Anda di halaman 1dari 19

i

MAKALAH ILMU LINGKUNGAN

Responsi Ternak Puyuh Terhadap Tekanan Lingkungan

Disusun Oleh :
Kelompok 9

Anggota :

Ishbar Martin Al Faruqi 200110170044


Adelia Oct. Gaos 200110170050
Proyaga Layung Izzati 200110170057
Fitri Handayani 200110170229
Vira Ajrina 200110170236
Tb. Rana Satria 200110170238

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2018
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atasa bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Harapan kami makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman


bagi para pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami,
kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami
sangat mengharapkan sara dan kritik yang membangun dari para pembaca.

Penyusun
iii

DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah...............................................................................2
1.3 Maksud dan Tujuan................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Faktor-Faktor yang Termasuk Lingkungan Ternak.............................5
3.2 Pengaruh Unsur-Unsur Lingkungan Fisik Terhadap Produktivitas
Penampilan Ternak................................................................................8
3.3 Pengaruh Temperatur Tinggi Lingkungan pada Ternak
Puyuh................................................................................................11
3.4 Cara Adaptasi Ternak Puyuh Terhadap Lingkungan..........................13
BAB IV PENUTUPAN
4.1 Kesimpulan..........................................................................................15
4.2 Saran.....................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16
1

I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lingkungan sangat mempengaruhi penampilan setiap mahkluk hidup,


misalkan ternak. Lingkungan selalu ikut dimana ternak itu berada. Lingkungan
mikro adalah keadaan yang lebih mengarah pada kondisi ternak dimana diekspos
secara langsung selama beberapa waktu tertentu. Lingkungan mikro ternak ini
terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan biologi, lingkungan kimia dan
lingkungan sosial.

Lingkungan fisik ternak meliputi suhu atau temperatur, kelembaban, curah


hujan, angin, radiasi matahari, cahaya dan ketinggian tempat. Pengaruh dari
unsur-unsur lingkungan fisik sangat besar pada ternak karena proses fisiologis
ternak sangat sensitif terhadap perubahan unsur-unsur lingkungan fisik tersebut,
maka perhatian umat manusia adalah pada kerja langsung unsur-unsur tersebut
terhadap performans atau penampilan ternaknya. Unsur-unsur lingkungan fisik
secara umum digambarkan sebagai jari-jari sebuah roda yang saling berinteraksi.
Apabila pengaruh dari satu unsur mencapai ekstrim maka satu jari ini akan patah
dan keseimbangan antara lingkungan dan ternak akan terganggu.
2

I.2 Identifikasi Masalah

1. Faktor-faktor apa saja yang termasuk lingkungan ternak.

2. Bagaimana pengaruh lingkungan terhadap produktivitas ternak.

3. Bagaimana pengaruh tekanan lingkungan terhadap ternak puyuh.

4. Bagaimana adaptasi ternak puyuh terhadap lingkungan.

1.3 Maksud dan Tujuan

1. Mengetahui dan memahami faktor-faktor yang termasuk lingkungan


ternak.

2. Mengetahui dan memahami pengaruh lingkungan terhadap produktivitas


ternak.

3. Mengetahui dan memahami pengaruh tekanan lingkungan terhadap ternak


puyuh.

