Anda di halaman 1dari 8

RINGKASAN

Kelompok V. Teknologi Pangan B. 2018. Laporan Praktikum Ketahanan


Pangan. (Asisten : Muhammad Arfani Fadlil)

Tujuan dari praktikum ketahanan pangan adalah menganalisis produksi atau


ketersediaan pangan di Kabupaten Boyolali, mengukur pangsa pengeluaran pangan
terhadap tingkat konsumsi pangan sebagai indikator ketahanan pangan di Kabupaten
Boyolali serta mengukur konsumsi pangan berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH).
Manfaat dari praktikum ketahanan pangan adalah dapat mengetahui dan menganalisis
produksi atau ketersediaan pangan wilayah, mengukur pangsa pengeluaran pangan
terhadap tingkat konsumsi pangan sebagai indikator ketahanan pangan dan mengukur
konsumsi pangan berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH). Praktikum ketahanan
pangan dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 30 Oktober 2018 pukul 10.30 WIB
sampai dengan selesai bertempat di Kantor Badan Pusat Statistik Nasional Provinsi
Jawa Tengah.
Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data pada praktikum Ketahanan
Pangan adalah dengan mengunjungi Badan Pusat Statistik Nasional Provinsi Jawa
Tengah untuk memperoleh data terkait dengan tingkat ketahanan pangan di Kabupaten
Boyolali. Selain itu dilakukan analisis data yang didapat adalah dengan cara
membandingkan produksi wilayah dibagi seluruh jumlah penduduk dan dibandingkan
dengan normanya dan mencari pengaruh pengeluaran penduduk terhadap tingkat
konsumsi pangan serta mengukur ketahanan pangan tingkat rumah tangga dengan
menggunakan perhitungan Pola Pangan Harapan (PPH).

Hasil dari praktikum ketahanan pangan ini dapat diketahui bahwa total SPKEI
Kabupaten Boyolali sebesar 7647,663529kal/kap/hari. Jumlah ini terbilang dalam
kategori tidak rawan terjamin. Hal ini dikarenakan jumlah lahan pertanian yang tinggi
dan mata pencarian penduduk sebagian besar adalah petani sehingga membuat
ketahanan pangan di Kabupaten Grobogan menjadi terjamin Jadi kebutuhan pangan
masih tercukupi akan tetapi kurang terjamin. Selain itu bahwa pada pengeluaran
pangan dan non pangan, masing-masing juga turut berpengaruh pada pengeluaran
perkapita masyarakat Kabupaten Boyolali.
Dari praktikum ketahanan pangan ini dapat diketahui bahwa total SPKE
Kabupaten Klaten dapat diketahui bahwa nilai SPKEi padi adalah 2265,393
kal/kap/hari, nilai SPKEi jagung sebesar 458,1458 kal/kap/hari, ubi kayu sebesar
0,6815 kal/kap/hari, dan ubi jalar sebesar 7,7874 kal/kap/hari. Jumlah SPKEi total
(komoditi padi, jagung, ubi kayu dan ubi jalar) lebih besar dibandingkan nilai 1,2 x
NKE yaitu 2732,0077 > 1320 yang menandakan bahwa Kabupaten Klaten termasuk
dalam kriteria tidak rawan terjamin
Kata kunci : Ketahanan pangan, ketersediaan pangan, pola pangan harapan

- TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Ketahanan pangan

Arti ketahanan pangan secara luas ialah terjaminnya akses pangan bagi setiap
individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya sehingga dapat hidup sehat, cerdas
dan produktif (Ariningsih dan Rachman, 2008). Hal ini yang menjadi ketahanan
pangan sebagai salah satu isu strategis dalam pembangunan suatu negara yang sedang
berkembang karena memiliki peran penting sebagai sasaran utama pembangunan dan
ekonomi. Konsep ketahanan pangan menurut Undang-undang Nomor 7 tahun 1996
yaitu kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya
pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau
(Purwaningsih, 2008). Ketahanan pangan tersebut terdiri atas berbagai subsistem
utama yaitu ketersediaan pangan, distribusi pangan dan konsumsi pangan yang
didukung oleh adanya berbagai input sumberdaya alam, kelembagaan, budaya dan
teknologi (Herdiana, 2009).

