Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG


Beton adalah material yang kuat dalam kondisi tekan, tetapi lemah dalam kondisi
tarik (kuat tariknya bervariasi dari 8 sampai 14 persen dari kuat tekannya). Karena
rendahnya kapasitas tarik tersebut, maka retak lentur terjadi pada taraf pembebanan yang
masih rendah. Untuk mengurangi atau mencegah berkembangnya retak tersebut, gaya
konsentris atau eksentris diberikan dalam arah horizontal elemen struktural, gaya ini
mencegah berkembangya retak dengan cara mengeliminasi atau sangat mengurangi
tegangan tarik di bagian tumpuan dan daerah kritis pada kondisi beban kerja, sehingga
dapat meningkatkan kapasitas lentur, geser dan torsional penampang tersebut. Penampang
dapat berperilaku elastis, dan hampir semua kapasitas beton dalam memikul tekan dapat
secara efektif dimanfaatkan di seluruh tinnggi penampang beton pada saat semua beban
bekerja di struktur tersebut.
Gaya horizontal yang diterapkan seperti di atas disebut gaya prategang, yaitu gaya tekan
yang memberikan prategangan pada penampang di sepanjang bentang suatu elemen
struktural sebelum bekerjanya beban mati dan beban hidup vertikal atau beban hidup
horizontal. Jenis pemberian gaya prategang, bersama besarnya, ditentukan terutama
berdasarkan jenis sistem yang dilaksanakan dan panjang bentang serta kelangsingan yang
dikehendaki.
Tegangan permanen di komponen sruktur prategang diberikan sebelum seluruh beban mati
dan beban hidup bekerja, dengan tujuan agar tegangan tarik

1
netto yang ditimbulkan oleh beban-beban tersebut dapat dieliminasi atau sangat dikurangi.
Pada beton bertulang, diasumsikan bahwa kuat tarik beton dapat diabaikan. Hal ini
disebabkan gaya tarik yang berasal dari momen lentur ditahan oleh lekatan yang terjadi
antara tulangan dan beton. Dengan demikian, retak dan defleksi pada dasarnya tidak dapat
kembali di dalam beton bertulang apabila komponen struktur tersebut telah mencapai
kondisi batas pada saat mengalami beban kerja.
Tulangan di dalam komponen struktur beton bertulang tidak memberikan gaya dari dirinya
pada komponen struktur tersebut, suatu hal yang berlawanan dengan aksi baja prategang.
Baja yang dibutuhkan untuk menghasilkan gaya prategang di dalam komponen struktur
prategang secara efektif memberi beban awal pada komponen struktur, sehingga
memungkinkan terjadinya pemulihan retak dan defleksi. Apabila kuat tarik lentur beton
dilampaui, komponen struktur prategang mulai beraksi seperti elemen beton bertulang.

I.2. PERMASALAHAN
Permasalahan yang terjadi pada beton sangat luas dan rumit, meliputi momen lentur,
momen puntir, gaya geser, lendutan dan lain sebagainya. Hal ini belum termasuk
kehilangan tegangan yang dialami beton prategang diakibatkan oleh berbagai hal.
Maka dari itu, dalam tugas akhir ini permasalahan utama yang dihadapi adalah mengenai
gaya tarik kabel prategang yang harus dikerjakan pada suatu balok statis tak tentu yang
dibebani suatu beban tertentu.

2
I.3. MANFAAT PENULISAN
Manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui besar gaya tarik kabel
prategang yang dibutuhkan pada balok statis tak tentu dengan pembebanan akibat beban
luar yang sama.

I.4. PEMBATASAN MASALAH


Adapun yang menjadi batasan permasalahan dalam tugas akhir ini adalah:
1. Sruktur yang ditinjau adalah balok statis tak tentu.
2. Beban yang ditinjau adalah beban mati, terdiri dari berat sendiri dan beban mati
tambahan.
3. Bentuk penampang balok adalah persegi panjang.
4. Analisa yang digunakan adalah analisa elastis.

I.5. METODOLOGI PENULISAN


Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah studi literatur yaitu dengan
mengumpulkan data-data dan keterangan dari buku-buku yang berhubungan dengan
pembahasan pada tugas akhir ini serta masukan-masukan dari dosen pembimbing.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pendahuluan
Umumnya pada suatu struktur, akibat dari gaya-gaya luar akan timbul tegangan tarik yang
cukup besar pada balok, pelat dan kolom, di sini beton biasa tidak dapat dipakai. Tetapi
apabila sejumlah tulangan dipasang pada daerah tarik maka tegangan-tegangan tarik itu
dapat ditahan, stuktur ini disebut beton bertulang.