4. Mengetahui dan memahami cara adaptasi ternak puyuh terhadap


lingkungan.
3

II

TINJAUAN PUSTAKA

Faktor lingkungan abiotik adalah faktor yang paling berperan dalam


menyebabkan stres fisiologis (Yousef dalam Sientje, 2003).. Komponen
lingkungan abiotik utama yang pengaruhnya nyata terhadap ternak adalah
temperatur, kelembaban (Yousef ; Chantalakhana dan Skunmun dalam Sientje,
2003), curah hujan, angin dan radiasi matahari (Yousef ; Cole and Brander dalam
Sientje, 2003).
Lingkungan termal adalah ruang empat dimensi yang sesuai ditempati
ternak.. Mamalia dapat bertahan hidup dan berkembang pada suatu lingkungan
termal yang tidak disukai, tergantung pada kemampuan ternak itu sendiri dalam
menggunakan mekanisme fisiologis dan tingkah laku secara efisien untuk
mempertahankan keseimbangan panas di antara tubuhnya dan lingkungan
(Yousef, dalam Sientje, 2003).
Lingkungan fisik yang mempengaruhi kehidupan ternak didaerah tropis
dapat digambarkan sesuai dengan teori Bonsma 1958. Bonsma (1958)
mengungapkan konsep roda pada peternakan tradisional, karena pada sistem
peternakan tradisional ternaknya tidak dilindungi oleh faktor lingkungan.
Peternakan diumpamakan sebagai roda, bila tidak ada gangguan maka roda akan
menggelinding dengan mulus. Unsur-unsur lingkungan fisik ternak secara umum
digambarkan sbagai jari-jari dari sebuah roda. Dalam ilustrasi ini manusia
bertindak sebagai roda, ternak sebagai pusat roda dan manajemen sebagai pelumas
untuk menjaga roda tetap berputar, lingkaran permukaan roda menggambarkan
lingkaran keseluruhan yang ditopang bentuknyaoleh jari-jari roda yang
melambangkan pengaruh berbagai unsur lingkungan fisik tersebut. Arah anak
panah melingkar menunjukkan interaksi penting diantara unsur-unsur tersebut,
apabila pengaruh dari suatu unsur mencapai ekstrim maka satu jari-jariakan patah
dan keseimbangan antara lingkungan dan ternak menjadi terganggu.
Apabila ternak ditempatkan pada kondisi temperatur 80-100c diatas
kisaran optimium maka roda akan mencerminkan tekanan atau depresi. Keadaan
4

demikian membuat ternak berada dalam tingkatan tidak nyaman dan menstimulir
reaksi proses fisiolgi tertentu yang membawa perubaran tingkah laku, yang
mencakup menurunnya feedintake dan sejumlah pengurangan efisiensi nisbah
input dan output energi. Dampak utama perubahan temperatur tidak langsung
bereaksi tetapi melaui jalur tidak langsung. Apabila kondisi temperatur yang
tinggi berlangsung terus, maka pengaruh tidak langsung terhadap ternak harus
melalui ketidakcukupan atau minimnya pakan, penyakit dan parasit akan
membuat roda tersebut roboh. Apabila beberapa jarinya hancur maka lingkungan
yang demikian membuat ternak menjadi kurang menguntungkan baik efisiensinya
maupun total produktivitasnya. (Bonsma, 1958)
5

III
PEMBAHASAN

3.1 Faktor-Faktor yang Termasuk Lingkungan Ternak

Pertumbuhan ternak dipengaruhi oleh interaksi antara hereditas sebesar


30% dengan lingkungan sebesar 70%. Hal ini menyebabkan faktor lingkungan
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan ternak. Selain
faktor lingkungan alami seperti iklim, cuaca, suhu, kelembaban, intensitas
matahari, dan yang lainnya, terdapat faktor lingkungan lain seperti menejemen
(kepadatan populasi, makanan, suara, ventilasi), penyakit, ketinggian tempat dan
yang lainnya.
Iklim

Iklim merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh langsung


terhadap ternak juga berpengaruh tidak langsung melalui pengaruhnya terhadap
faktor lingkungan yang lain. Selain itu berbeda dengan faktor lingkungan yang
lain seperti pakan dan kesehatan, iklim tidak dapat diatur atau dikuasai
sepenuhnya oleh manusia. Untuk memperoleh produktivitas ternak yang efisien,
manusia harus “menyesuaikan“ dengan iklim setempat. Iklim yang cocok untuk
daerah peternakan adalah pada klimat semi-arid. Daerah dengan klimat ini
ditandai dengan kondisi musim yang ekstrim, dengan curah hujan rendah secara
relatif dan musim kering yang panjang. Fluktuasi temperatur diavual dan musim
sangat besar, lengas udara sepanjang tahun kebanyakan sangat rendah dan
terdapat intensitas radiasi solar yang tinggi karena atmosfir yang kering dan langit
yang cerah.

