Anda di halaman 1dari 56

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa yang penting dalam perjalanan kehidupan

manusia. Golongan usia ini penting karena menjadi jembatan antara masa

kanak-kanak yang bebas menuju masa dewasa yang bertanggung jawab.

Dalam usia remaja terjadi pertumbuhan fisik yang cepat, termasuk

pertumbuhan serta kematangan dari fungsi organ reproduksi. Pada masa ini

remaja akan mengalami berbagai proses perubahan secara biologis juga

perubahan secara psikologis (Eny K, 2011).

Perubahan biologis pada remaja secara umum yaitu perubahan ukuran

tubuh, perubahan proporsi tubuh, tumbuhnya ciri-ciri seks, dan tumbuhnya

rambut pada bagian-bagian tertentu. Perubahan biologis pada remaja laki-

laki diantaranya pada usia 10-14 tahun, perubahan yang terjadi yaitu rambut

yang mmencolok tumbuh pada masa remaja adalah rambut kemaluan.terjadi

sekitar 1 tahun setelah testes dan penis mulai membesar, ketika rambut

kemaluan hampir selesai tumbuh,maka menyusul rambut ketiak dan rambut

di wajah,seperti halnya kumis dan cambang. Kulit menjadi lebih kasar,tidak

jernih,pori-pori membesar, kelenjar lemak dan kelenjar keringat, otot-otot

pada tubuh remaja makinbertambah besar dan kuat dan perubahan suara.

Perubahan biologis pada remaja perempuan dimulai sejak usia 7-13 tahun

diantaranya perubahan yang terjadi yaitu rambut kemaluan pada wanita juga

tubuh seperti halnya remaja laki-laki, tumbuh rambut kemaluan ini terjadi
2

setelah pinggul dan payudarah mulai berkembang.buluh ketiak dan buluh

pada kulit wajah mulai tampak dan mulai mengalami menstruasi (Eny K,

2011).

Mestruasi adalah keadaan normal wanita sebagai siklus bulanan, berupa

keluarnya darah dari rahim setelah ovulasi secara berkala yang disebabkan

oleh terlepasnya lapisan endometrium rahim. Darah yang keluar dari rahim

seorang wanita pada waktu-waktu tertentu yang bukan karena disebabkan

oleh suatu penyakit atau karena adanya proses persalinan. Sifat darah ini

berwarna merah kehitaman yang kental, keluar dalam jangka waktu tertentu,

bersifat panas, dan memiliki bau yang khas atau tidak sedap (Himatu Mardiah

Rosana, 2015)

Menstruasi dimulai saat pubertas dan kemampuan seorang wanita untuk

mengandung anak atau masa reproduksi. Menstruasi biasanya dimulai antara

usia 10 sampai 16 tahun, tetapi rata-ratanya 12,5 tahun. Statistik menunjukan

bahwa usia menarche dipengaruhi oleh faktor keturunan, keadaan gizi, dan

kesehatan umum. Lamanya siklus menstruasi sangat bervariasi, tetapi angka

rata-rata adalah 28 hari dimulai dari permulaan satu periode menstruasi

sampai permulaan periode berikutnya, Walaupun begitu, pada kenyataannya

banyak wanita yang mengalami masalah dalam menstruasi (Anurogo, 2011).

Beberapa masalah yang terjadi dalam menstruasi diantaranya

ketidakteraturan siklus, perdarahain menstruasi yang lama lebih dari 10 hari,

jumlah darah yang banyak, dan nyeri pada pada saat menstruasi. Nyeri
3

menstruasi yaitu nyeri perut yang berasal dari keram rahim yang terjadi

selama menstruasi (Anurogo, 2011).

Rasa nyeri saat menstruasi timbul 6 sampai 12 bulan setelah menstruasi

pertama, artinya di usia 13 sampai 16 tahun. Rasa nyeri saat menstruasi

merupakan keluhan ginekologi yang paling umum dan banyak dialami oleh

wanita. Rasa nyeri saat menstruasi tidak diketahui secara pasti kaitannya

dengan penyebabnya, namun beberapa faktor dapat mempengaruhi salah

satunya ketidakseimbangan hormon. (Anurogo, 2011).

Prevalensinya sangat bervariasi. Berdasarkan data dari berbagai negara,

angka kejadian dismenorea di dunia cukup tinggi. Diperkirakan 50% dari

seluruh wanita di dunia menderita dismenorea dalam sebuah siklus

menstruasi (Calis, 2012). Pasien melaporkan nyeri saat menstruasi, dimana

sebanyak 12% nyeri menstruasi sudah parah, 37% nyeri menstruasi sedang,

dan 49% nyeri menstruasi masih ringan (Calis, 2012).

Menurut Journal Pediomaternal tahun 2013, di Africa 85,4% remaja putri

mengalami dismenore primer. Sama halnya dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Gagua et al (2012) di Jerman, bahwa 52,07% remaja putri

mengalami dismenore primer.

Di Indonesia diperkirakan 55% perempuan usia remaja yang tersiksa oleh

nyeri saat menstruasi. Walaupun pada umumnya tidak berbahaya, namun

nyeri saat menstruasi mengganggu bagi wanita yang mengalaminya. Angka

kejadian dismenore tipe primer di Indonesia adalah sekitar 54,89%,

sedangkan sisanya adalah penderita dengan tipe sekunder (Proverawati,2014)


4

Perubahan yang terjadi saat dirasakan nyeri menstruasi yaitu lemas, lelah,

sakit kepala, perubahan nafsu makan, merasa cemas, sedih dan regulasi

emosinya terganggu sehingga sulit mengendalikan emosinya karena rasa

nyeri tersebut (Elisa, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Murwitasari (2011) mahasiswa Psikologi

Universitas Proklamasi 45 yang berjudul “Perbedaan Kepekaan Emosi Pada

Saat Menstruasi Dan Tidak Menstruasi Pada Remaja Putri” ini

mengungkapkan bahwa “saat menstruasi datang dihari pertama terjadi

semacam gejala-gejala psikologis, fisik seperti rasa emosi yang meluap-luap”

(Elisa, 2012).

Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan

emosi yang tinggi. Pertumbuhan fisik, terutama organ-organ seksual

mempengaruhi berkembangnya emosi atau perasaan-perasaan dan dorongan-

dorongan baru yang dialami sebelumnya. Tidak dapat disangkal bahwa masa

remaja awal merupakan suatu masa dimana fluktuasi emosi (naik dan turun)

berlangsung lebih sering (Yusuf, 2012).

Emosi adalah suatu gejolak dalam jiwa yang biasanya diluapkan atau

diaplikasikan dalam bentuk pebuatan. Emosi merupakan proses yang

melibatkan banyak komponen yang bekerja terus menerus sepanjang waktu,

dimana emosi tersebut dapat dikendalikan dan tidak tidak dapat dikendalikan

tergantung keadadaan regulasi emosi seseorang tersebut (Gross, 2012).


5

Regulasi emosi adalah sekumpulan berbagai proses tempat emosi diatur.

Proses regulasi emosi dapat otomatis atau dikontrol, disadari atau tidak

disadari dan dapat memiliki efek pada satu atau lebih proses yang

membangkitkan emosi. Regulasi emosi melibatkan perubahan dalam

dinamika emosi atau waktu munculnya, durasi dan mengimbangi respon

perilaku, pengalaman atau fisiologis. Regulasi emosi dapat mengurangi,

memperkuat atau memelihara emosi tergantung pada tujuan individu. (Gross,

2012).

Regulasi emosi yang dimaksud lebih kepada kemampuan individu dalam

mengatur dan mengekspresikan emosi dan perasaan tersebut dalam kehidupan

sehari-hari. Regulasi emosi ini lebih pada pencapaian keseimbangan

emosional yang dilakukan oleh seseorang baik melalui sikap atau

perilakunya. aspek-aspek regulasi emosi sebagai berikut, pertama dapat

mengatur emosi dengan baik yaitu emosi positif maupun emosi negatif.

Kedua, dapat mengendalikan emosi sadar, mudah dan otomatis. Ketiga, dapat

menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang dihadapinya

(Gross, 2012).

Saat dilakukan studi pendahuluan di SMAN 1 Cicalengka hasil

wawancara dengan 10 remaja putri yang mengalami nyeri saat menstruasi

didapatkan data bahwa 8 remaja putri mengatakan sering marah-marah tidak

jelas kepada orang disekitarnya, mengalami perubahan mood, mudah

terpancing emosi dengan perkataan yang bersifat candaan dari teman-

temannya, dan dampak dari rasa nyeri saat menstruasi juga yaitu tidak bisa
6

berkonsentrasi dalam belajar, 8 remaja tersebut mengaku lebih memilih untuk

berdiam diri dan menekan bagian yang sakit untuk mengurangi rasa sakitnya.

Kemudian 2 dari 10 remaja putri mengaku ketika merasakan nyeri menstruasi

tidak mengalami perubahan mood, hanya tidak mau berinteraksi dengan

lingkungan sekitarnya.

Berdasarkan fenomena tersebut, berkaitan dampak dari nyeri menstruasi

pada remaja di SMAN 1 Cicalengka belum ada yang melakukan penelitian ini

di SMAN 1 Cicalengka maka peneliti akan mencoba melakukan penelitian

tentang “Hubungan Tingkat Nyeri Menstruasi dengan Regulasi Emosi Pada

Remaja Di SMAN 1 Cicalengka”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan antara tingkat nyeri menstruasi

dengan regulasi emosi pada remaja di SMAN 1 Cicalengka?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara tingkat nyeri menstruasi dengan regulasi

emosi pada remaja di SMAN 1 Cicalengka.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui tingkat nyeri menstruasi pada remaja di SMAN

1 Cicalengka
7

2) Untuk mengetahui regulasi emosi remaja saat nyeri menstruasi di

SMAN 1 Cicalengka.
3) Untuk mengetahui hubungan tingkat nyeri menstruasi dengan

regulasi emosi pada remaja di SMAN 1 Cicalengka.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi yang

dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu kesehatan.

