OLEH
DOSEN PEMBIMBING :
Ns. LITA, M. Kep
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, kita
panjatkan puji syukur atas kehadiran-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kita, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“GAGAL JANTUNG KONGESTIF”.
Penyusun juga mengucapkan terimakasih terhadap semua pihak yang telah terlibat
dalam penyusunan makalah ini. Karena berkat bantuan anda semua makalah ini dapat
diselesaikan sesuai dengan apa yang dikehendaki dengan baik.
1
Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini, terdapat banyak kesalahan
baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian, demi tercapainya makalah yang
jauh lebih baik.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya baik bagi
penyusun maupun bagi pembaca. Dan penyusun mengucapkan terimakasih bagi pembaca
yang bersedia membaca makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
2
2. Tujuan Umum ........................................................................................................ 4
3. Tujuan Khusus ........................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar
1. Definisi ............................................................................................................. 6
2. Etiologi ............................................................................................................. 6
3. Menifesitas Klinis ............................................................................................ 8
4. Patofisiologi ..................................................................................................... 8
5. Pemeriksa Penunjang ....................................................................................... 9
B. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian ...................................................................................................... 10
2. Diagnosa keperawatan .................................................................................... 11
3. Interverensi ..................................................................................................... 12
1. Kesimpulan ........................................................................................................... 16
2. Saran ..................................................................................................................... 16
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Gagal jantung sering disebut juga gagal jantung kongestif, adalah ketidak mampuan
jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan
oksigen dan nutrisi. Istilah gagal jantung kongestif paling sering digunakan kalau terjadi
gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan. (smellzer and bare, 2001)
Diperkirakan 1-2% dari populasi dunia menderita penyakit gagal jantung kongestif
dengan prevalensi yang terus meningkat. Sekitar 5-10 orang diprediksi menderita gagal
jantung kongestif dari 1000 penduduk dunia (Mosterd, 2007). Di Amerika Serikat, insidensi
gagal jantung kongestif ditemukan sebanyak 500.000 orang dan prevalensi gagal jantung
kongestif sebanyak 5 juta orang setiap tahun. Angka mortalitas akibat gagal jantung kongestif
juga cukup tinggi, kurang lebih 300.000 jiwa setiap tahun (AHA, 2001).
Gagal jantung kongestif merupakan penyakit yang bersifat progresif dengan gejala
yang sangat mempengaruhi kondisi vital pasien gagal jantung kongestif. Kondisi ini
mengharuskan pasien gagal jantung kongestif untuk menjalani rawat inap. Dari tahun 1990-
1999 insidensi rawat inap (hospitalization) di Amerika Serikat sebanyak 810.000 hingga 1
juta jiwa, sedangkan prevalensi gagal jantung kongestif yang menjalani rawat inap sebanyak
2.4 sampai 3.5 juta jiwa (Koelling et. al, 2004).
Untuk memberikan perawatan medis yang tepat dan efektif, khususnya bagi tenaga
keperawatan, harus memahami konsep asuhan keperawatan pada gangguan kardiovaskuler
yang membutuhkan keahlian dalam memberikan pertolongan pada pasien.
2. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penyakit gagal jantung kongestif.
3. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui etiologi gagal jantung kongestif
b. Untuk mengetahui Manifestasi klinis gagal jantung kongestif
c. Untuk mengetahui patofisiologis gagal jantung kongestif
d. Untuk mengetahui Pemeriksa penunjang gagal jantung kongestif
e. Untuk mengetahui pengkajian gagal jantung kongestif
4
f. Untuk mengetahui diagnosis keperawatan gagal jantung kongestif
g. Untuk mengetahui intervensi gagal jantung kongestif
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar
1.Definisi
Gagal jantung sering disebut juga gagal jantung kongestif, adalah ketidak mampuan
jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan
5
oksigen dan nutrisi. Istilah gagal jantung kongestif paling sering digunakan kalau
terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan. (smellzer and bare, 2001)
Gagal serambi kiri dan kanan dari jantung mengakibatkan ketidak mampuan untuk
memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan
menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sismetik. Karenanya diagnostik dan
terapeutik berlanjut. Gagal jantung kongestif selanjutnya dihubungkan dengan
morbiditas dan mortalitas. (Doenges, 1999)
Gagal jantung adalah berkurang atau hilangnya sebagian fungsi miokardium yang
menyebabkan penurunan curah jantung. Suatu keadaan ketika jantung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun tekanan
mengisian vena normal. (Arif Muttaqin, 2012)
2.Etiologi
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fngsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial, Dan
penyakit otot degeneratif atau inflasi.
b. Aterosklerosis konorer
6
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi
serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai
mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi
untuk alasan yang tidak jelas, hipertrofi otot jantung tadi tidak tidak dapat berfungsi
secara normal, dan akhirnya terjadi gagal jantung.
