Anda di halaman 1dari 20

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Tali pusat dan pembuluh darah vitalnya merupakan bagian yang paling riskan

dari anatomi fetal. Total jumlah putaran pada setiap bagian tali pusat dipercayai

terjadi sejak kehamilan dini11, 12


. Pola putaran tali pusat berkembang selama

trimester kedua dan ketiga, diperkirakan terjadi karena hambatan pada tali pusat,

dan putaran akan berubah sesuai dengan keberlanjutan kehamilan. Tanpa

menghiraukan putaran pembuluh darah tali pusat yang terjadi pada awal gestasi,

maka belumlah diketahui apakah putaran ini berhubungan dengan genetik atau

peristiwa yang didapatkan pada kehamilan.

Beberapa teori mencoba menjelaskan mengenai putaran tali pusat termasuk

penjelasan bahwa putaran adalah bawaan tali pusat sendiri, juga penjelasan

bahwa yang mengatakan bahwa putaran tali pusat disebabkan oleh rotasi fetus

secara aktif maupun pasif13. Tanpa mengesampingkan hal tersebut diatas, maka

putaran tali pusat menghasilkan turgor pada unit tali pusat, sehingga menjadikan

tali pusat yang kuat namun fleksibel 14

Membicarakan mengenai tali pusat maka tidak terlepas dari membahas plasenta,

karena tali pusat dan plasenta sangat dekat hubungannya. Selanjutnya akan

dibahas pula mengenai plasenta dan hubungan tali pusat dengan plasenta

sesuai dengan tujuan penelitian.

Plasenta dari setiap persalinan seharusnya dilakukan pemeriksaan secara

makroskopis. Setiap kelainan yang ditemukan secara mikroskopis seperti

Universitas Sumatera Utara


permukaan maternal yang tidak lengkap, perdarahan retro-plasental, dan lain-lain

harus dicatat dan direkam dalam rekam medik. Panjang tali pusat diukur,

walaupun tali pusat yang dikirimkan tidak keseluruhan. Spesimen plasenta segar

untuk sitogenetik, kultur plasenta untuk kasus kasus yang diduga infeksi atau

kelahiran premature, dan jaringan plasenta beku untuk pemeriksaan kasus kasus

penyakit metabolic juga dapat dilihat dengan cara ini.

Idealnya, plasenta yang dikirimkan untuk pemeriksaan adalah plasenta segar,

walaupun pada sebagian institusi, hal tersebut tidak dilakukan, dan plasenta

difiksasi dalam formalin 10%. Plasenta segar dapat disimpan selama 1 minggu

dalam suhu 4°C, masa ini masih dapat mendeteksi kejadian pada neonatal untu

pemeriksaan plasenta. 15

Sebagai pengantar dari klinik sebaiknya informasi yang diberikan untuk

dievaluasi harus adekuat, mencakup usia ibu, paritas, usia gestasi, dan setiap

masalah yang berhubungan dengan masalah prenatal atau masalah persalinan,

seperti oligohidramnion atau bahaya yang mengancam fetus, penyakit penyakit

pada maternal, intervensi diagnostik ataupun terapi pada fetus atau plasenta

selama masa kehamilan, dan setiap abnormalitas pada fetus/ neonatus.

Jika terjadi kelahiran premature, maka hal tersebut harus dideskripsikan.

Khususnya pada Seksio Cesaria, sehingga plasenta dapat dinilai. Evaluasi

berbagai antepartum dapat dilihat untuk menentukan nasib fetus.

Universitas Sumatera Utara


Profil fetus dapat dilakukan dengan membuat skoring baik melalui USG seperti

yang dilakukan oleh Manning dan kawan-kawan, skoring makroskopis (Scott and

Jordan), mikroskopis (Benirschke et al.). 16

Sesaat setelah bayi lahir, penolong persalinan biasanya langsung melakukan

penilaian terhadap bayi tersebut. Perangkat yang digunakan untuk menilai

dinamakan Skor APGAR. Kata APGAR diambil dari nama belakang penemunya,

yaitu Dr. Virginia Apgar. Virgnia Apgar adalah seorang ahli anak sekaligus ahli

anestesi. Skor ini dipublikasikan pada tahun 1952. Pada tahun 1962, seorang

ahli anak bernama Dr. Joseph Butterfield membuat akronim dari kata APGAR

yaitu Appearance (warna kulit), Pulse (denyut jantung), Grimace (respon refleks),