1.4.2 Manfaat Praktis

1) Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan penulis.

2) Bagi Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perawat

sebagai upaya pendidikan kesehatan yang berkaitan dengan nyeri

menstruasi terutama dalam bidang keperawatan maternitas.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja

2.1.1 Pengertian Remaja

Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau

tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih

luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik

(Tirta Kusuma, 2014). WHO mendefinisikan remaja merupakan anak usia

10 –19 tahun. Undang-Undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan

anak mengatakan remaja adalah individu yang belum mencapai umur 21

tahun dan belum menikah. Menurut Undang-Undang Perburuhan, remaja

adalah anak yang telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan

mempunyai tempat tinggal sendiri.

Di masa remaja, individu cenderung lebih menyadari siklus

emosionalnya, seperti perasaan bersalah karena marah. Kesadaran yang baru

ini dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam mengatasi emosi-

emosinya. Remaja juga lebih terampil dalam menampilkan emosi-emosinya

ke orang lain (Tirta Kusuma, 2014).

2.1.2 Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja

Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa.

Remaja pada masa ini mengalami masa pubertas yaitu terjadinya

pertumbuhan yang cepat, timbul ciri-ciri seks sekunder, dan tercapai


9

fertilitas.Perubahan psikososial yang menyertai pubertas disebut adolesen,

Adolesen adalah masa dalam kehidupan seseorang dimana masyarakat tidak

lagi memandang individu sebagai seorang anak, tetapi juga belum diakui

sebagai seorang dewasa dengan seggala hak dan kewajibanya (Tirta

Kusuma, 2014).

Tumbuh kembang adalah peristiwa yang terjadi sejak masa pembuahan

sampai masa dewasa. Pertumbuhan merupakan suatu proses biologis yang

menyebabkan perkembangan fisik yang dapat diukur. Perkembangan

merupakan suatu proses seorang individu dalam aspek ketrampilan dan

fungsi yang kompleks. Individu berkembang dalam pengaturan

neuromuskuler, ketrampilan menggunakan anggota tubuh, serta

perkembangan kepribadian, mental, serta emosi (Tirta Kusuma, 2014).

Berikut tugas-tugas perkembangan pada usia remaja menurut Himatu

Mardiah Rosana, (2015):

1) Berusaha untuk menerima keadaan fisik


2) Memahami apa yang ada di dalam diri dan cari jati diri tanpa

menjadi orang lain


3) Berusaha belajar memecahkan masalah tanpa merepotkan orang

lain
4) Berusaha berfikir kritis dengan mendengarkan perkataan orang

yang lebih tua


5) Berusaha meningkatkan keterampilan dan kreatifitas diri sebagai

persiapan di masa depan


6) Berusaha untuk menerima dan memahami peran seks usia dewasa
7) Berusaha menanamkan akhlak dan perilaku yang baik sesuai

dengan nilai agama


10

8) Berusaha mampu membina hubungan baik dengan anggota

kelompok yang berlainan jenis


9) Berusaha mencapai kemandirian emosional
10) Berusaha mencapai kemandirian ekonomi
11) Berusaha mengembangkan konsep dan keterampilan-keterampilan

intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai

anggota masyarakat
12) Berusaha mengembangkan perilaku tanggungjawab sosial yang

diperlukan untuk memasuki dunia dewasa


13) Berusaha mempersiapkan diri untuk memasuki usia dewasa dan

perkawinan
14) Berusaha memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab

untuk kehidupan kedepannya

Menurut Tirta Kusuma, (2014), perkembangan remaja dalam

perjalananya dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase remaja awal, fase

pertengahan , dan fase akhir.

1) Remaja awal (10-14 tahun)


Remaja pada masa ini mengalami pertumbuhan fisik dan seksual

dengan cepat. Pikiran difokuskan pada keberadaanya dan pada

kelompok sebaya. Identitas terutama difokuskan pada perubahan fisik

dan perhatian pada keadaan normal.


Perilaku seksual remaja pada masa ini lebih bersifat menyelidiki,

dan tidak membedakan. Sehingga kontak fisik dengan teman sebaya

adalah normal. Remaja pada masa ini berusaha untuk tidak bergantung

pada orang lain. Rasa penasaran yang tinggi atas diri sendiri

menyebabkan remaja membutuhkan privasi.


2) Remaja pertengahan (15-17 tahun)
11

Remaja pada fase ini mengalami masa sukar baik untuk dirinya

sendiri maupun orang dewasa yang berinteraksi dengan dirinya. Proses

kognitif remaja pada masa ini lebih rumit. Melalui pemikiran oprasional

formal, remaja pertengahan mulai bereksperimen dengan ide,

memikirkan apa yang dapat dibuat dengan barang barang yang ada,

mengembangkan wawasan, dan merefleksikan perasaan kepada orang

lain.
Remaja pada fase ini berfokus pada masalah identitas yang tidak

terbatas pada aspek fisik tubuh. Remaja pada fase ini mulai

bereksperimen secara seksual, ikut serta dalam perilaku beresiko, dan

mulai mengembangkan pekerjaan diluar rumah. Sebagai akibat dari

eksperimen beresiko, remaja pada fase ini dapat mengalami kehamilan

yang tidak diinginkan, kecanduan obat, dan kecelakaan kendaraan

bermotor. Pada fase ini perkembangan emosi menunjukkan sifat yang

sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai situasi dan

keadaan yang dialaminya.


3) Remaja akhir (18-21 tahun )
Remaja pada fase ini ditandai dengan pemikiran oprasional formal

penuh, termasuk pemikiran mengenai masa depan baik itu pendidikan,

kejuruan, dan seksual. Remaja akhir biasanya lebih berkomitmen pada

pasangan seksualnyadaripada remaja pertengahan. Kecemasan karena

perpisahan yang tidak tuntas dari fase sebelumnya dapat muncul pada

fase ini ketika mengalami perpisahan fisik dengan keluarganya.


Dalam perjalanan kehidupanya, remaja tidak akan lepas dari

berbagai macam konflik dalam perkembanganya. Setiap tingkatan


12

memiliki konflik sesuai dengan kondisi perkembangan remaja pada saat

itu. Konflik yang sering dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring

dengan perubahan yang mereka alami pada berbagai dimensi kehidupan

dalam diri mereka yaitu dimensi biologis, dimensi kognitif, dimensi

moral dan dimensi psikologis.

2.2 Menstruasi
2.2.1 Pengertian Menstruasi

Menstruasi atau mestruasi adalah keadaan normal wanita sebagai siklus

bulanan, berupa keluarnya darah dari rahim setelah ovulasi secara berkala

yang disebabkan oleh terlepasnya lapisan endometrium rahim. Darah yang

keluar dari rahim seorang wanita pada waktu-waktu tertentu yang bukan

karena disebabkan oleh suatu penyakit atau karena adanya proses persalinan.

Sifat darah ini berwarna merah kehitaman yang kental, keluar dalam jangka

waktu tertentu, bersifat panas, dan memiliki bau yang khas atau tidak sedap.

Menstruasi dimulai saat pubertas dan kemampuan seorang wanita untuk

mengandung anak atau masa reproduksi. Menstruasi biasanya dimulai antara

usia 10 sampai 16 tahun, tetapi rata-ratanya 12,5 tahun. (Himatu Mardiah

Rosana, 2015)

2.2.2 Fisiologi Menstruasi


Panjang siklus menstruasi rata-rata 28 +3 hari dan durasi rata-rata hari

menstruasi 5+2 hari dengan total kehilangan darah kurang lebih 130 ml.

Siklus menstruasi dapat dibagi menjadi 2 fase yaitu fase folikular dan

faseluteal, yang merupakan interaksi kompleks antara hipotalamus, hipofise,

dan ovarium. Siklus ini membutuhkan kerjasama yang serasi antara


13

kelenjar-kelenjar tersebut, yang melibatkan hormon-hormon seperti

gonadotropin releasing hormone (GnRH), follicle stimulating hormone

(FSH), luteinizing hormone (LH), estrogen, dan progesterone (Cunningham

dkk, 2012).
Hubungan antar hormon ini saling tergantung satu sama lainnya, di

mana hormon estrogen dan progesteron akan memberikan umpan balik

negatif dan positif terhadap sekresi LH dan FSH. Sekresi LH dan FSH yang

berasal dari kelenjar hipofise sangat tergantung dari sekresi GnRH dari

hipotalamus yang dicetuskan oleh efek umpan balik dari estrogen dan

progesteron. Hormon-hormon ini dilepaskan seperti lonjakan singkat dalam

waktu 1-3 jam, sehingga kadar konstan tidak dapat terdeteksi di dalam

sirkulasi. Frekuensi dan lonjakan tersebut dicetuskan oleh variasi hormon

estrogen dan progesteron selama siklus menstruasi.


Menurut Himatu Mardiah Rosana (2015), ada tiga tahapan yang terjadi

pada endometrium, yaitu:


1) Fase proliferatif atau fase estrogen
Fase ini terjadi kira-kira 5 hari setelah menstruasi, dan berlangsung

selama 11 hari. Estrogen disekresikan oleh ovarium untuk merangsang

pertumbuhan endometrium yang berefek pada sel-sel stroma dan

epitelial endometrium tumbuh dengan cepat, kelenjar-kelenjar pada

lapisan endometrium tumbuh dan memanjang, dan arteri-arteri juga

bertambah untuk memberikan nutrisi pada dinding endometrium yan

menebal. Peningkatan estrogen akan mencetuskan lonjakan LH pada

pertengahan siklus yang kemudian akan merangsang terjadinya ovulasi.

Saat ovulasi terjadi, ketebalan endometrium mencapai 3-4 mm. Pada


14

saat ini, kelenjar-kelenjar endometrium akan mensekresikan mukus yang

tipis dan berserabut, yang akan melindungi dan menggiring sperma

masuk ke dalam uterus.


2) Fase sekresi
Fase ini yang disebut juga fase progesteron yang terjadi setelah

ovulasi dan berlangsung kira-kira selama 12 hari. Korpus luteum

mensekresikan sejumlah besar progesteron dan sedikit estrogen.