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya tidak
secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah melalui jantung (minsalnya stenosis katup
semiluner), ketidak mampuan jantung untuk mengisi darah (minsalnya tamponate
perikandium, perikarditas konstriktif, atau stenosis katup AV), atau pengosongan
jantung abnormal (minsalnyainsufisiensi katup AV). Peningkatan mendadak
afterload akibat meningkatnya tekanan darah sistemik (Hipertensi ‘’maligna’’) dapat
menyebabkan gagal jantung meskipun tidak ada hipertrofi miokardial.
e. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal
jantung meningkatnya laju metabolisme (minsalnya demam, tirotoksikosis),
hipoksia, dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai
oksigen ke jantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas
elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Disritme jantung yang dapat
terjadi dengan sendirinya atau secara sekunder akibat gagal jantung menurunkan
efesiensi keselurahan fungsi jantung .
3. Manifestasi klinis
7
paru, yang dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek. Meningkatnya tekanan
vena sistemik dapat mengakibatkan edema perifer umum dan penambahan berat badan.
Turunnya curah jantung pada gagal jantung dimanifestasikan secara luas karena
darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ(perfusi rendah) untuk
menyampaikanoksigen yang dibutuhkan. Beberapa efek yang biasanya timbul akibat
pefusi rendah adalah pusing, konfusi, kelelahan, tidak toleransi terhadap latihan dan
panas, ekstremitas dingin, dan haluaran urin berkurang (oliguri). Tekanan perfusi ginjal
menurun, mengakibatkan pelepasan renin dari ginjal, yang pada gilirannya akan
menyebabkan sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan
volumeintravaskuler.
4. Patofisiologi
Frekuensi jantung adalah fungsi sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang,
sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan
curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi
jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan
diri untuk mempertahankan curah jantung.
Tetapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut
otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat
dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung
pada tiga faktor; preload; kontraktilitas dan afterload.
8
b. Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada
tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan
kadar kalsium.
c. Afterload mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan
untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh
tekanan arteriole.
Pada gagal jantung, jika satu atau lebih dari ketiga faktor tersebut terganggu,
hasilnya curah jantung berkurang. Kemudahan dalam menentukan pengukuran
hemodinamika melalui prosedur pemantauan invasif telah mempermudah diagnosa
gagal jantung kongestif dn mempermudah penerapan terapi farmakologis yang efektif.
5. Pemeriksa penunjang
Hipertrofi atrial atau ventrikular, penyimpangan aksis, iskemia, dan kerusakan pola
mungkin terlihat. Disritmia, mis: takikardia, fibrilasi atrial, mungkin sering terdapat
KVP. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard
mennunjukkan adanya aneurisme ventrikular (dapat menyebabkan gagal/disfungsi
jantung)
B. Asuhan Keperawatan
9
1. Pengkajian
a. Pernapasan
b. Jantung
Jantung diauskultasi mengenai adanya bunyi jantung 𝑆3 atau S4. Adanya tanda
tersebut berarti bahwa pompa mulai mengalami kegagalan, dan pada setiap
denyutan, darah yang tersisa didalam ventrikel makin banyak. Frekuensi dan
irama juga harus dicatat. Frekuensi yang terlalu cepat menunjukkan bahwa
ventrikel memerlukan waktu yang lebih banyak untuk pengisian, serta terdapat
stagnasi darah yang terjadi di atria dan pada akhirnya juga di paru.
c. Penginderaan/Tingkat Kesadaran
Bila volume darah dan cairan dalam pembuluh darah meningkat, maka darah
yang beredar menjadi lebih encer dan kapasitas transpor oksigen menjadi
berkurang. Otak tidak dapat bertoleransi terhadap kekurangan oksigen dan
pasien mengalami konfusi.
d. Perifer
Bagian bawah tubuh pasien yang harus dikaji akan adanya edema. Bila pasien
duduk tegak, maka yang diperiksa adalah kaki dan tungkai bawah, bila pasien
berbaring telentang, yang dikaji adalah sakrum dan pungung untuk melihat
adanya edema. Jari dan tangan kadang juga bisa mengalami edema. Pada
10
kasus khusus gagal jantung, pasien dapat mengalami edema periorbital,
dimana kelopak mata tertutup karena bengkak.
Hati diperiksa juga akan adanya hepatojugular refluks (HJR). Pasien diminta
berapas secara normal pada saat dilakukan penekanan pada hati elama 30
sampai 60 detik. Bila distensi vena leher meningkat lebih dari 1 cm, maka tes
ini positif menunjukkan adanya peningkatan tekanan vena.