Gambar II.1 Balok Beton Bertulang


Pada struktur beton bertulang, tegangan tekan diterima oleh beton dan tegangan tarik
diterima oleh tulangan. Pada gambar di atas terlihat balok yang dibebani oleh dua beban
terpusat P yang menghasilkan momen lentur M pada

4
suatu penampang. Momen M ini diimbangi oleh kopel gaya-gaya dalam D dan T dengan
lengan kopel Z. Pada daerah tarik terlihat adanya retak-retak, biarpun sudah dipasang
tulangan, di sini perlu diperhatikan besarnya lendutan dan lebar retak yang terjadi.
Seperti halnya pada beton bertulang, beton prategang juga merupakan struktur komposit
antara dua bahan, yaitu beton dan baja, tetapi dengan mutu tinggi. Baja yang dipakai
disebut tendon yang dikelompokkan dan membentuk kabel. Seperti sudah diketahui, beton
tidak dapat menahan tarik, tetapi dapat menerima tekanan yang besar. Sedangkan tegangan
tarik yang besar selalu terjadi pada struktur yang besar atau yang mempunyai bentang
besar, atau beban yang berat. Dengan pertimbangan itulah, maka di daerah yang
diperkirakan akan timbul tegangan tarik, dipasang tendon yang diberi tegangan awal. Yang
dimaksudkan dengan tegangan awal di sini adalah tegangan tarik.

(a) (b) (c) (d) (e)


Akibat gaya Akibat Kombinasi Keadaaan Keadaan
Beban Beban tegangan retak berlebihan
prateganf prateganf
Gambar II.2 Balok Beton Prategang

5
akibat gaya akibat kombinasi keadaan keadaan beban
prategang beban tegangan retak berlebihan
Seringkali pada beton prategang juga dipakai tulangan biasa sebagai tulangan memanjang
dan tulangan melintang. Kabel baja mutu tinggi ditempatkan dalam selubung yang
kemudian dijangkar di kedua ujungnya setelah ditegangkan.
Gambar a di atas menunjukkan diagram tegangan akibat gaya prategang dari tendon yang
terletak di bawah. Serat tepi atas tertarik sedikit atau nol, dan serat tepi bawah tertekan.
Gambar b menunjukkan diagram tegangan akibat momen luar, maka serat tepi atas akan
tertekan dan serat tepi bawah akan tertarik. Gambar c merupakan hasil kombinasi antara
tegangan akibat gaya prategang dan momen luar. Bila seluruh penampang dalam keadaan
tertekan seperti pada gambar c, disebut prategang penuh. Diagram tegangan ini dapat
bervariasi dari tegangan tekan maksimum di atas sampai tegangan tekan minimum, nol
atau tegangan tarik yang kecil di tepi bawah. Bila beban terus meningkat, tegangan tarik
pada serat tepi bawah akan bertambah sampai tercapai kekutan tarik beton, dan bila ini
dilampaui, maka akan timbul retak-retak. Momen lentur akan diterima oleh kopel gaya-
gaya dalam seperti terlihat pada gambar d dan e.

II.2. Sistem Prategang


Terdapat dua sistem atau prinsip yang berbeda dalam hal pemberian gaya prategang pada
beton, yaitu :
1. Sistem Pratarik (Pre-tensioning)
Pada prinsip ini tendon ditegangkan dengan pertolongan alat pembantu sebelum beton
dicor atau sebelum beton mengeras, dan gaya prategang dipertahankan sampai beton cukup
keras. Dalam hal ini beton melekat pada baja prategang. Setelah beton mencapai kekuatan
yang diperlukannya, tegangan pada jangkar dilepas perlahan-lahan dan baja terjangkar
pada ujung-ujung konstruksi. Penerapan gaya prategang ini terhadap beton disebut transfer
dari gaya prategang.

6
Gambar II.3 Sistem Pratarik

Gaya prategang sepenuhnya akan ditransfer ke beton melalui panjang transmisi tertentu
yang tergantung pada kondisi permukaan serta profil penampang baja, diameternya dan
kekuatan beton. Juga dipengaruhi oleh efek penjangkaran di ujung baja prategang, yang
cenderung hendak kembali ke ukuran diameter semula.
Keuntungan sistem pratarik adalah daya lekat yang bagus dan kuat terjadi antara baja
tegangan dan beton pada seluruh panjangnya.