Meskipun curah hujan keseluruhan berkisar antara 254 sampai 508 mm,
hujan dapat turun lebih lebatt meskipun kejadian itu sangat jarang. Iklim yang ada
diberbagai daerah tidaklah sama, melainkan bervariasi tergantung dari faktor-
faktor yang tak dapat dikendalikan (tetap) seperti altitude (letak daerah dari
ekuator, distribusi daratan dan air, tanah dan topografinya) dan latitude
(ketinggian tempat) dan faktor-faktor tidak tetap (variabel) seperti aliran air laut,
angin, curah hujan, drainase dan vegetasi.
6

Temperatur Lingkungan

Lingkungan dapat diklasifikasikan dalam dua komponen, yaitu :


(1) Abiotik : semua faktor fisik dan kimia
(2) Biotik : semua interaksi di antara (perwujudan) makanan, air, predasi,
penyakit serta interaksi sosial dan seksual.
Secara umum, temperatur udara adalah faktor bioklimat tunggal yang penting
dalam lingkungan fisik ternak. Supaya ternak dapat hidup nyaman dan proses
fisiologi dapat berfungsi normal, dibutuhkan temperatur lingkungan yang sesuai.
o
Banyak species ternak membutuhkan temperatur nyaman 13 – 18 C
(Chantalakhana dan Skunmun, dalam Sientje, 2003) atau Temperature Humidity
Index (THI) < 72 (Davidson, et al. dalam Sientje, 2003).
Setiap hewan mempunyai kisaran temperatur lingkungan yang paling sesuai
yang disebut Comfort Zone. Temperatur lingkungan yang paling sesuai bagi
kehidupan ternak di daerah tropik adalah 10°C-27°C (50°F-80°F). Sedangkan
keadaan lingkungan yang ideal untuk ternak di daerah sub tropis (sapi perah)
adalah pada temperatur antara 30°F-60°F dan dengan kelembaban rendah. Selain
itu, sapi FH maupun PFH memerlukan persyaratan iklim dengan ketinggian
tempat ± 1000 m dari permukaan laut, suhu berkisar antara 15°- 21°C dan
kelembaban udaranya diatas 55 persen. Kenaikan temperatur udara di atas 60°F
relatif mempunyai sedikit efek terhadap produksi.

Kelembaban Lingkungan

Kelembaban adalah jumlah uap air dalam udara. Kelembaban udara penting,
karena mempengaruhi kecepatan kehilangan panas dari ternak. Kelembaban dapat
menjadi kontrol dari evaporasi kehilangan panas melalui kulit dan saluran
pernafasan (Chantalakhana dan Skunmun dalam Sientje, 2003).
Kelembaban biasanya diekspresikan sebagai kelembaban relatif (Relative
Humidity = RH) dalam persentase yaitu ratio dari mol persen fraksi uap air dalam
volume udara terhadap mol persen fraksi kejenuhan udara pada temperatur dan
tekanan yang sama (Yousef dalam Sientje, 2003). Pada saat kelembaban tinggi,
evaporasi terjadi secara lambat, kehilangan panas terbatas dan dengan demikian
mempengaruhi keseimbangan termal ternak (Chantalakhana dan Skunmun dalam
Sientje, 2003)..
7

Iklim di indonesia adalah Super Humid atau panas basah yaitu klimat yang
ditandai dengan panas yang konstan, hujan dan kelembaban yang terus menerus.
Temperatur udara berkisar antara 21.11°C-37.77°C dengan kelembaban relatir 55-
100 persen. Suhu dan kelembaban udara yang tinggi akan menyebabkan stress
pada ternak sehingga suhu tubuh, respirasi dan denyut jantung meningkat, serta
konsumsi pakan menurun, akhirnya menyebabkan produktivitas ternak rendah.
Selain itu berbeda dengan factor lingkungan yang lain seperti pakan dan
kesehatan, maka iklim tidak dapat diatur atau dikuasai sepenuhnya oleh manusia.

Curah Hujan
Selama musim hujan, rata-rata temperatur udara lebih rendah, sedangkan
kelembaban tinggi dibanding pada musim panas. Jumlah dan pola curah hujan
adalah faktor penting untuk produksi tanaman dan dapat dimanfaatkan untuk
suplai makanan bagi ternak.

Curah hujan bersama temperatur dan kelembaban berhubungan dengan


masalah penyakit ternak serta parasit internal dan eksternal. Curah hujan dan
angin juga dapat menjadi petunjuk orientasi perkandangan ternak (Chantalakhana
dan Skunmun dalam Sientje, 2003)..