JVD juga harus dikaji. Ini dilakukan dengan mengangkat pasien dengan sudut
sampai 450. Jarak antara sudut louis dsn tinggina distensi vena juguler
ditentukan. (sudut louis adalah hubungan antara korpus sternum dengan
manubrium). Jarak yang lebih dari 3cm dikatakan tidak normal. Ingat bahwa
ini hanya perkiraan dan bukan pengukuran pasti.
f. Haluaran urin
Pasien bisa mengalami oliguria (berkurangnya haluaran urin kurang dari 100
dan 400 ml/24jam) atau anuria (haluaran urin kurang dari 100ml/24jam).
Maka penting sekali mengukur haluaran seesering mungkin untuk membuat
dasar pengukuran efektivitas diuretik. Masukan dan haluaran harus dicatat
dengan baik dan pasien ditimbang setiap hari, pada saat yang sama dan pada
timbangan yang sama.
2. Diagnosis keperawatan
Berdasarkan pada data pengkajian, maka diagnosis utama pasien meliputi yang
berikut :
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan dispnu akibat turunnya
curah jantung.
b. Kecemasan berhubungan dengan kesulitan napas dan kegelisahan akibat
oksigenasi yang tidak adekuat.
c. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan statsis vena.
d. Potensial kurang pengetahuan mengenai program perawatan diri berhubungan
dengan tidak bisa menerima perubahan gaya hidup yang dianjurkan.
11
Berdasarkan pada data pengajian, maka komplikasi potensial yang mungkin terjadi
mencakup:
a. Syok kardiogenik
b. Efisode tromboemboli
c. Efusi dan tamponade perikardium
a. Tujuan
3.Intervensi
a. Bertambahnya istirahat
Pasien perlu sekali beristirahat baik secara fisik maupun emosional. Istirahat akan
mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung, dan
menurunkan tekanan darah. Lamanya berbaring juga merangsang diuresis karena
berbaring akan memperbaiki perfusi ginjal. Istirahat juga mengurangi kerja otot
pernapasan dan penggunaan oksigen. Frekuensi jantung menurun, yang akan
memperpanjang periode diastole pemulihan sehingga memperbaiki efisiensi
kontraksi jantung.
b. Posisi
Kepala tempat tidur harus dinaikkan 20 sampai 30 cm (8-10 inci) atau pasien
didudukkan di kursi. Pada posisi ini aliran balik vena ke jantung (preload) dan paru
berkurang, kongesti paru berkurang, dan penekanan hepar ke diafragma menjadi
minimal. Lengan bawah harus disokong dengan bantal untuk mengurangi
kelelahan otot bahu akibat berat lengan yang menarik secara terus menerus.
Pasien yang dapat bernapas hanya pada posisi tegak (ortopnu) dapat didudukkan di
sisi tempat tidur dengan kedua kaki disokong kursi, kepala dan lengan diletakkan
di meja tempat tidur dan vertebra lumbosakral disokong dengan bantal. Bila
terdapat kongesti paru, maka lebih baik pasien didudukkan di kursi karena posisi
12
ini dapat memperbaiki perpindahan cairan dari paru. Edema yang biasanya terdapat
dibagian bawah tubuh, berpindah ke daerah sakral ketika pasien dibaringkan
ditempat tidur.
c. Penghilangan kecemasan
Menaikkan kepala ke tempat tidur dan membiarkan lampu menyala dimalam hari
sering sangat membantu kehadiran anggota keluarga cukup memberi rasa aman
pada kebanyakan pasien. Oksigen dapat diberikan selama stadium akut untuk
mengurangi kerja pernapasan dan untuk meningkatkan kenyamanan pasien. Morfin
dengan dosis kecil dapat diberikan untuk dispnu yang berat dan hipnotis juga dapat
diberikan untuk membantu pasien tidur.
Pasien yang tidak dapat tidur ditempat tidur di malam hari dapat duduk nyaman
dikursi. Posisi ini menyebabkan sirkulasi serebral maupun sistemik membaik,
sehingga kualitas tidur menjadi lebih baik.
d. Menghindari stress
Pasien yang sangat cemas tidak akan mampu beristirahat dengan cukup. Stress
emosional mengakibatkan vasokonstriksi, tekana arteri meningkat, dan denyut
jantung cepat. Memberikan kenyamanan fisik dan menghindari situasi yang
cenderung menyebabkan kecemasan dan agitasi dapat membantu pasien untuk
rileks. Istirahat dilanjutkan beberapa hari hingga beberapa minggu sampai gagal
jantung dapat dikontrol.
Penurunan perfusijaringan yang terjadi pada gagal jantung adalah akibat tingkat
sirkulasi oksigen yang tidak adekuatdan stagnasi darah dijaringan perifer. Latihan
harian ringan dapat memperbaiki aliran darah ke jaringan perifer. Oksigenasi yang
adekuat dan diuresis yang sesuai juga dapat memperbaiki perfusi jaringan. Diuresis
yang efektif dapat mengurangi pengenceran darah, sehingga meningkatkat
13
kapasitas pengangkutan oksigen dalam sistem vaskuler. Istirahat yang memadai
sangat penting untuk memperbaiki perfusi jaringan yang adekuat.