Estrogen menyebabkan proliferasi sel di endometrium, sedangkan

progesteron menyebabkan penebalan pada endometrium dan

mengubahnya menjadi jaringan yang aktif mensekresi lendir.

Progesteron juga menghambat kontraksi otot polos uterus dan dalam

jumlah besar dapat melawan rangsangan dari estrogen dan

prostaglandin. Tebal endometrium mencapai kira-kira 5-6 mm seminggu

setelah ovulasi. Tujuannya untuk menyiapkan dinding rahim untuk

implantasi ovum jika terjadi fertilisasi.


3) Fase menstruasi
Fase ini yaitu fase peluruhan endometrium yang disebabkan oleh

kadar hormon estrogen dan progesteron yang menurun tiba-tiba,

sehingga membuat korpus luteum menjadi regresi. Luruhnya lapisan

endometrium, karena tidak didukung oleh kadar estrogen dan

progesterone yang tiba-tiba mengalami penurunan. Keadaan inilah yang

menyebabkan konstriksi pembuluh darah uterus yang menyebabkan

menurunnya asupan oksigen dan makanan ke miometrium. Setelah

mengalami konstriksi pembuluh darah, arteriol-arteriol endometrium

akan melebar yang menyebabkan perdarahan melalui dinding kapiler.


15

Aliran darah menstruasi tersebut terdiri dari darah yang tercampur

dengan lapisan fungsional dari endometrium.


Beberapa masalah yang terjadi dalam menstruasi diantaranya

ketidakteraturan siklus, perdarahain menstruasi yang lama lebih dari 10

hari, jumlah darah yang banyak, dan nyeri pada pada saat menstruasi

(Anurogo, 2011).

2.2.3 Nyeri Menstruasi


1) Pengertian Nyeri Menstruasi
Nyeri menstruasi atau dismenorea adalah kram otot yang dirasakan

pada perut bagian bawah yang muncul sebelum atau ketika mengalami

menstruasi. Menurut Widjanarko (2006) gejala yang dirasakan adalah

nyeri panggul atau perut bagian bawah (umumnya berlangsung 8–72

jam), yang menjalar kepunggung dan sepanjang paha, terjadi sebelum

dan selama menstruasi. Selain itu, tidak disertai dengan peningkatan

jumlah darah haid dan puncak rasa nyeri sering kali terjadi pada saat

perdarahan masih sedikit.


Keluhan nyeri menstruasi dapat terjadi bervariasi mulai dari yang

ringan sampai berat. Keparahan nyeri menstruasi berhubungan

langsung dengan lama dan jumlah darah menstruasi. Seperti diketahui

menstruasi hampir selalu diikuti dengan rasamulas/nyeri (Prawirohardjo

& Wiknjosastro, 2011)


Dismenore adalah nyeri perut yang berasal dari kram rahim dan

terjadi selama menstruasi. Faktor lainnya yang memperburuk nyeri

menstruasi adalah rahim yang menghadap ke belakang (retroversi),

kurang berolahraga, juga stres psikis atau stres sosial. Nyeri menstruasi
16

ini dimulai ketika atau tepat sebelum awitan atau awal perdarahan,

sepanjang hari pertama menstruasi, dan jarang setelahnya. Puncak nyeri

dicapai dalam 24 jam pramenstruasi, berulang ketika awitan atau awal

perdarahan (Saraswati, 2012).


Nyeri menstruasi seperti mirip kejang spasmodik, yang dirasakan

pada perut bagian bawah (area suprapubik) dan dapat menjalar ke paha

dan pinggang bawah dapat juga disertai dengan mual, muntah, diare,

nyeri kepala, nyeri pinggang bawah, iritabilitas, rasa lelah dan

sebagainya. Nyeri mulai dirasakan 24 jam saat menstruasi dan bisa

bertahan selama 48-72 jam (Baradero, 2006 & Suzannec, 2001)


Nyeri saat menstruasi mengakibatkan seseorang merasa lemas, lelah,

sakit kepala, perubahan nafsu makan, merasa cemas, sedih dan regulasi

emosinya terganggu sehingga sulit mengendalikan emosinya karena rasa

nyeri tersebut (Elisa, 2012).


Nyeri menstruasi juga sering disertai sakit kepala, mual, sembelit

atau diare, dan sering berkemih. Kadang-kadang sampai terjadi muntah.

Sementara diagnosisnya didasarkan pada gejala dan hasil pemeriksaan

fisik (Saraswati, 2012). Disimpulkan bahwa nyeri menstruasi adalah

suatu kondisi dimana seseorang mengalami sakit pada bagian perut dan

punggung saat terjadinya menstruasi, biasanya puncak nyeri terjadi

dalam 24 jam pramenstruasi.


2) Patofisiologi Nyeri Menstruasi
Nyeri menstruasi digolongkan menjadi 2 yaitu nyeri menstruasi

primer dan nyeri menstruasi sekunder. Nyeri menstruasi primer disebut

sebagai nyeri menstruasi sejati, intrinsik, esensial atau fungsional,

timbul sejak menars, biasanya pada bulan-bulan atau tahun-tahun


17

pertama menstruasi. Nyeri ini terjadi akibat dari penurunan hormon

progesteron dan estrogen kemudian terjadi peningkatan prostagladin

menyebabkan miometrium terangsang kemudian meningkatkan

kontraksi uterus dan kemudian menimbulkan nyeri. Terjadi pada usia

antara 15 sampai 25 tahun dan kemudian hilang pada usia akhir 20-an

atau awal 30-an dan tidak dijumpai kelainan alat-alat kandungan

dan hal ini terjadi . Nyeri menstruasi sekunder, dimulai pada usia

dewasa, menyerang wanita yang semula bebas dari nyeri menstruasi.

Disebabkan oleh adanya kelainan alat-alat kandungan, misalnya :

endometriosis, peradangan di daerah panggul, tumor kandungan, dan

sebagainya (Saraswati, 2012).


3) Hal-hal yang dirasakan Saat Nyeri Menstruasi
Perubahan mood sering menjadi ciri utama Premenstrual Syndrome

(PMS). PMS adalah gejala-gejala akibat perubahan hormon menjelang

masa menstruasi yaitu hormon estrogen dan progesteron yang

kemudian mengganggu metabolisme vitamin B6 dan prodiksi serotonin

juga terganggu yang dapat menimbulkan kecemasan, atau perubahan

mood. Umumnya periode ini terjadi 10 hari sebelum masa datang bulan,

saat kadar hormon estrogen dan progesteron berubah drastis. Sejak

masa awal pubertas, ovarium wanita mulai melepaskan hormon

estrogen. Dalam satu siklus menstruasi, estrogen terus dilepaskan

hingga mencapai puncaknya saat terjadi pelepasan sel telur atau ovulasi.

Setelah itu kadar estrogen menurun drastis sebelum akhirnya pelan-

pelan meningkat lagi (Murwitasari dalam Elisa, 2012).


18

Nyeri menstruasi sering diidentikkan dengan depresi, kecemasan,

perasaan yang sensitif, regulasi emosi atau bahkan kemarahan dan

membenci diri sendiri. Wanita yang sedang mengalami nyeri menstruasi

cenderung mempersepsikan segala hal atau komentar dari sudut

pandang negatif, meski fakta nyatanya tidak demikian. Selain suasana

hati yang terpengaruh perubahan kadar hormon (Murwitasari dalam

Elisa, 2012)
4) Tingkatan Nyeri Menstruasi (Dismenore)
Nyeri menstruasi dapat menyebabkan berbagai gangguan bagi

penderita, mulai dari pusing, mual, pegal-pegal, sakit perut, bahkan

sampai pingsan. Terkadang gangguan tersebut dapat mengakibatkan

penderita tidak dapat beraktivitas seperti biasa karena rasa sakit yang

luar biasa. Selain itu, nyeri menstruasi juga dapat berlangsung lebih dari

sehari. Berdasarkan indikasinya, nyeri menstruasi memiliki tingkatan

sehingga penderita dapat mengetahui sesuai dengan yang dirasakan saat

menstruasi.
a. Tingkatan nyeri menstruasi (dalam Jacoeb dkk, 1990: 2), yaitu :
1) Nyeri Menstruasi Ringan
Rasa nyeri yang berlangsung beberapa saat, sehingga hanya

diperlukan istirahat sejenak (duduk, berbaring) untuk

menghilangkannya, tanpa disertai obat. Dapat melakukan kerja

atau aktivitas sehari-hari.

2) Nyeri Menstruasi Sedang


Diperlukan obat untuk menghilangkan rasa nyeri, tanpa perlu

meninggalkan aktivitas sehari-hari. Dismenore ini biasanya nyeri

berlangsung antara satu hari atau lebih.


3) Nyeri Menstruasi Berat
19

Diperlukan istirahat beberapa lama dengan akibat

meninggalkan aktivitas sehari-hari selama satu hari atau lebih.

Andersch dan Milson (dalam Jacoeb dkk, 1990: 18) membagi tingkatan

nyeri menstruasi dalam 4 derajat :

Tabel 2.1

Derajat Nyeri Menstruasi

Derajat Perubahan
0 Tanpa rasa nyeri, aktivitas sehari-hari tidak terpengaruh

I Nyeri ringan, jarang memerlukan analgetika, aktivitas sehari-


hari jarang terpengaruh

II Nyeri sedang, memerlukan analgetika, aktivitas sehari-hari


terganggu tetapi jarang absen dari sekolah atau pekerjaan

III Nyeri berat, nyeri tidak banyak berkurang dengan analgetika,


tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari, timbul keluhan
nyeri kepala, kekekahan, mual, muntah.

Untuk mengukur skala nyeri ada juga skala ukur Numeral Rating

Scale (NRS), yaitu suatu alat ukur yang meminta pasien untuk menilai

rasa nyerinya sesuai dengan level intensitas nyerinya pada skala

numeral dari 0-10 atau 0-100. Angka 0 berarti “no pain” dan 10 atau

100 berarti “severe pain” (nyeri hebat). NRS lebih digunakan sebagai

alat pendeskripsian kata. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji

intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik (Potter &

Perry, 2005).

