Anda di halaman 1dari 20

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Hipertensi

2.1.1 Pengertian

Hipertensi adalah terjadinya peningkatan tekanan darah secara persisten

dalam dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit pada saat kondisi

cukup istirahat /tenang dimana tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan

tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah dalam

jangka waktu yang lama dan tidak dideteksi secara dini dapat menyebabkan gagal

ginjal, penyakit jantung koroner dan stroke (Kemenkes RI, 2014).

2.1.2 Etiologi

Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.

Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan

tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya

hipertensi:

1) Genetik : Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau

transport Na

2) Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan

tekanan darah meningkat.

3) Stress Lingkungan.

4) Hilangnya Elastisitas jaringan and arteri sklerosis pada orang tua serta

pelabaran pembuluh darah.

Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu :


1) Hipertensi Esensial (Primer)

Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti

genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin

angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress. Begitu pula

sesorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stressor tinggi sangat

mungkin terkena penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang-orang yang

kurang olahraga pun bisa mengalami tekanan darah tinggi.

2) Hipertensi Sekunder

Yaitu hipertensi yang penyebab spesifiknya diketahui seperti : penggunaan

estrogen, penyakit ginjal, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan

lain-lain.

Hipertensi dibedakan menjadi 2 faktor :

1) Pengeluaran rennin

Pengeluaran rennin oleh ginjal menyebabkan angiotensinogen I. Hal ini

menyebabkan ekskresi aldosteron meningkat dan kontraksi arteriol yang dapat

menimbulkan peningkatan tahanan perifer dan retensi natrium dan air dimana hal

ini dapat menyebabkan volume darah meningkat yang menyebabkan tekanan

darah meningkat

2) Stress

Stress dapat merangsang system saraf simpatis yang menyebabkan denyut nadi

meningkat, vasokontriksi jantung meningkat yang menyebabkan pembuluh darah

perifer meningkat dan kardiak output jantung meningkat dalam hal ini

menyebabkan terjadinya tekanan darah meningkat.


2.1.3 Anatomi

Gambar 2.1 (Felma Adam, 2018)

Perikardium

Jantung berada dalam rongga berisi cairan yang disebut rongga

perikardial. Dinding dan lapisan rongga perikardial inilah yang disebut dengan

perikardium. Perikardium ialah sejenis membran serosa yang menghasilkan cairan

serous untuk melumasi jantung selama berdenyut dan mencegah gesekan yang

menyakitkan antara jantung dan organ sekitarnya. Bagian ini juga berfungsi untuk

menyangga dan menahan jantung untuk tetap berada dalam posisinya. Dinding

jantung terdiri dari tiga lapisan yaitu epikardium (lapisan terluar), miokardium

(lapisan tengah), dan endokardium (lapisan dalam).


Serambi

Serambi atau disebut juga atrium merupakan bagian jantung atas yang

terdiri dari serambi kanan dan kiri. Serambi kanan berfungsi untuk menerima

darah kotor dari tubuh yang dibawa oleh pembuluh darah. Sedangkan serambi kiri

berfungsi untuk menerima darah bersih dari paru-paru. Serambi memiliki dinding

yang lebih tipis dan tidak berotot karena tugasnya hanya sebagai ruangan

penerima darah.

Bilik

Sama seperti serambi, bilik atau disebut juga ventrikel merupakan bagian

jantung bawah yang terdiri dari bagian kanan dan kiri. Bilik kanan berfungsi

untuk memompa darah kotor dari jantung ke paru-paru. Sementara itu, bilik kiri

berfungsi untuk memompa darah bersih dari jantung ke seluruh tubuh. Dinding

bilik jauh lebih tebal dan berotot dibandingkan dengan serambi karena bekerja

lebih keras untuk memompa darah baik dari jantung ke paru-paru maupun ke

seluruh tubuh.

Katup

Jantung memiliki empat katup yang menjaga aliran darah mengalir ke satu

arah, yaitu:

 Katup trikuspid, mengatur aliran darah antara serambi kanan dan bilik

kanan.

 Katup pulmonal, mengatur aliran darah dari bilik kanan ke arteri

pulmonalis yang membawa darah ke paru-paru untuk mengambil oksigen.

 Katup mitral, mengalirkan darah yang kaya oksigen dari paru-paru

mengalir dari serambi kiri ke bilik kiri.


 Katup aorta, membuka jalan bagi darah yang kaya akan oksigen untuk

dilewati dari bilik kiri ke aorta (arteri terbesar di tubuh).

