Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PERBEKALAN FARMASI RUMAH SAKIT

“PRODUKSI DAN DISPENSING INSTALASI FARMASI


RUMAH SAKIT”

Disusun oleh : Kelompok 3 APT XXXVI B

Pelangi Baidara RL (18203640


Putu Widya C (18203640
Rahayu Setyowati (18203640
Rasyid Dananjaya (18203640
Ravita Sari (18203640
Rifa Choirul Mala (1820364059)
Risky Herdina Putri (1820364060)
Risna Permata S (1820364061)
Rosandi Rio P (1820364062)
Serliandi (1820364063)
Shabrina Nindya H (1820364064)
Siti Indah Fitriani (1820364065)
Siti Muharomah (1820364066)
Siti Mutmainah (1820364067)

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA

2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.1197/MENKES/SK/X/2004, kegiatan produksi yang dilakukan oleh
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) merupakan kegiatan membuat,
merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau non
steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
IFRS sebagai organisasi atau lembaga produksi bertugas untuk
menyediakan dan menjamin mutu produk yang diproduksinya, termasuk juga
produk yang dibeli. IFRS harus berupaya memastikan terapi obat berlangsung
secara efektif, aman dan rasional, serta mengadakan pengendalian
penggunaan serta system distribusi obat yang tanggap dan akurat bagi seluruh
pasien.
Dalam proses produksi, IFRS melakukan kegiatan yang meliputi desain
atau pengembangan produk, penetapan spesifikasi produk, penetapan kriteria
dan pemilihan pemasok, proses pembelian, proses produksi, pengujian mutu,
dan penyiapan produk tersebut bagi pasien. Selain itu, IFRS juga
melaksanakan pengemasan kembali obat atau produk obat, untuk kemasan
“selama rentang terapi: dan kemasan “dosis unit”. Kriteria obat yang
diproduksi meliputi :
- Sediaan farmasi dengan formula khusus
- Sediaan farmasi dengan mutu sesuai standar dengan harga lebih murah
- Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil
- Sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran
- Sediaan farmasi untuk penelitian
- Sediaan nutrisi parenteral
- Rekonstruksi sediaan obat kanker
- Sediaan farmasi yang harus selalu dibuat baru (Pembuatan puyer, sirup,
salep, pengenceran)
Dalam pelaksanaan seluruh proses produksi, IFRS perlu menerapkan
standar system mutu ISO 9001 dan dilengkapi dengan Cara Pembuatan Obat
yang Baik.(CPOB).

B. Tujuan
- Mengetahui alur produksi instalasi farmasi rumah sakit
- Mengetahui apa saja yang dipersyaratkan dalam produksi instalasi farmasi
rumah sakit
- Mengetahui sediaan apa saja yang mampu di produksi oleh indtalasi
farmasi rumah sakit
BAB II
PEMBAHASAN
A. Alur Proses Produksi
Produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan
pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan di Rumah sakit (Depkes, 2004)
Tujuan pelayanan produksi : melayani produksi obat yang sesuai dengan
kebutuhan RS
Penanggung jawab : Farmasis/Apoteker dalam jabatan fungsional yang
bertanggung jawab kepada Kepala IFRS dan dibantu oleh AA dan tenaga lain
terlatih
Contoh alur produksi sediaan farmasi di RSUP Bukittinggi
1. OBH
Contoh formula dalam 20 botol :
- Succus 50 gram
- Ammonium chloride 30 gram
- SASA 30 ml
2. Kapsul obat penenang
a. ASC. Contoh formula dalam 1 kapsul :
- Amitriptyline 25 5 mg
- Stelazin 5 0,25 mg
- Clobazam 10 5 mg
b. AC. Contoh formula dalam 1 kapsul :
- Amitriptilin 25 5 mg
- Carbamazepin 200 100 mg
3. Kapsul obat Asma
Komposisi tiap bungkus :
- Aminofiline 150 mg
- Luminal tab 10 mg
- CTM 4 2 mg
- Efedrin tab 12,5 mg
- Prednisone 2 mg
Alur produksi Sirup :

