Anda di halaman 1dari 34

SMF/Laboratorium Ilmu Bedah Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

CA RECTI METASTASE LIVER DAN SACRUM

Disusun Oleh:

Efi Marinda
1710029009

Pembimbing:
dr. Bambang., Sp.B-KBD

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada


SMF/Laboratorium Ilmu Bedah
Program Studi Pendidikan Dokter
Universitas Mulawarman
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Ca Recti Metastase Liver Dan Sacrum

Laporan Kasus

Diajukan Dalam Rangka Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik


pada SMF/Laboratorium Ilmu Bedah

Disusun oleh:
Efi Marinda
NIM: 1710029009

Dipresentasikan pada Oktober 2018

Pembimbing

dr. Bambang, Sp.B-KBD

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2018

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena


berkat rahmat dan hidayahnya-Nya penyusun dapat menyelesaikan Makalah
Laporan Kasus tentang “Ca Recti Metastase Liver Dan Sacrum”. Makalah ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik di
Laboratorium Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum daerah Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda. Penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Wahyu Adhianto, Sp.B Kepala SMF Bedah RSUD AWS Samarinda.
2. dr. Boyke Soebhali, Sp.U selaku Kepala Laboratorium Ilmu Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. Bambang, Sp.B-KBD, selaku dosen pembimbing Laporan Kasus yang telah
memberikan bimbingan kepada penyusun dalam penyelesaian makalah ini.
4. Teman-teman sejawat dokter muda yang sedang menjalani kepaniteraan klinik
di Laboratorium Ilmu Bedah.
5. Serta pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyusunan makalah laporan kasus ini.
Penyusun menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam makalah ini,
sehingga penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
penyempurnaan makalah ini.

Samarinda, 18 Oktober 2018

Penyusun

iii
DAFTAR ISI
COVER....................................................................................................... I
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... ii
KATA PENGANTAR................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Tujuan............................................................................................. 1
BAB II LAPORAN KASUS...................................................................... 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA.............................................................. 9
3.1 Epidemiologi................................................................................. 9
3.2 Anatomi kolorektal........................................................................ 9
3.3 Fisiologi.......................................................................................... 11
3.4 Faktor resiko................................................................................... 11
3.5 Patogenesis.................................................................................... 11
3.6 Manifestasi klinis dan Diagnostik................................................. 14
3.7 Penatalaksanaan.............................................................................. 18
BAB IV PEMBAHASAN........................................................................... 25
4.1 Anamnesis...................................................................................... 25
4.2 Pemeriksaan Fisik........................................................................... 26
4.3 Pemeriksaan Penunjang.................................................................. 27
4.4 Penatalaksanaan.............................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 28

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut American Cancer Society, kanker kolorektal (KKR) adalah kanker
ketiga terbanyak dan merupakan kanker penyebab kematian ketiga terbanyak
pada pria dan wanita di Amerika Serikat.1

Berdasarkan survei GLOBOCAN 2012, insidens KKR di seluruh dunia menempati


urutan ketiga (1360 dari 100.000 penduduk [9,7%], keseluruhan laki-laki dan
perempuan) dan menduduki peringkat keempat sebagai penyebab kematian (694
dari 100.000 penduduk [8,5%], keseluruhan laki-laki dan perempuan).2

Di Amerika Serikat sendiri pada tahun 2016, diprediksi akan terdapat 95.270
kasus KKR baru, dan 49.190 kematian yang terjadi akibat KKR.3 Secara
keseluruhan risiko untuk mendapatkan kanker kolorektal adalah 1 dari 20 orang
(5%). Risiko penyakit cenderung lebih sedikit Pada wanita dibandingkan pada
pria. Banyak faktor lain yang dapat meningkatkan risiko individual untuk terkena
kanker kolorektal. Angka kematian kanker kolorektal telah berkurang sejak 20
tahun terakhir. Ini berhubungan dengan meningkatnya deteksi dini dan kemajuan
pada penanganan kanker kolorektal.1

1.2 Tujuan
 Mengetahui prosedur anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
yang diperlukan dan penegakkan diagnosis Ca Kolorektal.
 Mengetahui alur penegakkan diagnosis dan penatalaksanaannya ca kolorektal.
 Mengkaji ketepatan penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan dalam kasus
ini.
BAB II
LAPORAN KASUS

Anamnesis dilakukan secara heteroanamnesis di Ruang Edelweis RSUD


AWS Samarinda pada tanggal 18 Oktober 2018, diperoleh data sebagai berikut:

2.1 Identitas
Identitas Pasien
Nama : Tn. H
Umur : 50 Tahun
Alamat : Bontang
Agama : Kristen
Pekerjaan : Swasta
MRS : 5 September 2018 DI Ruang Edelweis

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri hilang timbul dari pantat
menjalar ke kaki
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke UGD AWS dengan keluhan nyeri yang hilang timbul dan
menjalar dari pantat hingga kaki. Keluhan tersebut dialami pasien sudah
10 bulan SMRS. Sebelumnya di tahun 2016, pasien mengeluhkan susah
untuk BAB susah mengeluarkan BAB, dan saat BAB kotorannya tampak
berukuran kecil-kecil seperti kotoran kambing dan terasa tidak tuntas saat
BAB, pasien juga mengatakan adanya perubahan pola BAB dimana
kotorannya terkadang cair dan terkadang keras. Pasien juga mengakatakan
pernah mengalami BAB berdarah segar pada tahun 2016, tepatnya 1 bulan
setelah keluhan sulit BAB timbul. Pada bulan 8 tahun 2016 pasien pernah
dilakukan endoskopi dan ditemukan adanya tumor pada usus dan
dilakukan pembuatan lubang untuk BAB pada perut pasien. Kemudian
pada tahun 2017 bulan 8, dilakukan operasi kembali untuk menutup
lubang tersebut. Selain itu setelah operasi yang pertama pasien juga

