Fakultas Kedokteran
Skenario 1
Seorang laki-laki berusia 65 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan nyeri dada.
Pendahuluan
Angina pectoris merupakan suatu sindrom dimana pasien mendapatkan sensasi rasa nyeri
pada dada yang khas, yaitu sensasi ditekan atau terasa tertimpa beban berat, dan tidak jarang rasa
nyeri menjalar ke lengan kiri. Rasa nyeri pada umumnya timbul pada saat pasien melakukan
aktivitas. Terdapat 3 tipe dari angina pectoris : angina pectoris tipe stabil, angina pectoris tipe
tidak stabil, dan angina pectoris prizmetal. Dimana tipe stabil merupakan angina yang menyerang
sesaat melakukan aktivitas tetapi akan mereda saat aktivitas dihentikan atau saat beristirahat, tipe
tidak stabil serupa dengan tipe stabil tetapi tidak mereda walau aktivitas dihentikan, tipe prizmetal
merupakan angina yang berbahaya karena dapat timbul pada saat istirahat sekalupun.
Diagnosa Banding
Diagnosa NSTEMI dapat kita tegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA
menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard pada jantung yang ditandai dengan peningkatan
biomarker jantung. Gejala yang sering didapatkan berupa nyeri dada. Nyeri pada dada dengan
lokasi pada substernal dan terkadang pada epigastrium dengan sensasi diperas, seperti diikat,
sensasi terbakar, nyeri yang tumpul, rasa penuh , dan tertekan.1
Pada gambaran EKG dapat ditemukan gambaran spesifik berupa deviasi segmen ST yang
merupakan hal umum untuk mentukan resiko pada pasien. Adanya depresi pada segmen ST
sebanyak 0.05 mV merupakan predictor outcome yang buruk. Troponin T atau troponin I
merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih spesifik daripada enzim jantung seperti CK dan
CKMB. Penilaian dari klinis dan EKG, keduanya dapat membantu dalam mendiagnosis NTEMI.
STEMI terjadi karena sumbatan yang komplit pada arteri koroner. Jika tidak dilakukan pengobatan
dapat menyebabkan kerusakan miokardium yang lebih jauh. Pada fase akut pasien beresiko tinggi
untuk mengalami fibrilasi ventrikel atau takhikardi yang dapat menyebabkan kematian. Bantuan
medis harus segera dilakukan. 2
a. Sesak,
c. Seperti terjatuh,
a. Berkeringat,
b. Napas pendek,
Prinzmetal angina adalah bentuk nyeri dada, tekanan, atau sesak (angina) yang disebabkan
oleh kejang pada arteri yang memasok darah ke jantung, sehingga aliran darah ke otot jantung
terganggu (iskemia). Ini adalah bentuk angina tidak stabil, artinya terjadi saat istirahat, sering
tanpa pola diprediksi. Pemicu angina prinzmetal adalah hiperventilasi, paparan dingin, atau stres
emosional yang ekstrim.
Bentuk ini jarang terjadi dan biasanya timbul pada saat istirahat, akibat penurunan suplai O2 darah
ke miokard secara tiba-tiba.3 Tipe angina ini dianggap sindrom koroner akut. Rasa sakit dada
angina Prinzmetal disebabkan oleh spasme arteri koroner, sebuah penyempitan abnormal otot di
arteri jantung. Kejang ini bisa membuat diameter arteri menjadi lebih kecil, membatasi pasokan
darah dan oksigen ke jantung, menyebabkan nyeri dada.
Tipe angina ini tidak umum dan hampir selalu terjadi bila seorang beristirahat - sewaktu tidur.
Seseorang mempunyai risiko meningkat untuk kejang koroner jika mempunyai penyakit arteri
koroner yang mendasari, merokok, atau menggunakan obat perangsang atau obat terlarang (seperti
kokain). Jika kejang arteri menjadi parah dan terjadi dalam jangka waktu panjang, serangan
jantung bisa terjadi.