Pembuluh darah

Ada tiga pembuluh darah utama yang terdapat di jantung, yaitu:

 Arteri, membawa darah yang kaya akan oksigen dari jantung ke bagian

tubuh lainnya. Arteri memiliki dinding yang cukup elastis sehingga

mampu menjaga tekanan darah tetap konsisten.

 Vena, pembuluh darah yang satu ini membawa darah yang miskin oksigen

dari seluruh tubuh untuk kembali ke jantung. Dibandingkan dengan arteri,

vena memiliki dinding pembuluh yang lebih tipis.

 Kapiler, pembuluh darah ini bertugas untuk menghubungkan arteri

terkecil dengan vena terkecil. Dindingnya sangat tipis sehingga

memungkinkan pembuluh darah untuk bertukar senyawa dengan jaringan

sekitarnya, seperti karbon dioksida, air, oksigen, limbah, dan nutrisi.

2.1.4 Webs of Caution (hipertensi)

Umur Jenis Kelamin Gaya Hidup Obesitas


Elastisitas Arteri osklerois

Hiertens
i

Kerusakan vaskuler

Perubahan stryktur

Penyumbatan pembuluh darah

vasokontriksi

Gangguan sirkulasi

Otak ginjal pembuluh darah Retina

Resistensi suplai O2 ke Vasokontriksi sistemik koroner Spasme arterior


pembuluh otak pembuluh ginjal
darah otak
Vasokontriks Diplopia
Gangguan Rangsang Iskemia miokard
perfusi aldosteron i
Nyeri kepala
jaringan
After dada Nyeri dada Restil injuri
Retensi Na meningkat

Edema Penurunan
curah jantung

Kelebihan
volume cairan Intoleransi aktivitas

Gambar 2.1 (Naza riko, 2016)

2.1.5 Manifestasi Klinik


Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah meningkatkan

tekanan darah > 140/90 mmHg, sakit kepala, epistaksis, pusing/migrain,

rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang kunang, lemah dan lelah,

muka pucat suhu tubuh rendah.

2.1.6 Pemerikasaan Diagnostik

1) Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan

dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas,

anemia.

2) BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.

3) Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat

diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.

4) Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan

ada DM.

5) CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati

6) EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian

gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

7) IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu

ginjal,perbaikan ginjal.

8) Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area

katup,pembesaran jantung

2.1.7 Komplikasi
1) Organ organ tubuh sering terserang akibat hipertensi antara lain mata

berupa perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan,

gagal jantung, gagal ginjal, pecahnya pembuluh darah otak.

2) Dapat menyebabkan kelumpuhan pada ekstremitas badan (stroke)

3) Secara mekanis dapat merusak pembuluh darah dan mulai terjadi

insufisiensi jantung dan dapat menyebabkan berkurangnya perfusi dalam

pembuluh darah otak yang sudah menyempit karena arteriosclerosis

4) Penyakit jantung iskemik

2.1.8 Penatalaksanaan

Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis

penatalaksanaan :

a) Penatalaksanaan Non Farmakologis

1) Diet pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB

dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas

rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.

2) Aktivitas Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan

disesuaikan dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti

berjalan, jogging,bersepeda atau berenang.

b) Penatalaksanaan Farmakologis

Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:

1) Mempunyai efektivitas yang tinggi.

2) Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.

3) Memungkinkan penggunaan obat secara oral.


4) Tidak menimbulakn intoleransi.

5) Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.

6) Memungkinkan penggunaan jangka panjang.

Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti

golongan diuretic, golongan beta bloker, golongan antagonis kalsium,golongan

penghambat konversi rennin angitensin

2.1.9 Manifestasi Klinik

1) nyeri perut (abdominal discomfort)

2) Rasa perih di ulu hati

3) Mual, kadang-kadang sampai muntah

4) Nafsu makan berkurang

5) Rasa lekas kenyang

6) Perut kembung

7) Rasa panas di dada dan perut

8) Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)

2.1.10 Patofisiologi

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas,

zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan

makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung

dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding

lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang

akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di

medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik

makanan maupun cairan.


2.1.11 Pencegahan

Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang

dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak

mengkomsumsi makanan yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol, dan pantang

rokok, bila harus makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala,

gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung.

2.1.12 Penatalaksanaan Medik

1) Penatalaksanaan non farmakologis

2) Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung

3) Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-

obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres

4) Atur pola makan

5) Penatalaksanaan farmakologis yaitu:

Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam

mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross

patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF

reponsif terhadap placebo.

Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung)

golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan prokinetik

(mencegah terjadinya muntah)

2.1.13 Test Diagnostik


Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti

halnya pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan

gejala dan penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya.

Untuk memastikan penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan,

selain pengamatan jasmani, juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis,

endoskopi, USG, dan lain-lain.

1) Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk

menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets

mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium

dalam batas normal.

2) Radiologis

Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di saluran

makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran

makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.

3) Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)

Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran endoskopinya

normal atau sangat tidak spesifik.

4) USG (ultrasonografi)

Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin banyak

dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit,

apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan

pada kondisi klien yang beratpun dapat dimanfaatkan

5) Waktu Pengosongan Lambung


Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak. Pada dispepsia

fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30 – 40 % kasus.

2.1.14 Diagnosa Keperawatan yang Muncul

1) Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan

peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.

2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.

3) Gangguan rasa nyaman : nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan

peningkatan tekanan vaskuler serebral.

4) Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan

dengan gangguan sirkulasi.

5) Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.

6) Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah

makan, anoreksia.

7) Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya

mual, muntah

8) Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya

2.1.15 Intervensi

Diagnosa Keperawatan 1

Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan

peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular.

Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi

iskemia miokard.

Kriteria Hasil :
Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah / beban kerja

jantung , mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima,

memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentang normal pasien.

Intervensi :

1) Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat.

R : Perbandingan dari tekanan darah memberikan gambaran yang lebih

lengkap tentang keterlibatan bidang vaskuler

2) Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler.

R : adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat

mencerminkan dekompensasi / penurunan curah jantung

3) Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.

R : membantu menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi

4) Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan

R : dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek

tenang, sehingga akan menurunkan tekanan darah

5) Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi (inhibitor simpatis,

misalnya V block).

R : menurunkan TD melalui efek kombinasi penurunan total perifer

Diagnosa Keperawatan 2

Nyeri (akut), sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan

vaskuler serebral, ditandai dengan :

1) Melaporkan nyeri yang berdenyut yang terletak pada region suboksipital

terjadi pada saat bangun dan hilang secara spontan setelah beberapa waktu berdiri

2) Segan untuk menggerakkan kepala


3) Menghindari sinar matahari, lampu terang dan keributan

4) Mengerutkan kening

5) Melaporkan kekakuan leher, pusing, penglihatan kabur, mual dan muntah

Tujuan : Nyeri berkurang sampai dengan hilang dalam waktu 1 x 24 jam

Kriteria Hasil :

1) Pasien akan melaporkan nyeri/ketidak nyamanan hilang/berkurang

2) metode yang dapat mengurangi ketidak nyamananan

3) Pasien mengikuti terapi medikamentosa yang telah di programkan

Intervensi :

1) Pertahankan tirah baring selama fase akut.

R : Meminimalkan stimulasi / meningkatkan relaksasi).

2) Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, misalnya :

kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher serta teknik relaksasi.

R : Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dengan

menghambat / memblok respon simpatik, efektif dalam menghilangkan sakit

kepala dan komplikasinya).

3) Hilangkan / minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan

sakit kepala : mengejan saat BAB, batuk panjang,dan membungkuk.

R : Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala

pada adanya peningkatkan tekanan vakuler serebral.

4) Beri makanan lunak. Biarkan klien istirahat 1 jam setelah makan.

R : menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja pencernaan.

5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas,

R : Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf simpatis


Diagnosa Keperawatan 3

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake nutrisi in adekuat, keyakinan budaya, pola hidup monoton

Tujuan : Asupan nutrisi klien dapat dipenuhi secara adekuat

Kriteria Hasil :

1) Klien dapat mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dengan kegemukan

2) Menunjukan perubahan pola makan, melakukan / memprogram olah raga

yang tepat secara individu.

Intervensi

1) Kaji emahaman klien tentang hubungan langsung antara hipertensi dengan

kegemukan.

R : Kegemukan adalah resiko tambahan pada darah tinggi, kerena

disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung berkaitan

dengan masa tumbuh).

2) Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan

lemak, garam dan gula sesuai indikasi.

R : kebiasaan makan menunjang terjadinya aterosklerosis dan kegemukan

yang merupakan predisposisi untuk hipertensi dan komplikasinya, misalnya,

stroke, penyakit ginjal, gagal jantung, kelebihan masukan garam.

3) Tetapkan keinginan klien menurunkan berat badan.

R : motivasi untuk penurunan berat badan adalah internal. Individu harus

berkeinginan untuk menurunkan berat badan, bila tidak maka program sama

sekali tidak berhasil.

4) Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.


R : mengidentivikasi kekuatan / kelemahan dalam program diit terakhir.

Membantu dalam menentukan kebutuhan inividu untuk menyesuaikan /

penyuluhan.

5) Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi.

R : Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet

individual

Diagnosa keperawatan 4

Resiko tinggi cidera berhubungan dengan ketidak nyamanan.