Activity (tonus otot), and Respiration (pernapasan). (Wikipedia,2007)Skor Apgar

biasanya dinilai pada menit pertama kelahiran dan biasanya diulang pada menit

kelima. Dalam situasi tertentu, Skor Apgar juga dinilai pada menit ke 10, 15 dan

20. (MedicineNet,2007). Hal yang dinilai pada Skor Apgar adalah :

Appearance (warna kulit)

0 — Seluruh tubuh bayi berwarna kebiru-biruan atau pucat

1 — Warna kulit tubuh normal, tetapi tangan dan kaki berwarna kebiruan

2 — Warna kulit seluruh tubuh normal

Pulse (denyut jantung)

0 — Denyut jantung tidak ada

1 — Denyut jantung kurang dari 100 kali per menit

2 — Denyut jantung lebih atau diatas 100 kali per menti

Universitas Sumatera Utara


Grimace (respon refleks)

0 — Tidak ada respon terhadap stimulasi

1 — Wajah meringis saat distimulasi

2 — Meringis, menarik, batuk, atau bersin saat stimulasi

Activity (tonus otot)

0 — Lemah, tidak ada gerakan

1 — Lengan dan kaki dalam posisi fleksi dengan sedikit gerakan

2 — Bergerak aktif dan spontan

Respiration (pernapasan)

0 — Tidak bernapas

1 — Menangis lemah, terdengar seperti merintih, pernapasan lambat dan tidak

teratur

2 — Menangis kuat, pernapasan baik dan teratur

Kelima hal diatas dinilai kemudian dijumlahkan. Jika jumlah skor berkisar di 7 –

10 pada menit pertama, bayi dianggap normal. Jika jumlah skor berkisar 4 – 6

pada menit pertama, bayi memerlukan tindakan medis segera seperti

penyedotan lendir yang menyumbat jalan napas dengan suction, atau pemberian

oksigen untuk membantunya bernapas. Biasanya jika tindakan ini berhasil,

keadaan bayi akan membaik (KidsHealth,2004) dan Skor Apgar pada menit

kelima akan naik. Jika nilai skor Apgar antara 0 – 3, diperlukan tindakan medis

yang lebih intensif lagi. Perlu diketahui, Skor Apgar hanyalah sebuah tes yang

didisain untuk menilai keadaan bayi secara menyeluruh, sehingga dapat

ditentukan secara cepat apakah seorang bayi memerlukan tindakan medis

segera. Skor Apgar bukanlah patokan untuk memperkirakan kesehatan dan

Universitas Sumatera Utara


kecerdasan bayi dimasa yang akan datang (KidsHealth,2004). Sampai sekarang,

skor apgar masih terus digunakan. Selain karena ketepatannya, juga karena cara

penerapannya sederhana, cepat, dan ringkas. 17

2.1. Plasenta

Minggu pertama (hari 7-8), sel-sel trofoblas yang terletak di atas embrioblas yang

berimplantasi di endometrium dinding uterus, mengadakan proliferasi dan

berdiferensiasi menjadi dua lapis yang berbeda :

1. Sitotrofoblas : terdiri dari selapis sel kuboid, batas jelas, inti tunggal, di

sebelah dalam (dekat embrioblas).

2. Sinsitiotrofoblas : terdiri dari selapis sel tanpa batas jelas, di sebelah luar

(berhubungan dengan stroma endometrium).

Unit trofoblas ini akan berkembang menjadi Plasenta. Di antara massa

embrioblas dengan lapisan sitotrofoblas terbentuk suatu celah yang makin lama

makin besar, yang nantinya akan menjadi Rongga Amnion. Sel-sel embrioblas

juga berdiferensiasi menjadi dua lapis yang berbeda:

1. Epiblas : selapis sel kolumnar tinggi, di bagian dalam, berbatasan dengan

bakal rongga amnion.

2. Hipoblas : selapis sel kuboid kecil, di bagian luar, berbatasan dengan

rongga blastokista (bakal rongga kuning-telur).