2
menjalani kemoterapi sebanyak 12 kali dan kemudian dilanjutkan lagi
sebanyak 12 kali juga. Saat ini pasien tidak dapat melakukan aktivitas
seperti dahulu kala dikarenakan pasien sudah tidak bisa berjalan dan hanya
tirah baring dirumah. Keluhan mual muntah disangkal, riwayat demam
disangkal, dan gangguan buang air kecil juga disangkal. Pasien merupakan
perokok aktif sejak SMA tapi sudah tidak merokok lagi, untuk kebiasaan
diet diakui sang istri suka mengkonsumsi daging merah tapi tetap
mengkonsumsi sayur-sayuran juga.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat hipertensi (-), diabetes melitus (-), alergi (-), Pada tahun 2016
terdiagnosa ca rectosigmoid.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat hipertensi (-), diabetes melitus (-), alergi (-) riwayat penyakit
keganasan atau polip dalam keluarga (-)
Riwayat kebiasaan:
Pasien merupakan perokok aktif, pasien juga suka mengkonsumsi daging
merah walaupun tetap mengkonsumsi serat.

2.3 Pemeriksaan fisik:


Pemeriksaan Fisik di Ruangan (18 Oktober 2018)
1. Berat badan 40 kg, tinggi badan 160 cm
2. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
3. Kesadaran : Komposmentis, GCS : E4V5M6
4. Tanda vital:
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 90 x/menit, kuat angkat, reguler
Frekuensi napas : 19x/menit, reguler
Suhu : 36,7°C
5. Status generalis:
Kepala : normochepali
Mata : konjungtiva anemis (-/-),ikterik (-/-)
Telinga/hidung/tenggorokan : tidak ditemukan kelainan

3
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorax :
 Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur(-), gallop(-)
 Paru : vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Bentuk Flat, BU (+) kesan normal, timfani
(+) pada 4 kuadran, nyeri tekan (+) pada
abdomen kuadran bawah, pembesaran
organ (-).
Ekstremitas : Atas : akral hangat
Bawah: akral hangat edema tungkai (-/-),
varices (-/-)
Rektal Tuse : Tidak tampak adanya perdarahan, lendir,
kondiloma pada anus, tonus spingter ani (+)
normal, pembesaran prostat (-), sulkus
medianus prostat teraba (+), permukaan licin
konsistensi kenyal, nyeri tekan prostat (-),
mukosa anus tampak licin tidak berdungkul-
dungkul, tidak ditemukan darah ataupun
lendir pada handcone.

2.4 Pemeriksaan Penunjang:


1. Pemeriksaan Laboratorium (5 September 2018)
Leukosit : 12.43 sel/mm3
Hb : 10.9 g/dl
Hematokrit: 32.3%
Trombosit : 93 sel/mm3
BT :2
CT :8
GDS : 105
Ureum : 20 U/L
Creatinin : 0.5U/L
Na : 129

4
K : 4.4
Cl : 93
HBsAg : NR
HIV : NR
2. Colonoscopy dan Biopsi (14 September 2016)
Tumor rectum, curiga ganas
3. Pemeriksaan Patologi Anatomi (22 September 2016)
Rectum: adenocarsinoma
4. Pemriksaan Patologi Anatomi (17 November 2016)
rectum, operasi:
Adenocarsinoma well differentiated, tumor tumbuh sampai subserosa,
didapatkan lmphy invasi & neural invasi, didapatkan metastasis pada 4 dari
4 KGB. Batas reseksi proksimal dan distal bebas sel tumor (free margin). P
T3N2MX.
5. Foto Thorax (5 September 2018)
multipel nodul kecil-kecil di kedua lapang paru dapat merupakan suatu
proses metastase, cor tak tampak kelainan
6. Bone scan (11 Oktober 2018)
Gambaran penangkapan radioaktivitas yang meningkat pada os vertebra
lumbal V, os sacrum, sacroiliaca joint bilateral dan os ilium kanan
menunjukan adanya tanda- tanda metastasis osteoblastik pada tullang-tulang
tersebut sedangkan pada tulang-tulang lainnya masih dalam batas normal.
7. CT Scan Guiding (2 Oktober 2018)
Tumor Hepar, FNAB: metastase adenokarsinoma
8. MRI (2 Oktober 2018)
Gambaran tumor metastasis hepar dan os sacrum
Tidak didapatkan gambaran massa residif rectum

5
6
7
2.5 Diagnosis
Ca recti metastase liver dan sacrum

2.6 Penatalaksanaan
 IVFD Futrolit 20 tpm
 Inj ranitidin 2x1 amp
 Inj ondancetron 3x1 amp
 Xeloda 2x3 tab (pagi dan sore)
 Neurodex 1x1 tab
 Bcom 2x1 tab

8
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Epidemiologi

Menurut American Cancer Society, kanker kolorektal (KKR) adalah kanker


ketiga terbanyak dan merupakan kanker penyebab kematian ketiga terbanyak pada pria
dan wanita di Amerika Serikat1.

