BAB 5
HASIL PENELITIAN
d. Stress
Faktor stress hubungannya dengan kekambuhan penyakit malaria dapat kita
lihat pada tabel sbb :
Tabel 5.4
Distribusi Subjek Penelitian Menurut Faktor Stress
hubungan yang signifikan antara faktor umur dengan kekambuhan sakit malaria
dengan tingkat kemaknaan (p) sebesar 0,006. Hasil pengolahan data tentang faktor
umur penderita selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut ini.
Tabel 5.7
Hubungan Faktor Umur Penderita Malaria
Dengan Kekambuhan Sakit Malaria
Pada penelitian ini dilakukan terlebih dahulu uji masing-masing faktor resiko
yang disebut uji statistik bivariat dengan menggunakan uji regresi logistik. Hasilnya
didapatkan variabel independen yang signifikan adalah 1)Jenis kelamin 2) Kelelahan
3) Stress 4) cara/kebiasaan hidup 5) status gizi, sedangkan umur didapat hasilnya
tidak bermakna.
Adapun hasil analisis bivariate masing-masing variabel penelitian dengan
cara analisis regresi logistik terhadap kejadian sakit malaria pada penderita adalah
sbb :
Tabel 5.14 Rangkuman Hasil Uji Bivariate dari Masing-masing Variabel Penelitian
Faktor Resiko Kejadian Sakit Malaria Pada Penderita Malaria
BAB 6
PEMBAHASAN
ari hasil uji regresi logistik bivariat hubungan antara faktor riwayat penyakit
sebelumnya dengan kejadian penyakit malaria pada penderita malaria didapatkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit malaria sebelumnya
dengan kejadian penyakit malaria dengan tingkat kemaknaan (p) sebesar 0, 000 dan
nilai OR = 12,916. Hal ini berarti resiko kekambuhan sakit malaria pada kelompok
yang mengalami stress sebesar 12,916 kali dibanding dengan penderita yang tidak
mengalami stress.
6.2.4. Hubungan faktor status gizi dengan kekambuhan sakit malaria
Dari tabel 5.4 menunjukkan bahwa jumlah penderita malaria berstatus gizi
kurus lebih banyak dibanding gizi normal, berarti kemungkinan untuk menderita
penyakit malaria lebih besar pada kelompok gizi kurus dibanding normal. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena semakin rendah (kurus) status gizi, maka daya
tahun tubuh semakin turun, sehingga kemungkinana terserang penyakit semakin
besar.
Rendahnya status gizi kemungkinan disebabkan karena rendahnya
pendapatan keluarga sehingga daya beli untuk kebutuhan pokok rendah, disamping
itu tidak mampu membeli kelambu, obat nyamuk, dsb.
Dari hasil uji regresi logistik bivariat hubungan antara faktor atatus gizi
dengan kejadian penyakit malaria pada penderita malaria didapatkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian penyakit malaria
dengan tingkat kemaknaan (p) sebesar 0,001 dan nilai OR = 7,2. Hal ini berarti
resiko sakit malaria pada kelompok penderita kurus sebesar 7,2 kali disbanding
dengan penderita yang mempunyai status gizi normal.
6.2.5. Hubungan faktor kebiasaan dengan kekambuhan sakit malaria
menggunakan kelambu saat tidur dan menghindari keluar rumah pada malam hari
adalah merupakan suatu bentuk perilaku aktif dari responden (Notoadmodjo S,
1993).
Menurut teori L. Green, seseorang berperilaku karena terbentuk dari 3 faktor
dimana pengetahuan dan sikap merupakan faktor predisposisi, tersedia atau tidaknya
fasilitas hidup sehat dalam keluarga merupakan faktor pendukung, sedang sikap dan
perilaku petugas kesehatan sebagai faktor pendorong (Notoadmodjo S, 1993).