Ketahanan pangan sangat penting bagi masyarakat dan negara karena apabila
ketahanan pangan suatu negara tidak tercapai maka akan menyebabkan negara tersebut
kekurangan pangan yang sering disebut dengan kondisi kerawanan pangan (Saliem et
al., 2011). Upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan yaitu diversifikasi pangan
(penganekaragaman pangan), menghasilkan komoditas pangan yang kompetitif dalam
harga dan mutu terhadap produk impor, pemanfaatan sumber daya yang tersedia
maupun yang dapat disediakan di lingkungannya. Ketergantungan impor pangan akan
mengakibatkan pengambilan keputusan dalam segala aspek kehidupan menjadi tidak
bebas dan negara yang tidak berdaulat penuh sehingga perlu adanya campur tangan
pemerintah dalam menjamin ketahanan pangan (Ashari et al., 2012).

Peran ketahanan pangan sangat penting bagi suatu negara terutama pada negara
berkembang, peran ganda ketahanan pangan yaitu peran pertama merupakan fungsi
ketahanan pangan sebagai prasyarat untuk terjaminnya akses pangan bagi semua
penduduk negara dalam jumlah dan kualitas yang cukup untuk eksistensi hidup, sehat,
dan produktif. Peran kedua, merupakan implikasi dari fungsi ketahanan pangan sebagai
syarat keharusan dalam pembangunan sumber daya manusia yang kreatif dan produktif
yang merupakan determinan utama dari inovasi ilmu pengetahuan, teknologi dan
tenaga kerja produktif serta fungsi ketahanan pangan sebagai salah satu determinan
lingkungan perekonomian yang stabil dan kondusif bagi pembangunan (Simatupang,
2007). Pengukuran derajat ketahanan pangan rumah tangga dikelompokkan menjadi
empat kategori yaitu: (i) tahan pangan; (ii) rentan pangan; (iii) kurang pangan; dan (iv)
rawan pangan. Tahan pangan bila proporsi pengeluaran pangan rendah (< 60 persen
pengeluaran rumah tangga) dan cukup mengkonsumsi energi > 80 persen dari syarat
kecukupan energi), rentan pangan bila proporsi pengeluaran pangan tinggi (≥ 60 persen
pengeluaran rumah tangga) dan cukup mengkonsumsi energi, rawan pangan bila
proporsi pengeluaran pangan tinggi dan tingkat konsumsi energinya kurang
(Lantarsih et al., 2011).

3.2. Metode
3.2.1. Metode Pengumpulan Data
Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data pada praktikum ketahanan

pangan adalah dengan mengunjungi Badan Pusat Statistik Nasional Provinsi Jawa

Tengah untuk memperoleh data terkait tingkat ketahanan pangan di Kabupaten

Boyolali yang dilaksanakan pada tanggal 30 Oktober 2018 pada pukul 10.30 WIB

sampai dengan selesai. Metode primer yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan

wawancara, observasi dan dokumentasi, sedangkan metode sekunder yaitu dilakukan

dengan mencari data dari berbagai sumber baik dari buku maupun jurnal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.4.2. Pengeluaran Pangan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 10. Struktur Pengeluaran Pangan
Total Konsumsi (gr /hari) Total Pengeluaran (Rp/hari)
Macam
Responden
Pengeluaran
1 2 3 1 2 3
Karbohidrat
Beras 500 500 500 7.500 7.500 7.500
Singkong - - - - - -
Ubi - - - - - -
Jagung - - - - - -
Mie kemasan 180 180 180 5.000 5.000 5.000
Roti 180 - 180 5.000 - 5.000
Tepung
terigu 250 250 250 2.500 2.500 2.500
Biskuit 20 20 - 1.280 1.280 -
Kentang 250 - - 3.750 - -
Protein
Kedelai 100 100 100 2.500 2.500 2.500
Kacang hijau 100 - - 2.000 - -
Kacang tanah 100 - - 2.800 - -
Ayam 250 250 250 12.500 12.500 12.500
Telur ayam 250 250 250 5.000 5.000 5.000
Ikan asin - - - - - -
Kerupuk - - - - - -
Mujair - - - - - -
Kakap - - 1000 - - 60.000
Ikan bandeng - - 500 - - 22.500
Daging sapi 250 - 250 30.000 - 30.000
Sosis daging
sapi - - 60 - - 7.500
Sosis ayam 60 - - 7.500 - -
Sayuran dan Buah-buahan
Bayam 330 330 330 5.000 5.000 5.000
Daun
singkong - - - - - -
Kangkung - 264 264 3.000 3.000 3.000
Bawang
Merah 100 100 100 4.000 4.000 4.000
Bawang putih 100 100 100 4.000 4.000 4.000
Cabai hijau - - 100 - - 2.000
Cabai merah 100 100 100 4.800 4.800 4.800
Cabai rawit 100 100 100 5.200 5.000 5.200
Mangga - - - - - -
Salak - - - - - -
Jeruk - - - - - -
Pisang 50 50 50 1.700 1.600 1.600
Wortel 200 200 200 3.200 3.200 3.200
Tomat 100 100 100 1.200 1.200 1.200
Toge 100 100 100 2.000 2.000 2.000
Labu siam - 100 100 - 1.600 1.600
Seledri - 100 100 1.000 1.000 1.000
Bawang
bombay - - 100 - - 2.000
Apel 150 - 182 2.500 - 2.500
Pepaya - - 47,5 - - 3.750
Pir - - 200 - - 2.000
Bumbu dapur
Lada 25 25 25 500 500 500
Garam 27,5 27,5 27,5 550 200 200
Kunyit 15 15 15 300 300 300
Kencur 15 15 15 300 300 300
Ketumbar 5 4,6 4,6 200 200 200
Pala 15 6,25 6,25 500 500 500
Sereh 20 20 20 1.200 300 300
Kemiri 25 - - 300 - -
Lain-lain
Susu segar - - - - - -
Minyak
goreng 200 200 200 2.500 2.500 2.500
Gula pasir 200 200 200 3.400 3.400 3.400
Gula merah 100 - 100 2.000 - 2.000
Teh 27,5 27,5 27,5 300 200 200
Kopi - - - - - -
Mentega 50 - 5 2.000 - 2.000
3734, 6439,3 106.180
Total
4.559 85 5 81.080 221.250
Sumber: Data Primer Praktikum Ketahanan Pangan, 2018.

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa macam-macam pengeluaran


pangan dalam rumah tangga sangat penting dalam pola konsumsi di rumah tangga
khususnya bagi kesehatan keluarga. Hal ini sesuai dengan pendapat Afrianty et al.
(2009) yang menyatakan bahwa pola konsumsi pangan khususnya konsumsi pangan
didalam rumah tangga menjadi salah satu faktor penentu tingkat kesehatan dan
produktivitas rumah tangga. Berbagai macam pengeluaran pangan dalam rumah tangga
hanya bisa ditunjukkan dengan pengeluaran pangan rumah tangga sedangkan dari segi
kualitatif atau nilai gizi seseorang, ketahanan pangan tidak dapat hanya dilihat dari
jumlah makanan yang dikonsumsi dalam satu bulan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Asmara et al. (2009) yang menyatakan bahwa proporsi pengeluaran pangan tidak dapat
menunjukkan keberagaman pangan yang dikonsumsi, sehingga tidak dapat
mengidentifikasi kecukupan gizi seseorang.
Faktor yang mempengaruhi pengeluaran pangan dipengaruhi oleh faktor sosial
dan ekonomi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sinaga et al. (2013) yang menyatakan
bahwa bahwa faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi pengeluaran pangan
rumah tangga antara lain adalah pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga,
pendidikan dan jumlah bantuan sosial terhadap pangan yang diterima. Kemampuan
pendapatan rumah tangga juga berpengaruh terhadap pengeluaran pangan didalam
rumah tangga. Jika pendapatan rumah tangga rendah, kebutuhan konsumsi pangan
akan kurang mampu dipenuhi. Hal ini sesuai dengan pendapat Zulkifli et al. (2015)
yang menyatakan bahwa rumah tangga dengan pendapatan terbatas kurang mampu
memenuhi kebutuhan makanan yang diperlukan oleh tubuh, setidaknya
keanekaragaman bahan makanan kurang bisa dijamin karena dengan uang yang
terbatas tidak akan banyak pilihan, akibatnya makanan untuk tubuh tidak terpenuhi.
Selain itu juga semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga, maka kecenderungan
proporsi pengeluaran untuk pangan menurun, yang diikuti dengan peningkatan
proporsi pengeluaran non pangan. Faktor lainnya yaitu berpengaruh terhadap jumlah
individu didalam suatu rumah tangga dalam pengeluaran pangan yang berkaitan
dengan ketahanan pangan. Hal ini sesuai dengan pendapat Hariyadi (2010) yang
menyatakan bahwa ketahanan pangan suatu wilayah, dipengaruhi oleh tingkat
konsumsi anggota keluarga yang menyusun suatu rumah tangga, dimana pangsa
pengeluaran pangan sendiri sebanding dengan jumlah individu, namun tidak
sebanding dengan kondisi ketahanan pangan.

