Pendahuluan
Secara fisiologis syok merupakan gangguan hemodinamik yang menyebabkan tidak
adekuatnya hantaran oksigen dan perfusi jaringan. Syok hipovolemik merupakan kegagalan
perfusi jaringan yang disebabkan oleh kehilangan cairan intravaskuler. Proses kegagalan perfusi
akibat kehilangan volume intravaskuler terjadi melalui penurunan aliran darah balik ke jantung
yang menyebabkan volume sekuncup dan curah jantung berkurang. Penurunan hebat curah
jantung menyebabkan hantaran oksigen dan perfusi jaringan tidak optimal yang dalam keadaan
berat menyebabkan syok. Gejala klinis syok hipovolemik baru jelas terlihat bila kekurangan
volume sirkulasi lebih dari 15% karena pada tahap awal perdarahan kurang mekanisme
kompensasi sistim kardiovaskuler dan saraf otonom masih dapat menjaga fungsi sirkulasi dalam
keadaan normal. Gejala dan tanda klinis juga tidak muncul pada waktu bersamaan, seperti
perubahan tekanan darah sistolik terjadi lebih lambat dari adanya perubahan tekanan nadi,
frekuensi jantung dan penurunan produksi urin. Oleh karena itu pemeriksaan dan
penatalaksanaan yang cermat harus dilakukan untuk penatalaksanaan yang tepat, serta
penanggulangan segera kasus-kasus yang berisiko agar tidak jatuh kedalam kondisi syok.
Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu teknik pemeriksaan yang dilakukan melalui suatu
percakapan antara dokter dengan pasiennya langsung (autoanamnesis) atau dengan orang yang
mengetahui tentang kondisi pasien (alloanamnesis), percakapan ini dilakukan sesuai dengan
kondisi yang sedang dialamin oleh pasien jika pasien sadar dan memungkinkan untuk dilakukan
pemeriksaan secara langsung maka cara yang tepat adalah autoanamnesis namun jika pasien
dalam keadaan sebaliknya maka cara yang tepat adalah dengan alloanamnesis.1
Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan data pasien serta permasalahan medis yang
dialami oleh pasien. Apabila dokter dapat melakukan anamnesis dengan cermat maka informasi
yang didapat akan penting untuk melakukan diagnosis, hal ini dikarenakan sekitar 60-70 %
diagnosis yang benar sudah dapat ditegakkan hanya dengan melalui anamnesis.1
Dalam melakukan anamnesis harus dilakukan sesuai dengan sistematika yang baku, hal
ini bertujuan agar selama dokter melakukan anamnesis ia tidak kehilangan arah dan tidak ada
informasi yang terlewat, selain itu hal ini juga dapat mempermudah orang lain untuk
membacanya.
Diketahui bahwa seorang anak perempuan berusia 6 tahun dibawa ke UGD RS karena
lemas, pucat dan seluruh badannya berkeringat dingin sejak 30 menit yang lalu. Beberapa hal
yang bisa ditanyakan dalam situasi ini adalah ada tidaknya:2
Kejadian akut atau tiba-tiba
Trauma
Perdarahan
Riwayat penyakit jantung bawaan atau penyakit jantung rematik
Riwayat diare
Beberapa penyakit yang disertai demam
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik merupakan jenis pemeriksaan yang dilakukan untuk memperoleh status
kesehatan pasien secara objektif, sekaligus memperkuat data yang telah kita peroleh saat
melakukan anamnesis demi terciptanya diagnosis yang akurat. Dalam melakukan pemeriksaan
fisik seorang dokter harus menunjukan sikap lege artis terhadap pasien demi terciptanya rasa
percaya pasien kepada dokter saat melakukan pemeriksaan tersebut, sehingga hal ini dapat
mempermudah dokter untuk memperoleh data yang akurat.
Dalam melakukan pemeriksaan fisik terdapat beberapa tahapan yang dapat kita periksa
antara lain:2
Kesadaran
Kemungkinan perdarahan
Vena leher (vena jugularis)
Pembesaran hati
Petekie
Purpura
Selanjutnya setelah diketahui bahwa pasien menderita diare selama 2 hari, dapat
diperiksa apakah pasien sudah mengalami dehidrasi atau belum. Jika terdapat dua atau lebih
tanda berikut, berarti anak menderita dehidrasi berat:
Letargis atau tidak sadar
Mata cekung
Cubitan kulit perut kembali sangat lambat (≥2 detik)
Tidak bisa minum atau malas minum
Pemeriksaan Penunjang
Selanjutnya dapat dilakukan beberapa pemeriksaan laboratorium dan diagnostic, yang
dilakukan untuk mencari kausa yang mendasari, dan terapi spesifik perlu dimulai segera setelah
etiologi teridentifikasi. Pemeriksaan laboratorium awal sering mencakup panel kimia lengkap,
hitung darah lengkap, pemeriksaan koagulasi, biakan darah dan urine, gas darah dan arteri,
saturasi vena campuran jika mungkin, dan laktat.3
Pemeriksaan diagnostik seyogianya disesuaikan dengan anamnesis dan gambaran klinis
pasien; pemeriksaan tersebut dapat berupa foto sinar-X toraks. ekokardiogram, pemeriksaan
trauma lengkap, atau pemeriksaan pencitraan lain sesuai indikasi. Selain penanganan etiologi
yang mendasari, gangguan end-organ juga perlu diatasi, misalnya pemberian produk darah untuk
pasien dengan DIC atau terapi sulih ginjal untuk pasien dengan gagal ginjal.3
Berdasarkan tahapan diagnostik yang telah dilakukan diduga bahwa pasien mengalami
syok hipovolemik et causa diare cair akut.