Gambar 2.1 Skala Penilaian Nyeri Numeral Rating Scale (NRS)


20

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak Nyeri Nyeri Nyeri


Nyeri Ringan Sedang Berat
2.3 Regulasi Emosi
2.3.1 Pengertian Regulasi Emosi
Regulasi merupakan pengaturan (Badudu, 2012), sedangkan emosi

merupakan keadaan yang ditimbulkan oleh situasi tertentu (khusus), dan

emosi cenderung terjadi dalam kaitannya dengan perilaku yang mengarah

(approach) atau menyingkiri (avoidance) terhadap sesuatu, dan perilaku

tersebut pada umumnya disertai adanya ekspresi kejasmanian, sehingga

orang lain dapat mengetahui bahwa seseorang sedang mengalami emosi

(Walgito, 2012).
Emosi (emotion) sebagai perasaan, afek, yang terjadi ketika seseorang

berada dalam sebuah kondisi atau sebuah interaksi yang penting baginya,

khususnya bagi kesejahteraannya (Campos; Campos, Frankel, & Camras

dalam Santrock, 2012). Tidak hanya kognisi yang berperan penting dalam

relasi kawan-kawan sebaya, emosi juga tidak kalah penting. Sebagai contoh,

kemampuan meregulasi emosi berkaitan dengan keberhasilan dalam

menjalin relasi dengan kawan-kawan sebaya (Rubin, Underwood,

Underwood & Hurley dalam Santrock, 2012). Remaja yang memiliki

ketrampilan meregulasi diri yang efektif dapat mengatur ekspresi emosinya

dalam konteks membangkitkan emosi yang kuat, seperti ketika seorang

kawan mengatakan sesuatu yang negatif (Santrock, 2012).


Menurut Thompson (dalam Gross 2012) regulasi emosi adalah

serangkaian proses dimana emosi diatur sesuai dengan tujuan individu, baik
21

dengan cara otomatis atau dikontrol, disadari atau tidak disadari dan

melibatkan banyak komponen yang terus bekerja sepanjang waktu. Regulasi

emosi melibatkan perubahan dalam dinamika emosi dari waktu munculnya,

besarnya,lamanya dan mengimbangi respon perilaku, pengalaman atau

fisiologis. Regulasi emosi dapat mempengaruhi, memperkuat atau

memelihara emosi, tergantung pada tujuan individu.


Menurut Reivich (2013) regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap

tenang dibawah tekanan. Individu yang memiliki kemampuan meregulasi

emosi dapat mengendalikan dirinya apabila sedang kesal dan dapat

mengatasi rasa cemas, sedih atau marah sehingga mempercepat dalam

pemecahan suatu masalah. Pengekspresian emosi, baik negatif maupun

positif merupakan hal yang sehat dan konstruktif asalkan dilakukan dengan

tepat. Reivich (2013) mengemukakan dua hal penting yang terkait dengan

regulasi emosi, yaitu ketenangan (calming) dan fokus (focusing). Individu

yang mampu mengelola kedua ketrampilan ini dapat membantu meredakan

emosi yang ada, memfokuskan pikiran-pikiran yang mengganggu dan

mengurangi stres.
Davidson, Fox, Kalin (dalam Gross, 2012) mengemukakan bahwa

regulasi emosi sebagai pemikiran atau perilaku yang dipengaruhi oleh

emosi. Ketika individu mengalami emosi yang negatif, individu biasanya

tidak dapat berfikir dengan jernih dan melakukan tindakan diluar kesadaran.

Regulasi emosi adalah bagaimana seseorang dapat menyadari dan mengatur

pemikiran dan perilakunya dalam emosi-emosi yang berbeda (positif atau

negatif).
22

Disimpulkan bahwa definisi regulasi emosi adalah sebuah proses

individu dalam mengolah emosinya agar dapat melakukan penyesuaian

terhadap emosi yang sedang terjadi pada diri mereka.Pada saat individu

dapat melakukan regulasi emosi dengan baik maka ia akan menunjukan

ekspresi emosi yang lebih positif sebaliknya jika individu kurang mampu

melakukan regulasi emosi maka ia cenderung untuk bertindak negatif.


2.3.2 Aspek-Aspek Regulasi Emosi
Menurut Gross (2012), ada tiga aspek regulasi emosi sebagai berikut :
1) Dapat mengatur emosi dengan baik yaitu emosi negatif atau positif.
Regulasi emosi berfokus pada pengalaman emosi dan perilaku

emosi. Regulasi emosi tidak hanya dilakukan ketika individu

mengalami emosi negatif akan tetapi digunakan pula untuk meregulasi

emosi positif agar ditunjukan dengan tidak berlebihan misalnya

penurunan kebahagiaan untuk menyesuaikan diri secara sosial. Pada

masa kanak-kanak, anak tidak hanya memandang hubungan antara

situasi dan emosi akan tetapi anak mampu memperkirakan emosi dan

ekspresi yang harus ditunjukan. Anak mengetahui bahwa ekspresi

emosi tidak selalu dihargai.


2) Dapat mengendalikan emosi secara sadar, mudah dan otomatis.
Dapat dengan cepat mengalihkan perhatian dengan cara pergi dari

bahan yang berpotensi mengganggu. Regulasi emosi yang baik

dimulai dari adanya kesadaran terhadap emosi yang dirasakan

kemudian adanya kontrol emosi. Kesadaran emosi membantu individu

dalam mengontrol emosi yang dirasakan dengan demikian individu

mampu menunjukan respon yang adaptif dari emosi yang dirasakan.


Gross (2012) menyatakan bahwa pada dasarnya semua individu

dapat menyadari emosi yang mereka rasakan dari pengalaman emosi


23

yang pernah mereka alami. Pengalaman emosi yang dimiliki individu

biasanya berkaitan dengan situasi tertentu sehingga individu

cenderung akan menghindari situasi yang mampu memicu munculnya

emosi. Secara spesifik emosi yang pertama dialami oleh individu yaitu

marah, sedih, dan takut. Pengalaman emosi dasar dengan

kecenderungan respon yang sesuai biasanya menghasilkan

pengalaman emosi yang akan mempengaruhi kemampuan individu

dalam mengontrol emosi dan ekspresi emosi individu. Awalnya

regulasi emosi dilakukan secara sengaja atau dikontrol namun lama-

kelaman akan muncul tanpa disadari. Contohnya individu

menyembunyikan kemarahan yang ia rasakan ketika ditolak oleh

teman atau cepat mengalihkan perhatian dari situasi yang berpotensi

menimbulkan emosi.
3) Dapat menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah

yang dihadapinya.
Regulasi emosi mampu menjadi strategi koping bagi individu

ketika dihadapkan pada situasi yang menekan. Regulasi emosi dalam

hal ini dapat membuat hal-hal menjadi lebih baik atau bahkan lebih

buruk tergantung situasinya. Setiap individu memiliki cara yang

berbeda dalam meregulasi emosi. Cara yang digunakan setiap individu

untuk meregulasi emosinya akan menimbulkan konsekuensi tersendiri

apabila cara regulasi emosi yang digunakan tidak sesuai oleh

lingkungan disekitarnya. Strategi peraturan dapat mencapai tujuan

seseorang tetapi tetap dapat dirasakan oleh orang lain sebagai


24

maladaptif, seperti ketika anak menangis keras untuk mendapatkan

perhatian.
2.3.3 Strategi Regulasi Emosi
Menurut Gross (2012) strategi regulasi emosi memiliki lima rangkaian

proses strategi yaitu situation selection, situation modification, attantional

deployment, cognitive change, response modulation. Kelima strategi

tersebut kemudian di golongkan dalam dua dimensi regulasi emosi yaitu

attecedent-focused (cognitive reappraise) adapun bentuk regulasinya yaitu

situation selection, situation modification, attantional deployment, cognitive

change. kedua yaitu response-focused (ekspresive suppression) bentuk

regulasinya yaitu response modulation.Berikut penjelasan lebih lanjut:


1) Cognitive reappraise
Cognitively reappraise yaitu penafsiran terhadap situasi yang

menekan dengan cara menurunkan emosi dengan melakukan penilaian

kembali pada situasi yang dihadapi, sehingga individu mampu

mengantisipasi dan meregulasi sebelum emosi itu muncul. Sub dimensi

yang menyusun cognitive reappraise diantaranya yaitu:


a. Situasi Selection (Pemilihan Situasi).
Jenis regulasi emosi yang melibatkan pengambilan tindakan yang

membuatnya meningkat atau menurun tergantung situasi yang

diharapkan. Contohnya, seseorang yang lebih memilih nonton dengan

temannya daripada belajar pada malam sebelum ujian untuk

menghindari rasa cemas yang berlebihan.


b. Situasion Modification (Modifikasi Situasi).
Modifkasi situasi merupakan usaha mengubah pengaruh kuat

emosi dengan memodifikasi situasi yang menimbulkan emosi.

Individu mengubah emosi sedemikian rupa sehingga mampu


25

memotivasi diri terutama ketika individu berada dalam keadaan putus

asa, marah, dan cemas. Modifikasi situasi meliputi pemilihan respon

yang adaptif yaitu pemilihan ekspresi emosi dengan cara yang sesuai

dengan situasi dan tujuannya. Modifikasi yang dimaksud berhubungan

dengan faktor esternal dan fisik. Faktor internal yaitu pada masa

kanak-kanak dan orang dewasa modifikasi situasi bisa menggunakan

ungkapan kata-kata untuk membantu mnyelesaikan masalah atau

untuk memastikan respon emosi yang digunakan. Pihak eksternal

yang membantu memodifikasi situasi seperti orangtua, pasangan atau

teman yang mendukung adanya intervensi khusus dari pihak eksternal

tersebut. Contohnya orangtua yang membujuk anaknya untuk tidak

takut disunti (Gross, 2012).