2. Sistem Pascatarik (Post-tensioning)


Pada prinsip ini beton dicor terlebih dulu dan dibiarkan mengeras sebelum diberi gaya
prategangan. Baja dapat ditempatkan dalam posisi seperti profil yang telah ditentukan, lalu
dicor dalam beton, lekatan dihindarkan dengan menyelubungi baja, dengan membuat
saluran atau pipa untuk tempat kabel.

Bila kekuatan beton yang diperlukan telah tercapai, maka baja ditegangkan diujung-
ujungnya dan dijangkar. Gaya prategang ditransfer ke beton melalui jangkar pada saat baja
ditegangkan, jadi dengan demikian beton ditekan. Pada saat penegangan, kontak antara
baja dan beton harus dikurangi sebanyak-banyaknya.

7
Gambar II.4 Sistem Pascatarik

Profil baja yang melengkung biasa digunakan pada sistem pascatarik, memungkinkan
pendistribusian yang efektif dari gaya prategang dalam penampang-penampang yang
dikehendaki oleh konstruktor.

II.3. Konsep Dasar Pemberian Prategang


Gaya prategang P yang memenuhi kondisi geometri dan pembebanan tertentu untuk
elemen seperti yang terlihat pada gambar II.5, ditentukan dari prinsip-prinsip mekanika
dan hubungan tegangan-regangan.Kadang-kadang penyederhanaan dibutuhkan, seperti
pada balok prategang yang diasumsikan bersifat homogen dan elastis
.Suatu balok persegi panjang yang ditumpu sederhana yang mengalami gaya prategang P
konsentris ditunjukkan pada gambar II.5(a). Tegangan tekan di penampang balok tersebut
seragam dan mempunyai intensitas :
dimana Ac = bh, adalah luas penampang yang lebarnya b dan tinggi totalnya h. Tanda
minus digunakan untuk tekan dan tanda plus digunakan untuk tarik. Jika beban transversal
bekerja di balok, yang menimbulkan momen M di tengah bentang, maka tegangannya
menjadi :

8
dan
dimana :
ft = tegangan di serat atas
fb = tegangan di serat bawah
c = h/2 untuk penampang persegi panjang
Ig = momen inersia bruto penampang (bh3/12 dalam hal ini)
Persamaan 2.2b menunjukkan bahwa adanya tegangan tekan prategang –P/A mengurangi
tegangan lentur tarik Mc/I sebesar yang dikehendaki di dalam desain, mungkin hingga tarik
hilang sama sekali (bahkan sampai menjadi tekan), atau tarik masih ada sampai yang
diperkenankan dalam peraturan. Pada bab ini ditinjau penampang yang tak retak dan
berprilaku elastis: ketidakmampuan beton untuk menahan tegangan tarik secara efektif
digantikan oleh gaya tekan pada beton prategang.

(a)

(b)

(c)

(d)

9
Gambar II.5 Distribusi Tegangan Serat Beton Pada Balok Persegi Panjang Dengan Tendon
Lurus. (a) Tendon konsentris, hanya prategang. (b) Tendon konsentris, berat sendiri
ditambahkan. (c) Tendon eksentris, hanya prategang. (d) Tendon eksentris, berat sendiri
ditambahkan.
Tegangan tekan di persamaan 2.2a, di serat atas balok akibat pemberian prategang
digabungkan dengan tegangan akibat pembebanan –Mc/I, seperti terlihat dalam gambar
II.5(b). Dengan demikian, kapasitas tegangan tekan balok untuk memikul beban luar akan
jauh berkurang dengan pemberian gaya prategang konsentris. Untuk menghindari
pembatasan ini, tendon prategang diletakkan secara eksentris di bawah sumbu netral di
tengah bentang, agar timbul tegangan tarik di serat atas akibat prategang.

Pada gambar II.5(c) dan II.5(d), jika tendon diletakkan pada eksentrisitas e dari pusat berat
beton, disebut garis cgc, maka timbul momen Pe, dan tegangan di tengah bentang menjadi
:
(2.3a)

(2.3b)

Karena penampang tumpuan balok yang ditumpu sederhana tidak memikul momen akibat
beban luar transversal, maka tegangan serat tarik yang besar di serat atas terjadi akibat gaya
prategang eksentris. Untuk membatasi tegangan seperti itu, profil eksentrisitas tendon
prategang, garis cgc, dibuat lebih kecil di penampang tumpuan daripada di penampang
tengah bentang, atau tidak ada sama sekali, atau mungkin eksentrisitas tersebut negatif
yang berarti di atas garis cgc.