Syok Hipovolemia
Hipovolemia mungkin merupakan penyebab syok tersering pada kelompok usia anak.
Kausa syok tersering berikutnya adalah syok septik dan yang terakhir adalah syok kardiogenik.
Gejala dan tanda klinis syok bervariasi, bergantung pada derajat kompensasi. Syok
terkompensasi tejadi ketika pasien mampu mempertahankan curah jantung yang adekuat melalui
mekanisme kompensasi yang mempertahankan tekanan darah dalam kisaran normal. Syok
terdekompensasi dikatakan terjadi jika pasien mengalami hipotensi dan asidosis.3
Hipotensi dianggap sebagai temuan belakangan pada pasien pediatrik dan sering menjadi
tanda ancaman kolaps vaskular. Jika tidak diatasi, syok dekompensasi ini dapat berkembang
menjadi kegagalan organ multisistem. Terapi untuk syok akan paling efektif jika diberikan pada
fase awal.3
Berkurangnya volume darah yang bersikulasi akan diikuti oleh serangkaian penyesuaian
kompensatorik jantung dan pembuluh perifer yang berupaya mempertahankan tekanan darah dan
perfusi ke organ-organ penting.3
Pasien dengan syok hipovolemik terkompensasi biasanya berespons terhadap bolus cepat
(20 mL/kg) cairan isotonik (salin normal atau larutan Ringer Laktat). Jika pasien
memperlihatkan perbaikan, cairan pengganti bisa diberikan. Kadang anak mungkin memerlukan
jumlah cairan yang signifikan dalam 4 jam pertama resusitasi (40 sampai 200 mL/kg pernah
dilaporkan) untuk memulihkan tekanan pengisian vaskular serta untuk mempertahankan curah
jantung.3
Syok dekompensasi: hipotensi, takikardia, tanda-tanda hipoperfusi organ (berkurangnya
pengeluaran urine, gangguan kesadaran). Bentuk syok ini membutuhkan bantuan yang lebih
agresif, termasuk pemberian obat inotropik. Sering dibuat akses vena sentral untuk mempercepat
pemberian cairan, memberikan inotrop, dan mengukur CVP untuk membantu dalam penanganan
cairan.3
Syok Distributif
Distribusi aliran darah abnormal dapat mengakibatkan gangguan perfusi jaringan yang
berat, bahkan bila curah jantung normal atau meningkat. Maldistribusi aliran darah tersebut pada
umumnya terjadi karena adanya kelainan tonus vaskular. Syok sepsis merupakan penyebab
utama syok distributif pada anak. Penyebab lainnya termasuk syok anafilaksis, jejas neurologis,
dan obat-obatan.5
Syok distributif dapat disertai dengan sindrom respons inflamasi sistemis (systemic
inflammatory response syndrome [SIRS]), ditandai dengan ditemukannya dua atau lebih hal
berikut: suhu lebih dari 38oC atau kurang dari 36oC; denyut jantung lebih dari 90x/menit atau
lebih dari dua simpang baku diatas nilai normal untuk usianya; takipnea; hitung leukosit lebih
dari 12.000 sel/mm3, atau kurang dari 4.000 sel/mm3, atau sel imatur lebih dari 10%.5
Syok Kardiogenis
Syok kardiogenis terjadi akibat gangguan fungsi miokardium yang tercermin dengan
depresi kontraktilitas miokardium dan curah jantung dengan perfusi jaringan buruk. Mekanisme
kompensasi dapat menambah berat syok karena depresi fungsi jantung lanjut. Respon
vasokonstriktor neurohormon meningkatkan afterload dan menambah beban kerja ventrikel yang
sudah gagal. Takikardia dapat mengganggu aliran darah koroner, yang menurunkan hantaran
oksigen ke miokardium. Peningkatan volume darah sentral yang disebabkan oleh retensi natrium
dan air, serta gangguan pengosongan ventrikel saat sistole, berakibat peningkatan volume dan
tekanan di ventrikel kiri, yang mengganggu aliran darah subendokardium. Bila mekanisme
kompensasi dapat mengatasi kegagalan, ventrikel kiri yang gagal akan meningkatkan volume
dan tekanan diastole akhir ventrikel, yag akan menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri,
dan akhirnya terjadi edema pulmonum. Hal tersebut juga berperan terhadap gagal jantung kanan
karena peningkatan tekanan arteri pulmonalis dan peningkatan afterload ventrikel kanan.5
Syok kardiogenis primer dapat terjadi pada anak yang mempunyai penyakit jantung
bawaan. Syok kardiogenis juga dapat terjadi sekunder pada anak yang sebelumnya sehat akibat
miokarditis virus, disritmia, atau gangguan toksin atau metabolisme, atau pasca jejas hipoksia-
iskemia.5
Patofisiologis4
Ada 3 stadium dasar yang sering ditemukan pada setiap jenis syok, yaitu: stadium
kompensasi, progresif, dan ireversibel, atau refraktori.
