Anda di halaman 1dari 30

BAGIAN ANESTESIOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2018


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MANAJEMEN ANESTESI PADA PEDIATRIC

Oleh :
Alfon Dwi Dudung Massora
10542 0459 13

Pembimbing :
dr. Zulfikar Djafar, M.Kes, Sp.An

(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian


Anestesiologi)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018

LEMBAR PENGESAHAN

i
Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan, bahwa:

Nama : Alfon Dwi Dudung Massora

NIM : 10542 0459 13

Judul Lapsus : Manajemen Anestesi Pada Pediatric

Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka Kepanitraan

Klinik di Bagian Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Makassar.

Makassar, Oktober 2018


Pembimbing,

(dr. Zulfikar Djafar, M.Kes. Sp.An)

ii
BAB I
PENDAHULUAN
Anestesi umum adalah tindakan anestesi yang dilakukan dengan cara menghilangkan
nyeri secara sentral, disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible.
Pada anestesi umum harus memenuhi beberapa hal ini yaitu hipnotik, analgesi, dan relaksasi
otot yang diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot sehingga akan mempermudah
tindakan pembedahan dan stabilisasi otonom.1

Penatalaksanaan anestesi pada pediatrik sedikit berbeda bila dibandingkan dengan


dewasa. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan mendasar antara anak dan dewasa,
meliputi perbedaan anatomi, fisiologi, respon farmakologi dan psikologi disamping prosedur
pembedahan yang berbeda pada anak. Walaupun terdapat perbedaan yang mendasar, tetapi
prinsip utama anestesi yaitu : kewaspadaan, keamanan, kenyamanan, dan perhatian yang
seksama baik pada anak maupun dewasa adalah sama.2

Beberapa tahapan anestesi pediatrik seperti tahapan evaluasi, persiapan pra bedah, dan
tahapan premedikasi-induksi merupakan tahapan yang paling menentukan keberhasilan dati
tindakan anestesia yang akan kita lakukan. Berjalannya setiap tahap dengan baik akan
menentukan untuk tahap selanjutnya.2,3

3
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : M. HR
Jeniskelamin : Laki-laki
TanggalLahir/Usia : 10-03-2018/ 7 bulan
Agama : Islam
Suku : Makassar
Pekerjaan :-
Tanggal MRS : 9 Oktober 2018
No. RM : 51.37.62
Jenis operasi : Herniorafi
Jenis anestesi : GETA ( General Endotracheal Tube Anastesi)

B. ANAMNESIS
KeluhanUtama : Benjolan di pusar dan benjolan di testis sinistra
Anamnesis Terpimpin : Pasien anak-anak usia 7 bulan diantar oleh ibunya ke RSUD
Syech Yusuf dengan keluhan benjolan di pusar yang dirasakan sejak pasien berusia 2
bulan dan benjolan di kantung zakar sinistra yang dirasakan sejak 2 bulan terakhir.
Riwayat mual (-), muntah (-), demam (-).

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalisata : Sakit sedang / Gizi baik / Composmentis GCS 15 (E4M6V5)
2. Tanda Vital :
Tekanandarah : - mmHg
Nadi : 115x/menit, reguler
Suhu : 36,60C
Pernapasan : 30x/menit, spontan
3. VAS :-
4. Kepala : mata ; konjungtiva anemis (-), pupil isokor
5. Dada : simetris, retraksi (-)
6. Paru : Vesikuler , Rh -/-, wh -/-
7. Jantung : BJI/BJII kesan normal, murni, reguler, ictus cordis tidak
tampak, tidak ada bising jantung.
8. Abdomen : Ikut gerak napas, peristaltik (+) kesan normal
4
9. Ektremitas : Tidak ada kelainan
10. Terpasang kateter : Terpasang
11. Berat Badan : 7.5 kg

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Padatanggal 05/10/2018
1. WBC : 9,4 x 103/µL
2. RBC : 4.34 x 106/µL
3. HGB : 11,0 g/dL
4. HCT : 33,8%
5. PLT : 286 x 103/µL
6. GDS : 91 mg/dL
7. SGOT/SGPT : 37/18 U/L
8. Ureum/Kreatinin : 12/0,2 mg/dL
9. CT : 7’35”
10. BT : 3’
11. PT : 11,9
12. APTT : 38,7
13. HbsAg : Non Reaktif
E. KESAN ANESTESI
Pasien anak-anak usia 7 bulan dengan diagnosis Hernia Umbilicalis + Hernia Serotalis,
klasifikasi ASA PS I

F. PENATALAKSANAAN PRE OPERATIF


1. Informed consent mengenai tindakan operasi.
2. Informed consent mengenai pembiusan dengan anestesi GETA
3. Informed consent mengenai persiapan pasien dalam hal ini yaitu puasa.

G. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik maka dapat disimpulkan:
1. Diagnosa Peri Operative : Hernia Umbilicalis + Hernia Serotalis
2. Status Operative : ASA PS I
3. Jenis Operasi : Herniorafi
4. Jenis Anastesi : General Endotracheal Tube Anastesi (GETA)

5
BAB III
LAPORAN ANESTESI

A. PRE OPERATIF
1. Informed consent (+)
2. Pasien puasa selama ± 8 jam sebelum operasi dimulai
3. Tidak ada gigi goyang dan tidak memakai gigi palsu
4. Kandung kemih terpasang kateter
5. Sudah terpasang cairan infus RL/NaCl/Asering/Kaen 3B
6. Keadaan umum: compos mentis
7. Tanda vital:
- Tekanan darah : - mmHg
- Nadi : 115x/menit
- Frekuensi napas : 30x/menit
- Suhu : 36,6 derajat celcius

B. TINDAKAN ANESTESI
Anestesi Umum

C. PENATALAKSANAAN ANESTESI
Memastikan alat-alat dan medikasi yang dibutuhkan selama proses anestesi sudah
lengkap seperti:
1. Asering
2. Kassa steril
3. Alkohol
4. Noveron 5 cc
5. Reversal 5 cc
6. Laringoskop
7. Stetoskop
8. Endotracheal Tube
9. Guedel
10. Stilet
11. Suction
12. Plester
13. Spuit 5 cc
14. Sarung tangan steril
6
15. Lampu
16. Monitor tanda vital
17. Alat-alat resusitasi
18. Medikasi tambahan yang dibutuhkan seperti sulfat atropin anak, ephedrin,
midazolam,fentanil, pethidin, ketamin, propofol , ondansentron, ranitidine,
dexamethason, asam traneksamat, ketorolac.

