini berfungsi untuk eksplorasi dan pengujian di lapangan. Ada 3 (tiga)
Di Indonesia alat sondir sebagai alat tes di lapangan adalah sangat terkenal
karena di negara ini banyak dijumpai tanah lembek (misalnya lempung) hingga
kedalaman yang cukup besar sehingga mudah ditembus dengan alat sondir Di dunia
penggunaan Sondir ini semakin populer terutama dalam menggantikan SPT untuk
test yang dilakukan pada jenis tanah liat yang lunak dan untuk tanah pasir halus
sampai tanah pasir sedang/kasar. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui
perlawanan penetrasi konus (qc) dan hambatan lekat (fs) tanah
Gesekan selimut (fs) diperoleh dari hasil pengukuran perlawanan ujung konus
dan selimut bersama-sama ditekan ke dalam tanah dikurang hasil pengukuran
tahanan ujung konus dengan kedalaman penetrasi yang sama. Gesekan selimut
diukur sebagai gaya penetrasi persatuan luas selimut konus (fs). Gesekan selimut
digunakan untuk menginterpretasikan sifat-sifat tanah untuk klasifikasi tanah dan
memberikan data yang dapat langsung digunakan untuk perencanaan pondasi tiang.
1. Merupakan jenis uji yang cukup ekonomis dan dapat dilakukan ulang dengan
hasil yang relatif sama
2. Tidak bergantung pada kesalahan operator atau kesalahan operasi alat.
Bentuk ujung sondir memberikan pengaruh yang amat besar terhadap tahanan
konus. Sondir dengan ujung konus yang lebih lancip dapat memberikan perlawanan
konus (qc) yang lebih kecil. Ukuran sondir memberikan pengaruh tahanan ujung
khususnya pada tanah pasiran. Sondir standar digunakan adalah sondir dengan
sudut ujung konus sebesar 600 dan mempunyai luas proyeksi 10 Cm2
3.1. Pendahululan
Tiang (Pile) adalah bagian dari suatu bagian konstruksi pondasi yang berbentuk
batang langsing yang dipancang hingga tertanam dalam tanah dan berfungsi untuk
menyalurkan beban dari struktur atas melewati tanah lunak dan air kedalam
pendukung tanah yang keras yang terletak cukup dalam. Penyaluran beban oleh
tiang pancang ini dapat dilakukan melalui lekatan antara sisi tiang dengan tanah
tempat tiang dipancang (tahanan samping), dukungan tiang oleh ujung tiang (end
bearing). Besar kapasitas tahanan ujung dan tahanan samping akan bergantung dari
bentuk geometrik tiang pancang dan jenis tanah pendukungnya.
Seperti kita ketahui bahwa daya dukung aksial suatu pondasi dalam pada
umumnya terdir atas dua bagian yaitu daya dukung akibat gesekan sepanjang tiang
dan daya dukung ujung (dasar) tiang sebagaimana diformulasikan dalam bentuk
persamaan sebagai berikut :
Qu = Q p + Qs . (1)
Dan
Qu
Qall = (2)
SF
Dimana :
Qu = Daya dukung batas tiang
Qall = Daya dukung ijin tiang
Qp = Daya dukung ujung batas tiang
SF = Faktor keamanan
Berdasarkan sumber data yang digunakan pada dasarnya terdapat dua cara
untuk memperkirakan daya dukung aksial tiang. Cara pertama adalah dengan
menggunakan parameter-parameter kuat geser tanah, yaitu yang didapat dari hasil
pengujian di laboraturium yaitu nilai kohesi (c ) dan sudut geser dalam φ. Cara kedua
yaitu dengan menggunakan data uji lapangan, antara lain dengan menggunakan uji
SPT (Standard Penentarsi Test) dan Sondir (Cone Penetration Test atau CPT).
Dimana Su adalah kekuatan geser undrained tanah, Nc adalah faktor daya dukung
tiang yang biasanya diambil 9 (sembilan) dan Ap adalah luas dasar ujung tiang.