Stadium kompensasi. Ketika tekanan arteri dan perfusi jaringan menurun, mekanisme
kompensasi akan diaktifkan untuk mempertahankan perfusi darah pada jantung dan otak. Setelah
baroreseptor yang ada dalam sinus karotikus dan arkus aorta mendeteksi penurunan tekanan
darah, hormon epinefrin dan norepinefrin akan disekresikan untuk meningkatkan tahanan perifer,
tekanan darah, serta kontraktilitas miokardium. Penurunan aliran darah ke ginjal akan
mengaktifkan sistem renin-angiotensin-aldosteron sehingga timbul vasokostriksi dan retensi
natrium serta air yang menyebabkan peningkatan volume darah dan aliran balik vena. Sebagai
akibat mekanisme kompensasi ini, curah jantung dan perfusi jaringan dapat dipertahankan.
Stadium progresif. Stadium progresif pada syok dimulai ketika mekanisme kompensasi
tidak berhasil mempertahankan curah jantung. Jaringan mengalami hipoksia karena perfusi darah
buruk. Setelah sel beralih kepada metabolisme anaerob, asam laktat akan menumpuk sehingga
terjadi asidosis metabolik. Keadaan asidosis ini akan menekan fungsi miokardium. Hipoksia juga
meningkatkan pelepasan mediator endotel, yang akan menimbulkan vasodilatasi di samping
menyebabkan kelainan pada endotel, yang menyebabkan akumulasi pada vena (venous pooling)
dan peningkatan permeabilitas kapiler. Aliran darah yang lamban akan memperbesar resiko
koagulasi intravaskuler diseminata (DIC; disseminated intravascular coagulation).
Stadium ireversibel (refraktori). Seiring sindrom syok berlanjut, kerusakan organ yang
permanen akan terjadi karena mekanisme kompensasi tidak lagi mampu mempertahankan curah
jantung. Penurunan perfusi akan merusak membran sel, enzim-enzim lisosom akan dibebaskan
dan simpanan energi akan menurun sehingga kemungkinan akhirnya terjadi kematian sel. Setelah
sel menggunakan metabolisme anaerob, asam laktat akan menumpuk sehingga meingkatkan
permeabilitas kapiler dan gerakan cairan keluar dari ruang vaskuler. Kehilangan cairan
intravaskuler ini selanjutnya turut menimbulkan hipotensi. Perfusi arteri koronaria akan
berkurang sehingga terjadi depresi fungsi miokard dan penurunan lebih lanjut curah jantung.
Pada akhirnya akan terjadi kegagalan sirkulasi dan respirasi sehingga kematian tidak terelakkan.