Berdasarkan survei GLOBOCAN 2012, insidens KKR di seluruh dunia menempati


urutan ketiga (1360 dari 100.000 penduduk [9,7%], keseluruhan laki-laki dan perempuan)
dan menduduki peringkat keempat sebagai penyebab kematian (694 dari 100.000
penduduk [8,5%], keseluruhan laki-laki dan perempuan)2.

Di Amerika Serikat sendiri pada tahun 2016, diprediksi akan terdapat 95.270
kasus KKR baru, dan 49.190 kematian yang terjadi akibat KKR3. Secara keseluruhan
risiko untuk mendapatkan kanker kolorektal adalah 1 dari 20 orang (5%). Risiko penyakit
cenderung lebih sedikit Pada wanita dibandingkan pada pria. Banyak faktor lain yang
dapat meningkatkan risiko individual untuk terkena kanker kolorektal. Angka kematian
kanker kolorektal telah berkurang sejak 20 tahun terakhir. Ini berhubungan dengan
meningkatnya deteksi dini dan kemajuan pada penanganan kanker kolorektal1.

3.2 Anatomi kolorektal

Usus besar memiliki panjang 1,5 meter dengan diameter 6,5 cm, terbentang dari ileum
hingga anus. Usus besar terbagi empat bagian, yaitu caecum, kolon, rektum, dan kanalis
analis.10

Kolon dibagi menjadi kolon asenden, transversum, desenden, dan sigmoid. Kolon
asenden dan desenden terletak retroperitoneal, sementara kolon transversum dan sigmoid
intraperitoneal. Kolon sigmoid dimulai dari kolon dekat krista iliaka kiri, ke midline,
hingga mencapai rektum pada posisi vertebra S3. 


9
Gambar 3.1. Anatomi Kolon dan Rektum10.

Lapisan pada kolon dan rektum terdiri atas mukosa, submukosa, otot sirkular dalam
(membentuk sfinger ani interna), otot longitudinal luar (terpisah menjadi 3 teniae coli
pada 
kolon, proksimal teniae bergabung di apendiks dan distal teniae bergabung di
rektum), dan lapisan serosa (melapisi kolon intraperitoneal dan sepertiga rektum).11

Gambar 3.2. Aliran Limfatik Kolorektal10.

Rektum memiliki panjang sekitar 20 cm, dimana 2 – 3 cm bagian terminalnya


10
disebut kanalis analis. Rektum intraoperatif merupakan batas fusi duua taenia

10
mesenterik dengan area amorfus rektum (true rectum), sedangkan pada pemeriksaan
12
sigmoidoskopi kaku, rektum berjarak 12 – 15 cm dari anal verge.

Anus menghubungkan kanalis analis dengan dunia luar. Sfingter ani interna
tersusun oleh otot polos yang bekerja involunter dan sfingter ani eksterna tersusun atas
10
otot rangka yang bekerja secara volunter.

3.3 Fisiologi

Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi
mucus serta menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Dari 700-
1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon, hanya 150-200 ml yang
dikeluarkan sebagai feses setiap harinya. Udara ditelan sewaktu makan, minum,
atau menelan ludah. Oksigen dan karbondioksida di dalamnya di serap di usus,
sedangkan nitrogen bersama dengan gas hasil pencernaan dari peragian
dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas di dalam usus mencapai 500 ml sehari.
Pada infeksi usus, produksi gas meningkat dan bila mendapat obstruksi usus gas
tertimbun di saluran cerna yang menimbulkan flatulensi.

3.4 Factor resiko

Faktor tidak dapat dimodifikasi: adalah riwayat KKR atau polip adenoma
4,5,6 7
individual dan keluarga dan riwayat individual penyakit kronis inflamatori pada usus .
7
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi: inaktivitas, obesitas , konsumsi tinggi daging
7,8,9 7
merah , merokok dan konsumsi alkohol moderat-sering. Sementara aktivitas fisik,
6
diet berserat dan asupan vitamin D termasuk dalam faktor protektif 10

Pencegahan kanker kolorektal dapat dilakukan mulai dari fasilitas kesehatan layanan
primer melalui program KIE di populasi/masyarakat dengan menghindari faktor-faktor
risiko kanker kolorektal yang dapat di modifikasi dan dengan melakukan skrining atau
deteksi dini pada populasi, terutama pada kelompok risiko tinggi.

3.5 Patogenesis
Perjalanan KKR memiliki dua jalur utama untuk terjadinya inisiasi tumor dan
progesi, yaitu LOH (Loss of Heterzygocity) dan RER (Replication Error). Jalur LOH

11
memiliki karakteristik delesi kromosomal dan aneuploid tumor, dimana 80% KKR
merupakan hasil dari mutasi pada jalur LOH. 20% sisanya merupakan mutasi pada jalur
RER, dengan karakteristik kesalahan pada mismatch repair selama replikasi DNA. Jalur
LOH:

1) Defek gen APC


Defek ini pertama kali dijelaskan pada pasien dengan FAP. Mutasi ini didapatkan
juga pada 80% dari KKR sporadik. APC gen merupakan gen supresi tumor.
Mutasi pada kedua alel dapat menginisiasi pembentukan polip. Pada FAP, lokasi
mutasi berhubungan dengan derajat keparahan penyakit.
2) K-ras
Merupakan protoonkogen. Mutasi pada satu alel dapat mengganggu siklus sel.
Mutasi pada K-ras menyebabkan GTP tidak dapat dihidrolisis, dan kemudian
protein G tetap dalam bentuk aktif. Hal ini dipikirkan akan berujung pada
pembelahan sel yang tidak terkontrol.
3) DCC
Merupakan gen supresi tumor dimana dibutuhkan keterlibatan dua alel untuk
terjadi keganasan. Gen ini terlibat dalam diferensiasi sel. Mutasi DCC didapatkan
pada 70% KKR.
4) p53

Merupakan gen supresi tumor yang menginisiasi apoptosis sel. Mutasi p53
didapatkan pada 75% KKR.11

Gambar 3.3. Proses Karsinogenesis Karsinoma Kolorektal11.