II.3.1 Metode Konsep Dasar


Di dalam metode konsep dasar untuk mendesain elemen beton prategang, tegangan serat
beton secara langsung dihitung dari gaya luar yang bekerja di beton akibat pemberian
prategang longitudinal dan beban luar transversal. Persamaan 2.3a dan 2.3b dapat diubah
dan disederhanakan untuk digunakan dalam
menghitung tegangan pada saat pemberian prategang awal dan pada saat beban kerja.
Jika Pi adalah gaya prategang awal sebelum terjadinya kehilangan tegangan, dan Pe
adalah gaya prategang sesudah kehilangan, maka :

(2.4)

10
Dapat didefenisikan sebagai faktor prategang residual. Dengan mensubstitusikan r2 untuk
Ig/Ac di dalam persamaan 2.3, dimana r adalah radius girasi penampang, rumus untuk
tegangan dapat ditulis sebagai berikut:
a. Hanya gaya prategang
(2.5a)

(2.5b)

Dimana ct dan cb masing-masing adalah jarak dari pusat berat penampang (garis cgc) ke
serat atas dan bawah.
b. Berat sendiri ditambah pemberian prategang
Jika berat sendiri balok menyebabkan momen Mb di penampang yang sedang ditinjau,
maka persamaan 2.5a dan 2.5b menjadi :

(2.6a)

(2.6b)
Dimana St dan Sb masing-masing adalah modulus penampang untuk serat atas dan serat
bawah.
Perubahan eksentrisitas dari penampang tengah bentang ke tumpuan diperoleh dengan
menaikkan tendon prategang, baik secara mendadak dari tengah bentang ke tumpuan, suatu
proses yang disebut harping, atau secara perlahan-lahan dalam bentuk parabolik, suatu
proses yang disebut draping. Gambar II.6(a) menunjukkan profil harped yang biasanya
digunakan untuk balok pratarik dan untuk beban transversal terpusat.

11
Gambar II.6(b) menunjukkan tendon draped yang biasanya digunakan pada pascatarik.

(a)

(b)
Gambar II.6 Profil Tendon Prategang. (a) Tendon harped. (b) Tendon draped.

Setelah pelaksanaan dan instalasi lantai atau dek, beban hidup bekerja di struktur, yang
menimbulkan momen tambahan Ms. Intensitas penuh beban tersebut biasanya terjadi
sesudah gedung tersebut selesai dan kehilangan praategang yang digunakan di dalam
persamaan tegangan adalah gaya prategang efektif Pe. Jika momen total akibat beban
gravitasi adalah MT, maka :

Dimana :
MT = momen akibat berat sendiri
MSD = momen akibat beban mati tambahan, seperti lantai
ML = momen akibat beban hidup
Dengan demikian, persamaan 2.6 menjadi :

(2.7a)

(2.7b)

12
II.3.2 Metode Penyeimbangan Beban
Suatu pendekatan lain yang berguna dalam analisis balok prategang menerus adalah
metode penyeimbangan beban. Teknik ini didasarkan atas penggunaan gaya vertikal pada
tendon prategang draped dan harped untuk melawan atau mengimbangi pembebanan
gravitasi yang dialami suatu balok.
Dengan demikian, cara ini dapat digunakan untuk tendon prategang yang tidak lurus.

(a)

(b)
Gambar II.7 Gaya-Gaya Penyeimbang Beban.
(a) Tendon harped. (b) Tendon draped
Gambar II.7 menunjukkan gaya penyeimbang untuk balok prategang masing-masing
dengan tendon prategang draped dan harped. Reaksi penyeimbang beban R sama dengan
komponen vertikal dari gaya prategang P. Komponen horizontal dari gaya P, sebagai
pendekatan pada balok longitudinal, diambil sama dengan gaya penuh P di dalam
perhitungan tegangan serat beton di tengah bentang suatu balok yang ditumpu sederhana.
Pada penampang lainnya, komponen horizontal aktual dari gaya P digunakan.

13
Beban terdistribusi penyeimbang beban dapat diketahui dengan meninjau tendon parabolik
seperti terlihat dalam Gambar II.8, misalkan fungsi parabolik :

(2.8)

merepresentasikan posisi tendon; gaya T menunjukkan tarikan yang dialami tendon.