D. TEKNIK ANESTESI
1. Pemberian maintenance cairan sesuai dengan berat badan pasien 7,5 Kg yaitu

4cc/kgBB/jam, sehingga kebutuhan per jam dari penderita adalah 30 cc/jam. Sebelum

dilakukan operasi pasien dipuasakan selama 6 jam. . Tujuan puasa untuk mencegah

terjadinya aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau muntah pada saat dilakukannya

tindakan anestesi akibat efek samping dari obat- obat anastesi yang diberikan

sehingga refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Penggantian puasa

juga harus dihitung dalam terapi cairan ini yaitu 6 x maintenance Sehingga

kebutuhan cairan yang harus dipenuhi selama 6 jam ini adalah 180 cc/6jam.

2. Pasien posisi supine, terpasang IV line pada tangan kiri, terpasang monitor standar.

3. Dilakukan injeksi midazolam dan fentanyl. Penggunaan premedikasi pada pasien ini

betujuan untuk menimbulkan rasa nyaman pada pasien dengan pemberian analgesia

dan mempermudah induksi dengan menghilangkan rasa khawatir. Selanjutnya

diberikan obat induksi yaitu propofol.

4. Kemudian pasang sungkup yang telah disambungkan dengan obat hipnotik inhalasi

(isofluran/sevofluran) sambil memberikan hiperventilasi pada pasien, dan untuk

memastikan periksa refleks bulu mata pasien, kemudian di intubasi.

E. INTRAOPERATIF

Setelah di anestesi umum, di amati tanda-tanda vital pasien.

7
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

A. Hernia
Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah
daridinding rongga bersangkutan. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia.
Berdasarkanterjadinya, hernia dibagi atas hernia bawaan atau kongenital dan hernia
dapatan atau akuisita.Berdasarkan letaknya, hernia diberi nama sesuai dengan lokasi
anatominya, seperti herniadiafragma, inguinal, umbilikalis, femoralis, dll. Sekitar
75% hernia terjadi di sekitar lipatpaha, berupa hernia inguinal direk, indirek, serta
hernia femoralis.4
Menurut sifatnya, hernia disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat keluar-
masuk.Usus keluar saat berdiri atau mengedan, dan masuk lagi ketika berbaring atau
bila didorongmasuk perut. Selama hernia masih reponibel, tidak ada keluhan nyeri
atau gejala obstruksiusus. Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke dalam
rongga perut, hernia disebuthernia ireponibel.4

B. Anatomi dan Fisiologi Pediatric


1. Anatomi Jalan Napas

Terdapat beberapa perbedaan anatomi pada jalan napas anak-anak bila


dibandingkan dengan dewasa.5 Perbedaan pertama adalah ukuran lidah anak-
anak yang lebih besar dibandingkan orofaring sehingga meningkatkan resiko
terjadinya obstruksi jalan napas dan kesulitan teknis lainnya pada saat
melakukan laringoskopi5. Perbedaan kedua adalah lokasi larynx anak yang
terletak lebih tinggi pada C4 bila dibandingkan dengan orang dewasa yang
berada pada C6 dan letak Glottis pada anak-anak berada pada C2 dan lebih
tinggi dibandingkan dengan orang dewasa pada C4 dan letak kartilago krikoid
pada C4 dibandingkan dengan orang dewasa pada C6 sehingga pemasangan
dengan blade yang lurus lebih direkomendasikan dibandingkan dengan blade
yang bengkok2,5. Bentuk Epiglottis anak lebih pendek dan tebal dan terletak
lebih dekat kepada laryngeal inlet sehingga visualisasi pita suara akan lebih sulit
dan membutuhkan keterampilan penggunaan blade laringoskop yang lebih
mahir4. Bentuk pita suara lebih bersudut sehingga pada saat memasukkan ETT
(Endotracheal Tube) dapat tersangkut pada commisure anterior pita suara5.
Larynx anak kecil mengalami penyempitan pada cincin krikoid sedangkan pada
8
orang dewasa penempitan jalan napas berada di pita suara sehingga penggunaan
ETT tanpa cuff disarankan untuk pasien pediatrik3,5.

Selain pada jalan napas terdapat beberapa perbedaan lain pada anak-anak
yakni bagian kepala oksiput yang lebih besar akan menyulitkan untuk
menempatkan pasien pada posisi sniffing untuk mengatasi hal tersebut dapat
diberikan ganjalan bahu.3,5

Gambar 1. Anatomi jalan napas pada pasien anak2

2. Sistem Respirasi
Perbedaan utama yang paling mendasar pada sistem pernapasan anak-anak
adalah kebutuhan metabolik dan konsumsi oksigen yang lebih tinggi yaitu 6
ml/kg , 3 kali lipat lebih banyak dari orang dewasa, namun karena volume tidal
pada anak-anak relatif sama dengan orang dewasa (6-8 ml/kg)4. bila
dibandingkan dengan berat badan maka hal tersebut dikompensasi melalui laju
ventilasi yang lebih cepat (anak <1 tahun : 30-60x per menit, 1-3 tahun: 24-40x
per menit , 3-6 tahun : 22-34x per menit , 6-12 tahun : 18-30x per menit , 12-18
tahun : 12-16x per menit)5.
Perbedaan lainnya adalah closing volume yang didefinisikan sebagai volume
udara yang terdapat pada paru-paru pada saat bronkioles respiratorius kolaps bila
ditemukan pada anak-anak nilainya lebih tinggi daripada kapasitas residu
fungsional sehingga rentan terjadi penutupan jalan napas pada akhir respirasi
dimana kapasitas residu fungsional akan berkurang bila terjadi apnea dan pada
anestesi , hal ini menuntut adanya pemberian ventilasi tekanan positif pada saat
anestesi pasien anak-anak3,6. Resistensi jalan napas dapat dihitung berdasarkan
hukum poiseuille dimana resistensi = 8 Ln/r4 . Radius memiliki peran yang sangat
penting dalam menentukan resistensi, dimana pada anak-anak diameter saluran
napas masih kecil mulai dari lubang hidung sampai bronkioles respiratorius
sehingga resistensi pada anak-anak cenderung lebih tinggi daripada orang
dewasa, hal ini dapat diatasi dalam pemberian beberapa obat anestesi yang