DAFTAR PUSTAKA
Afrianty, D. A., M. Ratna dan I. N. Budiantara. 2009. Pemodelan pengeluaran rumah
tangga untuk konsumsi makanan di Kota Surabaya dan faktor-faktor yang
mempengaruhi menggunakan pendekatan regresi spline. Institut Teknologi
Sepuluh November, Surabaya.
Ariningsih, E. dan H.P.S. Rachman. 2008. Strategi peningkatan ketahanan pangan
rumah tangga rawan pangan. J.Analisis Kebijakan Pertanian. 6 (3): 239-255.
Ashari, Saptana dan T. B. Purwantini. 2012. Potensi dan prospek pemanfaatan lahan
pekarangan mendukung ketahanan pangan. Forum Penelitian Agro
Ekonomi. 30 (1): 13-30.
Asmara, R., H. Hanani dan I. A. Purwaningsih. 2009. Pengaruh Faktor ekonomi dan
non ekonomi terhadap diversifikasi pangan berdasarkan pola pangan harapan
(studi kasus di Dusun Klagen, Desa Kepuh Kembeng, Kecamatan Peterongan,
Kabupaten Jombang). J. Agricultural Socio-Economics. 9 (1): 1 – 19.
Hariyadi, P. 2010. Penguatan Industri Penghasil Nilai Tambah Berbasis Potensi Lokal
Peranan Teknologi Pangan Untuk Kemandirian Pangan. Jurnal Pangan. 19
(4) : 295-301.
Herdiana, E. 2009. Analisis jalur faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan
rumah tangga di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Program Sarjana
Institut Pertanian Bogor. Bogor. (Skripsi).
Lantarsih, R., S. Widodo, D. H. Darwanto, S. B. Lestari dan S. Paramita. 2011. Sistem
ketahanan pangan nasional: Kontribusi ketersediaan dan konsumsi energi
serta optimalisasi distribusi beras. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian. 9 (1):
33-51.
Saliem, H. P. 2011. Kawasan rumah pangan lestari (KRPL) sebagai solusi pemantapan
ketahanan pangan. Makalah kongres ilmu pengetahuan nasional.
Simatupang, P. 2007. Analisis kritis terhadap paradigma dan kerangka dasar kebijakan
ketahanan pangan nasional. Forum Penelitian Agro Ekonomi. 25 (1): 1 – 18.
Sinaga, R. J. R., S. N. Lubis, M. B. Darus. 2013. Kajian faktor-faktor sosial ekonomi
masyarakat terhadap ketahanan pangan rumah tangga di Medan. Socio-
Economic of Agriculture and Agribusiness. 2 (5): 1 – 13.
Zulkifli, E., J. Lelono dan M. Lutfi. 2015. Analisis konsumsi rumah tangga nelayan di
kelurahan Boneoge kecamatan Banawa kabupaten Donggala. J. Katalogis. 3
(12) : 34 – 44.

Anda mungkin juga menyukai