Universitas Sumatera Utara


Unit sel-sel blast ini akan berkembang menjadi Janin. Pada kutub embrional, sel-

sel dari hipoblas membentuk selaput tipis yang membatasi bagian dalam

sitotrofoblas (selaput Heuser). Selaput ini bersama dengan hipoblas membentuk

dinding bakal yolk sac (kandung kuning telur). Rongga yang terjadi disebut

rongga eksoselom (exocoelomic space) atau kandung kuning telur sederhana.

Dari struktur-struktur tersebut kemudian akan terbentuk Kandung Kuning Telur,

Lempeng Korion dan Rongga Korion. Pada lokasi bekas implantasi blastokista

di permukaan dinding uterus terbentuk lapisan fibrin sebagai bagian dari proses

penyembuhan luka.

Jaringan endometrium di sekitar blastokista yang berimplantasi mengalami reaksi

desidua, berupa hipersekresi, peningkatan lemak dan glikogen, serta edema.

Selanjutnya endometrium yang berubah di daerah-daerah sekitar implantasi

blastokista itu disebut sebagai desidua. Perubahan ini kemudian meluas ke

seluruh bagian endometrium dalam kavum uteri (selanjutnya lihat bagian selaput

janin). Pada stadium ini, zigot disebut berada dalam stadium bilaminar (cakram

berlapis dua).

2.1.1. Pembentukan Plasenta

Pada hari 8-9, perkembangan trofoblas sangat cepat, dari selapis sel tumbuh

menjadi berlapis-lapis. Terbentuk rongga-rongga vakuola yang banyak pada

lapisan sinsitiotrofoblas (selanjutnya disebut sinsitium) yang akhirnya saling

berhubungan. Stadium ini disebut stadium berongga (lacunar stage).

Pertumbuhan sinsitium ke dalam stroma endometrium makin dalam kemudian

Universitas Sumatera Utara


terjadi perusakan endotel kapiler di sekitarnya, sehingga rongga-rongga sinsitium

(sistem lakuna) tersebut dialiri masuk oleh darah ibu, membentuk sinusoid-

sinusoid. Peristiwa ini menjadi awal terbentuknya sistem sirkulasi uteroplasenta /

sistem sirkulasi feto-maternal.

Sementara itu, di antara lapisan dalam sitotrofoblas dengan selapis sel selaput

Heuser, terbentuk sekelompok sel baru yang berasal dari trofoblas dan

membentuk jaringan penyambung yang lembut, yang disebut mesoderm

ekstraembrional. Bagian yang berbatasan dengan sitotrofoblas disebut

mesoderm ekstraembrional somatopleural, kemudian akan menjadi selaput

korion (chorionic plate). Bagian yang berbatasan dengan selaput Heuser dan

menutupi bakal yolk sac disebut mesoderm ekstraembrional splanknopleural.

Menjelang akhir minggu kedua (hari 13-14), seluruh lingkaran blastokista telah

terbenam dalam uterus dan diliputi pertumbuhan trofoblas yang telah dialiri darah

ibu. Meski demikian, hanya sistem trofoblas di daerah dekat embrioblas saja

yang berkembang lebih aktif dibandingkan daerah lainnya. Di dalam lapisan

mesoderm ekstraembrional juga terbentuk celah-celah yang makin lama makin

besar dan bersatu, sehingga terjadilah rongga yang memisahkan kandung

kuning telur makin jauh dari sitotrofoblas. Rongga ini disebut rongga selom

ekstraembrional (extraembryonal coelomic space) atau rongga korion (chorionic

space). Di sisi embrioblas (kutub embrional), tampak sel-sel kuboid lapisan

sitotrofoblas mengadakan invasi ke arah lapisan sinsitium, membentuk

sekelompok sel yang dikelilingi sinsitium disebut jonjot-jonjot primer (primary

stem villi). Jonjot ini memanjang sampai bertemu dengan aliran darah ibu.