9
memiliki efek untuk mendilatasi bronkus dan mengurangi resisten, namun bila
terjadi edema sebanyak 1 ml saja dapat mengurangi jalan napas sebanyak 60% ,
hal ini menimbulkan pendapat bahwa sebaiknya terdapat sebuah bocoran
disekitar ETT untuk mencegah trauma yang dapat menyebabkan edema
subglottis3,4,6,7. Dinding dada anak kecil banyak mengandung jaringan tulang
rawan sehingga lebih elastis dan menyebabkan compliance paru lebih tinggi, hal
tersebut memudahkan paru kolaps ketika ada peningkatan kerja ventilasi yang
menuntut tekanan intra-thoracic yang lebih negatif2. Otot pernapasan bayi yang
dominan adalah diafragma, dimana otot diafragma bayi pada usia di bawah 2
tahun didominasi oleh serat otot type 2 yang memiliki ketahanan terhadap beban
berulang yang rendah dibandingkan serat otot type 1, hal ini menyebabkan
diafragma bayi lebih mudah letih bila terdapat peningkatan laju ventilasi
sedangkan laju ventilasi anak-anak sendiri sudah lebih tinggi dari dewasa
sehingga kemampuan untuk meningkatkan usaha ventilasi secara efektif akan
terbatasi2,3.
3. Sistem Kardiovaskuler
Ventrikel kiri pada anak-anak lebih nonkomplians dan serat-serat kontraktil
yang sedikit , namun kebutuhan metabolisme anak-anak tetap lebih tinggi dari
orang dewasa sehingga cardiac output juga harus tinggi (anak-anak : 200
ml/kg/min , dewasa : 70 ml/kg/min) ) , Cardiac output ditentukan dari kadar
volume kuncup dan detak jantung, karena kontraktilitas ventrikel kiri yang
rendah pada anak-anak maka kompensasi dicapai melalui peningkatan detak
jantung. Karena detak jantung yang tinggi pada anak-anak maka pada saat
induksi anestesi dapat terjadi ventrikuler ekstra systole yaitu sebuah arritmia
jantung yang dapat diatasi dengan memperdalam anestesi. . Di sisi lain anak-
anak rentan terhadap peningkatan tonus parasimpatis dan dapat dicetuskan
oleh hypoxia ataupun stimulus menyakitkan seperti pemasangan laryngoskopi
ataupun intubasi, hal tersebut dapat menurunkan cardiac output secara
dramatis, hal ini dapat diatasi dengan pemberian atropine, sedangkan
bradycardia yang dicetus oleh hypoxia dapat diatasi dengan pemberian
oksigen dan ventilasi yang baik2,3,5.

10
Usia Laju nadi Tekanan sistolik Tekanan diatolik
Preterm (1000 g) 130-150 45 25
Newborn 110-150 60-75 27
6 bulan 80-150 95 45
2 tahun 85-125 95 50
4 tahun 75-115 98 57
8 tahun 60-110 112 60
Tabel 2. Variasi Laju Nadi dan Tekanan Darah pada Pasien Anak3

4. Sistem Hematologi
Neonatus memiliki kadar HbF 70-90% dimana HbF memiliki efek protektif
terhadap anemia sel sabit, selain itu HbF memiliki afinitas yang tinggi sehingga
mudah mengikat oksigen namun karena kadar 2,3 DPG rendah maka pelepasan
oksigen ke jaringan lebih sulit dibandingkan dengan HbA, hal ini diatasi dengan
kadar Hb bayi yang lebih tinggi yaitu sekitar 18-20 g/dL dengan hematocrit 0.6 .
Seiring waktu akan terdapat penurunan kadar Hb yang tajam dan akan ditemukan
anemia fisiologis pada usia 3 bulan , hal tersebut menandakan transisi produksi
hemoglobin Fetal menjadi menjadi hemoglobin Adult, setelah fase ini maka
hemoglobin akan meningkat secara perlahan3,6,7

Gambar 2. Proses Transisi HbF menjadi HbA pada Anak7


usia Kadar HB (g/dL)
1-7 hari 16-20
1-4 minggu 11-16
2-3 bulan 10-12
1 tahun 10-12
5 tahun 11-13
Tabel 2. Kadar Hb pada Anak7
Volume darah pada bayi lebih tinggi daripada orang dewasa, hal tersebut akan
mempengaruhi jumlah cairan atau darah yang harus ditransfusikan bila terjadi

11
hypovolemia. Rumus ABL (Allowable Blood Loss) digunakan untuk mencari
jumlah cairan yang

Ht 1−Ht 2
ABL: EBV X
dibutuhkan dan dihitung dengan rumus ( Ht 1 ) dengan EBV :
Estimated Blood Volume , HT1 : Hematocrit (atau bisa hemoglobin) awal (normal pria: 42-
52%, wanita : 37-47%), HT2 : Hematocrit (atau bisa hemoglobin) akhir2

Sebelum Operasi disarankan dibuat perhitungan estimasi kehilangan darah


pada saat intraop sebelum dilakukan operasi, dan bila mungkin dapat diberikan
terapi preoperatif seperti supplemen besi. Bila pasien dengan anemia kronis tidak
dapat menerima transfusi darah karena alasan tertentu atau memiliki penyakit
ginjal dapat dibantu dengan pemberian EPO (Erytropoietin).

Gambar 4. Kebutuhan cairan dasar7

5. Cairan dan Elektrolit


Anak kecil memiliki kadar air dalam tubuh yang lebih tinggi dibandingkan
orang dewasa, dengan kadar TBW (Total Body Water) pada bayi prematur 90%
berat badan, bayi aterm 80% dan bayi berusia 6-12 bulan 60%3 . Hal tersebut
memiliki 2 dampak, dampak pertama adalah peningkatan volume distribusi obat
sehingga penggunaan beberapa obat anestesi seperti thiopental pada anak-anak
harus dengan dosis 20-30% lebih besar dibandingkan dengan dewasa3. Dampak
kedua adalah semakin banyak TBW maka akan semakin rentan terhadap
terjadinya dehidrasi, anak-anak membutuhkan kadar TBW yang lebih banyak
12
karena kadar metabolisme tubuh yang tinggi serta kemampuan laju filtrasi
glomerulus(GFR) yang lebih rendah sehingga pengeluaran urin lebih banyak dari
dewasa, waktu paruh obat yang dimetabolisme di ginjal akan meningkat serta
toleransi yang rendah terhadap pemberian air dan garam (GFR saat lahir : 40
ml/min , usia 1 tahun : 100 ml/min, Dewasa : 130 ml/min)3,6,7,9.