Selanjutnya , untuk x = 0 berlaku :

dan untuk x = L/2

dengan menggunakan kalkulus, intensitas beban adalah

(2.9)

dengan mencari di dalam persamaan 2.8 dan mensubstitusikannya ke dalam


persamaan 2.9, diperoleh :

14
Gambar II.9 menunjukkan diagram benda bebas untuk gaya-gaya yang bekerja di balok
prategang dengan profil tendon parabolik. Jelas bahwa kedua set beban transversal yang
sama besar dan berlawanan arah wb saling meniadakan, dan tidak ada tegangan lentur yang
ditimbulkan. Ini cukup masuk akal untuk diduga di dalam metode penyeimbangan beban
karena selalu berlaku bahwa T = C dan C harus meniadakan T agar persyaratan
keseimbangan ΣH = 0 dipenuhi. Karena tidak ada lentur, maka balok tetap lurus dan
permukaan atas tidak berbentuk cembung.

Gambar II.9 Gaya Penyeimbang Beban Pada Diagram Benda Bebas


Tegangan serat beton di seluruh tinggi penampang di tengah bentang menjadi :
(2.12)

Tegangan ini, yang merupakan konstanta, adalah akibat gaya P’ = P cos θ. Gambar
II.10 menunjukkan superposisi tegangan hingga menghasilkan tegangan neto. Perhatikan
bahwa gaya prategang pada metode penyeimbang beban harus bekerja di pusat berat (cgc)
penampang tumpuan pada balok yang ditumpu sederhana dan di pusat berat ujung bebas
untuk balok kantilever. Kondisi ini diperlukan untuk mencegah adanya momen tak
seimbang yang eksentris.
Apabila beban yang bekerja melebihi beban penyeimbang wb sedimikian rupa sehingga
beban tak seimbang wub bekerja, maka momen terjadi di tengah bentang. Tegangan
seratnya di tengah bentang menjadi :
(2.13)

15
Persamaan 2.13 dapat ditulis kembali dengan dua persamaan :

(2.14a)

(2.14b)

Gambar II.10 Tegangan-Tegangan Pada Metode Penyeimbang Beban. (a) Tegangan akibat
gaya prategang. (b) Tegangan akibat beban yang bekerja. (c) Tegangan akibat beban
penyeimbang. (d) Tegangan neto
II.4. Struktur Statis Tak Tentu
Struktur statis tak tentu mempunyai beberapa kelebihan dibanding struktur statis tertentu,
diantaranya adalah momen lentur yang terjadi lebih kecil sehingga defleksinya berkurang
dan penampang juga menjadi lebih kecil. Pada struktur statis tertentu, perubahan bentuk
pada struktur dapat terjadi tanpa tekanan pada tumpuan, dan gaya-gaya dalam dapat
ditentukan dengan prinsip statika. Pada struktur statis tak tentu, gaya-gaya dalam
tergantung pada kekakuan relatif pada bagian tertentu. Di samping keseimbangan gaya-
gaya dalam, kompaktibilitas geometri juga harus dipertimbangkan.
Perbedaan yang signifikan pada struktur statis tertentu dan statis tak tentu adalah adanya
aksi tahanan yang berkembang pada struktur statis tak tentu akibat adanya perubahan
bentuk yang ada padanya. Reaksi terjadi di daerah tumpuan pada struktur menerus,
sedangkan tumpuan-tumpuan memberikan tahanan
terhadap perubahan bentuk akibat prategang, baik perpendekan elastis maupun
kelengkungannya. Reaksi yang dihasilkan oleh tumpuan akibat aksi prategang disebut
reaksi sekunder. Reaksi sekunder ini menghasilkan momen sekunder.

16
Terjadinya reaksi sekunder dan momen sekunder diuji dengan memakai suatu balok
menerus dua-bentangan yang diberi prategang dengan suatu kabel lurus yang terletak
pada suatu eksentrisitas yang merata sepanjang bentang, seperti ditunjukkan dalam
Gambar II.11(a). Akibat kerja gaya prategang P, balok akan melendut seperti ditunjukkan
dalam Gambar II.11(b) kalau tidak dikekang pada tumpuan tengah B. Suatu reaksi
sekunder R seperti ditunjukkan dalam Gambar II.11(c) timbul di tumpuan tengah kalau
balok tersebut dikekang di B sehingga lendutan tidak mungkin terjadi pada tumpuan ini.
Sebagai konsekuensi dari reaksi sekunder yang bekerja ke bawah ini timbul momen-
momen sekunder pada balok menerus ABC seperti ditunjukkan dalam Gambar II.11(d).

