VERTIGO PERIFER
Pembimbing :
dr. Dony Hartanto, Sp.THT
Disusun Oleh:
Guntur Adi Wibowo, S.Ked J510170006
Citra Puspaningrum, S.Ked J510170016
REFERAT
VERTIGO PERIFER
Disusun Oleh:
Guntur Adi Wibowo, S.Ked J510170006
Citra Puspaningrum, S.Ked J510170016
Mengetahui :
Pembimbing :
dr. Dony Hartanto, Sp. THT (........................................)
Dipresentasikan di hadapan :
dr. Dony Hartanto, Sp. THT (........................................)
A. Latar Belakang
Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar,
dan igo yang berarti kondisi. Vertigo yaitu adanya sensasi gerakan atau rasa
gerak dari tubuh seperti rotasi (memutar) tanpa sensasi perputaran yang
sebenarnya, dapat sekelilingnya terasa berputar atau badan yang berputar.
Vertigo termasuk ke dalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai
pusing, pening, sempoyongan, rasa seperti melayang atau dunia seperti
berjungkir balik. Vertigo juga dirasakan sebagai suatu perpindahan linear
ataupun miring, tetapi gejala seperti ini lebih jarang dirasakan. Kondisi ini
merupakan gejala kunci yang menandakan adanya gangguan sistem vestibuler
dan kadang merupakan gejala kelainan labirin.
Vertigo yang paling sering ditemukan adalah Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV). Menutur penelitian pasien yang datang dengan
keluhan pusing berputar/vertigo, sebanyak 20% memiliki BPPV, walaupun
penyakit ini sering disertai penyakit lainnya. Namun, tidak jarang vertigo
merupakan gejala dari gangguan sistemik lain (misalnya, obat, hipotensi,
penyakit endokrin, dan sebagainya). Berbeda dengan vertigo, dizziness atau
pusing merupakan suatu keluhan yang umum terjadi akibat perasaan
disorientasi, biasanya dipengaruhi oleh persepsi posisi terhadap lingkungan.
Dizziness sendiri mempunyai empat subtipe, yaitu vertigo, disekuilibrium
tanpa vertigo, presinkop, dan pusing psikofisiologis.
B. Tujuan Penulisan
1. Penulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada tenaga medis
dan dokter mengenai Vertigo Perifer.
2. Penulisan ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti
kegiatan Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Penyakit Telinga, Hidung,
dan Tenggorokan (THT) RSUD Ir. Soekarno Sukoharjo.
C. Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan
pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis agar dapat lebih
mengetahui dan memahami mengenai Vertigo Perifer.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Telinga
a. Anatomi Telinga Luar
Telinga merupakan salah satu pancaindra yang berfungsi sebagai
alat pendengaran dan keseimbangan yang letaknya berada di lateral kepala.
Masingmasing telinga terdiri dari tiga bagian: telinga luar, telinga tengah,
dan telinga dalam (Wibowo dan Paryana, 2007). 2.1.1 Telinga luar Telinga
luar (auris externa) terdiri dari daun telinga (auricula/pinna), liang telinga
(meatus acusticus externus) sampai gendang telinga (membrana
tympanica) bagian luar. Telinga luar terletak pada pars tympanica ossis
temporalis dan pada bagian belakang berbatasan dengan processus
mastoideus (Wibowo dan Paryana, 2007).
Vertigo Perifer
a.) Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
BPPV didefinisikan sebagai gangguan yang terjadi di telinga dalam
dengan gejala vertigo posisional yang terjadi secara berulang-ulang
dengan tipikal nistagmus paroksimal. Benign dan paroksimal biasa
digunakan sebagai karakteristik dari vertigo posisional. Benign pada
BPPV secara historikal merupakan bentuk dari vertigo posisional yang
seharusnya tidak menyebabkan gangguan susunan saraf pusat yang serius
dan secara umum memiliki prognosis yang baik. Sedangkan paroksimal
yang dimaksud adalah onset vertigo yang terjadi secara tiba-tiba dan
berlangsung cepat biasanya tidak lebih dari satu menit. Benign Paroxysmal
Positional Vertigo memiliki beberapa istilah atau sering juga disebut
dengan benign positional vertigo, vertigo paroksimal posisional, vertigo
posisional, benign paroxymal nystagmus, dan dapat disebut juga
paroxymal positional nystagmus.
b.) Meniere
Ménière’s disease ditandai dengan vertigo yang intermiten diikuti dengan
keluhan pendengaran.11 Gangguan pendengaran berupa tinnitus (nada
rendah), dan tuli sensoris pada fluktuasi frekuensi yang rendah, dan
sensasi penuh pada telinga. 10 Ménière’s disease terjadi pada sekitar 15%
pada kasus vertigo otologik. Ménière’s disease merupakan akibat dari
hipertensi endolimfatik. Hal ini terjadi karena dilatasi dari membrane
labirin bersamaan dengan kanalis semisirularis telinga dalam dengan
peningkatan volume endolimfe. Hal ini dapat terjadi idiopatik atau
sekunder akibat infeksi virus atau bakteri telinga atau gangguan
8
metabolic.
c.)