6. Sistem Hepatobilier
Pada anak-anak maturitas fungsional hati belum sepenuhnya terbentuk,
sebagian besar enzim untuk metabolisme obat sudah diproduksi namun belum
terstimulasi oleh obat tersebut. Seiring pertumbuhan anak-anak kemampuan
untuk metabolisme obat akan meningkat secara drastis dan menjadi siap dalam
usia beberapa bulan , hal tersebut disebabkan 2 hal, pertama adalah peningkatan
aliran darah ke hati sehingga lebih banyak obat masuk ke dalam hati, dan sistem
enzim yang diproduksi sudah dapat distimulasi oleh obat tersebut9,10. Kadar
albumin dan beberapa protein yang dibutuhkan untuk berikatan dengan obat pada
plasma lebih rendah di anak-anak dibandingkan dewasa, kondisi tersebut akan
mengakibatkan lebih banyak obat bebas beredar di sirkulasi karena tidak
berikatan dengan albumin, selain itu hyperbilirubinemia dapat terjadi karena
perpindahan bilirubin dari albumin yang disebabkan oleh obat sehingga pasien
menjadi ikterus3,11,12.

7. Sistem Endokrin
Neonatus memiliki cadangan glikogen yang sedikit sehingga mereka rentan
terhadap terjadinya hypoglikemia, faktor resiko lain adalah bayi dari ibu yang
menderita diabetes, prematur, stress perinatal dan sepsis. Untuk mengatasi hal
tersebut maka bayi dengan faktor resiko dapat diberi dextrose 5-15mg/kg/menit3.

8. Sistem Gastrointestinal
Fungsi koordinasi gerakan menelan dan bernapas pada bayi serta fungsi LES
(Lower esophageal sphincter) belum sempurna sampai berusia 4-5 bulan sehingga
menyebabkan insidense refluks gastroesophageal. Hal tersebut menimbulkan
beberapa pendapat untuk mempuasakan bayi sebelum operasi namun kadar
glukosa harus tetap diperhatikan ketat karena bayi rentan terhadap terjadinya
hipoglikemia2,5.

13
9. Sistem Thermoregulasi
Bayi dan anak-anak memiliki luas permukaan yang lebih banyak
dibandingkan dengan berat badan serta lemak subkutis yang sedikit. Hal tersebut
mengakibatkan bayi lebih mudah mengeluarkan panas baik secara radiasi
(pengaruh terbesar) , konduksi , konveksi, dan evaporasi sehingga rentan
mengalami hipotermia. Bayi memiliki jaringan lemak coklat yang dapat
digunakan sebagai kompensasi untuk menghasilkan panas karena bayi berusia
dibawah 3 bulan tidak dapat menggigil. Suhu ruangan yang disarankan pada saat
operasi adalah 34°C untuk bayi prematur, 32°C untuk neonatus, dan 28°C untuk
remaja dan dewasa. Hipotermia pada anak-anak dapat menyebabkan depresi
napas, acidosis, penurunan cardiac output, meningkatkan durasi efek obat,
menurunkan kadar trombosit, dan meningkatkan resiko terjadinya infeksi.
Terdapat beberapa langkah yang dapat diterapkan untuk mempertahankan suhu
bayi3,6,7.

Memindahkan Neonatus pada inkubator

Menggunakan pad pemanas

Menghangatkan ruangan operasi dengan suhu 26 – 30°C


Membatasi durasi waktu anak tanpa selimut

Menggunakan warmer pada fase pre-operasi

Menggunakan baby bonnet


Menutup ekstremitas bayi dengan selimut

Mengawasi suhu tubuh secara ketat

Menghangatkan dan melembabkan gas pernapasan


Tabel 3. Langkah-langkah dalam mempertahankan suhu bayi7

C. Anastesi Pediatric
Pada pasien-pasien pediatric tidak jauh beda dengan pasien dewasa mengenai
pemberian anestesi baik secara umum, regional, dan lokal.

14
D. Obat Anastesi Inhalasi
Bayi dan anak-anak memiliki tingkat ventilasi alveolar yang lebih tinggi serta
koefisien distribusi gas-darah yang lebih rendah dari orang dewasa sehingga
menyebabkan penyerapan obat inhalasi lebih cepat. Nilai MAC (Mean Alveolar
Concentration) untuk pasien anak sedikit lebih tinggi dari dewasa namun neonatus
membutuhkan MAC yang lebih rendah dari pasien dewasa, hal ini disebabkan karena
immaturitas otak, level progesterone residual dari ibu, dan kadar endorphin yang tinggi
sehingga ambang nyeri meningkat. Ketika NO (Nitrous Oxide) ditambahkan kepada gas
anestesi lain, maka kadar MAC yang dibutuhkan akan berkurang karena efek second gas
exchange dengan nilai sebagai berikut ; MAC sevoflurane berkurang 20-25% , halothane
berkurang 60%, isoflurane 40% , dan desflurane 25%33,7.
Selain pengambilan, eliminasi obat anestesi pada pasien pediatrik juga lebih cepat
dibandingkan dengan orang dewasa , hal ini disebabkan karena tingginya laju napas dan
cardiac output serta distribusi yang besar kepada organ dengan vaskularisasi banyak, di
sisi lain hal ini menyebabkan mudahnya terjadi overdosis obat anestesi pada pasien
pediatrik13,14. Fungsi hati pasien bayi belum sepenuhnya terbentuk sehingga hanya sedikit
obat yang dimetabolisme di sana sehingga hepatitis yang disebabkan oleh halotan jarang
pada anak (1:200.000 anestesi).

Gambar 5. Nilai MAC untuk anestesi sesuai golongan umur7

E. Obat Anastesi Intravena


Pasien neonatus memiliki proporsi cardiac output yang mencapai otak yang lebih
besar dibandingkan pasien anak sehingga dosis untuk induksi lebih kecil. Salah satu obat
yang paling sering digunakan untuk anestesi intravena adalah propofol walau penggunaan
dibawah umur 3 tahun belum direkomendasikan. Dalam pemberian obat anestesi
intravena perlu diketahui karena fungsi ginjal dan hati belum sempurna maka interval
dosis pemberian obat perlu diperpanjang agar tidak terjadi toksisitas3. Dosis untuk
anestesi intravena pada anak-anak harus disesuaikan karena massa otot dan lemaknya

15
berbeda dari orang dewasa. Efek samping dari propofol yang dapat muncul adalah
bradikardi dan hipotensi dimana insidensi bradikardia pada anak-anak 10-20% lebih
tinggi daripada orang dewasa, hal ini penting dipertimbangkan karena pada pasien anak
fungsi baroreceptor belum sempurna sehingga pengaturan cardiac output didominasi oleh
peningkatan laju nadi. Selain propofol terdapat beberapa kombinasi obat yang dapat
digunakan untuk anestesi intravena7.
Obat intravena Dosis inisial Laju infus
Propofol 1-2 mg/kg 100-200 mcg/kg/menit
Ketamin 1-2 mg/kg 25-100 mcg/kg/menit
Midazolam 0.5-1 mg/kg (PO atau PR)
0.1-0.2 mg/kg (IV atau IM)
0.2 mg/kg (Intranasal)