Angin
Menurut Yousef dalam Sientje (2003) angin diturunkan oleh pola tekanan
yang luas dalam atmosfir yang berhubungan dengan sumber panas atau daerah
panas dan dingin pada atmosfir. Kecepatan angin selalu diukur pada ketinggian
tempat ternak berada. Hal ini penting karena transfer panas melalui konveksi dan
evaporasi di antara ternak dan lingkungannya dipengaruhi oleh kecepatan angin.
Radiasi Matahari
Menurut Yousef dalam Sientje (2003), Radiasi matahari dalam suatu
lingkungan berasal dari dua sumber utama :
(1) Temperatur matahari yang tinggi
(2) Radiasi termal dari tanah, pohon, awan dan atmosfir
8

3.2 Pengaruh Unsur-Unsur Lingkungan Fisik Terhadap Produktivitas


Penampilan Ternak

1.Temperatur (Suhu Udara)

Temperatur dapat membuat ternak hidup nyaman, kepanasan maupun


kedinginan. Ternak yang hidup didaerah tropis umumnya banyak yang kepanasan,
sumber panas selain dari matahari adalah pancaran panas dari tanah. Pancaran
panas dari tanah kering paling besar terjadi pada sore hari, yang mana waktu
tersebut bersamaan dengan mulainya ternak yang akan digembalakan. Didaerah
yang agak kering (semi arid) dan kering (arid) temperatur udara mencapai di atas
400c. Temperatur tersebut sangat mencekam kehidupan ternak terutama pada
bagian tubuh sebelah bawah (ventral). Walaupun demikian panas yang berasal
dari pantulan tanah cepat menghilang atau menurun, karena matahari juga cepat
tenggelam, inipun memberikan keuntungan pada ternak untuk melepas dengan
cepat panas tubuh yang tertimbun dengan cara konduksi ke tanah yangsudah
dingin. Cekaman yang berlangsung terus-menerus mengakibatkan kaki ternak
menjadi panjang dan tubuhnya tidak dapat gemuk seperti halnya ternak-ternak di
daerah dingin.

2.Kelembaban Udara

Kelembaban udara bersama-sama dengan temperatur udara berpengaruh terhadap


fisiologis ternak. Temperatur udara tinggi, kelembaban tinggi maupun temperatur
udara rendah dan kelembaban udara rendah tidak baik bagi kehidupan ternak.
Temperatur optimal untuk ternak 130c-180c ( McDowell,1977) dan 220c-270c
( Ames dan Ray,1983) dengan kelembaban udara sedang maka akan menghasilkan
daerah yang nyaman bagi kehidupan ternak. Pelepasan udara pada tubuh ternak
dapat dilakukan secara radiasi, konveksi, konduksi dan evaporasi. Pelepasan
udara tubuh yang bergantung pada kelembaban udara adalah secara evaporasi.
Pelepasan udara secara evaporasi dapat dikeluarkan melalui permukaan kulit
ataupun saluran pernapasan. Kelambatan atau kecepatan pelepasan tubuh secara
evaporasi akan mengganggu keseimbangan panas tubuh. Kelembaban udara
maksimum terjadi pada pagi hari sedang kelembaban udara minimum dicapai
9

pada sore hari. Ternak yang selalu ada didalam kandang perlu diperhatikan
kelembabannya.

3.Energi Radiasi
Ternak di daerah tropis perlu diadakan pengontrolan keseimbangan panas
tubuhnya. Radiasi yang datang bisa berasal dari matahari, hewan, tumbuhan dan
benda-benda lain yang memantulkan sinar. Energi radiasi yang diterima saling di
pantulkan, sehingga menyebabkan suhu udara menjadi meningkat. Secara umum
energi radiasi mempunyai korelasi negatif dengan kelembaban, tetapi level radiasi
mempunyai korelasi positif dengan temperatur maksimum. Permukaan yang
berwarna putih banyak memantulkan sinar, bagi ternak yang berbulu putih lebih
tahan di gembalakan dari pada yang berwarna lainnya. Ternak yang berwarna
hitam lebih mudah terengah-engah sewaktu berada di padang pengembalaan yang
terkena sinar matahari langsung.