H. Manifestasi Klinis
Jika fungsi keseimbangan terganggu, gejala yang paling sering
dirasakan pasien yaitu perasaan berputar terhadap sekitar, perasaan seperti
hendak terjatuh, pingsan, pandangan kabur, dan bingung. Gejala lainnya
seperti: penderita datang ke dokter untuk konsultasi medis karena sakitnya,
izin dari pekerjaan, mempengaruhi aktivitas sehari-hari, dan menghindari
untuk meninggalkan rumah karena gejala tersebut (Neuhauser et al., 2008).
I. Diagnosis
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Wreksoatmojo BR. Vertigo-Aspek Neurologi. [online] 2009 [cited 2009 May
30th]. Available from : URL:http://www.google.com/vertigo/cermin dunia
kedokteran .html
2. Joesoef AA. Vertigo. In : Harsono, editor. Kapita Selekta Neurologi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2000. p.341-59
1. Huang Kuo C., Phang L., Chang R. Vertigo. Part 1-Assesement in General
Practice. Australian Family Physician 2008; 37(5):341-7.
2. MacGregro DL. Vertigo. Pediatric in Review 2002:23(1):9-19.
3. Troost BT. Dizziness and Vertigo in Vertebrobasilar Disease. Part I:
Pheripheral and Systemic Causes Dizziness. Stroke 1980:11:301-03.
1. Gotovac Marta, Snjezana Kastelan. Eye and Pregnancy.Croatia: Dubrava
University Atropol; 2013; 1:189-193.
2. Omoti, Afekhide, Joseph M.Waziri. Article : A Review of the Changes in the
Opthalmic and Visual System in Pregnancy.African journal of Reproductive
Health Vol.12 Dec 2008. Hal. 185-93.
3. Lancu, George dan Valeria Covilti. Particularity of Myopia in Pregnancy.
Romania: 2013; 196-9.
4. Somani S., dkk. Pregnancy Special Consideration,. Ophtalmology
[serial online] 2008 Jan-Mar; 1(1): [24 screens] Avalaible from URL:
http://emedicine.medscape.com/ophthalmology#unclassified, eMedicine,
Nov 4, 2008.
5. Goss A David, Theodore P. Grosvenor. Optometric Clinical Practice
Guideline : Care of the Patient with Myopia. America : American
Optometric Association; 2010; 1: 71.
6. Irwana Olva, Aulia Rahman. Miopia Tinggi. [serial online]2009 Feb-April;
1;1 [24 screens] Avalaible from URL: http://www.Files-of-DrsMed.tk.
Faculty of Medicine Riau University, 2009.
7. Willoughby Colin E, Diego Ponzin dkk. Anatomy and Physiology of the
Human Eye: effects of mucopolysaccharidoses disease on structure and
function-a review.New Zealand : Clinical and Experimental Ophtalmology.
2010; 38: 2-11
8. Mackensen, Friederike dan Wolfgang Paulus. Ocular Changes During
Pregnancy. Netherland : Deutsches Arzteblatt International.2014;111:567-
76
9. Larkin GL. Retinal Detachment. [serial online] 2006 Jan-April; 1;1 [22
screens] Avalaible from URL
:http://www.emedicine.com/emerg/OPHTHALMOLOGY.htm April 11,
2006
10. Shafa, Myopia. [serial online] 2010Feb-Mar; 1;1 [25 screens] Avalaible
from URL: http://drshafa.wordpress.com/2010/03/09/miopiaaMaret 9, 2010
11. Chen Zoe, I Jong Wang. Polymorphisms in steroidogenesis genes, sex
steroid levels, and high myopia in the Taiwanese population. Taiwan :
Molecular Vision 2011; 17:2297-310
12. Ebeigbe JA, ADA Ighoroje. Ocular Changes in Pregnant Nigerian Women.
Nigeria : Nigerian Journal of Clinical Practice. 2012. Vol 15 hal. 298-301
13. Papamichael Esther, George William. Obstetric opinions regarding the
method of delivery have had surgery for retinal detachment.London : UK.
2011. 2;24;1-4
14. Elvioza. Pemeriksaan Mata Dasar. Jakarta : Departemen Ilmu Kesehatan
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2013
15. Amin, Ramzi. Ablasio Retina Non Rhegmatogen. Palembang : Bagian Ilmu
Kesehatan Mata Universitas Sriwijaya. 2013