Diazepam 0.2 mg/kg (PO atau PR)


Thiopental 3-5 mg/kg

Tabel 4. Dosis Obat Anestesi Intravena untuk Pasien Anak3

Gambar 6. Kombinasi TIVA(Total Intravenous Anesthesia) pada anak7

F. Obat Pelumpuh Otot


Anak-anak memiliki distribusi volume yang besar sehingga dosis yang diperlukan
lebih tinggi untuk menimbulkan efek, namun di sisi lain karena fungsi hati dan ginjal
belum sempurna maka eliminasi dan durasi efek obat akan lebih panjang. Suksinilkolin
digunakan untuk intubati endotrakeal, dosis yang diperlukan untuk balita lebih tinggi
daripada anak dewasa yakni infusi 2 mg/kg diberikan untuk anak-anak sedangkan pasien
anak dewasa diberikan infusi 1.5 mg/kg. Efek samping suksinilkolin bila tidak
diperhatikan dapat berakibat fatal, seperti bradycardia, asystole, otot kaku,
myoglobinemia dan hipertermia malignant. Relaxan non depolarizing seperti
pankuronium digunakan pada pasien pediatrik sebagai relaxan untuk intra operasi, dan
pada beberapa kasus dipakai juga pada saat akan mengintubasi pasien namun anak-anak
sangat sensitif terhadap obat-obat golongan ini sehingga mudah overdosis7.
16
Gambar 7. Dosis penggunaan muscle relaxan pada anak7

G. Evaluasi Pre Operatif

1. Anamnesis

a) Usia gestasi dan Berat lahir

b) Riwayat Penyakit Sekarang

c) Riwayat Penyakit Dahulu

d) Kelainan kongenital atau metabolik

e) Riwayat pembedahan
f) Riwayat kesulitan anestesi pada keluarga dan pasien
g) Riwayat Allergi

h) Batuk , Episode Asma, ISPA yang sedang dialami

i) Waktu terakhir makan dan minum

2. Pemeriksaan Fisik
a.) Keadaan umum

b.) Tanda-Tanda Vital : Tekanan darah, Laju nadi dan napas, Suhu

c.) Data antropometrik : Tinggi dan berat badan

d.) Adanya gigi yang lepas atau goyang


17
e.) Sistem respirasi

f.) Sistem Kardiovaskuler

g.) Sistem Neurologi

5. Pemeriksaan laboratorium
Beberapa pemeriksaan penunjang disarankan bagi beberapa pasien anak
dengan kondisi khusus Pemeriksaan kadar Hb dilakukan apabila diperkirakan
akan ada banyak pendarahan pada saat operasi, bayi prematur, penyakit sistemik
dan penyakit jantung kongenital. Pemeriksaan kadar elektrolit dapat dilakukan
bila terdapat penyakit ginjal ataupun metabolik lainnya dan pada kondisi
dehidrasi. Pemeriksaan x-ray dapat dilakukan bila terdapat penyakit paru-paru,
skoliosis ataupun penyakit jantung. Pemeriksaan penunjang lainnya dapat
dilakukan sesuai penyakit pasien yang ditemukan.
 Puasa
Usia Air Bening ASI Susu Makanan padat
formula
Neonatus- 6 2 jam 4 jam 4 jam -
bulan
6 - 36 bulan 2 jam 4 jam 6 jam 6 jam
>36 bulan 2 jam - 6 jam 8 jam

 Infus
Dipasang untuk memenuhi kebutuhan cairan karena puasa, mengganti cairan yang
hilang akibat trauma bedah, akibat perdarahan, dll. Untuk pemeliharaan digunakan
preparat D5%-10% dalam cairan elektrolit. 13
Neonatus terutama bayi premature mudah sekali mengalami dehidrasi akibat puasa
lama atau sulit minum, kehilangan cairan lewat gastrointestinal, evaporasi (Insensible
water loss), tranduksi atau sekuestrasi cairan ke dalam lumen usus atau kompartemen
tubuh lainnya. Dehidrasi/hipovolemia sangat mudah terjadi karena luas permukaan
tubuh dan kompartemen atau volume cairan ekstra seluler relative lebih besar serta
fungsi ginjal belum matang. 13
Cairan pemeliharaan/pengganti karena puasa diberikan dalam waktu 3 jam, jam I 50%
dan jam II, III maing-masing 25%. Kecukupan hidrasi dapat dipantau melalui
produksi urin (>0,5ml/kgBB/jam), berat jenis urin (<1,010), ataupun dengan
pemasangan CVP (Central Venous Pressure). 13

18
H. Anestesi Regional Pada Pediatric
Obat-obatan anestesi regional biasa berikatan dengan dengan AAG (Alpha-1 Acid
Glycoprotein) yang ditemukan pada plasma. Kadar AAG pada neonatus lebih rendah
sekitar 30-40% dari orang dewasa, sehingga hal ini dapat menyebabkan peningkatan
kadar obat bebas dalam plasma dan meningkatkan resiko terjadinya toksisitas.
Proses Myelinasi pada manusia akan selesai pada usia 1 tahun. Myelinasi yang tidak
sempurna akan memudahkan penetrasi pada anestesi regional dan meningkatkan onset
obat anestesi. Jaringan sekitar saraf yang masih longgar juga menyebabkan penyebaran
obat lebih ekstensif dari yang diharapkan, selain itu dapat menyebabkan durasi obat lebih
cepat habis karena penyebaran yang lebih cepat ke tubuh. Selain itu jumlah volume likuor
serebrospinalis pada pasien anak lebih banyak daripada orang dewasa sehingga dosis obat
anestesi yang dibutuhkan cenderung lebih tinggi.

Gambar 8 . Perbedaan anatomis tulang belakang pada pasien anak17


Anestesi epidural pada anak biasa diindikasikan pada operasi abdomen dan
ekstremitas bawah. Jarum yang digunakan adalah jarum berukuran 18G dan catheter yang
digunakan berukuran 20G. Larutan Saline dapat digunakan untuk mengurangi tahanan
pada saat injeksi. Kedalaman ruang epidural dapat diestimasi sebagai berikut : Neonatus 1
cm. Anak dengan berat badan badan >25kg :[0.8 + (0.05 X BB)] . Obat yang paling sering
digunakan pada teknik anestesi ini adalah Bupivacaine 0.25% dengan dosis injeksi tunggal
1 ml/Kg max 20ml dan dosis injeksi berulang 0.2-0.4 mg/Kg/jam.