1. Pada pasien dengan kongesti hepatik, hati tidak mampu melakukan proses
detoksifikasi racun obat-obatan dalam jangka waktu yang normal. Oleh
sebab itu obat-obatan harus diberikan secara hati-hati.
2. Hipoksia selebral yang disertai retensi nitrogen merupakan masalah pada
gagal jantung dan dapat menyebabkan pasien bereaksi negatif terhadap
penenang dan hipnotik, ditandai dengan adanya konfusi dan peningkatan
rasa cemas
3. Hindari penggunaan ikatan karena dapat menjerat, yang menyebabkan kerja
jantung meningkat.
4. Bahaya yang dapat timbul pada tirah baring, adalah dekubitus (terutama
pada pasien edema), flebotrombosis, dan emboli pulmoner. Perubahan
posisi, napas dalam, kaus kaki elastik, dan latihan tungkai semuannya dapat
memperbaiki tonus otot, sehingga membantu alairan balik vena ke jantung.
Setelah gagal jantung dapat terkontrol, pasien dibimbing untuk secara bertahap
kembali kegaya hidup dan aktivitas sebelum sakit sedini mungkin. Aktivitas
kegiatan hidup sehari-hari harus direncanakan untuk meminimalkan periode apnu
dan kelelahan. Berbagai penyesuaian kebiasaan, pekerjaan, dan hubungan
interpersonal biasanya harus dilakukan. Setiap aktivitas yang menimbulkan gejala
harus dihindari atau dilakukan adaptasi. Pasien harus dibantu untuk
mengidentifikasi stres emosional dan menggali cara-cara untuk menyelesaikannya.
Biasanya pasien sering kembali ke klinik dan rumah sakit akibat kekambuhan
episode gagal jantung. Hal tersebut tidak hanya menyebabkan masalah psikologis,
sosiologis dan finansial tetapi beban fisiologis pasien akan menjadi lebih serius.
Organ tubuh tentunya akan rusak. Serangan berulang dapat menyebabkan fibrosis
paru, sirosis hepatis, pembesaran limpa dan ginjal, dan bahkan kerusakan otak
akibat kekurangan oksigen selama episode akut.
14
kekambuhan gagal jantung terjadi karena pasien tidak mematuhi terapi yang
dianjurkan, seperti tidak mampu melaksanakan terapi pengobatan dengan tepat,
melanggar pembatasan diet, tidak mematuhi tindak lanjut medis, melakukan
aktivitas fisik yang berlebihan dan tidak dapat mengenali gejala kekambuhan.
Pasien harus dibantu untuk memahami bahwa gagal jantung dapat dikontrol.
Menyusun jadwal tindak lanjut medis secara teratur, menjaga berat badan yang
stabil, membatasi asupan natrium, pencegahan infeksi, menghindari bahan
berbahaya seperti kopi, tembakau, dan menghindari latihan yang tidak teratur dan
berat semuanya membantuh mencegah awitan gagal jantung. Pada pasien dengan
penyakit gagal jantung, maka pembedahan untuk memperbaiki defek pada saat
yang tepat dapat mempertahankan jantung dan mencegah kegagalan.
BAB III
PENUTUP
1.kesimpulan
15
Gagal jantung merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang banyak dijumpai
dan menjadi penyebab mortalitas utama baik di negara maju maupun di negara sedang
berkembang. Kejadian gagal jantung dalam individu yang menderita kematian jantung
mendadak sekitar 64 dan 90 %.
Gagal jantung sering disebut juga gagal jantung kongestif, adalah ketidak mampuan
jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan
oksigen dan nutrisi. Istilah gagal jantung kongestif paling sering digunakan kalau terjadi
gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan. (smellzer and bare, 2001)
Terdapat tiga aspek penting dalam menanggulangi gagal jantung yaitu pengobatan
terhadap penyakit yang mendasari dan pengobatan terhadap pencetus. Termasuk dalam
pengobatan medikamentosa yaitu mengurangi retensi cairan dan garam, meningkatkan
kotraktilitas dan mengurangi beban jantung. Sekaligus pengobatan umum meliputi istirahat,
pengaturan suhu, kelembapan, oksigen, pemberian cairan dan diet.
2. Saran
Dalam menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan gagal jantung diperlukan
pengkajian, konsep dan teori oleh seorang perawat. Informasi atau pendidikan kesehatan
berguna untuk klien dengan gagal jantung adalah pencegahan atau pengobatan dini terhadap
penyebabnya.
DAFTAR PUSTAKA
16
Doenges, marilyn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Muttaqin, arif. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular
dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika
Nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id_detail-35458-kep%20kardiovaskuler-
askep%20Gagal%20Jantung.html
17