12
Pada jalur RER, sejumlah gen yang berfungsi, baik untuk mengenali dan
memperbaiki kesalahan replikasi DNA, seperti hMSH2, hMLH1, hPMS1, hPMS2, dan
hMSH6/GTBP, mengalami mutasi. Akibatnya, terdapat predisposisi mutasi sel dan
akumulasi yang akan menyebabkan instabilitas genom dan berujung pada karsinogenesis.
Jalur RER dihubungkan dengan instabilitas mikrosatelit, yang rentan terhadap kesalahan
replikasi.Tumor dengan instabilitas mikrosatelit memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan dengan tumor yang berasal dari jalur LOH dengan mikrosatelit yang stabil.
11,13

KKR berawal dari mukosa yang kemudian menginvasi dinding usus dan jaringan
sekitar. Tumor dapat menjadi besar dan menyebabkan obstruksi. Perluasan lokal,
khususnya ke rektum, dapat menyebabkan obstruksi organ lain, seperti ureter.
Keterlibatan KGB regional merupakan bentuk penyebaran tersering dari KKR dan
biasanya mendahului metastasis jauh atau perkembangan karsinomatosis (metastasis
peritoneal difus). Kecenderungan metastasis KGB meningkat seiring dengan ukuran
tumor, derajat diferensiasi, invasi limfovaskular, dan kedalaman invasi. Lesi kecil pada
dinding usus (T1 dan T2, lihat penentuan stadium) dihubungkan dengan metastasis KGB
pada 5-20% kasus, sementara pada tumor T3 dan T4 dijumpai metastasis KGB pada 50%
kasus. Keterlibatan empat atau lebih KGB memberikan gambaran prognosis buruk.
Metastasis terjadi secara hematogen melalui sistem vena porta. 12

Jenis Histologic Karsinoma Kolorektal:

 adenikarsinoma
1.) Adenokarsinoma musinosum. Komponen musinosum > 50% 

2.) Signet ring cell carcinoma. Komponen musin intrasitoplasma > 50%

Karsinoma adenoskuamosa. Mengandung komponen karsinoma sel skuamosa
dan 
adenokarsinoma.
3.) Karsinoma medular. Sel tumor tersusun seperti lembaran, inti vesikuler, anak inti

nyata, sitoplasma eosinofilik, dan ditemukan banyak infiltrasi limfosit di
sekitar 
massa tumor.
4.) Karsinoma tidak berdiferensiasi. Komponen sel berdiferensiasi sedikit. 

 Karsinoid
Dibagi menjadi tumor neuroendokrin berdiferensiasi baik, sedang, dan buruk (small
cell carcinoma pada usus).
 Mixed dan composite carcinoid-adenocarcinoma

13
Komponen adenokarsinoma dan karsinoid bergabung. Pada tipe komposit,
adenokarsinoma dan karsinoid terpisah dengan batas tegas. 12

3.6 Manifestasi Klinis dan Diagnosis

a. Keuluhan utama
Tanda dan gejala berikut ini merupakan temuan yang sering menjadi awal
dugaan adanya karsinoma rekti :
 Perdarahan per-anum disertai peningkatan frekuensi defekasi dan/atau
diare selama minimal 6 minggu pada semua umur
 Defekasi seperti kotoran kambing
 Perdarahan per-anum tanpa gejala anal pada individu 
berusia di atas 60
tahun
 Peningkatan frekuensi defekasi atau buang air besar berlendir
 Massa intra-luminal di dalam rectum
 Tanda-tanda obstruksi mekanik usus
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda anemia, kadang dapat pula
ditemukan massa yang teraba pada abdomen, atau tanda-tanda obstruksi
usus.
c. Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan colok dubur dilakukan pada setiap pasien dengan gejala ano-
rektal. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menetapkan keutuhan sfingter ani
dan menetapkan ukuran dan derajat fiksasi tumor pada rektum 1/3 tengah
dan distal. Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah:
 Keadaan tumor: Ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian
terendah terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar
prostat atau ujung os coccygis.

 Mobilitas tumor: Hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek
terapi pembedahan.
 Ekstensi dan ukuran tumor dengan menilai batas atas, bawah, dan
sirkuler. 14,15

14
Pemeriksaan penunjang

Dalam menegakkan diagnosis karsinoma rekti, beberapa pemeriksaan yang sering


dilakukan adalah:

 Pemeriksaan Laboratorium
Hematologik : darah perifer lengkap, LED,


hitung jenis, kimia darah
 Tumor marker CEA
 Pemeriksaan foto toraks PA
 CT scan/MRI
 Ultrasonografi (USG) abdomen
 
Ultrasonografi (USG) endorektal (bila dapat dikerjakan)
 PET scan (bila diperlukan/tidak rutin)
 Pemeriksaan Patologi Anatomi Biopsi dari rektum dan spesimen reseksi
menentukan jenis keganasan dan derajat diferensiasinya
 Pemeriksaan Kolonoskopi/proktoskopi:
1. Endoskopi
Endoskopi merupakan prosedur diagnostik utama dan dapat
dilakukan dengan sigmoidoskopi (>35% tumor terletak di
rektosigmoid) atau dengan kolonoskopi total.
2. Enema barium dengan kontras ganda
Pemeriksaan enema barium yang dipilih adalah dengan kontras
ganda.
3. CT colonography (Pneumocolon CT)