(a)

(b)

(c)

(d)
Gambar II.11 Reaksi Sekunder dan Momen Sekunder Pada
Balok Beton Prategang Menerus

17
II.4.1. Defenisi Istilah-Istilah Umum
Istilah-istilah yang umum dipakai dalam studi batang beton prategang menerus
didefenisikan di bawah ini.
Momen primer. Momen primer adalah momen lentur yang nyata pada suatu penampang
struktur statis tak tentu yang diakibatkan oleh eksentrisitas tendon terhadap garis berat yang
sesungguhnya. Dengan memperhatikan Gambar II.12, momen primer pada setiap potongan
melintang balok menerus dua bentangan adalah -Pe karena momen tersebut merupakan
suatu momen negatif.
Momen sekunder (momen lentur parasitis). Momen sekunder adalah momen tambahan
yang ditimbulkan pada suatu penampang struktur statis tak tentu yang diakibatkan oleh
reaksi-reaksi sekunder yang timbul sebagai konsekuensi dari pemberian potongan pada
struktur. Variasi momen sekunder pada suatu balok menerus dua bentangan yang diberi
prategang dengan suatu tendon eksentris lurus ditunjukkan dalam Gambar II.12.
Momen resultan. Momen resultan pada suatu penampang struktur prategang statis tak tentu
ialah jumlah momen-momen primer dan sekunder.
Garis tekanan atau garis desakan. Garis tekanan adalah tempat kedudukan tekanan
resultan pada penampang-penampang yang berlainan pada suatu batang struktural.
Pergeseran garis tekanan dari garis berat diperoleh sebagai perbandingan momen resultan
dan gaya prategang pada penampang tersebut. Garis tekanan resultan untuk suatu balok
menerus dua bentangan ditunjukkan dalam Gambar II.12.
Garis prategang (garis titik berat kawat baja atau garis CGS). Tempat kedudukan titik
berat gaya prategang sepanjang struktur adalah garis prategang atau garis titik berat kawat
baja.

18
Gambar II.12 Garis Tekan Pada Suatu Balok Prategang Menerus
Profil kabel atau tendon konkordan. Suatu profil tendon dimana eksentrisitasnya pada
semua potongan melintang berbanding lurus dengan momen lentur yang disebabkan oleh
sesuatu pembebanan pada suatu struktur statis tak tentu dengan tumpuan tegar (rigid)
adalah suatu profil konkordan.
Penegangan suatu tendon yang diletakkan dengan profil sedemikian tidak menimbulkan
reaksi sekunder apapun dan dengan demikian momen sekundernya

19
sama dengan nol. Menurut Guyon, tendon-tendon pada struktur statis tak tentu, yang
ditempatkan berimpit dengan garis tekanan atau garis desakan, tidak akan menimbulkan
momen-momen sekunder pada struktur.
Resultan garis tekanan pada suatu balok menerus dua bentangan yang diberi prategang
dengan suatu kabel melengkung dengan eksentrisitas nol pada semua tumpuannya
ditunjukkan dalam Gambar II.13. Kalau profil tendon dibuat berimpit dengan garis tekanan
resultan, seluruh reaksi sekunder akan hilang dan profil kabel dapat dianggap konkordan.

Gambar II.13 Garis Tekanan dan Profil Kabel Konkordan

II.4.2. Pola Tendon Untuk Balok Menerus


Kontinuitas pada konstruksi beton prategang dicapai dengan memakai kabel-kabel
(tendon) melengkung atau lurus yang menerus sepanjang beberapa bentangan seperti
ditunjukkan dalam Gambar II.14(a) dan (b). Juga dimungkinkan untuk menimbulkan
kontinuitas antara dua balok pracetak dengan memakai

20
“kabel tutup” (cap cable) seperti ditunjukkan dalam Gambar II.14(c). Alternatif lain,
tendon-tendon lurus yang pendek dapat dipakai di atas tumpuan untuk menimbulkan
kontinuitas antara dua balok prategang pracetak seperti ditunjukkan dalam Gambar
II.14(d).

Gambar II.14 Pola Tendon Untuk Balok Menerus

21
Berdasarkan metode konstruksi, balok-balok menerus dapat diklarifikasikan sebagai
“balok menerus penuh” dimana tendonnya umumnya menerus dari ujung yang satu ke
ujung lainnya, dan “menerus sebagian” dimana masing-masing bentang pertama-tama
dipracetak sebagai suatu balok sederhana
dan elemen-elemen tersebut dirakit untuk membentuk suatu batang menerus dengan
memakai kabel tutup atau tendon pendek di atas tumpuan.

II.4.3. Analisis Elastis Untuk Beban Akibat Beban Luar


Untuk analisa struktur akibat beban luar antara lain akibat berat sendiri balok dan akibat
beban mati tambahan digunakan metode persamaan tiga momen.