Pada awal minggu ketiga, mesoderm ekstraembrional somatopleural yang

terdapat di bawah jonjot-jonjot primer (bagian dari selaput korion di daerah kutub

Universitas Sumatera Utara


embrional), ikut menginvasi ke dalam jonjot sehingga membentuk jonjot sekunder

(secondary stem villi) yang terdiri dari inti mesoderm dilapisi selapis sel

sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas. Menjelang akhir minggu ketiga, dengan

karakteristik angiogenik yang dimilikinya, mesoderm dalam jonjot tersebut

berdiferensiasi menjadi sel darah dan pembuluh kapiler, sehingga jonjot yang

tadinya hanya selular kemudian menjadi suatu jaringan vaskular (disebut jonjot

tersier / tertiary stem villi) (selanjutnya lihat bagian selaput janin). Selom

ekstraembrional / rongga korion makin lama makin luas, sehingga jaringan

embrional makin terpisah dari sitotrofoblas / selaput korion, hanya dihubungkan

oleh sedikit jaringan mesoderm yang kemudian menjadi tangkai penghubung

(connecting stalk). Mesoderm connecting stalk yang juga memiliki kemampuan

angiogenik, kemudian akan berkembang menjadi pembuluh darah dan

connecting stalk tersebut akan menjadi Tali Pusat.

Setelah infiltrasi pembuluh darah trofoblas ke dalam sirkulasi uterus, seiring

dengan perkembangan trofoblas menjadi plasenta dewasa, terbentuklah

komponen sirkulasi utero-plasenta. Melalui pembuluh darah tali pusat, sirkulasi

utero-plasenta dihubungkan dengan sirkulasi janin. Meskipun demikian, darah

ibu dan darah janin tetap tidak bercampur menjadi satu (disebut sistem

hemochorial), tetap terpisah oleh dinding pembuluh darah janin dan lapisan

korion. Dengan demikian, komponen sirkulasi dari ibu (maternal) berhubungan

dengan komponen sirkulasi dari janin (fetal) melalui plasenta dan tali pusat.

Sistem tersebut dinamakan sirkulasi feto-maternal.

Universitas Sumatera Utara


Pertumbuhan plasenta makin lama makin besar dan luas, umumnya mencapai

pembentukan lengkap pada usia kehamilan sekitar 16 minggu. Plasenta

“dewasa” / lengkap yang normal :

1. Bentuk bundar / oval

2. Diameter 15-25 cm, tebal 3-5 cm.

3. Berat rata-rata 500-600 g

4. Insersi tali pusat (tempat berhubungan dengan plasenta) dapat di tengah /

sentralis, di samping / lateralis, atau di ujung tepi / marginalis.

5. Sisi ibu, tampak daerah2 yang agak menonjol (kotiledon) yang diliputi selaput

tipis desidua basalis.

6. Sisi janin, tampak sejumlah arteri dan vena besar (pembuluh korion) menuju

tali pusat. Korion diliputi oleh amnion.

7. Sirkulasi darah ibu di plasenta sekitar 300 cc/menit (20 minggu) meningkat

sampai 600-700 cc/menit (aterm).

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1. Perkembangan Plasenta

2.2. Selaput Janin (Amnion dan Korion)

Pada minggu-minggu pertama perkembangan, villi / jonjot meliputi seluruh

lingkaran permukaan korion. Dengan berlanjutnya kehamilan maka jonjot pada

kedua kutub akan membentuk formasi berikut :

1. Jonjot pada kutub embrional membentuk struktur korion lebat seperti

semak-semak (chorion frondosum).

2. Jonjot pada kutub abembrional mengalami degenerasi, menjadi tipis dan

halus disebut chorion laeve.

Seluruh jaringan endometrium yang telah mengalami reaksi desidua, juga

mencerminkan perbedaan pada kutub embrional dan abembrional :

1. Desidua di atas korion frondosum menjadi desidua basalis.

2. Desidua yang meliputi embrioblas / kantong janin di atas korion laeve

menjadi desidua kapsularis.

3. Desidua di sisi / bagian uterus yang abembrional menjadi desidua

parietalis.

Antara membran korion dengan membran amnion terdapat rongga korion.