Angina Stabil
Angina stabil disebut juga angina klasik, terjadi jika arteri koroner yang arterosklerotik
tidak dapat berdilatasi untuk meningkatkan alirannya sewaktu kebutuhan oksigen meningkat.
Peningkatan kerja jantung dapat menyertai aktivitas misalnya berolahraga atau naik tangga.
Angina stabil kronik (effort-induced angina) adalah angina yang tidak mengalami perubahan
dalam frekuensi, kuat dan lamanya serangan dalam beberapa bulan observasi. Angina stabil kronik
adalah jenis angina yang paling umum ditemukan dan terjadi setelah kerja fisik, emosi atau makan.
Angka kematian oleh angina stabil kronik adalah sekitar 3-4% setahun.
Tipe angina yang ditimbulkan oleh ketidak-seimbangan antara keperluan jantung akan darah
beroksigen dan jumlah yang tersedia. "Stabil", berarti aktivitas yang sama menimbulkannya; terasa
sama setiap kali; dan reda dengan istirahat dan/atau obat minum.
Angina stabil adalah tanda peringatan penyakit jantung, dan harus dievaluasi oleh dokter. Jika pola
angina berubah, maka dapat meningkat menjadi angina tak-stabil.3
Pada AP stabil, nyeri dada yang terjadinya agak berat, sekalipun tidak termasuk UAP, berangsur-
angsur turun kuantitas dan intensitasnya dengan atau tanpa pengobatan, kemudian menetap
(misalnya beberapa hari sekali, atau baru timbul pada beban/ stres tertentu atau lebih berat dari
sehari-harinya.).
Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
sebagai akibat dari seseorang yang menderita penyakit yang lain seperti gagal ginjal, gagal jantung,
kerusakan hormone tubuh, ataupun karena konsumsi obat-obatan, yang tersering disebabkan oleh
alat kontrasepsi oral.
Diagnosa Kerja
Merupakan angina yang terjadi akibat beraktivitas, tetapi tidak kunjung membaik pada saat
istirahat atau menghentikan aktivitas. Gejala angina pectoris terjadi karena adanya inkemia
miokard yang sementara.3,4 Hal tersebut diakibatkan karena ketidakseimbangan antara kebutuhan
oksigen miokard dan pembuluh darah dalam kontraksi.
Etiologi
Aterosklerosis
Angina pektoris sebagian besar akibat proses aterosklerosis. Aterosklerosis adalah timbunan
lemak di dalam lubang pembuluh darah, kalau semakin banyak disebut plak. Aterosklerosis ini
sebenarnya berlangsung sejak lahir secara alami menimbulkan penyempitan dan pengerasan
pembuluh darah (arteri) koroner yang berakibat rusaknya dinding arteri. Bila arteri menyempit
akan mengganggu jalannya aliran darah/oksigen ke otot jantung. Hal inilah yang menyebabkan
rasa nyeri di dada pasien. Kalau proses ini berlangsung terus menerus otot jantung akan mati.
Spasme arteri coroner
Penyebab yang paling umum dari angina adalah penyakit arteri koroner. Penyebab yang kurang
umum dari angina adalah spasme (kekejangan) dari arteri-arteri koroner.
Anemia berat
Hipertrofi otot jantung
Patofisiologi
Sklerotik arteri koroner, sebagian besar penderita UAP mempunyai gangguan cadangan
aliran koroner yang menetap yang disebabkan oleh plak sklerotik yang lama dengan atau
tanpa disertai trombosis baru yang dapat memperberat penyempitan pembuluh darah
koroner.
Agregasi trombosit, stenosis arteri koroner akan menimbulkan turbulensi dan stasis aliran
darah sehingga menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang akhirnya membentuk
trombus dan pembuluhdarah mengalami vasokonstriksi.
Trombosis arteri koroner, mudah terbentuk pada pembuluh darah yang sklerotik sehingga
penyempitan bertambah dan kadang-kadang terlepas menjadi mikroemboli dan
menyumbat pembuluh darah yang lebih distal.