Dari hasil uji regresi logistik bivariat hubungan antara faktor riwayat penyakit
sebelumnya dengan kejadian penyakit malaria pada penderita malaria didapatkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara faktor cara/kebiasaan penderita malaria
yaitu kebiasaan tidak menggunakan kelambu dan berada diluar rumah pada malam
hari dengan kejadian penyakit malaria dengan tingkat kemaknaan (p) sebesar 0, 002
dan nilai OR =4,5 bila demikian juga ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan
tidak menggunakan kelambu atau berada diluar rumah pada malam hari dengan
kejadian penyakit malaria dengan tingkat kemaknaan 0,050 dan nilai OR = 3,54. Hal
ini berarti resiko sakit malaria pada kelompok yang mempunyai kebiasaan tidak
menggunakan kelambu dan berada diluar rumah pada malam hari dengan kejadian
penyakit malaria sebesar 4,5 kali dibanding dengan penderita yang mempunyai
kebiasaan menggunakan kelambu dan berada rumah pada malam hari dengan
kejadian penyakit malaria, demikian juga resiko sakit malaria pada penderita malaria
yang mempunyai kebiasaan tidak menggunakan kelambu atau berada diluar rumah
pada malam hari dengan kejadian penyakit malaria sebesar 3,54 kali dibanding
dengan penderita yang mempunyai kebiasaan menggunakan kelambu dan berada di
rumah pada malam hari dengan kejadian penyakit malaria.
Hal tersebut dikarenakan kemungkinan terpapar dengan nyamuk malaria
lebih besar bagi mereka yang tidak menggunakan kelambu saat tidur dan berada di
luar rumah pada malam hari.
6.3. Probabilitas kejadian sakit malaria pada penderita malaria
Dari hasil analisis multivariate terdapat tiga variabel yang mempunyai
hubungan yang signifikan terhadap kekambuhan sakit malaria pada penderita
malaria. Faktor resiko tersebut adalah 1) kelelahan, 2) stress dan 3) status gizi.
6.4. Prioritas perbaikan faktor resiko berdasarkankan besarnya odds ratio pada
analisa multivariate.
2. Faktor stress, maka bagi mereka yang pernah menderita malaria diberi
penyuluhan agar mereka menghindari stress dalam kehidupan sehari-harinya.
3. Faktor status gizi penderita malaria, maka perlu dilakukan peningkatan status
gizi keluarga melalui : 1) pemberdayaan ekonomi masyarakat misalnya
pemanfaatan lahan pekarangan untuk perkebunan dan perikanan, 2)
penyuluhan gizi, 3) peningkatan pendapatan keluarga untuk meningkatkan
daya beli keluarga
4. Faktor lain yang tidak terbukti ada hubungan dengan kejadian sakit malaria
pada penderita juga perlu diperhatikan seperti cara/kebiasaan hidup.
6.5. Kelemahan penelitian
Kelemahan dari penelitian ini adalah :
1. Terjadinya bias informasi, karena data faktor resiko di kumpulkan setelah
terjadimnya sakit malaria.
2. Terjadinya bias seleksi, karena sampel terdiri dari dua populasi yang berbeda
(kasus dan kontrol).
13
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan :
7.1.1. Faktor umur tidak terbukti ada hubungannya dengan kekambuhan sakit
malaria pada penderita malaria.
7.1.2. Faktor jenis kelamin terbukti ada hubungannya dengan kekambuhan sakit
malaria padaa penderita malaria, akan tetapi jika bersama variabel lain tidak
terbukti adanya hubungan..
7.1.3. Faktor kelelahan terbukti ada hubungannya dengan kekambuhan sakit malaria
pada penderita malaria baik secaral sendiri maupun secara bersama-sama.
7.1.4. Faktor stress terbukti ada hubungannya dengan kekambuhan sakit malaria
pada penderita malaria baik secara sendiri maupun secara bersama-sama.
7.1.5. Faktor kebiasaan terbukti ada hubungannya dengan kekambuhan sakit
malaria padaa penderita malaria, akan tetapi jika bersama variabel lain tidak
terbukti adanya hubungan
7.1.6. Faktor status gizi terbukti ada hubungannya dengan kejadian sakit malaria
pada penderita malaria baik secar sendiri maupun secara bersama-sama.
7.2. Saran
7.2.1. Untuk mencegah kekambuhan sakit malaria pada penderita malaria
karenakelelahan, stress dilakukan penyuluhan agar sedapat mungkin mereka
tidak sampai pada keadaan kelelahan dan stress, sedangkan pada status gizi
yang rendah maka diperlukan peningkatan status gizi keluarga melalui
pemberdayaan ekonomi masyarakat secara lintas sector.
7.2.2. Faktor lain seperti jenis kelamin cara atau kebiasaan hidup yang tidak
terbukti ada hubungan dengan kejadian penyakit malaria, perlu dilakukan
penyuluhan agar sedapat mungkin menghindarkan hal-hal yang dapat
membuat mereka kambuh dari penyakit malaria.