Terzaghi berpendapat bahwa untuk tanah berbutir halus, maka kapsitas daya
dukung ujung dapat ditentukan sebagai berikut :
Q p = Ap qult (4)
Dimana q adalah tegangan vertikal efektif tanah pada ujung tiang dan Nq
adalah faktor daya dukung tiang yang tergantung kepada sudut geser dalam tanah
(φ). Gambar 3.1. menunjukkan contoh nilai Nq yang diturunkan oleh Simos &
Manziles, 1977)
Gambar 3.1. Hubungan antara sudut geser dalam (φ) dengan faktor daya dukung Nq
Sedangkan persamaan dasar untuk memperkirakan daya dukung gesekan
pondasi tiang adalah sebagai berikut :
Qs = fAs (6)
f = λcu (7)
Sehingga nilai daya dukung gesekan batas sepanjang tiang dapat dituliskan sebagai
berikut :
Dimana alpha (αα) adalah faktor lekatan (adhesi) antara tiang dengan tanah yang
diperoleh secara empiris dan cu adalah nilai kekuatan geser undrained tanah
lempung, p adalah perimeter tiang dan ∆l adalah panjang tiang yang ditinjau.
Didalam literatur geoteknik terdapat banyak rekomendasi nilai alpha (αα) yang
biasanya selalu dihubugkan dengan nilai kekuatan geser undrained tanah. Antara
lain kurva yang dikeluarkan oleh American Petrolium Institute (API, 1984)
sebagaimana disajikan pada Gambar 3.2. Gambar 3.3. menunjukkan nilai yang
diberikan oleh B.M. Das (Das, 1990). Banyak para ahli yang melakukan penyelidikan
untuk menentukan nilai alpha (α α) antara lain Simons dan Menzies, 1977 yang
merekomendasikan nilai (α α) sebesar 0,45 untuk lempung london yang over
consolidated. Pada umumnya nilai (α α) ini bervariasi antara 0,30 hingga 1,50 yang
tergantung kepada keadaan tanah dan jenis tiang yang dipakai.
β)
3.3.3. Metoda Betha (β
f = β * σ v' (10)
♦ Untuk tanah lempung yang sudah terkonsolidasi (Over Consolidated)
Dimana nilai (β) ini sebesar 0,30 ± 0,10, OCR adalah rasio konsolidasi (Over
consolidated) dan σ v' adalah tegangan vertikal efektif yang bekerja pada tanah
Untuk tanah pasir, nilai koefisient daya dukung gesekan ini dihitung dengan
menggunakan rumusan sebagai berikut :
dimana K adalah koefisient tekanan tanah lateral pada tiang pancang, σ v' adalah
tegangan vertikal efektif yang bekerja pada tanah dan δ adalah sudut gesekan
antara tiang dengan tanah.
Nilai K pada rumusan ini bergantung kepada cara pelaksanaan tiang. Sebelum
tiang dilaksanakan, koefisient tekanan tanah sama dengan koefisient koefisient
tekanan tanah dalam keadaan diam, yaitu Ko. Untuk jenis tiang pancang yang
mendesak tanah (displacement pile), pada saat tiang dipancang, nilai K akan lebih
K o = 1− sin φ (13)
dimana φ adalah sudut gesek dalam tanah.
Nilai δ ini tergantung kepada kekasaran material tiang yang digunakan dan
biasanya dihubungkan dengan sudut gesek dalam tanah (φ) sebagai patokan dapat
dipergunakan nilai δ sebagai berikut :
♦ Untuk tiang baja,δ = 200
♦ Untuk tiang beton δ = 0,75 φ
♦ Untuk tiang kayu, δ = 2/3 φ
Yang dimaksud dengan perkiraan daya dukung dengan menggunakan data uji
lapangan disini adalah perkiraan dengan langsung menggunakan data-data uji
tersebut dengan tanpa terlebih dahulu mengkorelasikannya dengan parameter-
parameter laboraturium seperti yang dibahas diatas. Uji lapangan yang banyak
digunakan untuk memperkirakan daya dukung suatu tiang pancang antara lain
adalah : Standard Penetration Test (SPT), Sondir (Cone Penetration Test) dan
Pressuremeter test (PMT). Untuk kita di Indonesia uji Pressuremeter belum begitu
meluas penggunaannya. Karena itu pada tulisan ini hanya akan dibahas mengenai
perkiraan daya dukung dengan menggunakan data SPT dan Sondir saja.