Anestesi spinal/Sub-arachnoid block pada anak diindikasikan sama seperti pada


anestesi epidural namun durasi operasi harus <90 menit.Jarum yang digunakan pada
teknik ini lebih kecil daripada anestesi epidural dengan ukuran 22 atau 25 G dan
dimasukkan pada L4-L5 ruang interspinalis. Obat yang biasa digunakan sama seperti pada
teknik anestesi epidural yakni bupivacaine dengan dosis 1 mg/kg untuk anak berusia <1
tahun, 0.5 mg/kg untuk anak berusia 2-7 tahun dan 0.3 mg/kg untuk anak berusia >7
tahun. Perlu diketahui bahwa PPDH (Post Dural Puncture Headache jarang terjadi pada
19
anak-anak namun perlu diperhatikan bahwa tidak disarankan untuk menyuruh anak
mengangkat kaki sebagai cara uji keberhasilan anestesi karena dapat menyebabkan total
spinal block17.

Terdapat beberapa kontraindikasi untuk dilakukan anestesi regional namun tidak


ditemukan perbedaan pada pasien anak maupun dewasa. Kontraindikasi absolut yang ada
adalah keadaan hipovolemik dan syok, koagulopati atau trombositopenia, dan peningkatan
tekanan intrakranial. Kontraindikasi relatif yang terdapat adalah sepsis, infeksi di daerah
pungsi,riwayat gangguan neurologi, riwayat pembedahan spinal, kelainan tulang belakang,
dan kondisi jantung yang dipengaruhi oleh preload seperti stenosis aorta atau hipertrofik
obstruktif kardiomiopati.

I. Premedikasi
Tujuan pemberian premedikasi pada pasien anak sama dengan orang dewasa yakni
untuk mengurangi anxietas pasien, mengurangi rasa nyeri yang dialami , menurunkan
dosis obat untuk induksi, serta mengurangi sekresi jalan napas, , namun pemberian pre-
medikasi pada anak dapat memfasilitasi perpisahan dengan orang tuaa dan memudahkan
proses intubasi bila dibutuhkan3. Beberapa obat pre-medikasi yang paling sering
diberikan adalah midazolam dan ketamine7. Pemberian obat sedasi harus diberikan hati-
hati bila pasien memiliki gangguan saluran napas dan pemberian harus dihindari bila
pasien memiliki gangguan neurologis atau peningkatan tekanan intrakranial serta bila ada
resiko besar terjadinya aspirasi atau regurgitasi di lambung3,7.
Obat Dosis Keterangan
Midazolam 0.5 mg/kg (max 15 mg) 15- Dapat menghasilkan reaksi
30 menit sebelum OP dimulai eksitasi berlebihan
Chloral Hydrate 50 mg/kg oral (max 1 gram) Dapat menghasilkan reaksi
eksitasi berlebihan
Ketamine 3-8 mg/kg oral 30-60 menit Dapat meningkatkan tekanan
sebelum OP dimulai darah
Temazepam 0.1-1 mg/kg oral
Clonidine 2-4 mcg/kg oral Dapat menurunkan tekanan
darah
Tabel 9. Dosis Obat Premedikasi pada pasien anak7

20
J. Persiapan Anestesi
 STATIC :
- Scope : Laringoskop apakah lampunya cukup terang atau tidak, serta
Stethoscope.
- Tubes : ETT dipersiapkan dengan ukuran sesuai dan satu ukuran dibawah dan
diatasnya.
- Airway : alat untuk menahan lidah agar tidak jatuh yakni pipa orofaringeal
Guedel atau pipa nasofaringeal.
- Tapes : Plester untuk fiksasi ETT
- Introducer : kawat untuk dimasukan ke dalam ETT]
- Connector : penghubung antara ETT dengan sirkuit napas
- Suction : mesin pengisap untk membersihkan jalan napas.
 Peralatan Elektronik :
o Lampu ruangan
o Mesin anesthesia
o Mesin penghangat tempat tidur
o Infusion pump
o Syringe pump
o Defibrilator
 Sumber Gas : O2,N2O , Halothane, Isoflurane dan gas sejenis serta dipantau dengan
penggunaan flowmeter

21
K. Induksi
Persiapan-persiapan yang harus dilakukan tersebut meliputi12
- Persiapan kamar operasi
- Rencana untuk mendapatkan sikap kooperatif dari pasien
- Penggunaan klinik dari agen-agen induksi
- Obat adjuvant untuk induksi anestesi
- Monitoring pasien
- Rencana-rencana tambahan dalam menghadapi berbagai macam situasi klinik
yang tak terduga.
Induksi anestesia pada bayi dan anak sebaiknya ada yang membantu. Induksi
diusahakan agar berjalan mulus dengan trauma yang sekecil mungkin. Induksi dapat
dikerjakan secara inhalasi atau seintravena. 11,13
Induksi inhalasi
Dikerjakan pada bayi dan anak yang sulit dicari venanya atau pada yang takut
disuntik. Diberikan halotan dengan oksigen atau campuran N20 dalam oksigen
50%. Konsentrasi halotan mula-mula rendah 1 vol% kemudian dinaikkan setiap
beberapa kali bernapas 0,5 vol % sampai tidur. Sungkup muka mula-mula jaraknya
beberapa sentimeter dari mulut dan hidung, kalau sudah tidur barn dirapatkan ke
muka penderita. Pada waktu induksi sebaiknya ada yang membantu. Usahakan agar
berjalan dengan trauma sekecil mungkin. Umumnya induksi inhalasi dengan
Halotan-O2 atau Halotan-O2/N2O. 11,13
Induksi intravena.
Dikerjakan pada anak yang tidak takut pada suntikan atau pada mereka yang
sudah terpasang infus. Induksi intravena biasanya dengan tiopenton (pentotal) 2~4
mg/kg pada neonatus dan 4-7 mg/kg pada anak. Induksi dapat juga dengan ketamin
(ketalar) 1-2mg/kg.LV. Kadang-kadang ketalar diberikan secara intra muskular. 11,13
Banyak ahli anestesi pediatrik, yang terampil dalam menangani vena yang
kecil, lebih suka induksi intra vena (tiopenton 3-5 mg/kg). Yang lain lebih suka
menggunakan induksi inhalasi disertai dengan campuran kaya oksigen disertai atau
tanpa nitrogen oksida. Entluran efektiftetapi kurang kuat dan harus menggunakan
kadar yang lebih tinggi. Siklopropan 50% dalam oksigen masih sering dipakai
dibeberapa tempat, tctapi dapat menimbulkan ledakan, sehingga seringkali tidak
disediakan. 11,13

