Author : isanyeo
Length : Ficlet
Rating : PG15
Seorang namja tengah duduk di sofa panjang berwarna coklat dengan sinar remang-remang
cahaya yang dipancarkan dari sebuah televisi di depannya. Sebuah cangkir kopi yang tadinya
mengeluarkan kepulan asap kini mulai mendingin, namja itu menyesap sedikit kopi itu dengan
mata yang tetap tertuju pada layar televisi. Namun, siapa sangka, tatapan namja itu kosong,
seolah banyak pikiran yang berkelebat dalam pikirannya. Namja itu meletakkan cangkir kopi itu
ke meja kecil di depannya.
Sudah hampir tengah malam, tak lama lagi tayangan televisi itu akan segera berakhir, dan kopi
itu juga akan segera habis kalau namja itu meminumnya.Namja itu memandangi layar televisi
dan cangkir itu bergantian.Namja itu menyeringgai kecil,dia menyadari sebentar lagi ketika
keduanya habis, dia akan sendiri lagi, tidak akan ada lagi yang menemainya melewati malam
menjelang pagi yang sunyi ini.
“Aku butuh teman,” lirihnya hampir tak terdengar.
Sebuah bayangan yang tak telihat jelas mendekat, lama-lama bayangan itu semakin jelas dan
terlihat. Kim Jongin, nama namja itu. Jongin tersenyum simpul dan matanya mengekor ke
seorang yeoja yang kini tengah berjalan ke arahnya. Yeoja itu duduk di sampingnya sambil
membawa sebuah cangkir yang masih mengepul.
“Seperti biasa, Lee Hyunseo. Kau selalu datang di saat seperti ini, di saat aku butuh teman,” ucap
Jongin sembari mengelus rambut yeoja itu.
Yeoja yang bernama Lee Hyunseo itu hanya tersenyum kecil mendapat perlakuan kecil dari
Jongin. Dia menatap Jongin untuk waktu yang lama, menyiratkan kebahagiaan karena dia masih
bisa bertemu dengan seorang Kim Jongin.
“Setelah tengah malam nanti, aku harus sudah pergi,” ujarnya dengan nada yang sendu.
Jongin terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh Hyunseo. Tangannya yang tadi mengelus
kepala Hyunseo kini terhenti. Mereka terjebak dalam keheningan untuk waktu yang cukup lama,
berkelebat dalam pikiran masing-masing.
“Yang penting kau menemaniku sekarang, Chagi,” ujar Jongin dengan senyum yang sedikit
dipaksakan.
Hyunseo menatap Jongin sendu, dia sungguh tidak ingin pergi, bahkan jika Tuhan
mengizinkannya dia juga akan tetap hidup seperti ini, asal berada di samping Jongin. Jongin
yang merasa Hyunseo sedang menatapnya berusa mengalihkan pandangan ke arah lain.
Hyunseo hanya menganguk pelan diikuti dengan senyumannya yang manis terukir jelas di
wajahnya.
“Seo-ya, apa kau ingin tinggal lebih lama lagi?” tanya Jongin.
Hyunseo menggeliat kecil di pelukan Jongin. Mereka tengah tertidur di tempat tidur Jongin,
saling berpelukan di bawah selimut tebal yang menutupi tubuh mereka, menambah kehangatan
diantara Jongin dan Hyunseo.
“Ne, aku ingin tinggal lebih lama, tapi aku tidak bisa,” ujarnya sendu.
Jongin hanya terdiam, sebenarnya dia tahu, Hyunseo tidak akan mengizinkan keputusan Jongin.
Jongin merangkul pinggang Hyunseo dan menariknya hingga punggung Hyuseo menempel erat
dengan dada bidang Jongin, memeluk yeoja itu dari belakang dengan erat.Hyunseo hanya bisa
diam menerima itu, dia pun juga tidak menolak.
“Kalaupun seperti itu, kita tetap tidak akan bisa bersama, Jongin-ah,” ujar Hyunseo,
menjelaskan.
Jongin menempelkan dahinya dengan kepala Hyunseo. Memeluknya lebih erat, seolah tidak mau
melepaskan Hyunseo untuk pergi.
“Sebentar lagi tengah malam, hanya tinggal beberapa menit,” ujar Hyunseo.
Mendengar itu, Jongin semakin memeluk erat Hyunseo. Dengan paksa, Jongin membalikkan
tubuh Hyunseo sehingga menatap ke arahanya. Hyunseo tercekat, hidung mereka sudah
bersentuhan. Jongin mendekatkan bibirnya ke arah Hyunseo. Hyunseo memejamkan matanya, ia
tahu apa yang akan dilakukan Jongin kepadanya.
Jongin menempelkan bibirnya ke bibir Hyunseo. Dingin, itulah yang ia rasakan. Ia tahu, ciuman
dengan Hyunseo akan selalu seperti ini, dingin. Jongin melumat kecil bibir Hyunseo,
menggigitnya kecil. Hyunseo mencengkram pinggang Jongin erat, sedangkan Jongin meremas
rambut Hyunseo yang panjang terurai. Tak lama, ciuman mereka terputus dengan dorongan kecil
Hyunseo.
“Jongin-ah, aku hanya ingin berpesan padamu, kau jangan terlalu terpuruk setelah ini, kau jangan
seperti sebelum-sebelum ini, kau tidak boleh melakukan hal bodoh untuk bunuh diri lagi, kau
harus bisa memanfaatkan waktu hidupmu dengan sebaik-baiknya.” Hyunseo mengelus pipi kiri
Jongin.
“Jongin, jagalah dirimu, aku akan tetap mengawasimu, cintaku kepadamu tidak akan pernah
hilang, cintamu bisa saja berubah, tapi aku tidak akan marah akan hal itu, kau harus menemukan
wanita lain yang bisa mencintaimu dengan tulus,” ucap Hyunseo.
Dirasakannya tangan Hyunseo yang semula berada di tengkuknya, menariknya, kini melonggar,
bibirnya yang terasa dingin tiba-tiba kembali normal. Jongin tetap menutup matanya, tidak ingin
melihat apa yang di depannya.
Kini ia meraba tempat Hyunseo tidur, Hyunseo kini sudah pergi, meninggalkan dirinya sendiri.
Jongin tersenyum miris, menyadari kalau orang yang dicintainya benar-benar pergi untuk
selamanya.
“Jongin-ah, sudah siap?” Suara berat namja yang ada di depan Jongin itu
mengagetkannya.
“Jongin-ah, aku ingin bertanya sebelum kita pergi ke peringatan 100 hari dia meninggal,” ujar
Chanyeol.
“Waktu itu, aku bermimpi tentang Hyunseo, dia menyuruhku untuk menjadi seorang sahabat
yang bisa menuntun sahabatnya, dan itu kau, dan mimpi itu terjadi selama 1 minggu berturut-
turut, apa kau pikir dia benar-benar mendatangiku?” tanya Chanyeol.
“Kenapa kau seyakin itu, aku ketakutan setiap kali aku mengingat mimpi itu,” ujarnya.
“Kau percaya kalau dia mendatangiku juga selama 100 hari ini?” tanya Jongin sambil
menyeringgai.
Jongin menatap Chanyeol yang semakin menggangga itu, dia hanya tersenyum simpul melihat
reaksi Chanyeol. Entah Chanyeol akan percaya atau tidak, namun apa yang dialami Jongin
selama 100 hari ini itu benar. Malam tadi, terakhir kalinya dia bertemu dengan sosok Lee
Hyunseo, tepatnya arwah Lee Hyunseo, yeoja yang teramat dicintainya.
–END—