Pendarahan plak ateroma, robeknya plak ateroma ke dalam lumen pembuluh darah
kemungkinan mendahului dan menyebabkan terbentuknya trombus yang menyebabkan
penyempitan arteri koroner.
Spasme arteri koroner, dapat terjadi pada arteri koroner normal atupun pada stenosis
pembuluh darah koroner. Spasme yang berulang dapat menyebabkan kerusakan artikel,
pendarahan plak ateroma, agregasi trombosit dan trombus pembuluh darah.
Dalam keadaan normal, perlepasan EDRF diatur oleh asetilkolin melalui perangsangan resptor
muskarinik yang terletak disel endotel. Berbagai substansi lain seperti trombin, Adenosin Difosfat
(ADP), adrenalin, serotonin, vasopresin, histamin dan noradrenalin juga mampu merangsang
penglepasan EDRF, selain memiliki efek tersendiri terhadap pembuluh darah. Pada keadaan
patologis seperti adanya lesi aterosklerosis, maka serotonin, ADP dan asetilkolin justru
merangsang penglepasan EDCF. Hipoksia akibat aterosklerosis pembuluh darah juga
merangsang penglepasan EDCF.
Berhubung karena sebagian besar penderita AP juga menderita aterosklerosis di pembuluh darah
koroner, maka produksi EDRF menjadi berkurang sebaliknya produksi EDFC bertambah sehingga
terjadi peningkatan tonus A. Koronaria.
Walaupun demikian, jantung memiliki koronari reserve yang besar; maka pada keadaan biasa,
penderita yang mengalami aterosklerosis pembuluh darah koroner mungkin tidak ada
gejala. Namun apabila beban jantung meningkat akibat aktivitas fisik, atau oleh suatu sebab terjadi
peningkatan aktivitas saraf simpatis, maka aliran darah koroner menjadi tidak cukup lagi untuk
mempertahankan suplai oksigen ke miokard sehingga terjadi hipoksia miokard.
Telah dibuktikan bahwa hipoksia merangsang penglepasan berbagai substansi vasoaktif seperti
katekolamin dari ujung – ujung saraf simpatis jantung; ditambah dengan meningkatnya produksi
EDFC, maka terjadilah vasokontriksi A. Koronia lebih lanjut dan jantung menjadi lebih iskemik.
Keadaan hipoksia dan iskemik ini akan merubah proses glikolisis dari aerobik menjadi anaerobik,
dengan demikian terjadi penurunan sintesis ATP dan penimbunan asam laktat. Selain itu,
penurunan oksidasi metabolik mengakibatkan terlepasnya banyak adenin nukleotida, sehingga
produk hasil degradasi adenin nukleotida yaitu adenosin juga meningkat.
Adenosin sebenarnya memiliki efek kardioprotektif karena substansi ini menghambat penglepasan
enzim proteolitik, menghambat interaksi endotel dan neutrofil, menghambat agregasi platelet dan
menghambat interaksi penglepasan tromboksan. Akan tetapi, Crea, dkk (1990) telah
membuktikan nyeri dada angina adalah disebabkan karena adenosin.
Nyeri dada AP terutama disalurkan melalui aferen saraf simpatis jantung. Saraf ini bergabung
dengan saraf somatik cervico – thoracalis pada jalur ascending di dalam medulla spinalis, sehingga
keluhan angina pektoris yang khas adalah nyeri dada bagian kiri atau substernal yang menjalar ke
bahu kiri terus ke kelingking tangan kiri.
Gejala klinis
Gejalanya adalah sakit dada sentral atau restrosentral yang dapat menyebar kesalah satu atau kedua
tangan, leher atau punggung. Sakit sering timbul pada kegiatan fisik maupun emosi atau dapat
timbul spontan waktu istirahat.