Modalitas CT yang dapat melakukan CT kolonografi dengan
baik adalah modalitas CT scan yang memiliki kemampuan
rekonstruksi multiplanar dan 3D volume rendering.
Kolonoskopi virtual juga memerlukan software khusus. 16

Penetapan stadium praoperatif

a. Pemeriksaan colok dubur

b. Endorectal Ultrasonography (ERUS):

15
Dilakukan oleh spesialis bedah kolorektal (operator dependent) atau
spesialis radiologi, 
Digunakan terutama pada T1 yang akan dilakukan
eksisi transanal, 
Digunakan pada T3-4 yang dipertimbangkan untuk
terapi neoajuvan,
Digunakan apabila direncanakan reseksi trans-anal
atau kemoradiasi

c. Computed Tomography (CT) Scan: 


Memperlihatkan invasi ekstra-rektal dan invasi organ sekitar rektum, tetapi


tidak dapat membedakan lapisan-lapisan dinding usus, 
Akurasi tidak
setinggi ultrasonografi endoluminal untuk mendiagnosis metastasis ke
kelenjar getah bening, Berguna untuk mendeteksi metastasis ke kelenjar
getah bening retroperitoneal dan metastasis ke hepar, Berguna untuk
menentukan suatu tumor stadium lanjut apakah akan menjalani terapi
adjuvan pre-operatif Untuk mengevaluasi keadaan ureter dan buli-buli.

d. Magnetic Resonance Imaging (MRI) Rektum:

Dapat mendeteksi lesi kanker dini (cT1-T2),
 Lebih akurat dalam


menentukan staging lokal T dan N (margin sirkumferensial dan
keterlibatan sakral pada kasus rekurens). Jarak terdekat antara tumor
dengan fascia mesorektal dapat mempredikisi keterlibatan fascia
mesorektal:

 Jika jarak tumor dengan fascia mesorektal ≤ 1mm terdapat


keterlibatan fascia mesorektal 

 Jika jarak tumor dengan fascia mesorektal 1-2mm ancaman
keterlibatan fascia mesorektal 

 Jika jarak tumor dengan fascia mesorektal >2mm tidak terdapat
keterlibatan fascia mesorektal.

Lebih sensitif dibandingkan CT untuk mendeteksi metastasis hati pada pasien


dengan steatosis (fatty liver).

16
System staging

Klasifikasi pentahapan kanker digunakan untuk menentukan luas atau ekstensi kanker
dan nilai prognostik pasien. Sistem yang paling banyak digunakan adalah sistem TNM
American Joint Committee on Cancer (AJCC) edisi ke-7 tahun 2010: 17

Tabel 3.1 Tumor Primer (T)

Tabel 3.2 Kelenjar Getah Bening (N)

Tabel 3.3 Metastase (M)

17
Tabel 3.4 Stadium Kanker Kolorektal

3.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari kanker kolorektal adalah:

 Irritable bowel syndrome (IBS)


 Kolitis ulseratif
 Penyakit Crohn
 Hemoroid Fisura anal
 Penyakit divertikulum

3.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kanker kolorektal bersifat multidisiplin. Pilihan dan


rekomendasi terapi tergantung pada beberapa faktor Terapi bedah merupakan modalitas
utama untuk kanker stadium dini dengan tujuan kuratif. Kemoterapi adalah pilihan
pertama pada kanker stadium lanjut dengan tujuan paliatif. Radioterapi merupakan salah
satu modalitas utama terapi kanker rektum. Saat ini, terapi biologis (targeted therapy)
dengan antibodi monoklonal telah berkembang pesat dan dapat diberikan dalam berbagai
situasi klinis, baik sebagai obat tunggal maupun kombinasi dengan modalitas terapi

18
lainnya. Penatalaksanaan kanker kolorektal dibedakan menjadi penatalaksanaan kanker
kolon dan kanker rectum.

Berkaitan dengan terapi, karsinoma kolorektal, khususnya di Indonesia, sebagian


besar didiagnosis pada stadium lanjut atau manakala telah terjadi komplikasi ke
struktur/organ sekitar. Akibatnya, hasil akhir dari penatalaksanaan akan jauh dari yang
diharapkan. Beberapa risiko utama dari penatalaksanaan karsinoma kolorektal adalah
tingginya angka kekambuhan lokal, gangguan fungsi seksual, serta fungsi berkemih.
Seperti halnya tumor solid pada umumnya, pilihan modalitas terapi utama pada
karsinoma kolorektal adalah terapi pembedahan. Namun, saat ini telah banyak
dikembangkan metode terapi adjuvan, berupa kemo- dan radioterapi yang melalui
berbagai studi telah terbukti mengurangi insiden rekurensi dari karsinoma kolorektal
pascareseksi.