Gambar II.15 Gambar Bidang Momen Akibat Beban Terpusat

Pada prinsipnya persamaan tiga momen bertujuan mencari bidang momen sebagai muatan
akibat beban luar. Hal ini bertujuan untuk mencari nilai reaksi-reaksi pada tumpuan.
Berikut ini prinsip persamaan tiga momen untuk struktur pada gambar III.1 di atas.

22
Bidang momen sebagai muatan :

Cara yang sama dapat dikerjakan pada struktur yang berbeda, berikut contoh sederhana
lainnya:

(a)

23
(b)

Gambar II.16 Gambar Bidang Momen Akibat Suatu Momen Bekerja


Pada Salah Satu Tumpuan

Gambar II.17 Gambar Bidang Momen Akibat Beban Merata Bekerja


Di Sepanjang Bentang

24
Untuk gambar II.16(a), bidang momen sebagai muatan :

Untuk gambar II.16(b) , bidang momen sebagai muatan :

25
Untuk gambar II.17, bidang momen sebagai muatan :

II.4.4. Analisis Elastis Untuk Kontinuitas Prategang


Struktur beton bertulang biasanya statis tak tentu karena adanya kontinuitas yang diberikan
oleh struktur yang bersifat monolitik. Keuntungan dari struktur seperti ini momen lentur
selalu lebih kecil dibandingkan dengan balok statis tertentu padanannya, yang berarti
penampangnya lebih dangkal dan lebih ekonomis. Deformasi akibat beban aksial biasanya
diabaikan kecuali pada komponen struktur yang sangat kaku, dan turunnya tumpuan jarang
sekali ditinjau karena rangkak dan susut tidak menimbulkan tegangan yang signifikan.
Pada beton prategang, kontinuitas juga menghasilkan momen lentur yang tereduksi.
Sekalipun demikian, momen lentur akibat gaya-gaya prategang yang eksentris
menimbulkan reaksi sekunder dan momen lentur sekunder. Momen dan reaksi sekunder
ini memperbesar atau memperkecil efek utama dari gaya prategang eksentris. Juga, efek
perpendekan elastis, susut dan rangkak menjadi lebih besar dibandingkan dengan struktur
menerus beton bertulang.
Karena elemen prategang, termasuk prategang parsial, mempunyai retak lentur yang sangat
terbatas dibandingkan dengan elemen beton bertulang, maka teori elastis untuk struktur
statis tak tentu dapat diterapkan dengan ketelitian cukup pada kondisi batas beban kerja.
Dengan perkataan lain elemen prategang pada dasarnya dapat dipandang sebagai material
elastis homogen karena taraf retak yang terbatas, sedangkan dalam struktur beton bertulang

26
adalah tidak rasional untuk menggunakan asumsi seperti itu karena retak lentur sudah
mulai terjadi pada taraf pembebanan sekitar 5 sampai 10 persen dari beban gagal.
II.4.4.1. Metode Peralihan Tumpuan
Gambar II.18(a) menunjukkan balok beton prategang menerus dua bentang. Dalam bagian
(b), tumpuan tengah diasumsikan telah ditiadakan. Karena adanya reaksi atau gaya
sekunder R di tumpuan dalam yang disebabkan oleh prategang eksentris, maka momen
semula akibat prategang, yaitu M1 = Pe e1, akan disebut momen primer, dan momen M2
yang disebabkan oleh reaksi akan disebut momen sekunder. Efek momen sekunder adalah
memindahkan lokasi garis tekan C, di tumpuan antara struktur menerus, dan untuk
mengembalikan penampang balok di tumpuan ke posisi semula sebelum pemberian
prategang, lihat gambar II.18(c). Garis tekan adalah garis pusat gaya tekan yang bekerja di
sepanjang bentang balok. Reaksi sekunder R menyebabkan lawan lendut Δ ternetralisir dan
balok tersebut harus ditahan di tumpuan sementara oleh reaksi R yang sama besar dan
berlawanan arah, apabila garis C di tumpuan tengah ada di atas garis cgc. Apabila kedua
garis berimpit, maka reaksi R akan menjadi nol.
Diagram momen lentur struktur primer M1 akibat gaya prategang ditunjukkan dalam
gambar II.19(a). Apabila ini digabungkan dengan diagram momen sekunder M2 dalam
gambar II.19(b), maka diagram momen yang dihasilkan M3 = M1 + M2 [gambar II.19(c)]
dapat dibuat dengan menggunakan gaya prategang untuk kondisi dimana serat bawah balok
tepat menyentuh tumpuan antara, dan garis tekan C bergerak pada jarak y dari profil tendon
cgs, yaitu garis T [gambar II.19(d)]. Sebagai perjanjian tanda, diagram momen lentur
digambar pada sisi tarik kolom. Perjanjian seperti ini dapat membantu kesalahan dalam
melakukan superposisi di dalam analisis struktur portal dan sistem lain yang elemen
vertikalnya mengalami momen.