Pemilihan modifikasi situasi berkaitan dengan ekspresi emosi dan

konsekuensi sosial. Misalnya orangtua yang berusaha memberikan

dorongan secara simpatis terhadap reaksi emosi negatif anaknya,

sehingga anak mampu emosinya dengan lebih adaptif. Dengan

demikian anak akan memperoleh kemampuan regulasi emosi yang

lebih positif dimasa yang akan datang.


c. Attention Deployment (Pengalihan Perhatian).
Suatu cara dimana seseorang mengarahkan perhatian mereka

dalam situasi tertentu untuk menghindari timbulnya emosi yang

berlebihan. Rothbart, dkk (dalam Gross, 2012) menambahkan bahwa

penyebaran perhatian merupakan salah satu pengaturan emosi pertama

pada sebuah perkembangan dan digunakan dari sejak seorang masih

bayi hingga menjadi dewasa, khususnya jika mengubah atau


26

memodifikasi situasi tidak bisa dilakukan. Pengalihan perhatian

memiliki beberapa strategi yaitu distraksi, konsentrasi dan ruminasi.


Distraksi merupakan bentuk pengalihan perhatian yang

melibatkan fisik misalnya menutup mata atau telinga untuk merespon

emosi yang dirasakan. Distraksi ini meliputi perubahan internal fokus

seperti mengubah pikiran atau ingatan yang tidak relevan dengan

situasi yang terjadi. Contohnya pada saat individu melibatkan

pemikiran atau ingatan yang menyenangkan ketika individu

dihadapkan pada emosi yang kurang menyenangkan. Sedangkan

konsentrasi individu dapat menciptakan keadaan yang menguatkan

diri sendiri. Konsentrasi dalam hal ini mampu memberikan kekuatan

dalam menghadapi situasi yang terjadi (Gross, 2012)


Ruminasi mengacu pada perhatian yang terfokus pada perasaan

yang meliputi situasi serta konsekuensinya.Apabila anak sadar akan

pengalaman emosinya, kepercayaan mereka terhadap pengalihan

perhatian untuk meregulasi emosi akan meningkat. Anak Sekolah

Dasar sangat menyadari bahwa intensitas emosi mereka bisa

berkurang, ketika mereka tidak terlalu memikirkan situasi yang

memicu munculnya emosi.


d. Cognitive Change (Perubahan Kognitif).
Perubahan kognisi dilakukan dengan mengubah cara berfikir

tentang situasi untuk mengatur emosi. Individu mengatur dan

menyeimbangkan emosi negatif yang akan membuat individu tidak

terbawa dan terpengaruh secara mendalam oleh emosi yang diraskan

yang mengakibatkan pemikiran yang tidak rasional. Dalam perubahan


27

kognisi terdapat dua hal yang penting yaitu pemaknaan pada situasi

yang terjadi dan pemilihan makna. Individu yang melakukan

perubahan kognisi harus melakukan pemaknaan terhadap situasi yang

terjadi (Gross, 2012).


Pemaknaan terhadap situasi yang terjadi dapat memberikan

makna yang bermacam-macam namun bisa saja hanya memberikan

satu macam makna. Dikarenakan terdapat berbagai macam makna

maka individu harus melakukan pemilihan makna. Pemilihan makna

yang dilakukan oleh individu akan menentukan respon emosional

terhadap situasi yang terjadi.Contohnya, seseorang yang berpikir

bahwa kegagalan yang dihadapi sebagai suatu tantangan daripada

suatu ancaman (Gross, 2012),


2) Ekpresive suppression
Ekpresive suppression yaitu kemampuan individu untuk mengatur

emosi ketika reaksi emosi dimunculkan. Ekspresion suppression

merupakan cara meregulasi emosi dengan memanipulasi output dari

sistem emosi yang melibatkan hambatan terus menerus sehingga regulasi

emosi dilakukan setelah emosi muncul.Ekspresion suppression berfokus

pada respon, munculnya relatif belakangan pada proses yang

membangkitkan emosi, terutama mengubah aspek perilaku dari respon.

Strategi ini efektif untuk mengurangi ekspresi emosi negatif.Sub dimensi

dari ekspresion suppression yaitu response modulation (modulasi respon)

(Gross, 2012).
2.3.4 Ciri-ciri Regulasi Emosi yang Baik
Anak dikatakan mampu melakukan regulasi emosi jika anak tersebut

memiliki kendali yang cukup baik terhadap emosi yang muncul. Ciri
28

anak yang mampu melakukan regulasi emosi dengan baik menurut Gross

(2012) yaitu:
1) Toleransi yang lebih tinggi terhadap frustasi dan

pengelolaan amarah.
2) Berkurangnya ejekan verbal, perkelahian, dan gangguan

diruang kelas.
3) Lebih mampu mengungkapkan marah dengan tepat, tanpa

berkelahi.
4) Berkurangnya perilaku agresif atau merusak diri sendiri.
5) Perasaan yang lebih positif tentang diri sendiri, sekolah,

dan keluarga.
6) Lebih baik dalam menangani ketegangan jiwa.
7) Berkurangnya kesepian dan kecemasan dalam pergaulan.

2.3.5 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Regulasi Emosi

Menurut Salovey dan Sluyter (dalam Putri, 2013) terdapat tiga faktor

yang mempengaruhi regulasi emosi, diantaranya yaitu:

1) Usia dan Jenis Kelamin

Anak perempuan yang berusia 7 hingga 17 tahun lebih mampu

meluapkan emosi jika dibandingkan dengan anak laki-laki, dan anak

perempuan mencari dukungan lebih banyak jika dibandingkan dengan

anak laki-laki yang lebih memilih untuk meluapkan emosinya dengan

melakukan latihan fisik.

2) Hubungan Interpersonal.

Hubungan interpersonal dan regulasi emosi berhubungan dan saling

mempengaruhi (Putri, 2013). Jika individu ingin mencapai suatu tujuan

untuk berinteraksi dengan lingkungan dan individu lainnya, maka emosi

akan meningkat. Biasanya emosi positif meningkat bila individu


29

mencapai tujuannya dan emosi negatif meningkat bila individu menemui

kesulitan dalam mencapai tujuannya.

3) Hubungan Antara Orang tua dengan Anak.


Menurut Banerju (dalam Putri, 2013) bahwa orang tua memiliki

pengaruh dalam emosi anak-anaknya. Orang tua menetapkan dasar dari

perkembangan emosi anak dan hubungan antara orang tua dan anak

menentukan konteks untuk tingkat perkembangan emosi di masa remaja.

Regulasi emosi yang dimiliki orang tua juga dapat mempengaruhi

hubungan orang tua dan anak karena tingkat kontrol dan kesadaran diri

mereka ditiru oleh anak yang sedang berkembang.


2.3.6 Proses Kognisi Regulasi Emosi
Fungsi kognisi (otak) memegang peranan penting dalam proses

pengekspresian emosi, karena regulasi emosi dalam otak berada dalam

hemisfer otak kanan. Hal senada dikemukakan oleh Gross (dalam Fardah,

2012) bahwa regulasi emosi salah satunya adalah emosi marah berada dalam

amigdala, ketika indra manusia menerima sinyal dari sekeliling, maka sinyal

yang berhubungan dengan emosi tersebut dikirim ke bagian hipothalamus

diteruskan ke amigdala, secara seketika orang tersebut menjadi “tidak

berpikir” lagi, dan apabila ini berlanjut, sinyal dikirim ke reptilian brain

(spantaneous, reflex), dalam keadaan seperti ini, orang tersebut dapat

langsung melakukan tindakan-tindakan emosi. Fenomena ini sering disebut

sebagai amygdala hijack, pembajakan oleh amigdala.


Pembajakan amigdala terjadi karena amigdala dapat “mengkudeta” otak

(atau neocortex yang berfungsi untuk berpikir), sehingga respon orang

tersebut langsung secara refleks. Individu yang berhasil mengatur emosinya


30

adalah individu yang dapat mengendalikan sinyal emosi yang berasal dari

luar agar tidak langsung menuju amigdala akan tetapi dibelokkan ke

neocortex terlebih dahulu (Putri, 2013).

2.4 Hubungan Regulasi Emosi dengan Nyeri Menstruasi


Nyeri menstruasi adalah suatu kondisi dimana saat menstruasi individu

mengalami sakit pada punggung dan perut bagian bawah. Nyeri menstruasi

pada dasarnya dirasakan oleh semua wanita pada beberapa saat dalam

kehidupannya. Nyeri menstruasi mempunyai insiden tertinggi pada wanita

mempunyai tingkat stres sedang hingga tinggi dibanding dengan wanita yang

mempunyai tingkat stres rendah.Saguni dkk (2013) melaporkan 91 orang

(68,9%) orang yang mengalami nyeri menstruasi aktivitasnya terganggu. Dan

nyeri menstruasi menyebabkan remaja puteri sulit berkonsentrasi karena

ketidaknyamanan yang dirasakan ketika nyeri menstruasi. Masa remaja

biasanya dirasakan sebagai masa sulit, baik bagi remaja sendiri maupun bagi

keluarga atau lingkungannya.


Masa remaja biasanya memiliki energi yang besar, emosi yang berkobar-

kobar, sedangkan pengendalian diri belum sempurna. Remaja yang dapat

mengendalikan emosinya dapat mendatangkan kebahagiaan bagi mereka.

Kebahagiaan seseorang dalam hidup ini bukan karena tidak adanya bentuk-

bentuk emosi dalam dirinya, melainkan kebiasaannya memahami dan

menguasai emosi. Regulasi emosi merupakan kemampuan individu dalam

mengatur atau mengontrol emosi yang muncul pada tingkat intensitas yang

tepat untuk mencapai suatu tujuan. Regulasi emosi dapat mempengaruhi,


31

memperkuat atau memelihara emosi, tergantung pada tujuan individu

(Salamah, 2013)
Regulasi emosi mempunyai peranan penting dalam menentukan perilaku

individu. Ketika individu mengalami emosi yang negatif, individu biasanya

tidak dapat berpikir dengan jernih dan melakukan tindakan diluar kesadaran

(Gross, 2012). Individu yang memiliki kemampuan meregulasi emosi dapat

mengendalikan dirinya apabila sedang kesal dan dapat mengatasi rasa cemas,

sedih atau marah sehingga mempercepat dalam pemecahan suatu masalah.