Tujuan : klien tidak cidera selama terjadinya gangguan ketidak nyamanan

Kriteria hasil :

1) Klien akan mendemonstrasikan hilangnya/tidak pusing bila digunakan untuk

beraktivitas

2) Melaporkan akativisa mandiri atau tanpa bantuan

3) Tekanan darah dalam batas normal

4) Pasien tampak rileks

Intervensi

1) Observasi adanya pusing, mual, muntah

R : TD yang meningkat mengakibatkan pusing mual dan muntah dan dapat

menyebabkan kelemahan pada pasien

2) Bantu dengan ambulasi dan aktivitas sesuai dengan kebutuhan pasien

R : adanya pusing dapat menyebabkan pasien menjadi lebah dan dapat

beresiko hilangnya keseibangan pada pasien dan alar protectif dari pasien

3) Pertahankan posisi yang nyaman bagi pasien

R : Posisi yang nyaman membantu menurunkan ketegangan pasien


4) Anjurkan pasien untuk meminta bantuan bila pasien memerlukan sesuatu

R : Pusing yang meningkat mengakibatkan ketidak seimbangan dalam tubuh

sehingga memerlukan bantuan untuk mecegah terjadinya cidera.

5) Berika HE tentang mobilisasi dirumah

R : Pengetahuan pasien dalam menangani nyeri secara tiba-tiba beresiko

cidera sebelum beraktivitas

6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat

Diagnosa keperawatan 5

Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.

Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri

Kriteria Hasil : klien melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya ras nyeri

Intervensi

1) Kaji tingkat nyeri, beratnya (skala 0 – 10)

R : Berguna dalam pengawasan kefektifan obat, kemajuan penyembuhan

2) Berikan istirahat dengan posisi semifowler

R : Dengan posisi semi-fowler dapat menghilangkan tegangan abdomen

3) Observasi TTV tiap 24 jam

R : sebagai indikator untuk melanjutkan intervensi berikutnya

4) Diskusikan dan ajarkan teknik relaksasi

R : Mengurangi rasa nyeri atau dapat terkontrol

5) Kolaborasi dengan pemberian obat analgesik

R : Menghilangkan rasa nyeri dan mempermudah kerjasama dengan

intervensi terapi lain

Diagnosa keperawatan 6
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah

makan, anoreksia.

Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang

diharapkan individu

Kriteria Hasil : menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi

Intervensi

1) Pantau dan dokumentasikan dan haluaran tiap jam secara adekuat

R : Untuk mengidentifikasi indikasi/perkembangan dari hasil yang

diharapkan

2) Timbang BB klien

R : Membantu menentukan keseimbangan cairan yang tepat

3) Berikan makanan sedikit tapi sering

R : meminimalkan anoreksia, dan mengurangi iritasi gaster

4) Kaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai.

R : Membantu kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet klien.

5) Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya

dengan medikasi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).

R : Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah

untuk meningkatkan intake nutrisi.

Diagnosa keperawatan 7

Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

adanya mual, muntah

Tujuan : Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan prilaku yang perlu untuk

memperbaiki defisit cairan


Kriteria Hasil :

1) Mempertahankan/menunjukkan perubahan keseimbangan cairan.

2) Dibuktikan stabil.

3) Membran mukosa lembab.

4) Turgor kulit baik.

Intervensi

1) Awasi tekanan darah dan nadi, status membran mukosa, turgor kulit

R : Indikator keadekuatan volume sirkulasi perifer dan hidrasi seluler

2) Awasi jumlah dan tipe masukan cairan, ukur haluaran urine dengan akurat

R : Klien tidak mengkomsumsi cairan sama sekali mengakibatkan dehidrasi

atau mengganti cairan. Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan

penggunaan laksatif/diuretic

R : Membantu klien menerima perasaan bahwa akibat muntah dan atau

penggunaan laksatif/diuretik mencegah kehilangan cairan lanjut

3) Identifikasi rencana untuk meningkatkan/mempertahankan keseimbangan

cairan optimal misalnya : jadwal masukan cairan

R : Melibatkan klien dalam rencana untuk memperbaiki keseimbangan

Berikan/awasi hiperalimentasi IV

R : Tindakan darurat untuk memperbaiki ketidak seimbangan cairan

elektrolit.

2.1.15 Evaluasi

1) Tingkat aktivitas optimum/ fungsi tercapai kembali

2) Proses penyakit serta regimen terapiutik dimengerti

3) Aktivitas dapat terpenuhi secara adekuat


4) Irama dan frekwensi jantung stabil, tekanan darah dalam batas normal

(90/60 - 140/90 mmHg)

Anda mungkin juga menyukai