4.Gerakan Udara

Pergerakan udara dapat juga disebut angin. Angin bergerak dari daerah padat arah
udara renggang. Angin membawa panas tubuh ternak melalui pergerakannya. Laju
gerakan udara bergerak di atas permukaan kulit ternak mempengaruhi laju
pelepasan panas tubuh. Pelepasan panas tubuh ternak akan sulit dibawa angin
apabila bulu tubuh tidak dapat di tembus atau banyak kotoran yang melekat.
Pelepasan panas tubuh ternak secara evaporasi sangat bergantung pada cepat atau
lambatnya pergerakan udara di sekitar tubuh ternak. Pelepasan panas tubuh ternak
akan mudah terjadi jika suhu udara sedang dan kecepatan angin tinggi. Angin
akan membawa panas tubuh secara konduksi sepanjang temperatur udara rendah
bila dibandingkan temperatur permukaan kulit. Akan tetapi jika pergerakan udara
semakin meningkat maka radiasi matahari menjadi bertambah. Angin yang
mempunyai kecepatan sekitar 8 km/jam-16 km/jam didaerah panas penting untuk
menolong ternak yang tercekam panas. Angin yang berhembus di malam hari
dengan kecepatan sekitar 8 km/jam-16 km/jam kurang menguntungkan bagi
kehidupan ternak di daerah tropis.
10

5.Curah Hujan

Akibat curah hujan, kelembaban dalam kandang meningkat yang akan


mengganggu kehidupan ternak. Disamping itu selama musim hujan banyak
mineral tanah yang tercuci. Akibatnya tidak sedikit hijauan makanan ternak
yang kekurangan mineral. Selama terjadi hujan, matahari kurang terang bahkan
tidak mengeluarkan atau menghasilkan cahaya ke bumi. Kekurangan sinar
matahari menyebabkan sistem lain menjadi terhambat. Pola hujan musiman sangat
penting bagi ternak karena;

a) Jumlah pakan yang dapat diproduksi.


b) Panjang waktu hijauan mempertahankan kualitas.
c) Praktek penggembalaan dapat dilakukan.
d) Kebutuhan akan penyiraman dan suplai pakan suplemen.
e) Tipe pengawetan pakan yang paling sesuai.

6.Cahaya

Periode cahaya dalam satu hari dinamakan foto periode dan didefenisikan sebagai
waktu matahari terbit dan terbenam. Cahaya sinar matahari secara fisiologis
mempengaruhi tubuh ternak, cahaya yang diterima oleh mata ternak disalurkan ke
hipotalamus yang dapat mensekresi hormon yang dapat berfungsi untuk
melestarikan hormon-hormon lain yang di keluarkan oleh target organ.

7. Tekanan Udara

Di daerah tropis tekanan udara tergantung pada letak daerah. Daerah ditepi pantai
tekanan udaranya lain dengan yang berada di pegunungan. Menurunnya tekanan
atmosfir akan merangsang jumlah konsumsi, tetapi jika tekanan tinggi sebagian
makanan yang normal diberikan tidak akan dimakan ternak. Berdasarkan hasil
penelitian sapi Bali di Timor pada ketinggian tempat yang berbeda menunjukkan
penampilan yang berbeda pula. Pengembangan peternakan dengan
memperhatikan unsur-unsur lingkungan merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan produktivitas.

3.3 Pengaruh Temperatur Tinggi Lingkungan pada Ternak Puyuh


11

Dalam bidang peternakan, kita mengetahui bahwa fenotipe merupakan hasil


dari genotipe dan lingkungan. Fenotip adalah ekspresi dari faktor genetik yang
dapat kita amati, dapat berupa bentuk, karakteristik, hingga produtivitas ternak.
Secara teoritis, faktor genotipe berperan sebesar 30% dan lingkungan berperan
sebesar 70%. Dari angka tersebut, faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap
ternak. Beberapa yang termasuk faktor lingkungan ternak adalah pakan, kandang,
temperatur, penyakit, manajemen, dan lain – lain.