Penimbangan

Pencampuran

Pengecekan :
organoleptis, pH, viskositas

Pengisian dan Pengecekan :


penutupan botol Penampilan, kebocoran, volume

Pengecekan :
Labeling Penampilan, kelengkapan
penandaan

Pengemasan
Sekunder

Penyimpanan

B. Syarat Produksi dan Dispensing


Persyaratan produksi perbekalan farmasi di instalasi farmasi rumah sakit :
 Sediaan yang diproduksi harus akurat
 Formula induk dan batch sediaan yang diproduksi harus terdokumentasi
 Semua tenaga teknis di bawah pengawasan dan terlatih
 Sesuai dengan CPOB 2012 dan standar internasional ISO 9001
 Apoteker disarankan untuk membuat sediaan farmasi dengan potensi dan
kemasan yang dibutuhkan untuk terapi optimal, tetapi tidak tersedia
dipasaran
Persyaratan dispensing perbekalan steril di instalasi farmasi rumah sakit :
 Tersedia sarana dan prasarana yang memenuhi persyaratan untuk
peracikan dan penyiapan obat
 Sistem distribusi obat yang seragam di seluruh rumah sakit, dengan sistem
Unit Dose Dispensing (UDD) untuk rawat inap
 Menetapkan standar mutu yang meliputi response time (kecepatan
penyiapan obat)
 Penyerahan obat pasien rawat jalan dilakukan oleh apoteker disertai
dengan pemberian informasi obat.