Dengan berlanjutnya kehamilan, rongga ini tertutup akibat persatuan membran

amnion dan membran korion. Selaput janin selanjutnya disebut sebagai

membran korion-amnion (amniochorionic membrane). Kavum uteri juga terisi

oleh konsepsi sehingga tertutup oleh persatuan chorion laeve dengan desidua

parietalis.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Struktur dasar vili

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2. 3. Arsitektur normal vili

Untuk mengenal jonjot/vili maka harus diketahui lebih dulu perkembangan jonjot/

vili seperti yang digambarkan pada diagram berikut ini :

Source : Knox WF, Fox H.; Placental Development

Gambar 2.4. Perkembangan Vili (vilous development) pada trimester

kehamilan

Universitas Sumatera Utara


2.3. Tali Pusat

Mesoderm connecting stalk yang juga memiliki kemampuan angiogenik,

kemudian akan berkembang menjadi pembuluh darah dan connecting stalk

tersebut akan menjadi Tali Pusat. Pada tahap awal perkembangan, rongga perut

masih terlalu kecil untuk usus yang berkembang, sehingga sebagian usus

terdesak ke dalam rongga selom ekstraembrional pada tali pusat. Pada sekitar

akhir bulan ketiga, penonjolan lengkung usus (intestional loop) ini masuk kembali

ke dalam rongga abdomen janin yang telah membesar. Kandung kuning telur

(yolk-sac) dan tangkai kandung kuning telur (ductus vitellinus) yang terletak

dalam rongga korion, yang juga tercakup dalam connecting stalk, juga tertutup

bersamaan dengan proses semakin bersatunya amnion dengan korion. Setelah

struktur lengkung usus, kandung kuning telur dan duktus vitellinus menghilang,

tali pusat akhirnya hanya mengandung pembuluh darah umbilikal (2 arteri

umbilikalis dan 1 vena umbilikalis) yang menghubungkan sirkulasi janin dengan

plasenta. Pembuluh darah umbilikal ini diliputi oleh mukopolisakarida yang

disebut Wharton’s jelly.

Tali pusat merupakan hal yang sangat vital dalam perkembangan, kehidupan dan

pertahanan fetus, bagian lain pada unit fetoplasental seperti pembuluh darah

sangat riskan untuk tertekuk, tertekan, tertarik dan terputar. Perlindungan untuk

pembuluh darah sangat diperlukan, dan hal terebut dilakukan oleh Wharton jelli,

cairan amnion, pola heliks atau putaran dari pembuluh darah tali pusat. Awal

terjadinya putaran tali pusat ini belumlah diketahui secara jelas. Putaran tali

pusat berkembang bahkan sebelum hari ke 28 setelah konsepsi dan 95% terlihat

pada fetus sekitar 7 minggu setelah konsepsi. Beberapa penelitian telah

Universitas Sumatera Utara


menunjukkan adanya korelasi antara putaran tali pusat yang abnormal dengan

hasil persalinan. Peningkatan abnormalitas putaran tali pusat akan sejalan

dengan kelainan kelainan yang ditemukan pada kelahiran. Namun didapatkan

pula hasil yang seimbang pada beberapa kasus. Walaupun beberapa penelitian

menunjukkan korelasi yang bermakna antara putaran tali pusat yang abnormal

dan persalinan prematur, kematian fetus, restriksi pertumbuhan, abnormalitas

kromosomal atau struktur, persalinan melalui operasi pada fetal distres, dan

meconium staining, tetapi hal yang lain tidak termasuk. 17

Gambar 2. 5. Perkembangan Tali Pusat

Universitas Sumatera Utara


2.4. Indikasi Pemeriksaan Patologi Plasenta

Sebagian besar plasenta adalah normal, seperti juga pada bayinya. Namun

begitu, pada seluruh pemeriksaan plasenta belumlah menjamin apakah kondisi

plasenta dan bayi akan normal juga, walaupun hal tersebut sudah dianjurkan

berulang ulang. Altshuler dan Hyde (1996) menemukan bahwa 92% dari

plasenta yang diperiksa yang diminta oleh ahli obstetric maupun nenonatologis

mempunyai hubungan dengan patologi. Acuan indikasi pemeriksaan plasenta di

laboratorium patologi sangat bervariasi, tetapi pada prinsipnya ditujukan untuk

menilai profil fetal, maternal dan plasenta. Tujuannya adalah untuk menilai

penyakit yang terjadi pada fetus atau maternal, untuk mendapatkan prognosis

nasib kehamilan, mengevaluasi pengaruh penyakit maternal pada kehamilan,

dan untuk kepentingan medikolegal. Klinis plasenta harus dinilai pada ruang

persalinan. 15

Pemeriksaan plasenta dilakukan sejak dari ruang persalinan secara makroskopis

sampai pengambilan spesimen untuk selanjutnya diperiksa secara mikroskopis.