Sekitar 4,5% dari perempuan menderita secara teratur perubahan suasana hati

yang negatif yang parah dalam beberapa hari menstruasi. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa remaja yang tidak dapat mengatur atau mengontrol

emosinya saat menstruasi terjadi timbulnya nyeri (Muntari, 2014).

2.5 Cara Mengukur Regulasi Emosi


Alat ukur untuk mengukur regulasi emosi yaitu dengan menggunakan

skala ERQ ( Emotion Regulation Questionnaire) Skala ERQ terdiri dari

beberapa item pertanyaan, dengan menggunakan 2 skala yaitu Ya dan Tidak,

dengan hasil regulasi emosi negatif, dan regulasi emosi positif, artinya jika

hasil menunjukan positif berarti sample dapat mengontrol emosinya dan

sebaliknya jika hasilnya negatif berarti sample tidak bisa mengendalikan

emosinya (Gross, 2012).


32

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain descriptive korelasional dengan

menggunakan pendekatan cross sectional study, yaitu penelitian melakukan

pengukuran atau penelitian dalam satu waktu. Tujuan spesifik penelitian

cross-sectional adalah untuk mendeskripsikan fenomena atau hubungan

berbagai fenomena atau hubungan antar variabel independen dan variabel

dependen dalam satu waktu (Notoatmojo, 2012).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat nyeri

menstruasi dengan regulasi emosi.

3.2 Paradigma Penelitian

Paradigma penelitian merupakan pola fikir yang menunjukan variabel

yang akan diteliti yang sekaligus mencerminkan jelas dan jumlah rumusan

masalah yang perlu dijawab melalui penelitian. Teori digunakan untuk

merumuskan hipotesis dengan teknik statistika yang akan digunakan

(Notoatmojo, 2012).

Nyeri menstruasi atau dismenorea adalah kram otot yang dirasakan pada

perut bagian bawah yang muncul sebelum atau ketika mengalami menstruasi.

Nyeri yang dirasakan terkadang bisa cukup parah dan menyebar hingga ke

punggung dan paha, sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Rasa nyeri


33

ini bisa berlangsung selama dua hingga tiga hari (Prawirohardjo &

Wiknjosastro, 2011).

Regulasi emosi adalah serangkaian proses dimana emosi diatur sesuai

dengan tujuan individu, baik dengan cara otomatis atau dikontrol, disadari

atau tidak disadari dan melibatkan banyak komponen yang terus bekerja

sepanjang waktu. Regulasi emosi melibatkan perubahan dalam dinamika

emosi dari waktu munculnya, besarnya,lamanya dan mengimbangi respon

perilaku, pengalaman atau fisiologis. Regulasi emosi dapat mempengaruhi,

memperkuat atau memelihara emosi, tergantung pada tujuan individu (Gross,

2012)
34

3.3 Kerangka Konsep

Menstruasi

Penurunan hormone
progesterone dan
estrogen

Peningkatan PGE 2
dan PGF 2a dalam
darah

-Tidak Nyeri
Meningkatkan Nyeri -Nyeri Ringan
kontraksi uterus
-Nyeri Sedang

-Nyeri Berat

Metabolisme vitamin
B6 terganggu
Psikologi:
Regulasi Emosi:
Produksi serotonin -Cemas
terganggu -Positif
-Sedih
-Negatif
-Marah

Keterangan:

: Tidak Diteliti : Diteliti


35

Sumber : (Modifikasi Anurogo 2011, Murwitasari 2011 dan Elisa, 2012)

3.4 Hipotesa Penelitian

Ha : Terdapat hubungan Tingkat Nyeri Menstruasi dengan Regulasi Emosi

3.5 Variabel Penelitian


3.5.1 Variabel Independen (bebas)

Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah tingkat nyeri menstruasi.

3.5.2 Variabel Dependen


Variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah regulasi emosi.

3.6 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional

3.6.1. Definisi Konseptual


Definisi konseptual adalah uraian tentang batasan variabel yang

dimaksud atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan

(Notoatmojo, 2012).

Nyeri menstruasi atau dismenorea adalah kram otot yang dirasakan

pada perut bagian bawah yang muncul sebelum atau ketika mengalami

menstruasi. Nyeri yang dirasakan terkadang bisa cukup parah dan menyebar

hingga ke punggung dan paha, sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.

Rasa nyeri ini bisa berlangsung selama dua hingga tiga hari (Prawirohardjo

& Wiknjosastro, 2011).

Regulasi emosi adalah serangkaian proses dimana emosi diatur sesuai

dengan tujuan individu, baik dengan cara otomatis atau dikontrol, disadari

atau tidak disadari dan melibatkan banyak komponen yang terus bekerja

sepanjang waktu. Regulasi emosi melibatkan perubahan dalam dinamika


36

emosi dari waktu munculnya, besarnya,lamanya dan mengimbangi respon

perilaku, pengalaman atau fisiologis. Regulasi emosi dapat mempengaruhi,

memperkuat atau memelihara emosi, tergantung pada tujuan individu

(Menurut Thompson dalam Gross 2013)

3.6.2 Definisi Operasional


Definisi operasional merupakan penjelasan dari semua variabel dan

istilah yang dipergunakan dalam penelitian secara operasional sehingga

memudahkan pembaca atau peneliti dalam mengartikan penelitian

(Notoatmojo, 2012).
Tabel
Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala


1 Independen Nyeri Menstruasi numerical 0 :Tidak Nominal
Nyeri Menstruasi (dismenore) adalah rasa rating scale Nyeri
sakit yang dirasakan oleh (NRS), 1-3 : Nyeri
individu saat mengalami ringan
menstruasi dari mulai hari 4-6 : Nyeri
pertama sampai dengan sedang
hari ketiga. 7-10 : Nyeri
berat

2 Dependen Regulasi emosi adalah ERQ Negatif : 0-20 Ordinal


Regulasi Emosi kemampuan individu untuk (Emotion Positif : 21-40
mengontrol serta Regulation
menyesuaikan emosi. Quisenaire)

3.7 Populasi dan Sampel

3.7.1 Populasi
37

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang akan

diteliti (Notoatmojo, 2012). Populasi dalam penelitian ini yaitu semua

remaja putri kelas 12 dari 7 kelas yang sudah mengalami menstruasi yaitu

berjumlah 124 siswi.

3.7.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili populasi yang akan

diambil. Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sedangkan

sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili

populasi yang ada (Notoatmojo, 2012).

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

Purposive Sampling berdasarkan kriteria sampel ( inklusi dan eksklusi).

Pengambilan sampel secara purpsive merupakan teknik penentuan sampel

dengan pertimbangan tertentu. Teknik ini bisa diartikan sebagai suatu proses

pengambilan sampel dengan menentukan terlebih dahulu jumlah sampel

yang hendak diambil, kemudian pemilihan sampel dilakukan berdasarkan

tujuan-tujuan tertentu, asalkan tidak menyimpang dari ciri-ciri sampel yang

ditentukan (Notoatmojo, 2012).

3.7.3 Kriteria Sampel

Pada penelitian ini, peneliti memiliki kriteria inklusi dan eksklusi.

1) Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian mewakili

sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel (Notoatmojo,

2012)
38

Kriteria sampel inklusi:

a. Siswi yang sedang mengalami menstruasi hari pertama

sampai hari ketiga

b. Siswi yang bersedia menjadi responden

2) Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat

diambil sebagai sampel (Notoatmojo, 2012).

Kriteria sampel eksklusi:

a. Siswi yang sedang sakit

3.7.4 Besar Sampel

Dalam penelitian ini, jumlah sampel yang ditentukan oleh Sugiyono (2010)

sebagai berikut:

n= N

1+N(d)²

Keterangan :

n : Jumlah sampel

N : Jumlah populasi

d : Tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan (0,5)

Jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu

n= 124

1 + 124 (0,5)²

= 124

1 + 124 (0,025)

= 124
39

1+ 3,1

= 124

4,1

n = 30

Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 siswi

3.8 Pengumpulan Data

3.8.1 Instrumen Penelitian

Instrument penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan

hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis,

sehingga lebih mudah diolah. (Arikunto, 2010).

Instrument yang digunakan pada penelitian ini adalah Numeral Rating

Scale (NRS) sebagai alat untuk mengukur skala nyeri mentruasi yaitu suatu

alat ukur yang meminta pasien untuk menilai rasa nyerinya sesuai dengan

level intensitas nyerinya pada skala numeral dari 0-10, dan ERQ (Emotion

Regulation Quisenaire) yaitu kuisioner untuk regulasi emosi.

3.8.1 Uji Validitas Dan Reabilitas

1) Uji Validitas
40

Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu

benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2010). Validitas

merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada objek

penelitian yang dapat dilaporkan oleh peneliti (Sugiyono,2010).

Dalam penggunaan instrumen harus dilakukan ujicoba terlebih

dahulu untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan siap untuk

mengukur apa yang akan diukur (validitas) dan instrumen tersebut

reliabel apabila instrumen yang digunakan beberapa kali untuk mengukur

objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. (Sugiyono, 2012).

Dalam penelitian ini instrumen untuk mengukur regulasi emosi

menggunakan instrumen yang telah terstandar yaitu kuisioner ERQ

(Emotion Regulation Quisenaire) dan sudah dilakukan uji validitas oleh

peneliti Dwi Anna Khoerunisya dengan judul penelitian “Hubungan

Regulasi Emosi Dengan Rasa Nyeri Haid Pada Dewasa Awal Mahasiswi

Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang” dengan nilai r

0,381, sehingga tidak dilakukan uji validitas lagi.

Untuk skala nyeri menggunakan instrumen numerical rating scale

(NRS) dengan skala numerik 0-10 yang sudah menjadi alat ukur baku,

maka tidak perlu dilakukan uji validitas lagi.