Persyaratan produksi :
1. Produk Steril
a. Produksi sediaan nutrisi parenteral
Nutrisi parenteral adalah nutrisi steril yang diberikan kepada
pasien secara intravena.
Kegiatan yang dilakukan dalam produksi sediaan nutrisi parenteral,
yaitu:
- Mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral
untuk kebutuhan perorangan
- Mengemas sediaan ke dalam kantong khusus untuk nutrisi
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam produksi sediaan nutrisi
parenteral adalah:
- Tim yang terdiri dari dokter, apoteker, perawat, dan ahli gizi untuk
memformulasikan nutrisi yang dibutuhkan
- Produksi dilakukan di ruangan khusus/ Clean room di dalam
kabinet laminar/ Laminar Air Flow Cabinet
- Sediaan dikemas dalam kantong khusus untuk nutrisi parenteral
b. Pencampuran obat suntik (IV admixture)
Pencampuran obat suntik yaitu mencampurkan obat steril sesuai
kebutuhan pasien yang menjamin kompatibilitas, dan stabilitas obat
maupun wadah dan sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan.
Kegiatan yang dilakukan dalam pencampuran obat suntik adalah:
- Pelarutan serbuk steril
- Menyiapkan suntikan IV sederhana (tunggal)
Contoh : memindahkan obat dari vial ke dalam syringe atau
kantong infus.
- Menyiapkan suntikan IV kompleks
Contoh : memindahkan obat yang sama dari beberapa vial ke dalam
wadah akhir steril.
- Mengemas menjadi sediaan siap pakai
Contoh : pencampuran komponen nutrisi parenteral
Proses pencampuran obat suntik harus memenuhi syarat sebagai
berikut :
- Ruangan produksi merupakan ruangan ISO Class 7
- Proses produksi dilakukan di meja kerja kabinet laminar (laminar
airflow workbench / LAFW) dengan klasifikasi ISO Class 5
- Ruangan produksi memiliki tekanan positif dilengkapi dengan
HEPA filter
- Akses terbatas
c. Rekonstitusi sediaan farmasi berbahaya
Produksi sediaan farmasi berbahaya merupakan penanganan
obat kanker secara aseptis dalam kemasan siap pakai oleh pasien yang
dilakukan oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian
keamanan terhadap lingkungan, petugas, maupun sediaan obatnya dari
efek toksik dan kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri
pada saat pencampuran, distribusi, maupun proses pemberian kepada
pasien sampai pembuangan limbahnya. Sediaan yang termasuk dalam
sediaan farmasi berbahaya adalah obat-obat kanker, seperti agen
neoplastik, sitostatika; dan radiofarmaka.
Kegiatan yang dilakukan dalam rekonstitusi sediaan farmasi
berbahaya adalah :
- Melakukan perhitungan dosis secara akurat
- Melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai
- Mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol
pengobatan
- Mengemas dalam kemasan tertentu
- Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada proses rekonstitusi sediaan
farmasi berbahaya :
- Operator harus mengenakan sarung tangan kemoterapi dan pakaian
yang sesuai selama penerimaan, distribusi, penyimpanan,
investarisasi, persiapan untuk administrasi, dan pembuangan
limbah.
- Ruangan produksi dan penyimpanan harus bertekanan negatif dan
buffer area ISO Class 7 atau lebih. Ruang penyimpanan terpisah
dengan ruang produksi dan area lain.
- Produksi dilakukan dalam LAC dengan klasifikasi ISO Class 5 atau
Compounding Aseptic Containment Isolator (CACI).
2. Produksi Non Steril
Sub instalasi produksi farmasi mebuat perencanaan produksi obat-
obat yang dibutuhkan selama satu bulan dan mencatat realisasi kerjanya,
perencanaan produksi dibuat untuk bulan berikutnya berdasarkan
permintaan barang dari sub instalasi apotek pegawai distribusi farmasi
dan persediaan minimum produksi, selanjutnya dilaksanakan dalam
kegiatan harian. Kegiatan yang dilakukan dalam produksi non steril yaitu
pembuatan, pengenceran, dan pengemasan kembali.
a. Pembuatan
Sub instalasi produksi farmasi memproduksi obat non steril
berdasarkan master formula. Produksi obat dilakukan dengan mengisi
ulir pembuatan obat. Tahapan pembuatan obat dilakukan berdasarkan
urutan seperti contoh yang terdapat pada formulir pembuatan obat dan
pada setiap tahap pembuatan harus diparaf oleh petugas yang
mengerjakannya. Formulir pembuatan obat dibuat berdasarkan per
item obat. Pengemasan dan pemberian etiket dilakukan setelah
produksi obat atau pengenceran antiseptik selesai dibuat dan diperiksa
kembali. Setelah selesai pengemasan, maka operator harus mengisi
lembaran atau formulir pengemasan yang berisi tanggal produksi,
nama obat, nomor produksi, volum dan kemasan, kemudian diparaf.
Selanjutnya formulir pembuatan obat, formulir pengemasan dan etiket
diparaf atau diberi cap oleh penanggung jawab sebagai tanda bahwa
obat sudah diperiksa dan dapat didistribusikan.
b. Pengenceran
Pengenceran dilakukan berdasarkan urutan seperti yang terdapat
pada formulir obat dan pada setiap tahap harus diparaf oleh petugas
yang mengerjakannya. Pengenceran misalnya pembuatan alkohol 70%
dari alkohol 95%.
c. Pengemasan
Pengemasan kembali misalnya Betadine® dan Rivanol dari
kemasan besar menjadi kemasan yang lebih kecil.
Penyimpanan hasil produksi dipisahkan antara obat dalam dan
obat luar yang masing-masing disusun secara alfabet. Obat yang lebih
dulu dikeluarkan adalah obat yang lebih dulu diproduksi dengan
mempertimbangkan waktu kadaluarsanya. Setiap pengeluaran obat
dicatat dalam kartu sediaan.
Instalasi produksi farmasi melayani kebutuhan barang dari sub
instalasi distribusi, apotek pegawai dan apotek korpri. Pengiriman
barang dilakukan setiap minggu. Sub instalasi produksi farmasi juga
melayani permintaan untuk pembuatan formula khusus yang berasal
dari resep dokter dan tidak ada dalam rencana produksi.
Laporan-laporan yang dibuat adalah laporan pemasukan dan
pengeluaran bahan baku yang dibuat setiap bulan; laporan pembuatan
dan pengeluaran produk jadi non steril, serta laporan pelayanan
sitostatika. Obat-obat yang diproduksi di instalasi produksi farmasi
adalah obat-obat yang lebih murah jika diproduksi sendiri dan obat
yang tidak terdapat di pasaran atau merupakan formula khusus.

C. Instansi Terkait Proses Produksi


Instalasi bisa melakukan produksi apabila :
1. Sediaan farmasi tidak ada di pasaran
2. Sediaan farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri
3. Sediaan farmasi dengan fromula khusus
4. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil atau re packaging
5. Sediaan farmasi untuk penelitian
6. Sediaan farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan harus dibuat baru

D. Dispensing IV admixture dan Total Parenteral Nutrition


 IV Admixture
Pencampuran Obat Suntik Melakukan pencampuran Obat steril sesuai
kebutuhan pasien yang menjamin kompatibilitas dan stabilitas Obat
maupun wadah sesuai dengan dosis yang ditetapkan.
Faktor yang perlu diperhatikan pada IV :
- ruangan khusus
- lemari pencampuran Biological Safety Cabinet
- HEPA Filter
Indikasi pemberian secara IV :
- untuk menjamin tercapainya konsentrasi obat
- dapat menggantikan sediaan yang tak tersedia secara oral
- dapat digunakan pada pasien yang tidak sadarkan diri atau tidak
kooperatif
- menjamin kepatuhan terapi
- lebih memudahkan memantau efek terapi dan konsentrasi puncak
 TPN
Merupakan kegiatan pencampuran nutrisi parenteral yang dilakukan oleh
tenaga yang terlatih secara aseptis sesuai kebutuhan pasien dengan
menjaga stabilitas sediaan, formula standar dan kepatuhan terhadap
prosedur yang menyertai.
Faktor yang perlu diperhatikan pada TPN :
- tim yang terdiri dari dokter, Apoteker, perawat, ahli gizi
- sarana dan peralatan
- ruangan khusus
- lemari pencampuran Biological Safety Cabinet
- kantong khusus untuk nutrisi parenteral.

E. Persyaratan ruangan dan alat untuk produksi dan dispensing


Pembagian ruangan :
- Ruang terpisah antara Obat jadi dan bahan baku
- Ruang terpisah untuk setiap proses produksi
- Ruang terpisah untuk produksi Obat luar dan Obat dalam
- Gudang terpisah untuk produksi antibiotik (bila ada)
- Tersedia saringan udara, efisiensi minimal 98%
- Hindari bahan dari kayu, kecuali dilapisi cat epoxy/enamel
Permukaan lantai, dinding, langit-langit dan pintu harus:
a) Kedap air
b) Tidak terdapat sambungan
c) Tidak merupakan media pertumbuhan untuk mikroba
d) Mudah dibersihkan dan tahan terhadap bahan pembersih/desinfektan
Daerah pengolahan dan pengemasan
Ruang aseptic dispensing harus memenuhi persyaratan:
a) Ruang bersih : kelas 10.000 (dalam Laminar Air Flow = kelas 100)
b) Ruang/tempat penyiapan : kelas 100.000
c) Ruang antara : kelas 100.000
d) Ruang ganti pakaian : kelas 100.000
e) Ruang/tempat penyimpanan untuk sediaan yang telah disiapkan Tata ruang
harus menciptakan alur kerja yang baik sedangkan luas ruangan
disesuaikan dengan macam dan volume kegiatan.
Temperatur
Suhu udara diruang bersih dan ruang steril, dipelihara pada suhu 16 – 25° C.
- Kelembaban
• Kelembaban relatif 45 – 55%
• Ruang bersih, ruang penyangga, ruang ganti pakaian steril dan ruang
ganti pakaian kerja hendaknya mempunyai perbedaan tekanan udara
10-15 pascal