22
L. Intubasi
Sesuai anatomi jalan napas pasien anak, pada intubasi disarankan menggunakan blade
lurus, namun blade bengkok dapat digunakan bila pasien memiliki berat 6-10 kg.
Penggunaan ETT lebih disarankan jenis tanpa cuff pada pasien berusia dibawah 8 tahun,
serta usahakan terdapat sedikit bocoran pada ETT. Ukuran ETT pada anak-anak dapat
menggunakan rumus Modified Cole formula dan Khine Formula: [(Usia/4) + (4, bila
tanpa cuff jadinya ditambah 3)]. Kedalaman ETT dapat diperkirakan dengan
menggunakan rumus : [(Usia/2) + (12) bila pada anak berusia >2 tahun, bila usia anak <2
menggunakan rumus: (Ukuran ETT X 3)16. Kedalaman ETT dapat diperhitungkan dengan
rumus namun tetap harus disesuaikan secara klinis dengan mendengarkan suara napas
kedua paru pasien. Penggunaan LMA disesuaikan dengan berat badan pasien.

Ukuran LMA Berat Badan

1 <5 kg

1.5 5-10 kg

2 10-20 kg

2.5 20-30 kg

3 >30 kg
Tabel 10. Panduan Penggunaan LMA untuk pasien anak7

M. Tatalaksana Jalan Napas Pediatric


Pada saat induksi pasien sebaiknya ditempatkan dalam posisi posisi bernafas yang
pasien paling nyaman, namun pada saat sudah dipasang intubasi sebaiknya pasien
ditempatkan dalam posisi sniffing untuk membuka jalan udara. Selain itu pasien
diberikan ganjalan agar dapat membuka LA (Laryngeal Angle), OA (Oral Angle), dan PA
(Pharyngeal Angle) agar memudahkan proses ventilasi. Pasien juga dilakukan jaw thrust
agar mandibula dapat terangkat dan membuka glotis sehingga mulut laring dan faring
akan lebih besar dan lebih mempermudah proses ventilasi3.

23
N. Tahap Intra Bedah
Pemeliharaan anestesia :
a. Pemantauan :
1) Pernapasan
 Stetoskop precordial
 Pada napas spontan, gerak dinding dada, dan bag reservoir
 Warna ekstremitas
2) Sirkulasi
 Stetoskop perikordial
 Perabaan nadi
 EKG dan CVP
3) Suhu
Rektal
4) Perdarahan
 isi dalam botol suction
 Beda berat kassa sebelum dan sesudah kena darah
 Periksa Hb dan Ht secara serial
5) Air Kemih
Isi dalam kantong air kemih
b. Kebutuhan cairan perioperative
Pemberian cairan pada anak harus sangat hati-hati karena sempitnya toleransi
kesalahan. Untuk pemberian yang tepat dapat digunakan infus pump atau mikrodrip
buret. Obat dimasukkan melalui jalur yang paling dekat ke vena anak untuk
mengurangi masuknya cairan yang tidak diperlukan. Kelebihan cairan dapat dilihat
darinadanya vena yang membesar, kulit berwarna merah, tekanan darah meningkat,
penurunan kadar natrium plasma dan menghilangnya lipatan kulit pada kelopak
mata atas. Pemberian cairan pada anak anak dapat meliputi cairan pemeliharaan,
mengganti defisit, mengganti cairan yang hilang.2,3,9

 Kebutuhan cairan pemeliharaan


Kebutuhan cairan pemeliharaan pada anak dapat diformulasikan dengan
rumus 4:2:1 yaitu :10 kg pertama: 4 ml/kg/jam, 10-20kg berikutnya :
2ml/kg/jam, seterusnya: I ml/kg/jam. Pemilihan jenis cairan masih
kontroversial. Cairan seperti D51/2 NS dengan 20 mEq/L potasium klorida
memberikan dekstrosa dan elektrolit yang cukup. Pada neonatus, dapat

24
diberikan D51/4NS karena masih terbatasnya kemampuan ginjal dalam
menghadapi kelebihan natrium.10
 Defisit
Di samping cairan pemeliharaan , defisit cairan yang ada misalnya karena
puasa harus diganti. Pengganti defisit ini diberikan 50 % pada jam pertama, 25%
pada jam kedua dan 25% sisanya pada jam ketiga. Untuk mencegah terjadinya
hiperglikemia dihindari cairan yang banyak mengandung dekstrose. Defisit
cairan preoperasi biasanya diganti dengan cairan seimbang seperti ringer laktat
atau ½ NS. Dibanding dengan ringer laktat, cairan garam fisiologis lebih sering
mengakibatkan asidosis hiperkloremik. 10,14
 Cairan Pengganti
Penggantian cairan dapat dibedakan menjadi mengganti darah yang hilang
dan mengganti cairan di rongga ketiga.14
Mengganti darah
Darah yang hilang dapat diganti dengan cairan kristaloid dengan
perbandingan 3:1, atau larutan koloid dengan perbandingan 1:1 sampai
mencapai hematokrit yang diperbolehkan. Di bawah batas toleransi hematocrit
darah yang hilang harus diganti dengan darah. Batas hematokrit ini pada
neonatus prematur dan sakit kira kira 40 - 50 %, pada anak yang lebih besar 20-
26%.14
Karena volume intra vaskuler yang kecil anak anak mudah terjadi
gangguan elektrolit (hiperglikemia, hiperkalemia, dan hipokalsemia) pada
tranfusi darah yang cepat. Thrombosit dan FFP (Fresh Frozen Plasma) 10-
15ml/kg dapat diberikan pada kehilangan darah yang mencapai 12 kali volume
darah. Satu unit thrombosit per l0 kg BB dapat meningkatkan jumlah thrombosit
50,000 μL. Dosis pediatrik untuk kriopresipitat adalah 1 U/10 kg BB. 10

O. Tahap Pasca Bedah


a. Pengakhiran anestesia.
Setelah pembedahan selesai, obat anestetika dihentikan pemberiannya.
Berikan zat asam murni 5-15 menit. Bersihkan rongga hidung dan mulut dari lendir
kalau perlu. 10
Kalau menggunakan pelumpuh otot, netralkan dengan prostigmin (0,04
mg/kg) dan atropin (0,02 mg/kg). Depresi napas oleh narkotika-analgetika netralkan
dengan naloksin 0,2-0,4mg secara titrasi. 10