2) Uji Reliabilitas
41

Uji reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu

alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti

menunjukan sejauh mana hasil pengukuran ini tetap konsisten bila

dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama,

dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo).

Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan

berkali-kali mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang

sama. Suatu alat ukur dianggap reliabel apabila nilai koefesien alpha

bernilai positif yang diperoleh lebih besar dari 0,6 (Youfu,dkk, 2012).

Kuisioner ini sebelumnya telah diuji reliabilitas oleh peneliti Dwi Anna

Khoerunisya dengan judul penelitian “Hubungan Regulasi Emosi Dengan

Rasa Nyeri Haid Pada Dewasa Awal Mahasiswi Fakultas Ilmu

Pendidikan Universitas Negeri Semarang” menggunakan Kuder

Richardson (KR20) karena kuisioner dalam penelitian ini hanya ada dua

pilihan jawaban yaitu Ya dan Tidak dengan perolehan nilai 0,932, karena

nilai yang melebihi 0,6 maka nilai tersebut dinyatakan reliabel.

3.9 Langkah-langkah Penelitian

3.9.1 Tahap Persiapan

Tahapan-tahapan prosedur dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1) Menentukan lahan penelitian

2) Pengkajian penelitian
42

3) Penyusunan proposal penelitian dan konsultasi

4) Menyiapkan perlengkapan penelitian dan pengumpulan data

5) Seminar penelitian

6) Perbaikan dari seminar proposal

3.9.2 Tahap Pelaksanaan

1) Menemui kepala sekolah SMAN 1 cicalengka dan

memberikan surat izin penelitian untuk dapatkan ijin penelitian.


2) Menemui wali kelas responden mendapatkan ijin penelitian
3) Memperkenalkan diri kepada calon responden
4) Peneliti melakukan inform consent kepada responden
5) Peneliti memberikan nomor telepon peneliti kepada

responden yang masuk kriteria inklusi untuk kemudian responden

menghubungi peneliti ketika mengalami menstruasi hari pertama

atau sampai hari ke tiga.


6) Kontrak waktu dan tempat untuk pengisian kuisioner

regulasi emosi (ERQ) dan skala nyeri (NRS).


7) Responden diminta mengisi surat persetujuan menjadi

responden
8) Responden dipersilahkan mengisi kuisioner regulasi emosi

(ERQ) dan skala nyeri (NRS)


9) Kuisioner yang sudah lengkap dikembalikan kepada

peneliti.

3.9.3 Tahap Akhir

1) Penyusunan laporan penelitian

Laporan penelitian disusun dalam bentuk tulisan agar hasil diketahui

oleh orang lain sehingga dapat mengecek kebenarannya.

2) Penyajian data
43

Hasil penelitian kemudian disajikan dalam bentuk table dan narasi

3.10 Pengolahan Data dan Analisa Data

3.10.1 Teknik Pengolahan Data

Proses pengolahan ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1) Penyuntingan (Editing)

Pada penelitian ini seluruh responden mengisi kuisioner dengan

lengkap.

2) Pemberian Kode (Coding)

Merupakan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang

terdiri atas beberapa kategori. Pada penelitian ini, setelah kuisioner

dikoreksi dengan lengkap, kemudian peneliti memberikan kode sesuai

dengan kriteria masing-masing variabel, yaitu:

Pada kriteria variabel tingkat nyeri menstruasi, kode yang digunakan

adalah:

0 = Tidak Nyeri
1 = Nyeri Ringan

2 = Nyeri Sedang

3 = Nyeri Berat

Pada kriteria variabel regulasi emosi, kode yang digunakan adalah:


1 = Positif
0 = Negatif
Jawaban regulasi emosi dengan nilai 1, jawaban “Ya” ada pada nomor

1, 3, 4, 6, 7, 9, 11, 13, 19, 20, 21, 23, 24, 26, 28, 29, 33, 36, 38, 40, dan
44

untuk jawaban “Tidak” ada pada nomor 2, 5, 8, 10, 12, 14, 15, 16, 17,

18, 22, 25, 27, 30, 31, 32, 34, 35, 37, 39.

3) Entry Data atau Processing

Merupakan suatu proses memasukan data kedalam program

komputer untuk selanjutnya dianalisis menggunakan paket program

komputer yang sesuai. Pada penelitian ini, peneliti melakukan entry

data yang sudah benar baik dari kelengkapan maupun pengkodeannya.

Selanjutnya peneliti memasukan data satu persatu kedalam paket

program komputer dan dilanjutkan dengan pengolahan data.

4) Tabulating

Tabulasi merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa agar

dengan mudah dapat dijumlah, disusun, dan ditata untuk disajikan dan

dianalisis. Pada penelitian ini, peneliti melakukan tabulasi dengan

membuat tabel tingkat nyeri menstruasi dan regulasi emosi untuk

analisa univariat.

5) Pembersihan Data (Data Cleaning)

Memastikan bahwa seluruh data yang telah dimasukan kedalam

mesin pengolah data sudah sesuai dengan yang sebenarnya. Pada

penelitian ini sebelum dilanjutkan pada pengolahan data, peneliti

memeriksa kembali data yang masuk dalam paket program komputer

dan melanjutkan dengan analisa data karena semua data sudah lengkap.

3.10.2 Analisa Data

1). Analisa Univariat


45

a. Nyeri Menstruasi

Analisa Univariat dilakukan untuk mendeskripsikan nyeri

menstruasi yang diukur setelah dilakukan mengkategorian dan

pemberian kode, kemudian data diolah secara statistik deskriptif

yaitu dengan presentase dengan rumus:

x
ρ= ×100
n

Keterangan :

p = Prosentase

x = Jumlah remaja sesuai dengan karakteristik yang nyeri menstruasi

n = Jumlah remaja yang menjadi sampel atau responden.

Setelah ditafsirkan kedalam kriteria, kemudian seluruh data di

interpretasikan kedalam kata kata dengan menggunakan kategori

sebagai berikut :

0% = Tidak ada seorangpun dari responden

1% - 25% = Sebagian kecil responden

26% - 49% = Hampir sebagian responden


50% = Setengah dari responden
51% - 75% = Sebagian besar responden
76% - 99% = Hampir seluruh responden
100% = Seluruh responden.
Arikunto (2010)
b. Regulasi Emosi

Variabel regulasi emosi dalam penelitian ini dikategorikan

sebagai regulasi emosi positif dan regulasi emosi negatif dengan


46

berisi 40 pertanyaan, menggunakan pertanyaan tertutup dengan dua

pilihan jawaban ya atau tidak. Nilai yang diperoleh berdasarkan

jawaban responden dimana nilai terendah adalah 0. Dengan

demikian, nilai terendah yang mungkin tercapai oleh responden

adalah 0 x 40 = 0, sedangkan nilai tertinggi yang mungkin tercapai

oleh responden adalah 1 x 40 = 40, kemudian ditentukan kelas

interval untuk memperoleh tingkat regulasi emosi yang diinginkan

dengan menggunakan rumus :

P = Rentang

Jumlah (Azwar, 2013)

Keterangan

P = Panjang kelas interval

Rentang = Nilai skor terbesar dikurangi nilai skor terkecil

Kategori = Jumlah kategori kelas yang diinginkan, dalam hal ini ada

dua yaitu regulasi emosi positif dan regulasi emosi

negatif.

P = 40-0 = 20
2
Sehingga didapatkan 2 kategori yaitu:

Nilai 0 – 20 = Negatif

Nilai 21 – 40 = Positif

2). Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara dua

variabel yaitu variabel independent dan variabel dependent. Sesuai


47

dengan tujuan penelitian maka analisa bivariat meliputi hubungan

antara tingkat nyeri menstruasi dengan regulasi emosi adalah dengan

menggunakan rumus uji chi square, adapun rumus chi square adalah

X² = ∑

( ( f 0−f
fh )
h)

Keterangan :

X² = Chi Square

Fо = Frekuensi observasi atau frekuensi yang sesuai dengan

keadaan

Fh = Frekuensi yang diharapkan sesuai dengan teori.

3.11 Etika Penelitian

3.11.1 Informed Concent

Memberikan penjelasan kepada siswi yang menjadi responden tentang

tujuan dari penelitian baik secara lisan maupun tulisan berupa lembar

persetujuan.

3.11.2 Anonimity (Kerahasiaan Identitas)

Kerahasiaan identitas responden dijaga oleh peneliti dan hanya

digunakan untuk kepentingan penelitian, dengan cara memberikan inisial

pada lembar kuesioner yang inisial hanya diketahui oleh peneliti dan

responden.

3.11.3 Confidentiality (Kerahasiaan Informasi)


48

Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, hanya kelompok

data tertentu yang dilaporkan sebagai hasil penelitian.

3.12 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.12.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di SMAN 1 Cicalengka

3.12.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 Juli 2017 sampai dengan

tanggal 30 Agustus 2017.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Pada bagian ini peneliti akan menguraikan hasil penelitian yang sudah

dilakukan peneliti tentang hubungan tingkat nyeri menstruasi dengan regulasi

emosi pada remaja di SMAN 1 Cicalengka. Penelitian ini dilakukan pada

bulan agustus kepada siswi yang mengalami menstruasi berjumlah 30 orang.

Hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.

4.1.1 Karakteristik Responden

Tabel 4.1
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Usia Jumlah %
49

16 Tahun 4 13,33

17 Tahun 26 86,66

Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel 4.1 tersebut, diketahui bahwa karakteristik responden

berdasarkan usia pada penelitian ini adalah hampir seluruh responden

berusia 17 tahun (86,66%).