Menurut Scott and Jordan bayi yang sehat dan kuat adalah pertanda fungsi

plasenta yang baik. Scott and Jordan memperkenalkan sistem skoring untuk

menentukan plasenta yang mengalami insufusiensi sebagai berikut :

A. Skor ≤ 5 : Normal plasenta

B. 5 – 10 : Insufisiensi ringan (mildly insufficient)

C. > 10 : Insufisiensi berat (markedly insufficient)

Universitas Sumatera Utara


Penilaian adalah ditemukannya paling sedikit 7 poin dari tanda tanda berikut :

1. Tali pusat ( 5 point ):

a. Obstruksi pada aliran sirkulasi (true knot, band, excessive twisting)

b. Insersi yang abnormal (Battledore, Vilamentous)

c. Permukaan yang kasar

d. Tipis (diameter kurang dari 1 cm, biasanya ditemukan pada tali

pusat yang jumlah pembuluh darahnya kurang dari normal)

e. Single Umbilical Artery (SUA)

2. Membran (2 poin) :

a. Meconium staining

b. Amnion nodosum atau excessive scarring

3. Berat :

a. <10 persentil : 5 poin

b. <20 persentil : 2 poin

c. <30 persentil : 1 poin

4. Tampilan Umum (2 poin ) :

a. Bentuk yang abnormal (sirkummarginata, bipartite, dll)

b. Warna yang abnormal (warna sianosis pada pemotongan lamelar)

5. Lesi lesi minor (3 poin) :

a. Poin ½ diberikan pada setiap dijumpainya subchorionic, periferal,

interlobular fibrin, desidual fibrin (bukan floor infarction), desidual

kalsifikasi dan trombosis intervillous.

Universitas Sumatera Utara


6. Lesi lesi Mayor (12 poin) :

a. Infark :

i. > 20% : 3 poin

ii. 10-20 % : 2 poin

iii. <10% : 1 poin

b. Vili iskemia nekrosis : 3 poin

c. Perdarahan retroplasental kecil : 3 poin

d. Daerah yang pucat : 3 poin

7. Penilaian secara histologis 18,19

Penilaian kemudian dilanjutkan kepada pemeriksaan secara mikroskopis dari

spesimen yang diambil dari setiap daerah yang mewakili plasenta. Pada

penelitian ini khususnya penilaian maturasi villi.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.6. maturasi vili menurut Bernieschke et. al.

Pada diagram diatas akan dilakukan koding untuk setiap tahap maturasi vili

sebagai berikut :

- 00 : villi immature pada hampir keseluruhan daerah lapangan pandang

- 11 : villi matur pada hampir keseluruhan daerah lapangan pandang

- 22 : villi terminal pada hampir keseluruhan daerah lapangan pandang

- 33 : villi terminal dengan branching angiogenesis pada hampir keseluruhan

daerah lapangan pandang

- 44 : villi terminal dengan nonbranching angiogenesis pada hampir

keseluruhan daerah lapangan pandang

Digit pertama adalah untuk menjelaskan setiap tahapan vili yang dijumpai lebih

dominan dan diikuti oleh digit kedua yang menandakan tahapan vili yang

dijumpai selebihnya, misalnya kode 01 menunjukkan bahwa villi yang dijumpai

adalah dominan villi imatur dan selebihnya dalah vili matur.

Universitas Sumatera Utara


2.5. Kerangka Konsepsional

Kerangka Konsep pada penelitian ini adalah dengan mendapatkan nilai

Umbilical Coiling Index dari Ibu melahirkan tanpa penyulit kemudian akan

dilakukan konfirmasi histopatologi, kemudian keadaan plasenta yang dinilai

dengan melakukan skoring maturitas villi menurut Bernieschke et.al. dilihat dari

diagram maturitas villi diharapkan akan tetap menghasilkan gambaran yang

normal atau apakah masih didapatkan keadaan yang tidak normal

(menyimpang). Konsep tersebut dapat dilihat pada diagram berikut.

Maturitas Vili UCI

00 11 22 33 44

Gambar 2.7. Kerangka Konsepsional

Maturitas vili :

0 0 = vili imatur

1 1 = vili matur

2 2 = terminal vili dengan balance angiogenesis

3 3 = terminal vili dengan branching angiogenesis

4 4 = terminal vili dengan non branching angiogenesis

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai