Anda di halaman 1dari 35

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah Swt. atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan Epispadia”. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik VA pada Program Studi
Ilmu Keperawatan Universitas Jember.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Ilmu
Keperawatan Klinik VA yang telah membimbing kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Terima kasih pula kepada teman-teman
yang secara ikhlas mengerjakan tugas ini dengan semangat dan kerja sama yang
baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, maka kami menerima
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah
ini.
Jember, September 2013

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
PRAKATA..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB 1. PENDAHULUAN............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang........................................................................ 1
1.2 Tujuan....................................................................................... 1
1.3 Manfaat.................................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN TEORI........................................................................ 3
2.1 Definisi.................................................................................... 3
2.2 Epidemiologi.......................................................................... 4
2.3 Etiologi................................................................................... 4
2.4 Klasifikasi............................................................................... 4
2.5 Tanda dan Gejala.................................................................. 5
2.6 Patofisiologi............................................................................ 5
2.7 Komplikasi & Prognosis....................................................... 6
2.8 Pemeriksaan Diagnostik....................................................... 7
2.9 Penatalaksanaan.................................................................... 7
2.10 Pencegahan............................................................................ 8
BAB 3. PATHWAYS.................................................................................... 9
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN.......................................................... 10
4.1 Pengkajian............................................................................... 10
4.2 Diagnosa Keperawatan........................................................... 15
4.3 Perencanaan............................................................................. 16
4.4 Implementasi........................................................................... 25
4.5 Evaluasi.................................................................................... 28
BAB 5. PENUTUP........................................................................................ 30

iii
5.1 Kesimpulan............................................................................... 30
5.2 Saran.......................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA

iv
1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Sistem perkemihan merupakan sistem yang penting untuk membuang sisa-
sisa metabolisme makanan yang dihasilkan oleh tubuh terutama senyawa nitrogen
seperti urea dan kreatinin, bahan asing, dan produk sisa. Sisa-sisa metabolisme
dikeluarkan oleh ginjal dalam bentuk urin. Urin kemudian akan turun melewati
ureter menuju kandung kemih untuk disimpan sementara dan akhirnya secara
periodik akan dikeluarkan melalui uretra. Kelainan pada alat kelamin merupakan
salah satu masalah yang memerlukan perhatian khusus. Secara fisiologis organ
tersebut memiliki beberapa fungsi antara lain sebagai saluran pembuangan urin
dan juga berfungsi sebagai organ seksual. Apabila terdapat kelainan pada organ
tersebut, dapat dipastikan bahwa fungsi organ tersebut tidak dapat berjalan
optimal.
Salah satu kelainan pada alat genital adalah epispadia. Epispadia merupakan
kelainan kongenital berupa tidak adanya dinding uretra bagian atas. Kelainan ini
terjadi pada laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering terjadi pada laki-laki.
Insiden epispadia yaitu sekitar 1 dalam 120.000 laki-laki. Walaupun insidensi
epispadia terbilang jarang, namun penting bagi mahasiswa keperawatan untuk
mempelajari konsep penyakit dan asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada
pasien epispadia. Berdasarkan latar belakang tersebut, kelompok kami membahas
konsep penyakit dan asuhan keperawatan yang dapat diberikan kepada pasien
dengan epispadia dalam makalah ini.

1.2 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Menjelaskan konsep dasar penyakit epispadia pada pasien dewasa.
2. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan pasien dengan epispadia.
2

1.3 Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dengan pembuatan makalah ini adalah


sebagai berikut.
1. Memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik V B.
2. Menambah perbendaharaan karya tulis ilmiah pada Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Jember.
3. Menambah wawasan kepada mahasiswa jurusan kesehatan khususnya
mahasiswa keperawatan.
4. Melatih mahasiswa dalam menyusun dan membuat karya tulis ilmiah.
3

BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Epispadia adalah suatu keadaan dimana meatus uretra terletak pada
permukaan dorsal penis (Swartz, 1995). Epispadia adalah kelainan letak lubang
uretra kongenital ke sisi dorsal penis, kejadiannya lebih sedikit dibanding
hipospadia (Corwin, 2009). Epispadia adalah meatus uretra tidak meluas ke ujung
penis karena tidak adanya dinding dorsal uretra (Gruendemann, 2005). Epispadia
adalah suatu anomali kongenital yaitu meatus uretra terletak pada permukaan
dorsal penis (Price, 2005).
Berdasarkan beberapa pengertian epispadia menurut beberapa ahli, dapat
disimpulkan bahwa epispadia adalah suatu anomali kongenital yaitu kelainan letak
lubang uretra ke sisi dorsal penis, tidak meluas ke ujung penis karena tidak adanya
dinding dorsal uretra.