N a = 0,5( N1 + N 2 ) ≤ 40 . (15)
2. Okahara (1992).
Pasiran Tiang Pancang 40 0,2 ≤ 10 t/m2
Cor Ditempat 12 0,5 ≤ 20 t/m2
“Inner digging” - 0,1 ≤ 5 t/m2
3. Takahashi
Pasiran Tiang Pancang 30 0,2
Uji sondir telah lama populer di Indonesia karena relatif mudah pemakaiannya,
ekonomis dan dapat memberikan profil tanah secara kontinu meskipun masih dalam
taraf kualitatif. Uji ini memberikan perlawanan ujung qc dan gesekan selimut fs. Nilai
perlawanan ujung dengan gesekan selimut ini dapat memberikan indikasi jenis tanah
dana beberapa parameter tanah seperti konsistensi tanah lempung, kuat geser,
kepadatan relatif dan sifat kemampatan tanah meskipun hanya didasarkan pada
korelasi empiris. Parameter-parameter tersebut amat bermanfaat untuk perancangan
pondasi.
Penggunaan uji sondir untuk menganalis daya dukung tiang telah cukup lama
dilakukan mengingat dalam sejarah perkembangannya memang alat uji ini
dimaksudkan sebagai model mini dari suatu pondasi tiang. Demikian pula berbagai
metoda analisis telah mengalami perkembangan sesuai dengan pengalaman melalui
usaha-usaha empiris maupun elaborasi analitis.
Studi Terdahulu.
Perhitungan daya dukung aksial pondasi tiang berdasarkan data uji sondir
sering disebut ekstrapolasi dengan atau tanpa koreksi. Hal ini adalah karena
komponen-komponen yang terukur dari sondir (tahanan ujung dan gesekan selimut)
merupakan representasi dari komponen daya dukung tiang. Perbedaan utama antara
alat sondir dan pondasi tiang terletak pada ukurannya, bentuk ujung, sifat
permukaan dan mekanisme keruntuhannya. Dalam tulisan ini dikemukakan beberapa
metoda yaitu metoda langsung (direct cone method), mehode Schmertmann &
Nottingham (1975), metoda Lambda Cone (metode Tumai & Fakhroo, 1981), metode
Cone M dan metoda Tomlinson
q p Ap JHL * kll
Qult = + (19)
3 5
Dalam tulisan ini hanya dibahas daya dukung ultimate tiang sehingga angka
keamanan tidak disertakan. Schmertmann dan Nottingham (1975) menganjurkan
perhitungan daya dukung ujung pondasi ting menurut cara Begemann, yaitu diambil
dari nilai rata-rata perlawanan ujung sondir 8 D diatas ujung tiang dan 0,7D sampai
dengan 4,9D dibawah ujung tiang. Rumusan tersebut dihitung sebagai berikut :
qc1 + qc 2
qp = * Ap (20)
2
8D z L
qs = K sc ∑ f s * As + ∑ f s As (21)
z =0 8D z =8 D
Dimana Ksc adalah faktor koreksi fs dengan harga Kc untuk tanah lempung dan Ks
untuk tanah pasir, z adalah kedalaman dimana fs diambil, D adalah diameter tiang,
As adalah luas bidang kontak tiap interval kedalaman fs, L adalah total tiang
terbenam.
BAB IV
4.1. Pendahululan
Bila kita tinjau persamaan (2), maka faktor terpenting dalam memperkirakan
besarnya daya dukung ujung tiang disini terletak kepada tingkat ketelitian nilai cu
yang didapat dari hasil pengujian laboraturium ataupun juga nilai cu dari uji kipas
Tidak seperti pada tanah lempung, di tanah pasir (terutama untuk tiang
pancang), besarnya daya dukung ujung tiang cukup menentukan. Hal ini disebabkan
oleh kenyataan bahwa akibat pemancangan pasir akan memadat. Disini sangatlah
perlu untuk memperkirakan secara baik besarnya sudut geser dalam (φ) tanah pasir
tersebut. Kesalahan yang kecil dalam memperkirakan besarnya sudut gesar dalam
(φ) bisa mengakibatkan perkiraan daya dukung yang jauh berbeda. Sebab perkiraan
daya dukung ini sangat peka terhadap perubahan sudut geser dalam (φ). Padahal
penentuan nilainya sangat sulit. Pengambilan contoh tanah pasir yang relatif tidak
terganggu untuk diuji di laboraturium sangatlah sulit dan memerlukan teknik dan
ketelitian yang tinggi baik dalam pengambilan contoh, mempersiapkan contoh benda
uji maupun pengujian. Pada umumnya lembaga-lembaga penelitian tanah kita belum
melakukan hal-hal yang demikan disamping karena teknik yang belum kita kuasai,
juga karena dana/biaya pengujian tanah yang terlalu dibatasi dan terlalu murah.