Table 2.5 Rangkuman Penatalaksanaan Kanker Kolon

19
Tabel 2.6 Rangkuman Penatalaksanaan Kanker Rektum

Terapi Endoskopi

Terapi endoskopik dilakukan untuk polip kolorektal, yaitu lesi mukosa kolorektal yang
menonjol ke dalam lumen.
Metode yang digunakan untuk polipektomi tergantung pada

20
ukuran, bentuk dan tipe histolopatologinya. Polip dapat dibiopsi terlebih dahulu untuk
menentukan tindakan selanjutnya. Biopsi polip umumnya dilakukan dengan mengambil
4-6 spesimen atau 8-10 spesimen untuk lesi yang lebih besar. Pada American College of
Gastroenterology menyatakan bahwa polip kecil harus dibuang secara utuh. Jika
jumlahnya banyak (lebih dari 20), harus dilakukan biopsy representative polip
pendukulata besar biasanya mudah dibuang dengan hot snare. Polip sesil besar mungkin
membutuhkan piecemeal resection atau injeksi submukosal untuk menaikkan mukosa
dari tunika muskularis propria agar dapat dilakukan endoscopic mucosa resection
(EMR).19

Terapi Pembedahan

a) Eksisi Lokal (Polipektomi Sederhana)


Eksisi lokal dilakukan baik untuk polip kolon maupun polip rektum. Polipektomi
endoskopik harus dilakukan apabila struktur morfologik polip memungkinkan.
Kontraindikasi relatif polipektomi kolonoskopik antara lain adalah pasien yang
mendapat terapi antikoagulan, memiliki kecenderungan perdarahan (bleeding
diathesis), kolitis akut, dan secara klinis terdapat bukti yang mengarah pada
keganasan invasif, seperti ulserasi sentral, lesi keras dan terfiksasi, nekrosis, atau
esi tidak dapat dinaikkan dengan injeksi submukosal.
b) Eksisi Transanal 18
Eksisi transanal dilakukan pada kanker rektum. Syarat untuk melakukan eksisi
transanal adalah:
 <30% dari lingkar rektum
 Ukuran <3 cm Margin bersih (>3 mm)
 Dapat digerakkan (mobile), tidak terfiksasi
 Terletak < 8 cm dari linea dentata
Apabila T1:
Polip yang diangkat secara endoskopik dengan patologi kanker atau tidak dapat
ditentukan
Tidak ada invasi limfovaskular atau
PNI Diferensiasi baik atau
sedang
c) Transanal Endoscopic Microsurgery (TEM)
Jika lesi dapat diidentifikasi secara adekuat di rektum, dapat dilakukan transanal
endoscopic microsurgery (TEM). Prosedur TEM memudahkan eksisi tumor
rektum yang berukuran kecil melalui anus. Kedua tindakan (eksisi transanal dan
TEM) melibatkan eksisi full thickness yang dilakukan tegak lurus melewati

21
dinding usus dan kedalam lemak perirektal. 
Fragmentasi tumor harus
dihindarkan, selain itu harus dipastikan pula bahwa garis tepi mukosal dan batas
tepi dalam harus negatif (>3 mm). Keuntungan prosedur lokal adalah morbiditas
dan mortalitas yang minimal serta pemulihan pasca operasi yang cepat.
Keterbatasan eksisi transanal adalah evaluasi penyebaran ke KGB secara
patologis tidak dapat dilakukan. Hal ini menyebabkan angka kekambuhan lokal
lebih tinggi dibandingkan pasien yang menjalani reseksi radikal
d.) Kolektomi dan reseksi KGB regional en-Bloc


Teknik ini diindikasikan untuk kanker kolon yang masih dapat direseksi
(resectable) dan tidak ada metastasis jauh. Luas kolektomi sesuai lokasi tumor,
jalan arteri yang berisi kelenjar getah bening, serta kelenjar lainnya yang berasal
dari pembuluh darah yang ke arah tumor dengan batas sayatan yang bebas tumor
(R0). Bila ada kelenjar getah bening yang mencurigakan diluar jalan vena yang
terlibat sebaiknya direseksi. Reseksi harus lengkap untuk mencegah adanya KGB
positif yang tertinggal (incomplete resection R1 dan R2).
e.) Reseksi transabdominal

Reseksi abdominoperineal dan sphincter-saving reseksi anterior atau anterior
rendah merupakan tindakan bedah untuk kanker rektum. Batas reseksi distal telah
beberapa kali mengalami revisi, dari 5 cm sampai 2 cm. Bila dihubungkan
dengan kekambuhan lokal dan ketahanan hidup, tidak ada perbedaan mulai batas
reseksi distal 2 cm atau lebih.
 Implikasi dari beberapa penelitian tentang batas
reseksi distal, bahwa pada kanker rektum rendah, dapat dilakukan prosedur
pembedahan sphincter-saving daripada dilakukan reseksi abdominoperineal
dengan kolostomi permanen .Fungsi dan kontinensi adalah salah satu topik yang
penting dalam memutuskan antara reseksi abdominoperineal atau reseksi anterior
rendah/ultra rendah.
19
f.) Total Mesorectal Excision (TME)

Mesorektum dan batas sirkumferensial (lateral) adalah hal yang sama
pentingnya dengan batas reseksi distal pada kanker rektum. Total mesorectal
excision (TME) untuk kanker rektum adalah suatu diseksi tajam pada batas
ekstrafasial (antara fascia propiarektum dan fascia presakral), dengan eksisi
lengkap mulai dari mesorektum ke dasar pelvis termasuk batas lateralnya. Angka
kekambuhan pada TME untuk kanker rektum tengah dan rendah dilaporkan
sebesar 2,6%.Dari Swedish Rectal Cancer Trials, penurunan kekambuhan lokal
didapatkan turun sebesar 50% setelah pelatihan teknik TME.