F. Monitoring dan Evaluasi (Meliputi inkompatibilitas dan stabilitas


sediaan)
 Inkompatibilitas invitro
Ditandai dengan adanya kekeruhan, cloudness, endapan atau perubahan
warna.
 Inkompatibilitas farmakologi
Inkompatibilitas farmakologi dapat terjadi akibat interaksi obat-obat,
interaksi obat dengan penyakit yang di derita pasien. Adanya interaksi
farmakologi dapat mengakibatkan efek obat meningkat sehingga terjadi
toksisitas, atau menurunkan efek obat sehingga pengobatan menjadi
subterapetik.
 Problem sterilitas
Pencampuran bahan obat ke dalam larutan infus yang tidak menggunakan
cara-cara aseptik dapat mengakibatkan masuknya mikroorganisme
kedalam sediaan.
 Adanya partikel dalam sediaan parenteral
Artikel dapat berasal dari tutup karet vial, pecahan kaca pada saat
mematahkan ampul, rambut, atau kain petugas.
 Stabilitas produk iv admixture
Stabilitas produk iv admixture berkaitan dengan waktu kadaluwarsa obat-
obatan yang telah mengalami pencampuran.
 Sumber literatur yang tepat
Menurut USP (795), apoteker dapat menggunakan naskah publikasi untuk
mengetahui informasi mengenai stabilitas, kompatibilitas, dan degradasi
suatu obat. Prediksi beyond use date berdasarkan hasil publikasi, diagram,
tabel, dan sebagainya dapat digunakan untuk mengetahui beyond use date
teoritis. Prediksi beyond use date secara teori dapat menyebabkan asumsi
yang berbeda, kesalahan, atau ketidakakuratan. Besarnya kesalahan atau
ketidakakuratan tergantung pada perbedaan antara karakteristik produk
hasil racikan; seperti, komposisi, konsentrasi, volume, tipe kemasan,
bahan dari kemasan, dan karakteristik dari data stabilitas produk yang
akan digunakan. Semakin besarnya ketidakpastian dari penentuan beyond
use date secara teori menyebabkan perlunya penentuan beyond use date
secara eksperimental dari suatu racikan (Kupiec, 2003).
 Tes secara langsung
Perlu diketahui bahwa beyond use date yang valid hanya dapat diperoleh
melalui studi stabilitas produk spesifik. Stabilitas kuantitatif dapat
menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dan
GC (Gas Chromatography) untuk preparasi campuran tertentu (Kupiec,
2003).
 USP (795)
Menurut USP (795) untuk sediaan racikan berbentuk nonaqueuos liquid
dan padat, dimana obat hasil dari produksi pabrik merupakan bahan untuk
zat aktifnya, penentuan beyond use date tidak boleh lebih dari 25% dari
sisa waktu kadaluwarsa obat aslinya atau 6 bulan, dipilih yang lebih
singkat. Sediaan yang mengandung air yang dibuat dari sediaan padat,
penentuan beyond use date tidak boleh lebih dari 14 hari dengan
penyimpanan pada suhu dingin (Kupiec, 2003).
 Data stabilitas primer adalah data pada produk obat yang disimpan pada
kemasan untuk dipasarkan dibawah kondisi penyimpanan untuk
merencanakan shelf life. Data ini merupakan akumulasi dari tes pada
waktu ke nol (sesaat setelah produksi) dan pada titik waktu penetapan
sebelumnya dari beyond use date yang diinginkan.
 Frekuensi dari tes yang dilakukan harus cukup untuk dapat menentukan
stabilitas dari obat. Frekuensi dari tes secara normal untuk kondisi jangka
panjang adalah setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama, setiap 6 bulan pada
tahun kedua dan kemudian dilakukan setiap tahunnya.
 Untuk mengetahui beyond use date selama 6 bulan, perlu dilakukan tes
pertama pada saat awal (waktu-0) kemudian dilakukan tes lagi pada bulan
ketiga dan keenam dengan kondisi penyimpanan 250C ± 20C/60% RH ±
5%, dengan menggunakan kondisi yang dipercepat, stabilitas selama 6
bulan dapat diprediksi setelah melakukan tes selama 1 bulan untuk
mendapatkan data beyond use date yang lebih cepat (Kupiec, 2003).

Anda mungkin juga menyukai