Penderita dengan angina pektoris dapat dibagi dalam beberapa subset klinik. Penderita
dengan angina pektoris stabil, pla sakit dadanya dapat dicetuskan kembali oleh kegiatan
dan oleh faktor – faktor pencetus tertentu, dalam 30 hari terakhir tidak ada perubahan dalam
hal frekwensi, lama dan faktor – faktor pencetusnya (sakit dada tidak lebih lama dari 15
menit).
Pada angina pektoris tidak stabil, umumnya terjadi perubahan – perubahan pola :
meningkatnya frekwensi, parahnya dan atau lama sakitnya dan faktor pencetusnya. Sering
termasuk di sini sakit waktu istirahat, pendeknya terjadi crescendo ke arah perburukan
gejala – gejalanya.
Subset ketiga adalah angina Prinzmetal (variant) yang terjadi karena spasme arteri
koronaria.
Pemeriksaan Penunjang
Pada angina pektoris dan NSTEMI, gambaran EKG saat istirahat seringkali normal pada kurang
lebih 50% pasien (terutama pada angina pectoris stabil). Perubahan segmen ST (depresi segmen
ST tipe horizontal atau downsloping, dengan perubahan sebesar lebih dari 0,5 mm di bawah garis
baseline) biasanya tidak spesifik karena dapat terjadi pada penyakit pericardial, miokardial, dan
katup jantung, atau transien akibat ansietas, perubahan posisi, obat-obatan, atau penyakit esofagus.
Perubahan segmen ST kembali menjadi normal setelah serangan iskemik berhenti. Gelombang T
dapat menjadi terbalik (inversi) atau bahkan menghilang. Hal ini disebabkan karena adanya
hipertrofi ventrikel kiri yang mungkin disebabkan karena hipertensi, stenosis aorta, atau
kardiomiopati hipertrofik sehingga menyebabkan abnormalitas repolarisasi atau gangguan
konduksi.8,9 Adanya gelombang Q patologis mungkin menandakan adanya infark sebelumnya.
Pemeriksaan ini paling banyak digunakan untuk mendiagnosa serta menentukan prognosis dari
penyakit jantung koroner, dapat dilakukan 6 hari setelah infark miokard tanpa komplikasi.
Pemeriksaan ini biasanya dikombinasi dengan pemeriksaan imaging (nuklir, echocardiography,
atau MRI). Protokol yang biasanya digunakan adalah protocol Bruce, di mana aktivitas kerja akan
ditingkatkan setiap 3 menit bila belum ada nyeri dada.7 Pemeriksaan 12 sadapan EKG dilakukan
sebelum, saat, dan setelah aktifitas fisik, biasanya di atas treadmill. Gambaran EKG dipantau
bersama dengan gejala serta tekanan darah lengan. Performa kerja biasanya tergantung dari gejala,
dan tes akan dihentikan setelah munculnya nyeri dada, dyspnea, dizziness, fatique, depresi segmen
ST > 2 mm, penurunan tekanan darah sistolik > 10 mmHg, atau adanya takiaritmia ventrikel. Hasil
positif atau negatif palsu terjadi pada sepetiga kasus, namun hasil positif pada pasien laki-laki usia
> 50 tahun dengan riwayat angina tipikal dan mengalami nyeri dada saat exercise kemungkinannya
98% positif penyakit jantung koroner. Kemungkinan diagnostic menurun bila terdapat pada pasien
laki-laki berusia < 40 tahun yang tidak menunjukkan gejala, perempuan pre-menopause dengan
tidak adanya resiko aterosklerosis dini, penggunaan obat-obat kardioaktif (digitalis, antiaritmia),
gangguan konduksi intraventrikular, gangguan ST-T istirahat, hipertrofi ventrikel, atau kadar
kalium serum abnormal.
Kontraindikasi pada angina pada saat istirahat dalam waktu 48 jam terakhir, ritme tak
stabil, stenosis aorta berat, miokarditis akut, gagal jantung tak terkendali, hipertensi pulmonal
berat, dan endokarditis infektif aktif.