22
g.) Bedah laparoskopik pada kanker kolorektal
20
h.) Tindakan bedah untuk kanker metastatik
 Tumor primer resektabel dan metastasis resektabel Pada KKR stadium 4
dengan metastasis hati dan atau paru, reseksi merupakan pilihan yang
terbaik dengan catatan tumor primer masih dapat direseksi. Tiga
paradigma pada terapi kanker kolorektal dengan metastasis hati adalah:
klasik yaitu kanker kolorektal dahulu, bersamaan yaitu kanker kolorektal
dan metastasis hati secara bersamaan, atau pendekatan terbalik yaitu
pengangkatan tumor metastasis hepar terlebih dahulu. Keputusan dibuat
berdasarkan di tempat manakah yang lebih dominan secara onkologikal
dan simtomatis.
 Tumor primer resektabel dan metastasis tidak resektabel
Pada keadaan
seperti ini, dapat dilakukan reseksi tumor primer dilanjutkan dengan
kemoterapi untuk metastasisnya.
 Tumor primer tidak resektabel, metasatasis tidak resektabel Kombinasi
kemoterapi dan pembedahan atau radiasi paliatif merupakan penanganan
standar untuk pasien dengan KKR metastasis. Pada kasus dengan
penyakit metastasis yang tidak resektabel maka terapi pilihannya adalah
kemoterapi sistemik. Untuk penyakit yang sudah jelas tidak dapat
dioperasi, intervensi seperti stenting atau laser ablation dapat dijadikan
pilihan terapi paliatif yang berguna. In situ ablation untuk metastasis hati
yang tidak bisa direseksi juga memungkinkan, tetapi keuntungannya
belum jelas.

3.9 Prognosis
Prognosis kanker kolorektal secara skematis disajikan pada gambar berikut
ini. Diketahui bahwa progesivitas alami dari perjalanan klinis karsinoma
kolorektal meliputi invasi lokal, penyebaran limfatik, dan penyebaran
hematogenosa. Pada setiap 100 pasien yang awalnya dievaluasi, 30 orang di
antaranya akan secara klinis terdeteksi telah mengalami metastasis jauh,
sedangkan 70 orang sisanya akan menjalani proses reseksi untuk tumor lokal. Di
antara ke-70 orang tersebut, 45 akan sembuh dan sisanya mengalami rekurensi.
Sampai saat ini, melalui berbagai studi prospektif ditemukan bahwa angka
survivabilitas 5 tahun adalah sebesar 62,1%. Terdapat berbagai faktor yang

23
berhubungan dengan prognosis tersebut, dan sedikit banyak akan menentukan
derajat risiko populasi dalam program deteksi dini.

Bagan 3.1. Perjalanan Klinis Natural Karsinoma Koloreltal11.

24
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Anamnesis
Kasus Teori
nyeri yang hilang timbul dan menjalar  Perdarahan per-anum disertai
dari pantat hingga kaki sejak 2016. peningkatan frekuensi defekasi dan/atau

Sebelumnya di tahun 2016, pasien diare selama minimal 6 minggu pada

mengeluhkan susah untuk BAB susah semua umur


 Defekasi seperti kotoran kambing
mengeluarkan BAB, dan saat BAB
 Perdarahan per-anum tanpa gejala anal
kotorannya tampak berukuran kecil-
pada individu 
berusia di atas 60 tahun
kecil seperti kotoran kambing dan
 Peningkatan frekuensi defekasi atau
terasa tidak tuntas saat BAB, pasien
buang air besar berlendir
juga mengatakan adanya perubahan
 Massa intra-luminal di dalam rectum
pola BAB dimana kotorannya
 Tanda-tanda obstruksi mekanik usus
terkadang cair dan terkadang keras.
Pasien pernah pula BAB berdarah segar.

4.2 Pemeriksaan Fisik


Kasus Teori

 Kepala/leher: konjunctiva anemis tanda-tanda anemia, kadang dapat pula


(-/-), sklera ikterik (-/-) ditemukan massa yang teraba pada
 Thoraks: dalam batas normal abdomen, atau tanda-tanda obstruksi usus.
 Abdomen: Bentuk Flat, BU (+) Pada rektal tuse ditemukan adanya masa
kesan normal, timfani (+) pada 4 pada rektum/sigmoid dilakukan penilaian
kuadran, nyeri tekan (+) pada konsistensi, mobilitas, eksistensi dan
abdomen kuadran bawah, ukuran.
pembesaran organ (-).
 Ekstremitas: dalam batas normal
 Rekal tuse: dalam batas normal

25
4.3 Pemeriksaan Penunjang
Kasus Teori

Laboratorium: Pemeriksaan Laboratorium
 darah


Leukosit : 12.43 sel/mm3 perifer lengkap, LED, hitung jenis,
Hb : 10.9 g/dl kimia darah
Hematokrit: 32.3%
Trombosit : 93 sel/mm3 Tumor marker CEA
BT :2
CT :8
Pemeriksaan foto toraks PA