Temperatur dapat diartikan sebagai tingkat kalor baik dari radiasi, konveksi
maupun konduksi dalam suatu tempat dan waktu tertentu. Jika tingkat kalor
tinggi, maka temperatur dianggap semakin tinggi pula. Temperatur suatu tempat
berbeda dengan tempat yang lainnya, tergantung dari koordinat geometri ( garis
lintang dan bujur ) serta ketinggian tempat. Hal tersebut yang membedakan
persebaran hewan di dunia, antara hewan dengan adaptasi tropis dan adaptasi sub
tropis, hewan dataran rendah dan dataran tinggi. Maka dari itu pula setiap hewan
khususnya hewan ternak memiliki tingkat ketahanan suhu yang berbeda.
Dicontohkan katahanan suhu sapi Frisian Holstein berbeda dengan sapi Ongole,
berbeda pula antara Burung puyuh hutan dan yang sudah domestikasi.

Tingkat ketahanan temperatur tiap hewan berbeda, temperatur yang


dihasilkan tubuh cenderung terlepas melalui radiasi dan konveksi ke lingkungan.
Namun hal tergantung dari luas permukaan tubuh per bobot tubuh. Sehingga
hewan yang berbadan besar cenderung lebih bisa mempertahankan suhunya
dibanding hewan yang berbadan kecil.

Temperatur yang tinggi menyebabkan sisi negatif yang besar khususnya bagi
hewan aves. Dengan hal tersebut, ternak unggas akan mengalami pengurangan
konsumsi pakan,efisiensi pakan, bobot hidup, serta kecepatan pertumbuhan yang
memepengaruhi produksi dan kualitas telur (Ozbey and Ozcelik, 2004 ).

Temperatur tinggi bertindak sebagai stres, yang berasal dari lingkungan luar.
Pada penelitian yang dilakukan, suhu tinggi ( 35o C ) diberikan kepada Puyuh
Jepang dalam jangka waktu enam minggu. Lalu dihitung adanya perbedaan antara
Burung Puyuh yang dipelihara normal dan suhu tinggi melalui performans yang
12

ditinjau dari pertumbuhan, pengembangbiakan, tingkat daya tahan hidup, produksi


telur, dan serum darah.

Stres berupa temperatur tinggi lingkungan yang sengaja diberikan kepada


ternak tersebut. Temperatur tinggi tadi secara langsung diterima oleh
organ reseptor, yaitu kulit ternak.

Melalui sistem syaraf, informasi dilanjutkan menuju otak, di dalamnya diatur


berbagai perintah untuk memberikan respon kepada stres tadi. Respon diberikan
agar kondisi pada tubuh ayam tidak mengalami suatu kerusakan apapun dari
akibat stres tadi. Respon berupa perintah untuk menjalankan sistim endokrin,
sistim autonervous, dan sistim imun.

Biasanya respon tersebut dilakukan melalui sistim hormonal atau endokrin.


Dimulai dari kelenjar pituitari yang mengeluarkan hormon kepada kelenjar
endokrin lain yang lebih spesifik kerjanya. Lalu hormon dari kelenjar tadi menuju
ke seluruh tubuh melalui cairan darah untuk merespon stres.

Setika respon tersebut telah berjalan, maka ternak menjadi stres. Dalam usahanya
untuk menjadikan normal, pada tubuhnya dan perilakunya berkaitan dengan
toleransi, adaptasi, dan homeostasis. Tubuh selalu berusaha untuk mengimbangi
stres yang terjadi, agar tidak terjadi kerusakan. Toleransi berkaitan dengan
kemampuan ternak menerima stres, adaptasi berkaitan dengan kemampuan ternak
menyesuaikan diri dengan stres, dan yang ketiga adalah homeostasis yaitu
keseimbangan.

Pada akhirnya muncul beberapa perilaku baru yang mencerminkan terjadinya


stres. Perubahan perilaku tersebut berkaitan dengan :

1. Perilaku : gerak – gerik hewan ternak, baik sifatnya, mobilitasnya,


suaranya, nafasnya, dll.
2. Fisiologi : perubahan pada sisi biokimia dalam tubuh ternak. Seperti, gula
darah, kolesterol, dll.
13

3. Morfologi : perubahan bentuk tubuh pad hewan ternak. Seperti perubahan


bentuk ayam, warna jengger, dll.

4. Genetik : perubahan pada sisi genetik, namun jarang terjadi. Seperti,


perubahan kromosom turunan, dll.

3.4 Cara Adaptasi Ternak Puyuh Terhadap Lingkungan

Dari penelitian didapatkan data bahwa pada perubahan temperatur yang dijadikan
sebagai stres kepada Burung Puyuh Jepang terjadi respon diantaranya.