25
Ekstubasi pada bayi dikerjakan kalau bayi sudah sadar benar, anggota badan.
bergerak-gerak, mata terbuka, napas spontan adekuat. Ekstubasi dalam keadaan
anestesia ringan, akan menyebab kan batuk-batuk, spasme laring atau bronkus.
Ekstubasi dalam keadaan anestesia dalam digemari karena kurang traumatis.
Dikerjakan kalau napas spontannya adekuat, keadaan umumnya baik dan
diperkirakan tidak akan menimbulkan kesulitan pasca intubasi. 10,14
b. Perawatan di Ruang Pulih
 Bangun dari anestesi dan pulih sadar
Hal hal yang perlu diperhatikan saat bangun dari anestesi adalah laringospasme
post intubasi croup dan pengelolaan nyeri post operatif. Pediatrik mudah
mengalami laringospasme dan post intubasi croup. Seperti pada orang dewasa
nyeri post opertif pada anak anak juga hams dikelola dengan baik. 10
- Laryngospasme
Laryngospasme adalah kontraksi otot otot laring yang kuat dan terjadi secara
tidak sadar karena stimulasi nervus laringeal superior. Dapat dihindari dengan
ekstubasi saat pasien sudah benar benar sadar atau saat keadaan anestesi masih
dalam. Ekstubasi diantara kedua keadaan ekstrim ini berbahaya. ISPA juga
meningkatkan kejadian larigospasme saat bangun dari anestesi. 10
- Croup post intubasi
Croup terjadi karena edema glotis atau trakhea. Edema paling sering terjadi
pada cincin krikoid karena bagian ini paling sempit. Kejadian croup lebih
sedikit bila dipakai pipa endotrakhea yang tidak ber cuff dan memungkinkan
sedikit kebocoran pada 10- 25 cmH2O. Stridor ini sering berkaitan dengan
umur 1-4 tahun, usaha intubasi yang berulang, pipa endotrakhea yang besar,
pembedahan yang lama, prosedur di kepala dan leher, dan gerak pipa yang
berlebihan (batuk gerak kepala). 10
Dapat dicegah dengan pemberian deksametason 0,25-0,5 mg/kg,IV.
Pemberian inhalasi nebulizer epinefrin 0,25-0,5 ml larutan 2,25% dalam 2,5
ml NS merupakam terapi yang efektif. Komplikasi ini dapat terjadi mulai 3
jam post operasi. 10
Setelah selesai anestesia dan keadaan umum baik, penderita dipindahkan
ke ruang pulih. Disini diawasi seperti di kamar bedah, walaupun kurang intensif
dibandingkan dengan pengawasan sebelumnya. Untuk memindahkan penderita ke
ruangan biasa dihitung dulu. skomya menurut Lockhart (Skor Aldrete). 14

26
Tabel 11 Skor Aldrete
Yang Dinilai Nilai
Pergerakan
- Gerak Bertujuan 2
- Gerak tak bertujuan 1
- Diam 0
Pernapasan
- Teratur, batuk, menangis 2
- Depresi 1
- Perlu dibantu 0
Warna
- Merah muda 2
- Pucat 1
- Sianosis 0
Tekanan darah
- Berubah sekitar 20% 2
- Berubah 20-30% 1
- berubah lebih dari 30% 0
Kesadaran
- Benar-benar sadar 2
- Bereaksi 1
- Tak bereaksi 0

Catatan : Dianggap sudah pulih dari anestesi dan dapat pindah ke ruang
pemulihan ke ruang perawatan apabila skor >8.

c. Penatalaksanaan nyeri post operasi


Analgesia post operasi pada anak anak dapat dipakai blok saraf atau Patient
control analgesia (PCA). Opioid yang sering digunakan adalah fentanil 1-2 gg/kg
dan meperidin 0,5mg/kg. Ketorolak 0.75mg/kg dapat mengurangi dosis opioid. Juga
dapat digunakan asetaminofen rektal 40mg/kg. 14

27
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Pediatrics, Council on Child Health. Age limits
of pediatrics. Pediatrics 1972 ; 49:463
2. Abdelmalak B, Abel M, Ali HH, Aronson S, Avery G, et al. Anesthesiology .
2nd Edition. McGrawHill 2012 : USA
3. Soenarto RF, Chandra S. Buku Ajar anestesiologi . Departemen Anestesiologi dan
Intensive Care Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS Cipto
Mangankusumo 2012 : Jakarta
4. Rasjad C. Hernia. Dalam : Sjamsuhidajat R, Jong WD, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi ke-3.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2010; hal. 619-29
5. Hines RL, Marschall KE. Stoelting’s Anaesthesia and co-existing disease. 4th Ed.
2004; 688
6. Macfarlane F. Pediatric Anatomy and Physiology and the Basis of Pediatric
Anesthesia . Mater Children’s Hospital. https://www.aagbi.org/sites/default/files/7-
Paediatric-anatomy-physiology-and-the-basics-of-paediatric-anaesthesia.pdf .
Access : 20 February 2016
7. Rupp K, Holzki J, Fischer T, Keller C. Pediatric Anesthesia . 1st Edition. Drager
1999 : Germany
8. Longnecker DE, Tinker JH, Morgan GE, et al, eds. Principles and Practice
of Anesthesiology. Vol I, 2nd Edition. St. Louis, MO: Mosby; 1998.
9. Alcorn J, Mc Namara PJ. Ontogeny of hepatic and renal systemic clearance
pathways in infants: part 1. Clin pharmacokinet 2002; 41: 959-98.
10. Besunder JB, Reed MD, Blumer JL. Principles of drug biodisposition in the
neonate. A critical evaluation of the pharmacokinetic-pharmacodynamic interface
(part II). Clin pharmacokinet 1988;14: 261-86.
11. Ehrnebo M, Agurell S, Jalling B, et al. Age differences in drug binding by plasma
proteins: Studies in human foetuses, neonates and adults. Eur J Clin pharmacol
1971; 3: 189-93
12. Bissonette B, Dalens BJ. Pediatric Anesthesia: Principles And Practice. McGraw-
Hill Medical Publishing Division. New York.2002 : 405-413, 483-503Rupp K, Holzki
J, Fischer T, Keller C. Pediatric Anesthesia . 1st Edition. Drager 1999 : Germany
13. Bansal T, Hooda S. Anesthetic Considerations In Pediatric Patients . JIMSA 2013 ;
26:2
14. Elwood T, Morris W, Martin LD, Nespeca MK, Wilson DA, Fleisher LA, et al.
Bronchodilator premedication does not decrease respiratory adverse events in
pediatric general anesthesia.Can J Anaesth 2003;50:277-84

28
29
30

Anda mungkin juga menyukai