(a)

27
(b)

(c)

(d)

(e)

28
Gambar II.18 Momen Sekunder Di Balok Prategang Menerus. (a) Profil tendon sebelum
pemberian prategang. (b) Profil sesudah pemberian prategang apabila balok tidak dikekang
di tumpuan tengah. (c) Reaksi sekunder untuk mengeleminasi lawan lendut. (d) Reaksi R
pada balok yang ditumpu sederhana secara teoritis. (e) Diagram momen sekunder akibat
R.

(a)

(b)

(c)

(d)

29
Gambar II.19 Superposisi Antara Momen Sekunder Hanya Akibat Prategang dan
Transformasi Garis C. (a) Momen primer M1. (b) Momen sekunder M2. (c) Superposisi
(b) dan (c) untuk mendapatkan momen M3. (d) Transformasi garis C dari garis T.
Deviasi garis C dari garis cgs adalah

(2.15)

Dan lokasi yang baru untuk cgs profil tendon ditentukan dari momen netto M3 = M1 + M2
dengan menggunakan tanda momen yang memadai, positif di atas dan negatif di bawah
garis alas. Eksentrisitas batas yang dihasilkan dari garis C adalah

(2.16)

Dimana Pe adalah gaya prategang efektif sesudah semua kehilangan terjadi. Dapat dilihat
bahwa e’ bernilai negatif apabila garis tekan ada di atas sumbu netral, seperti pada
penampang tumpuan antara. Tegangan serat beton hanya akibat prategang di tumpuan
antara menjadi, dari persamaan 2.5a dan 2.5b

(2.17a)

Tegangan serat beton di tumpuan akibat prategang dan momen di tumpuan akibat berat
sendiri adalah

(2.18a)

(2.18b)

Sebagai alternatif, dengan menggunakan nilai momen M3 di persamaan 2.18, momen netto
di penampang tersebut adalah M4 = M3 – MD, dan tegangan serat beton di tumpuan dimana
tendon ada di atas sumbu netral dievaluasi dari

30
(2.19a)

(2.19b)

Persamaan 2.18 dan 2.19 harus memberikan hasil yang sama apakah diterapkan di
penampang tumpuan, tengah bentang atau di penampang lain di sepanjang bentang asalkan
perjanjian tanda yang benar digunakan.

II.4.4.2. Metode Beban Ekivalen


Metode beban ekivalen secara teoritis didasarkan atas penggantian efek gaya prategang
dengan beban ekivalen yang ditimbulkan oleh profil momen prategang di sepanjang
bentang akibat momen primer M1 seperti telihat dalam gambar II.17(b). Apabila diagram
geser yang menyebabkan momen M1 digambarkan seperti terlihat dalam gambar II.17(c)
dan beban yang menghasilkan geser ini dievaluasi seperti terlihat dalam gambar II.17(d),
maka reaksi R akan sama dengan reaksi peralihan R dalam metode sebelumnya.
Perhitungan distribusi momen akibat pembebanan pada balok menerus dalam gambar
II.17(d) menimbulkan diagram momen dari M3 di bagian (e) gambar tersebut. Momen ini
sama dengan momen netto M3 pada metode sebelumnya, sehingga eksentrisitas batas garis
cgs yang diperoleh adalah e3 = M3/Pe. Reaksi tumpuan interior prategang R diperoleh dari
gambar II.17(d) di dalam menentukan momen sekunder M2 yang diakibatkan oleh beban
R yang bekerja di titik c dari bentang sederhana AB. Dengan demikian, deviasi garis C dari
garis cgs adalah y = M2/Pe seperti yang didapat dalam metode sebelum ini.

(a)

31
(b)

(c)

(d)

Gambar II.20 Metode Beban Ekivalen Pada Transformasi Garis C. (a) Struktur primer
sesudah prategang. (b) Momen primer M1 akibat prategang. (c) Diagram geser untuk
momen M1. (d) Beban yang menghasilkan momen di (b) dan geser di (c). (e) Diagram
momen untuk beban di (d) sesudah distribusi momen.

32

Anda mungkin juga menyukai