Respon normal terhadap exercise bertahap adalah peningkatan denyut jantung dan tekanan
darah yang progresif. Adanya kegagalan kenaikan tekanan darah atau bahkan penurunan dengan
tanda-tanda iskemia dapat menjadi faktor prognostik penting yang menunjukkan adanya iskemi
akibat disfungsi ventrikel kiri yang global.5 Depresi segmen ST pada kerja ringan dan/atau depresi
segmen ST yang berlangsung > 5 menit pasca pemberhentian kerja mengindikasikan beratnya
penyakit dan resiko tinggi kejadian lanjut, dan dianjurkan untuk menjalani arteriografi koroner dan
revaskularisasi.
Pemeriksaan laboratorium
Selain tes laboratorium standar untuk mengevaluasi sindrom koroner akut (troponin dan
CK-MB), faktor-faktor yang menyebabkan iskemi (misalnya anemia) dan untuk skrining faktor
resiko penyakit jantung iskemik (misalnya hiperlipidemia), pemeriksaan darah biasanya tidak
berguna untuk mendiagnosis angina yang stabil.
Sementara itu, untuk angina tak stabil dan NSTEMI, hasil pemeriksaan laboratorium
mungkin normal tergantung jarak waktu dilakukannya pemeriksaan terhadap waktu onset
gejalanya. Penanda nekrosis miosit kardiak (CK, CK-MB, Troponin I dan T) dapat digunakan
untuk mendeteksi infark miokard akut, yaitu dengan didapatnya nilai abnormal dari penanda-
penanda tsb.9Troponin lebih sensitif dan spesifik dibandingkan CK-MB, serta kadarnya
berbanding lurus dengan resiko kematian. Sedangkan CK-MB yang juga terdapat di otot skelet
dan ada pada kadar rendah pada orang sehat menandakan nekrosis berulang pada waktu singkat
setelah kejadian pencetus.10 Setiap tes tsb dapat menjadi positif dalam waktu 4-6 jam setelah onset
infark dan menjadi abnormal dalam 8-12 jam, serta menghilang dalam 2 minggu (untuk troponin)
dan 36-48 jam (untuk CK-MB). Kreatinin serum penting untuk menentukan faktor resiko, dan
klirens kreatinin penting untuk menentukan dosis beberapa antiplatelet.
Pemeriksaan radiologi
Roentgen thorax
Pemeriksaan ini dapat melihat kalsifikasi koroner maupun katup jantung, tanda-tanda lain
misalnya gagal jantung, penyakit katup jantung, perikarditis, dan dissecting aneurism.
CT scan dapat menggambarkan jantung dan arteri koronernya. Berguna untuk pasien yang
kemungkinannya kecil menderita penyakit arteri koroner signifikan. CT angiografi juga berguna
untuk mengevaluasi nyeri dada dan suspek sindrom koroner akut. Namun pemeriksaan CT belum
dianjurkan menjadi pemeriksaan rutin akibat radiasinya yang besar.
MRI kardiak berguna untuk memperlihatkan gambaran jantung dan pembuluh darah besar tanpa
paparan radiasi kontras iodium. Sangat efektif untuk melihat ketebalan miokard, ukuran ruang
jantung, dan penyakit congenital lain.
Arteriografi selektif koroner merupakan prosedur diagnostic definitive untuk penyakit jantung
koroner, namun harganya mahal. Metode ini harus dilakukan pada keadaan di mana PTCA dan
PCI menjadi pertimbangan terapi, juga bila pasien dikontraindikasikan untuk prosedur diagnostic
non-invasif. Prosedur ini biasanya dilakukan bersama dengan kateterisasi jantung kiri guna
menyingkirkan kemungkinan stenosis aorta dan dengan ventrikulografi kontras guna mengetahui
fungsi ventrikel kiri secara regional dan global. Sedangkan kateterisasi selain berfungsi melihat
keadaan jantung kiri, juga berguna untuk melihat fungsi katup dan anatomi arteri.