Komplikasi4
Komplikasi yang mungkin terjadi pada syok meliputi:
Sindrom distress pernapasan akut
Nekrosis tubuler akut
Koagulasi intravaskuler diseminata (DIC)
Hipoksia serebral
Kematian
Penatalaksanaan
Pada saat penilaian triase, akan ditemukan sebagian kecil anak gizi buruk dengan tanda
kegawatdaruratan. Anak dengan tanda dehidrasi berat tetapi tidak mengalami syok tidak boleh
dilakukan dilakukan rehidrasi dengan infus. Hal ini karena diagnosis dehidrasi berat pada anak
dengan gizi buruk sulit dilakukan dan sering terjadi salah diagnosis. Bila diinfus berarti
menempatkan anak ini dalam risiko over-hidrasi dan kematian karena gagal jantung. Dengan
demikian, anak ini harus diberi perawatan rehidrasi secara oral (melalui mulut) dengan larutan
rehidrasi khusus untuk gizi buruk (ReSoMal).2
Anak dengan tanda syok dinilai untuk tanda lainnya (letargis atau tdak sadar). Pada gizi
buruk, tanda gawat darurat umum yang biasa terjadi pada anak syok mungkin timbul walaupun
anak tidak mengalami syok.2
Jika anak letargis atau tidak sadar, jaga agar tetap hangat dan berikan cairan infus dan
glukosa 10% 5mL/kgBB iv.2
Ketika memberikan cairan infus untuk anak syok, pemberian cairan infus tersebut
berbeda dengan anak yang dalam kondisi gizi baik. Syok yang terjadi karena dehidrasi dan sepsis
mungkin dapat terjadi secara bersamaan dan hal ini sulit untuk dibedakan dengan tampilan klinis
semata. Anak dengan dehidrasi memberikan reaksi yang baik pada pemberian cairan infus (napas
dan denyut nadi lebih lambat, capillary refill lebih cepat). Jumlah cairan yang diberikan harus
melihat reaksi anak. Hindari terjadi over-hidrasi. Pantau denyut nadi dan pernapasan pada saat
infus dimulai dan tiap 5-10 menit untuk melihat kondisi anak mengalami perbaikan atau tidak.
Ingat bahwa jumlah dan kecepatan aliran cairan infus berbeda pada gizi buruk.2
Tatalaksana pemberian cairan infus pada anak syok dengan gizi buruk2
Lakukan penanganan ini hanya jika ada tanda syok dan anak letargis atau tidak sadar.
Pastikan anak menderita gizi buruk dan benar-benar menunjukkan tanda syok
Timbang anak untuk menghitung volume cairan yang harus diberikan
Pasang infus (dan ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium gawat darurat)
Masukkan larutan Ringer Laktat dengan dekstrosa 5% (RLD 5%) atau Ringer
Laktat atau Garam Normal – pastikan alat infus berjalan lancar. Bila gula darah
tinggi maka berikan Ringer Laktat (tanpa dekstrosa) atau Garam Normal.
Alirkan cairan infus 10 mL/kg selama 30 menit
Hitung denyut nadi dan frekuensi napas anak mulai dari pertama kali pemberian
cairan dan setiap 5-10 menit
Jika ada perbaikan tetapi belum adekuat (denyut nadi melambat, frekuensi napas anak
melambat, dan capillary refill > 3 detik):
Berikan lagi cairan di atas 10 mL/kgBB selama 30 menit
Nilai kembali setelah volume cairan infus yang sesuai telah diberikan
Jika ada perbaikan dan sudah adekuat (dennyut nadi melambat, frekuensi napas anak
melambat, dan capillary refill < 2 detik):
Alihkan ke terapi oral atau menggunakan NGT dengan ReSoMal, 10mL/kg/jam
hingga 10 jam;
Mulai berikan anak makan dengan F-75.
Jika tidak ada perbaikan, lanjutkan dengan pemberian cairan rumatan 4mL/kg/jam dan
pertimbangkan penyebab lain selain hipovolemik.
Jika kondisi anak menurun selama diberikan cairan infus (napas anak meningkat 5
kali/menit atau denyut nadi 15/menit), hentikan infus karena cairan infus dapat memperburuk
kondisi anak. Alihkan ke terapi oral atau menggunakan pipa nasogastrik dengan ReSoMal,
10mL/kg/jam hingga 10 jam.
Tatalaksana Dehidrasi Berat pada Keadaan Gawat Darurat Setelah Pentalaksanaan Syok2
Lanjutkan dengan bagan dibawah ini jika ada perbaikan (denyut nadi anak melambat atau
capillary refill membaik).
Berikan 70 ml/kgBB Larutan Ringer Laktat/Garam Normal selama 2 ⅟₂ jam pada anak
(umur 12 bulan hingga 5 tahun)
Kesimpulan
Pasien anak tersebut di diagnosis syok hipovolemik et causa diare cair akut, karena telah
mengalami pengurangan cairan tubuh selama 2 hari. Pasien diberi tatalaksana tambahan cairan
koloid atau kristaloid, dan nutrisi tambahan untuk memenuhi kebutuhan gizinya.
Daftar Pustaka
1. Sanityoso A. Hepatitis virus akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B. Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam Jilid I. Edisi V. Jakarta:
Interna Publishing. 2010.
2. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, pedoman bagi rumah sakit rujukan tingkat
pertama di kabupaten/kota. WHO: 2009.
3. Bernstein D, Shelov S. Ilmu kesehatan anak untuk mahasiswa kedokteran. EGC: 2014.
4. Kowalak, Welsh, Mayer. Buku ajar patofisiologi. EGC: 2014.
5. Nelson. Ilmu kesehatan anak esensial. Edisi Keenam. IDAI: 2011.