Akibatnya nilai (φ) ini biasanya dikorelasikan dengan nilai SPT yang mana pengujian
ini juga mempunyai beberapa kelemahan yang akan dibahas kemudian.
1. Metoda Alpha (α α)
Sebagaimana terlihat pada persamaan (7), dimana daya dukung gesekan
yang diperkirakan dengan menggunakan metoda Alpha ini sangat tergantung kepada
α). Penggunaan kekuatan geser tanah “Undrained”
nilai cu dan koefisient alpha (α
yang didasarkan atas analisa tegangan total (total stress analysis) untuk
memperkirakan daya dukung gesekan tiang mempunyai beberapa kelemahan teoritis
yang mendasar yaitu :
♦ Distorsi geser yang terjadi pada daerah yang relatif tipis sedikit diluar selimut
tiang. Pada saat beban bekerja, drainase dari dan kedaerah yang tipis ini akan
terjadi dalam wajtu yang relatif singkat.
♦ Pelaksanaan pondasi tiang pancang tidak dapat dihindari akan menimbulkan
ganggunan disekitar tiang yang akan membuat hilangnya kohesi (inercept pada
lingkaran Mohr) tanah.
Dengan kata lain diragukan kebenaran bahwa kondisi tiang pada saat beban
bekerja penuh, tiang masih dalam kondisi “Undrained”. Disamping kelemahan yang
disebutkan diatas, beberapa kendala dalam menerapkan metoda ini cukup vital
antara lain :
♦ Nilai kuat geser “Undrained”, cu bukan merupakan nilai yang unik. Nilai cu ini
antara lain dipengaruhi oleh efek orientasidari benda uji atau faktor anisotropy.
♦ Tipe pengujian, artinya apakah dilakukan pengujian dengan menggunakan uji
geser langsung (direct shear test), uji triaksial kompresi, uji unconfined, atau uji
kipas geser dan lain-lain.
♦ Kecepatan aplikasi benda uji (strain rate.
♦ Faktor gangguan pada waktu dan pengambilan dan persiapan contoh tanah.
Ukuran contoh tanah yang diuji, tenggang waktu antara pengambilan contoh
tanah dan pengujian dilakukan.
Faktor-faktor ini akan dibahas secara singkat dibawah ini sampel
Bila suatu contoh tanah yang terganggu (disturb) akibat proses pengambilan
contoh tanah, trasportasi, dan persiapan contoh uji kuat geser “undrained”
umumnya akan lebih kecil dari pada nilai cu yang ada di lapangan.
Besarnya contoh benda uji juga mempengaruhi nilai kuat geser “undrained”.
Tabel 4.1. dibawah ini memperlihatkan perbandingan nilai cu yang diperoleh dari uji
triaksial dengan menggunakan ukuran contoh uji yang berbeda (Simon & Menzies,
1977). Hal ini disebabkan oleh faktor struktur masa tanah. Untuk tanah lempung
yang kaku dan mempunyai rekahan (fissure) misalnya contoh tanah harus cukup
besar agar hasil uji cukup representatif.
Kesulitan dalam menetapkan metoda alpha (α) ini juga terletak pada keadaan
tanah di kota Medan yang pada umumnya tidak merupakan jenis tanah lempung
murni, melainkan jenis tanah lempung kelanauan yang kadar lempungnya berkisar
sekitar 30 % sampai dengan 60 %. Jadi terdapat kemungkinan prilaku lempung kota
Medan akan berbeda.
Yang lebih penting dari hal tersebut diatas adalah nilai koefisient lamda (λ)
yang umum kita pakai saat ini diturunkan dari pengamatan tiang-tiang yang
diaplikasikan di lepas pantai. Terdapat kemungkinan yang cukup besar bahwa
koefisient tersebut tidak sesuai untuk diaplikasikan pada tanah di Kota Medan.