Pemeriksaan echocardiography
Echocardiogram saat istirahat penting untuk mengevaluasi adanya disfungsi sistolik pada ventrikel
kiri dan pergerakan dinding jantung serta penyakit jantung struktural seperti stenosis aorta atau
kardiomiopati hipertrofik. Pada STEMI, abnormalitas dari pergerakan dinding hampir selalu
didapatkan.
PET scan
Skintigrafi
Angiografi radionuklir
Menggambarkan ventrikel kiri dan mengukur fraksi ejeksi serta pergerakan dindingnya. Pada
penyakit koroner, abnormalitas saat istirahat menandakan adanya infark, sedangkan saat kerja
menandakan adanya iskemi yang diinduksi oleh aktivitas fisik. Kurang spesifik pada orangtua dan
jenis penyakit jantung yang lain.
Komplikasi
3. Aritmia kardiak
4. Payah Jantung
5. Syok Kardiogenik
Penatalaksanaan
Pada dasarnya bertujuan untuk memperpanjang hidup dan memperbaiki kualitas hidup
dengan mencegah serangan angina baik secara medikamentosa atau nonmedikamentosa
(pembedahan).
Terapi medikamentosa
Bertujuan untuk mencegah dan menghilangkan serangan angina. Ada 3 jenis obat yaitu :
2. Ca- Antagonis
Dipakai pada pengobatan jangka panjang untuk mengurangi frekwensi serangan pada
beberapa bentuk angina. Cara kerjanya :
Memperbaiki spasme koroner dengan menghambat tonus vasometer pembuluh darah arteri
koroner (terutama pada angina Prinzmetal).
Dilatasi arteri koroner sehingga meningkatkan suplai darah ke miokard
Dilatasi arteri perifer sehingga mengurangi resistensi perifer dan menurunkan afterload.
Efek langsung terhadap jantung yaitu dengan mengurangi denyut, jantung dan
kontraktilitis sehingga mengurangi kebutuhan O2.
3. Beta Bloker
Cara kerjanya menghambat sistem adrenergenik terhadap miokard yang menyebabkan
kronotropik dan inotropik positif, sehingga denyut jantung dan curah jantung dikurangi. Karena
efeknya yang kadiorotektif, obat ini sering digunakan sebagai pilihan pertama untuk mencegah
serangan angina pektoris pada sebagian besar penderita.
1) Aspirin
Aspirin dapat mengurangi kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun nonfatal
dari 51% sampai 72% pada pasien dengan angina tidak stabil.
2) Tiklopidin
Suatu derivat tienopiridin merupakan obat lini kedua dalam pengobatan angina tak stabil
bila pasien tidak tahan aspirin.
3) Klopidogrel
Merupakan derivat tienopiridin yang dapat menghambat agregasi platelet. Efek
sampingnya lebih kecil dari tiklopidin. Obat ini dianjurkan kepada padien yang tidak tahan pada
aspirin.
Obat antitrombin
1) Unfractionate heparin
Heparin adalah merupakan glikosaminoglikan yang terdiri dari berbagai rantai polisakarida
yang berbeda panjangnya dengan aktifitas antikoagulan yang berbeda-beda. Antitrombin III, bila
terikat dengan heparin, akan bekerja menghambat trombin dan fakor Xa. Heparin juga mengikat
protein plasma yang lain, sel darah dan sel endotel, yang akan mempengaruhi bioavailibilitas.
Kelemahan lain heparin adalah efek terhadap trombus yang kaya trombosit dan heparin dapat
dirusak oleh platelet faktor 4.
Karena adanya ikatan protein yang lain dan perubahan bioavailabilitis yang berubah-ubah
maka pada pemberian selalu perlu pemeriksaan laboratorium untuk memastikan dosis pemberian
cukup efektif.