1. Serum darah

Dari serum darah yang diambil dan dianalisa, didapat bahwa semakin tinggi
termperatur, kadar glukosa, urea, Na, trigliserida dan kloesterol meningkat secara
signifikan. Sedangkan protein, albumin, P, K, ALP mengalami penurunan yang
signifikan pula. Peningkatan kadar glukosa terjadi disebabkan oleh kelenjar
adrenalin yang berada si atas ginjal terkena respon hormon dari otak untuk
menjalankan porses fisiologis sebagai tidnakan respon terhadap stres. Karena
adrenalin bekerja, detak jantung ikut meningkat pula. Sehingga ketika Burung
Puyuh mengalami stres, detak jantungnya pun ikut meningkat. Na dan urea
meningkat karena air yang digunakan untuk proses dalam tubuh menurun.
Sehingga konsentrasi Na dan Urea meninngkat.

1. Tingkat Daya Tahan Hidup

Dari data jurnal didapat bahwa, semakin tinggi temperatur kemungkinan untuk
survival. Semakin kecil kemugngkinanya.

1. Produksi Telur
14

Dari hasil penelitian antara temperatur dan produksi telur Burung Puyuh, terdapat
kaitan negatif antara keduanya. Sehingga performans produksi telur menjadi
menurun, bagian yang menurun adalah ukuran besar dan berat dari telur serta
tipisnya cangkang telur yang keluar.

Hal ini bukan semata – mata karena penambahan suhu, namun berkitan dengan
konsumsi pakan. Semakin tinggi temperatur semakin tidak berselera makan.
Dengan kurangnya makan, berkurang pula nutrisi untuk pembuatan telur.
15

IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penampilan seekor ternak merupakan pengaruh dari faktor genetik yang
didukung oleh faktor lingkungan serta interaksi antara faktor lingkungan dan
genetik. Seekor ternak menampilkan produktivitas yang tinggi itu merupakan
dukungan dari setiap unsur secara maksimal. Lingkungan selalu ikut dimanapun
ternak itu berada dan ternak selalu berusaha untuk membentuk lingkungan yang
baik atau nyaman agar dapat berprestasi. Lingkungan fisik mempengaruhi ternak
secara langsung yaitu melalui unsur-unsur lingkungannya baik sendiri maupun
interaksi diantaranya dan secara tidak langsung melaui pakan dan penyakit.
Pengembangan peternakan dengan memperhatikan unsur-unsur lingkungan
merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan.
4.2 Saran
Lingkungan fisik sangatlah penting bagi ternak dalam mengembangkan
produktivitasnya. Oleh karena itu lingkungan fisik harus diperhatikan dengan
baik. Lingkungan biologi, lingkungan kimia dan lingkungan sosial merupakan
bagian darilingkungan mikro yang tidak kalah pentingnya dari lingkungan fisik.
Agar mendapat produktivitas yang terbaik dari ternak maka perlu pula
diperhatikan lingkungan lainnya.
16

DAFTAR PUSTAKA

Ames, 1995. Tunnel Ventilation to Alleviate Animal Heat Stress. Iowa State
University Extension.

Brotowijoyo, 1987. Parasit Parasitisme. Penerbit PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Hafez. By. E.S.E, 1968. Adaptation of Domestic Animals. Lea and Febiger.
Philadelphia.

Horst P. dan Mathur P.K., 1989. Position of local fowl for tropically oriented
breeding activities. In genotip x environtment interaction in poultry
production. Edit, P. Merat, Jony. En-Josas (France) May 9 – 11. P: 159 –
174.

Nasroedin, 1985. Poultry Hausing in Tropical Climate / Indonesia.

Pringgosaputro S. dan Srigandono B., 1990. Dalam Terjemahan Ekologi Umum.


Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sihombing. DTH, dkk, 2000. Lingkungan Ternak. Universitas Terbuka. Jakarta.

http://gatotleo.blogspot.in/2009/10/pengaruh-iklim.html (diakses tangggal 17


September 2015 pukul 00:12)

http://bannysyaibah.blogspot.co.id/2013/02/pengaruh-unsur-unsur-fisik-
lingkungan.html (diakses tanggal 17 September 2015 pukul 23.30)

Anda mungkin juga menyukai