2. Metode Betha (β β)
β = K o tan δ (23)
dengan mengambil nila K o = (1 − sin φ ) dan δ = φ , maka didapat
' '
Untuk jenis tanah lempung yang terkonsolidasi secara normal, nilai sudut geser
dalamnya (φ) ini biasanya berkisar antara 200-400. Dengan nilai sudut geser dalam
(φ) ini nilai betha hanya bervariasi antara 0,25 sampai dengan 0,30, suatu nilai
variasi yang kecil. Penelitian yang dilakukan oleh Burland (1973, 1993)
menunjukkan bahwa nilai betha (β) yang ada dilapangan hanyalah bervariasi antara
0,25 sampai dengan 0,40. dengan menggunakan nilai rata-rata 0,30. Bandingkan
metoda ini dengan metoda alpha yang nilainya bervariasi dari 0,25 sampai dengan
1,45.
♦ Efek tegangan vertikal efektif tanah (efektive overbuden pressure). Tanah dengan
tingkat kepadatan yang sama akan memberikan nilai N yang lebih kecil bila
terletak dekat dengan permukaan tanah.
♦ Variasi dari tinggi jatuh palu pemukul (hammer) yang seharusnya 760 mm. Hal
ini terutama terjadi pada peralatan SPT yang menggunakan pemukul tidak
otomatis, yaitu peralatan yang menggunakan katrol dan tali yang langsung
diikatkan dengan pemukul dan tinggi jatuh 760 mm hanya ditentukan dengan
pandangan mata.
♦ Berat palu pemukul yang tidak benar-benar 63,5 Kg.
♦ Penetrasi sampler SPT yang tidak mencapai atau lebih dari 1 ft (305 mm)
♦ Gesekan antara pengaruh pemukul dengan pemukulnya pada saat pemukul
dijatuhkan.
♦ Pemakaian sampler SPT yang telah aus ataupun telah mengalami kerusakan.
♦ Kegagalan untuk menempatkan sampler SPT pada tanah yang tidak terganggu
pada dasar lobang bor.
♦ Dasar lobang bor yang kotor
♦ Kegagalan mempertahankan muka air di dalam lobang bor, sehingga terjadi
kerusakan pada struktur tanah di dasar lobang bor.
♦ Ketidak telitian para operator
♦ Ukuran lubang bor yang terlalu besar
♦ Sistem peralatan pemukul yang tidak sama.
Akibat faktor-faktor di atas energi efektif yang tiba didasar tanah yang diuji
akan berbeda-beda. Dalam usaha untuk menstandarisasi-kan uji SPT ini Skempton
(1986) menganjurkan agar pelaksanaan SPT dilakukan secara lebih terkontrol
diantaranya :
♦ Menggunakan teknik pemboran pencucian (wash boring) dengan menggunakan
mata bor trikonus (tricone bit) dan pencucian dengan lumpur bentonit. Air atau
lumpur di dalam lubang bor agar dipertahankan sama dengan permukaan air
tanah.
♦ Pengujian dilakukan di lubang bor yang berdiameter antara 65 mm hingga 150
mm sebaiknya tidak lebih dari 100 mm. Bila digunakan “casing”. Casing tidak
boleh dipasang hingga lebih bawah dari dasar lobang bor.
♦ Penghitungan nilai N dilakukan dimulai dari 150 mm di dasar lobang bor dengan
assumsi 150 mm tersebut merupakan daerah yang sudah terganggu akibat
pemboran.
Tabel 4.1. Nisba Energi hasil Uji SPT (Seed dkk, 1984)
Negara Tipe Cara Menjatuhkan Energi Efektif
Asal Pemukul Pemukul Erm (%)
Jepang Donut Jatuh Bebas 78
Donut Tali dan Katrol 67
Dengan Sistem
Pelepas Khusus
Energi efektif pada Tabel 4.1. adalah untuk panjang stang SPT sepanjang 10 m atau
lebih (kedalaman uji-panjang stang-1m). Bergantung kepada tipe sampler SPT,
panjang stang (bila < 10 m) dan diameter lobang bor, Erm nilai perlu dikoreksi lebih
lanjut dengan mengalikannya dengan faktor koreksi yang diperlihatkan pada Tabel
4.2. Dari uraian diatas jelas bahwa untuk menggunakan persamaan (14) dan nilai m
dan n pada Tabel 3.1. perlu diketahui metoda SPT yang dipakai. Koefisien yang
diturunkan oleh Meyerhof berasal dari metoda uji SPT yang dilakukan di Amerika,
umumnya dengan menggunakan sistem tali dan katrol dan palu tipe donut.
Sedangkan di Jepang umumnya dilakukan SPT dengan metoda jatuh bebas. Untuk
kita di Indonesia terdapat kedua jenis SPT tersebut. Jadi agar nilai SPT bisa
dikonversikan ke nilai N ke standar energi tertentu, perlu dinyatakan metoda uji,
sampler dan ukuran lobang bor yang dipakai.
2. Sondir
Dibandingkan dengan uji SPT, uji sondir memberikan hasil yang lebih utuh
dalam arti “Continous” dan lebih konsisten. Kendala dalam mengaplikasikan hasil
uji sondir dalam perencanaan pondasi dalam adalah bilamana dijumpai lapisan tanah
keras, misalnya cemented sand, sekalipun dengan menggunakan sondir 10 ton
biasanya tanah ini tidak dapat ditembus. Padahal sering sekali dijumpai lapisan
tanah keras tersebut hanya tipis saja. Untuk mengatasi hal tersebut diatas dapat
dilakukan kombinasi antara SPT dan Sondir. Saat dijumpai tanah yang sangat keras
maka dilakukan uji SPT selanjutnya dibawah lapisan tersebut dilakukan kembali uji
Sondir. Yang terbaik yang dapat dilakukan adalah dilakukan penyondiran dengan
menggunakan sondir yang berkapasitas 20 ton. Kendala lain yang akan dijumpai dari
hasil uji Sondir ini diantaranya efek skala, kecepatan pembebanan, perbedaan dalam
hal cara penetrasi (insertion method) dan posisi dari selimut sontir.
Efek skala terjadi akibat perbedaan ukuran antara pondasi tiang dengan alat
sondir. Ukuran pondasi tiang jauh lebih besar dibandingkan dengan sondir, sehingga
tidak merasakan adanya lapisan tipis yang mempunyai nilai qc yang besar (De Beer,
Perbedaan pada cara penetrasi sondir dan tiang pancang adalah karena pada
sondir penetrasi dilakukan dengan tusukan secara konstan, sedangkan pada pondasi
tiang pancang penetrasinya dilakukan dengan pukulan (secara dinamis). Hal ini
memberikan akibat yang berbeda karena tegangan horizontal yang ada pada cara
penusukan (push in) adalah lebih besar daripada yang dilakukan dengan
pemancangan (Makarim, Briaud, 1986) sehingga gesekannya lebih kecil pada
pondasi tiang pancang.
Lokasi selimut juga amat berpengaruh. Pada sondir, selimutnya berada
langsung dibelakang ujung konus sedangkan pada pondasi tiang kebanyakan
gesekannya berada jauh dibelakang ujungnya. Jelas bahwa tegangan horizontal
adalah maksimum didekat ujung dan menjadi minimum pada titik yang terjauh dari
ujungnya (Beguelin, jezequel, 1972, Alard, et al., 1986). Akibatnya gesekan
selimut pada tiang menjadi lebih kecil dibandingkan pada sondir.
Dari uraian diatas, pada dasarnya kendala yang dihadapi dapat dibagi menjadi
dua bagian yaitu penentuan parameter-parameter tanah secara baik agar didapat
hasil yang representatif dan kecocokan koefisient-koefisient empiris yang digunakan.
Akhirnya dapat dikatakan bahwa para ahli pondasi umumnya sepakat bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku pondasi tiang dan kapasitasnya sangatlah
kompleks untuk dipelajari secara teoritis yang betul-betul mendasar. Pengertian para
ahli pondasi sampai saat ini lebih banyak dipengaruhi pendekatan empiris yang
didasarkan pada hasil pengujian pembebanan. Namun demikan faktor-faktor
kegagalan dapat timbul dari pendekatan yang terlalu teoritis serta kegagalan juga
dapat terjadi akibat pendekatan yang terlalu empiris yang mengabaikan dasar-dasar
teori yang telah terbukti kebenarannya. Seni dan kemampuan geoteknik justru
terletak kepada kemampuan untuk menggabungkan prinsip-prinsi mekanika tanah
dengan pengalaman dan perkiraan.