GDS : 105
Ultrasonografi (USG) abdomen
Ureum : 20 U/L
Creatinin : 0.5U/L Ultrasonografi (USG) endorektal
Na : 129 (bila dapat dikerjakan)
K : 4.4
Cl : 93 Pemeriksaan Patologi Anatomi
HBsAg : NR Biopsi dari rektum dan spesimen
HIV : NR reseksi
Colonoscopy dan Biopsi: Endoskopi: merupakan prosedur
diagnostik utama dan dapat dilakukan
Tumor rectum, curiga ganas
dengan sigmoidoskopi (>35% tumor
Pemeriksaan PA: terletak di rektosigmoid) atau dengan
kolonoskopi total
Rectum: adenocarsinoma
Enema barium dengan kontras ganda
Pemriksaan Patologi Anatomi:
CT colonography (Pneumocolon CT)
rectum, operasi: Adenocarsinoma well
differentiated, tumor tumbuh sampai Magnetic Resonance Imaging (MRI)
subserosa, didapatkan lmphy invasi & Rektum: 
 Dapat mendeteksi lesi
neural invasi, didapatkan metastasis pada 4 kanker dini (cT1-T2),
 Lebih akurat
dari 4 KGB. Batas reseksi proksimal dan dalam menentukan staging lokal T dan
distal bebas sel tumor (free margin). P N (margin sirkumferensial dan
T3N2MX.
keterlibatan sakral pada kasus
Foto Thorax: rekurens).

multipel nodul kecil-kecil di kedua lapang

26
paru dapat merupakan suatu

proses metastase, cor tak tampak kelainan.

Bone scan:

Gambaran penangkapan radioaktivitas


yang meningkat pada os vertebra lumbal V,
os sacrum, sacroiliaca joint bilateral dan os
ilium kanan menunjukan adanya tanda-
tanda metastasis osteoblastik pada tullang-
tulang tersebut sedangkan pada tulang-
tulang lainnya masih dalam batas normal.

CT Scan Guiding:

Tumor Hepar, FNAB: metastase


adenokarsinoma

MRI:

Gambaran tumor metastasis hepar dan os


sacrum, Tidak didapatkan gambaran massa
residif rectum.

4.4 Penatalaksanaan
Kasus Teori

 IVFD Futrolit 20 tpm Berdasarkan tabel penetuan stadium pasien


 Inj ranitidin 2x1 amp kanker kolon masuk dalam stadium IV (T
 Inj ondancetron 3x1 amp apapun, N apapun M1) sehingga terapi
 Xeloda 2x3 tab (pagi dan sore) yang diberikan :
 Neurodex 1x1 tab
 Terapi ajuvan setelah pembedahan
 Bcom 2x1 tab
 Reseksi tumor primer pada kasus
kanker kolorektal dengan
metastasis yang dapat direseksi
 Kemoterapi sistemik pada kasus

27
kanker kolorektal dengan
metastasisi yang tidak dapat
direseksi dan tanpa gejala

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Society AC. Colorectal Cancer Facts & Figures 2014-2016. Color Cancer
Facts Fig 2014; 1–32. 

2. Ferlay J, Soerjomataram I, Dikshit R, et al. Cancer incidence and mortality
worldwide: Sources, methods and major patterns in GLOBOCAN 2012.
Int J Cancer 2015; 136: E359–E386. 

3. Siegel RL, Miller KD, Jemal A. Cancer statistics, 2016. 2016; 66: 7–30.

4. Siegel RL, Miller KD, Jemal A. Cancer statistics, 2016. 2016; 66: 7–30.

5. Ahsan H, Neugut A, Garbowski G. Family history of colorectal


adenomatous polyps and increased risk for colorectal cancer. Ann Intern
Med 1998; 128: 900–5. 


6. Hemminki K, Eng C. Clinical genetic counselling for familial cancers


requires reliable data on familial cancer risks and general action plans. J
Med Genet 2004; 41: 801–7. 


7. Chen K, Qiu JL, Zhang Y, et al. Meta analysis of risk factors for colorectal
cancer. World J Gastroenterol 2003; 9: 1598– 1600. 


8. Johnson CM, Wei C, Ensor JE, et al. Meta-analyses of colorectal cancer


risk factors. 2014; 24: 1207–1222. 


9. Chao A, Thun M, Connell C, et al. Meat consumption and risk of


colorectal cancer. JAMA 2005; 293: 172–82

10. Tortora G, Derrickson B. Large intestine. Principles of Anatomy and


Physiology. 12th ed. Wiley; 2009.

11. Chang AE, Morris AM. Colorectal cancer. In: Mulholland MW, Lillemoe
KD, Doherty GM, Maier RV, Upchurch GR, editors. Greenfield’s
Surgery: Scientific Principles and Practice. 4th ed. Lippincott Williams &

29
Wilkins; 2006 


12. Kelompok Kerja Adenokarsinoma Kolorektal. Panduan Penatalaksanaan


Adenokarsinoma Kolorektal. Jakarta; 2006. 


13. Cappell M. The patophysiology, clinical presentation, and diagnosis of


colon cancer, and adenomatous polyps. The Medical Clinics of North
America. 1st ed. Elsevier Inc; 2005.

14. Winawer S, Fletcher R, Miller L, et al. Colorectal cancer screening:


clinical guidelines and rationale. Gastroenterology 1997; 112: 594–642.
15. Mandel J, Church T, Bond J, et al. The effect of fecal occult blood
screening on the incidence of colorectal cancer. N Engl J Med 2000; 343:
1603–7.
16. Intercollegiate S, Network G. Management of Colorectal Cancer. (SIGN
Guideline No 67).
17. Edge S, Byrd D, Compton C, et al. (eds). AJCC cancer staging manual.
7th ed. Springer, 2010.

18. Benson A, Venook A, Bekaii-Saab T, et al. Colon Cancer. NCCN;
2.2016.

19. Bond JH. Polyp guideline: diagnosis, treatment, and
surveillance for patients with nonfamilial colorectal polyps. The Practice
Parameters Committee of the American College of Gastroenterology. Ann
Intern Med 1993; 119: 836–843.

30

Anda mungkin juga menyukai