Tabel 4.2

Karakteristik Responden Berdasarkan Hari Menstruasi

Hari Ke- Jumlah %

1 9 30

2 11 36,66

3 10 33,33

Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel 4.2 tersebut, diketahui bahwa karakteristik responden

berdasarkan hari menstruasi pada penelitian ini adalah hampir sebagian


50

menstruasi hari pertama 9 orang (30%), hari kedua 11 orang (36,66%), hari

ketiga 10 orang (33,33%)

4.1.2 Analisa Univariat

a) Tingkat Nyeri Menstruasi

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi
Skala Tingkat Nyeri Menstruasi Siswi SMAN 1 Cicalengka

No Kategori Frekuensi %
1 Tidak nyeri 0 0,00
2 Nyeri ringan 3 10
3 Nyeri sedang 13 43,33
4 Nyeri berat 14 46,66
Total 30 100

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dijelaskan bahwa skala nyeri menstruasi siswi

SMAN 1 Cicalengka hampir sebagian responden memiliki skala nyeri berat

sebanyak 14 orang dengan prosentase 46,66%.

b) Regulasi Emosi

Tabel 4.4
Gambaran Regulasi Emosi Siswi Di SMAN 1 Cicalengka

No Kategori Frekuensi %
1 Positif 9 30,00
2 Negatif 21 70,00
Total 30 100%

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa gambaran regulasi emosi siswi

sebagian besar Negatif sebanyak 21 orang (70,00%).

4.1.3 Analisa Bivariat

a) Hubungan Tingkat Nyeri Menstruasi Dengan Regulasi Emosi Remaja

Di SMAN 1 Cicalengka Tahun 2017


51

Tabel 4.5
Hubungan Tingkat Nyeri Menstruasi Dengan Regulasi Emosi Pada
Remaja Di SMAN 1 Cicalengka 2017
Regulasi Emosi
P-Value
Tingkat Nyeri Positif Negatif
Jumlah % Jumlah %
Tidak Nyeri 0 0,00 0 0,00

Nyeri Ringan 2 6,66 1 3,34


0,004
Nyeri Sedang 4 13,34 9 30

Nyeri Berat 3 10 11 36,66

Total 9 30 21 70

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukan bahwa hampir sebagian tingkat nyeri

berat siswi pada saat menstruasi mengalami regulasi emosi negatif

sebanyak 11 orang dengan regulasi emosi positif sebanyak 3 orang, dan

untuk nyeri sedang mengalami regulasi emosi negatif sebanyak 9 orang

dengan regulasi positif 4 orang.

Dari hasil perhitungan korelasi diketahui bahwa nilai p-value (0,004)

lebih kecil dari α (0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan antara tingkat nyeri menstruasi dengan regulasi emosi.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Gambaran Tingkat Nyeri Menstruasi Di SMAN 1 Cicalengka 2017

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dijelaskan bahwa skala nyeri menstruasi

siswi SMAN 1 Cicalengka hampir sebagian responden memiliki skala nyeri

berat dengan presentase 46,66% atau sebanyak 14 orang, kemudian 43%


52

mengalami nyeri sedang atau sebanyak 13 orang, dan nyeri ringan hanya

10% atau sebanyak 3 orang, dan dari seluruh sample penelitian tidak ada

yang mengalami tidak nyeri pada saat menstruasi.

Nyeri menstruasi ini dimulai ketika atau tepat sebelum awitan atau awal

perdarahan, sepanjang hari pertama menstruasi, dan jarang setelahnya.

Puncak nyeri dicapai dalam 24 jam pramenstruasi, berulang ketika awitan

atau awal perdarahan (Saraswati, 2012).

Rasa nyeri yang timbul disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu

ketidakseimbangan hormon, gangguan psikis, dan faktor konstitusi

(Hanifah, 1997, dalam Eni Kusmiran, 2014). Nyeri yang dirasakan setiap

orang berbeda dalam skala maupun tingatan karena nyeri merupakan

perasaan yang sangat subjektifitas dan hanya orang tersebutlah yang dapat

menjelaskan atau mengevaluasi nyeri yang dialaminya (Azis, 2009). Nyeri

menstruasi merupakan suatu keadaan nyeri yang dapat mengganggu

aktivitas sehari-hari (Eni Kusmiran, 2014).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleah Aizah (2011) mahasiswa

keperawatan STIKes Muhammadiyah Kudus bahwa nyeri menstruasi dapat

diminimalkan dengan teknik relaksasi nafas dalam sebagai upaya penurunan

skala nyeri menstruasi.

4.2.2 Gambaran Regulasi Emosi siswi SMAN 1 Cicalengka Sedang

Mengalami Menstruasi

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa gambaran regulasi emosi siswi

sebagian besar Negatif sebanyak 21 orang (70,00%)


53

Menurut Reivich (2013) individu yang memiliki kemampuan

meregulasi emosi dapat mengendalikan dirinya apabila sedang kesal dan

dapat mengatasi rasa cemas, sedih atau marah sehingga mempercepat

dalam pemecahan suatu masalah. Pengekspresian emosi, baik negatif

maupun positif merupakan hal yang sehat dan konstruktif asalkan

dilakukan dengan tepat. Reivich (2013) mengemukakan dua hal penting

yang terkait dengan regulasi emosi, yaitu ketenangan (calming) dan fokus

(focusing). Individu yang mampu mengelola kedua ketrampilan ini dapat

membantu meredakan emosi yang ada, memfokuskan pikiran-pikiran yang

mengganggu dan mengurangi stres.


Penelitian yang dilakukan oleh Siti Chairani (2013) mahasiswa

psikologis Universitas Ahmad Dahlan Jojakarta mengungkapkan bahwa

terdapat faktor religiusitas yang mempengaruhi regulasi emosi seseorang.

4.2.3 Hubungan Tingkat Nyeri Menstruasi Dengan Regulasi Emosi Pada

remaja Di SMAN 1 Cicalengka 2017

Berdasarkan tabel 4.5 hasil penelitian ini menunjukan bahwa tingkat

nyeri berat siswi SMAN 1 Cicalengka pada saat menstruasi mengalami

regulasi emosi negatif sebanyak 9 orang dengan regulasi emosi positif

sebanyak 4 orang, dan untuk nyeri sedang mengalami regulasi emosi

negatif sebanyak 12 orang dengan regulasi positif hanya 1 orang..

Dari hasil perhitungan korelasi diketahui bahwa nilai p-value (0,004)

lebih kecil dari α (0,05), hal ini menunjukan Ha diterima, sehingga dapat
54

disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat nyeri menstruasi

dengan regulasi emosi pada remaja di SMAN 1 Cicalengka.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Murwitasari (2011)

mahasiswa Psikologi Universitas Proklamasi 45 yang berjudul “Perbedaan

Kepekaan Emosi Pada Saat Menstruasi Dan Tidak Menstruasi Pada Remaja

Putri” ini mengungkapkan bahwa “saat menstruasi datang dihari pertama

terjadi semacam gejala-gejala psikologis, fisik seperti rasa emosi yang

meluap-luap” (Elisa, 2012).

Nyeri saat menstruasi mengakibatkan seseorang merasa lemas, lelah,

sakit kepala, perubahan nafsu makan, merasa cemas, sedih dan regulasi

emosinya terganggu sehingga sulit mengendalikan emosinya karena rasa

nyeri tersebut (Elisa, 2012).

Nyeri menstruasi sering diidentikkan dengan depresi, kecemasan,

perasaan yang sensitif, regulasi emosi atau bahkan kemarahan dan

membenci diri sendiri. Wanita yang sedang mengalami nyeri menstruasi

cenderung mempersepsikan segala hal atau komentar dari sudut pandang

negatif, meski fakta nyatanya tidak demikian. Selain suasana hati yang

terpengaruh perubahan kadar hormon (Murwitasari dalam Elisa, 2012)

Regulasi emosi mempunyai peranan penting dalam menentukan

perilaku individu. Ketika individu mengalami emosi yang negatif, individu

biasanya tidak dapat berpikir dengan jernih dan melakukan tindakan diluar

kesadaran (Gross, 2012). Individu yang memiliki kemampuan meregulasi

emosi dapat mengendalikan dirinya apabila sedang kesal dan dapat


55

mengatasi rasa cemas, sedih atau marah sehingga mempercepat dalam

pemecahan suatu masalah.

Muntari (2014) mengemukakan bahwa sekitar 4,5% dari perempuan

menderita secara teratur perubahan suasana hati yang negatif yang parah

dalam beberapa hari menstruasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa remaja

yang tidak dapat mengatur atau mengontrol emosinya saat menstruasi terjadi

timbulnya nyeri.
Berdasarkan teori dan penelitian tersebut, ,aka peneliti dapat

menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat nyeri menstruasi

dengan regulasi emosi pada remaja di SMAN 1 Cicalengka 2017.


4.3 Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini ada beberapa keterbatasan yaitu:
1. Peneliti tidak bisa mengontrol faktor lain yang dialami responden

yang berhubungan dengan regulasi emosi dari masalah yang sedang

dialami responden.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan didukung oleh

teori-teori yang telah penukis pelajari serta pembahasan yang telah disajikan

dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:


1. Hampir setengah dari siswi SMAN 1 Cicalengka memiliki skala

nyeri berat dan sedang.


2. Hampir seluruhnya siswi SMAN 1 Cicalengka yang regulasi emosi

negatif.
56

3. Terdapat hubungan antara Tingkat Nyeri Menstruasi Dengan

Regulasi Emosi Pada Remaja Di SMAN 1 Cicalengka 2017

5.2 Saran
Adapun saran yang diberikan peneliti terkait dengan penelitian ini adalah

sebagai berikut:
1. Bagi Institusi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan diharapkan dapat menjadi bahan

pertimbangan untuk meningkatkan pembelajaran pada mahasiswa untuk

memahami mengenai tingkat nyeri yang dihubungkan dengan regulasi

emosi

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat menjadi

bahan acuan peneliti lain dalam meneliti lebih lanjut mengenai regulasi

emosi pada pasien yang memiliki penyakit dengan tingkat nyeri yang

tinggi.

3. Bagi Ilmu Keperawatan


Bagi ilmu keperawatan diharapkan menjadi bahan acuan untuk

pendidikan kesehatan kepada remaja mengenai tingkat nyeri mensruasi

dan regulasi emosi.

Anda mungkin juga menyukai