Nonmedikamentosa
Pembedahan
3. Laser angioplasty.
Pencegahan
Tindakan terbaik adalah pencegahan untuk mengurangi faktor risiko pada angina pectoris
tak stabil. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya angina, mencegah serangan jantung, atau
kematian mendadak. Meskipun tidak ada yang dapat dicegah dari usia lanjut, resiko genetik, atau
jenis kelamin, faktor risiko tertentu dapat kita kendalikan yaitu;
Jika seseorang sudah memiliki aterosklerosis dan angina, mereka dapat belajar untuk mengambil
tindakan pencegahan untuk menghindari gejalanya. Menghindari "pemicu" akan membantu
menjaga orang tersebut nyaman dan bebas dari gejala.
Berhenti/mengurangi merokok
Hindari makan besar dan berat yang membuat Anda merasa "kenyang"
Mengurangi stres
Membentuk rutinitas olahraga teratur (membahas rencana dengan penyedia layanan kesehatan
Anda)
Pertanyaan olahraga untuk orang dengan angina adalah penting. Latihan juga dianjurkan.
Jika pasien telah berolahraga keras, mereka mungkin perlu untuk mengurangi kembali kegiatan
olahraga untuk menghindari gejala.
Jika pasien belum berolahraga, atau telah berolahraga cukup, tanyakan dengan penyedia
layanan kesehatan pertama tentang aktivitas fisik yang akan aman dan nyaman. Kadang-kadang
program rehabilitasi terstruktur jantung adalah cara yang bermanfaat untuk memulai program
latihan.
Mengambil aspirin bukan tanpa risiko, terutama pada orang tua, orang dengan penyakit
pencernaan atau gangguan pembekuan darah, dan orang-orang yang mengambil obat jenis
tertentu.
Alergi terhadap aspirin tidak biasa. Beritahu penyedia kesehatan Anda jika Anda alergi
terhadap aspirin atau memiliki reaksi terhadap aspirin.
Prognosis
Dubia et malam
Kesimpulan
Pasien tersebut terkena Angina tipe tidak stabil karena nyeri yang dirasakan terus menerus, adanya
riwayat hipertensi dan juga pasien merupakan perokok aktif selama 20 tahun terakhir.
Untuk tatalaksana yang diberikan dapat berupa pemberian oksigen sebagai terapi nonfarmakologi,
pemberisan obat aspirin, beta blocker dan nitrogliserin sublingual sebagai terapi farmakologi.
Daftar Pustaka
1. Harun S, Alwi I. Infark miokard akut tanpa elevasi ST. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi ke-5. Jakarta:
Interna Publishing, 2009.h.1757-62.
2. Alwi I. Infark miokard akut dengan elevasi ST. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi ke-5. Jakarta: Interna
Publishing, 2009.h.1741-6.
3. Atmakuri S.R., Gollob M.H., Kleiman N.S..Stable Angina, Unstable Angina and Non-ST
Segment Elevation Myocardial Infarction(Acute Coronary Syndromes), in Rosendorff C.,
Essential Cardiology 2nd ed ; Humana Press ; 2005 : 451-83.
4. Trisnohadi H.B. Angina pectoris tidak stabil. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Jilid 2. 5th ed.
Jakarta: Interna Publishing; 2009; 1732-1728.
5. Robbins, Cotran. Buku ajar patologi V volume 2. Edisi 7. Jakarta : EGC ; 2007. h.369-78
6. Silbernagl,Stefan. Teks & atlas berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC; 2007. h. 218-23 ; 236-
9.
7. Anwar TB. Nyeri Dada. e-USU Repository FKUSU; 2004.h.4.
8. Dharma S. Pedoman praktis sistematika interpretasi EKG. Jakarta: EGC; 2009. H.15,18-9,
77-8
9. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S, editor. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. H. 1735-6, 1741-3
10. Trisnohadi H.B. Angina pectoris tidak stabil. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Jilid 2. 5th ed.
Jakarta: Interna Publishing; 2009; 1732-1728.
11.