Gambar 2.1 Epispadia


4

2.2 Epidemiologi
Insiden epispadia yang lengkap sekitar 1 dalam 120.000 laki-laki dan 1
dari 450.000 perempuan. Keadaan ini biasanya tidak terjadi sendirian, tetapi juga
disertai anomali saluran kemih. Inkontinensia urine timbul pada epispadia
penopubis (95%) dan penis (75%) karena perkembangan yang salah dari spingter
urinarius (Price, 2005).

2.3 Etiologi
Penyebab dari epispadia, antara lain :
1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon
Hormon yang dimaksud di sini adalah hormon androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria) atau dapat juga karena reseptor hormon
androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga
walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi
apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek
yang semestinya. Selain itu, enzim yang berperan dalam sintesis hormon
androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2. Genetik atau idiopatik terjadi karena gagalnya sintesis androgen.
Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis
androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
3. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat
yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.

2.4 Klasifikasi
Epispadia diklasifikam berdasarkan letak meatus kemih di sepanjang
batang penis (Price, 2005):
1. Epispadia glandular (pada glans bagian dorsal)
Epispadia glandular adalah malformasi terbatas pada kelenjar, meatus
terletak pada permukaan, alur dari meatus di puncak kepala penis. Ini
adalah jenis epispadias kurang sering dan lebih mudah diperbaiki.
2. Epispadias penis (antara simfisis pubis dan sulkus koronarius)
5

Epispadias penis adalah derajat pemendekan lebih besar dengan meatus


uretra terletak di titik variabel antara kelenjar dan simfisis pubis.
3. Epispadias penopubis (pada permukaan antara penis dan pubis)
Epispadias penopubis adalah varian yang lebih parah dan lebih sering.
Uretra terbuka sepanjang perpanjangan seluruh hingga leher kandung
kemih yang lebar dan pendek.

2.5 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala dari epispadia (Price, 2005), antara lain:
1. Uretra terbuka pada saat lahir, posisi dorsal
2. Kesulitan atau ketidakmampuan berkemih secara adekuat dengan posisi
berdiri
3. Meatus uretra meluas dan perluasan alur dorsal dari meatus terletak di atas
glans
4. Prepusium menggantung dari sisi ventral penis
5. Terdapat penis yang melengkung ke arah dorsal, tampak jelas pada saat
ereksi
6. Penis pipih dan kecil dan mungkin akan melengkung ke dorsal akibat
adanya chordae
7. Terdapat lekukan pada ujung penis
8. Inkontinesia urin timbul pada epispadia penopubis (95%) dan penis (75%)
karena perkembangan yang salah dari sfingter urinarius.

2.6 Patofisiologi
Epispadia merupakan kelainan kongenital pada bayi laki-laki ataupun
perempuan karena suatu kelainan bawaan pada bayi laki-laki, dimana lubang
uretra terdapat di bagian punggung penis atau uretra tidak berbentuk tabung, tetapi
terbuka. Gangguan dan ketidakseimbangan hormon juga memicu terjadinya
epistasia dimana hormon androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria)
atau karena reseptor hormon androgen sendiri di dalam tubuh yang kurang atau
tidak ada. Sehingga walaupun hormon eandrogen sendiri telah terbentuk cukup
akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan memberikan suatu
6

efek yang semestinya atau enzim yang berperan dalam sintesis hormon androgen
tidak mencukupi pun akan berdampak sama. Keadaan epispadia atau letak lubang
uretra kongenital ke sisi dorsal penis menyebabkan kesulitan atau
ketidakmampuan berkemih secara adekuat dengan posisi berdiri (Corwin, 2009).

2.7 Komplikasi dan Prognosis


Komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat epispadia (Corwin, 2009),
yaitu:
1. Dapat terjadi disfungsi ejakulasi pada pria dewasa. Apabila chordee-nya
parah, maka penetrasi selama berhubungan intim tidak dapat dilakukan.
2. Pada epispadia, apabila lubang uretra di dorsalnya luas, maka dapat terjadi
ekstrofi (pemajanan melalui kulit) kandung kemih.
Komplikasi pasca operasi epispadia:
1. Edema/ pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat
bervariasi, juga terbentuknya hematom/kumpulan darah dibawah kulit,
yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari paska
operasi.
2. Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh
angulasi dari anastomosisrambut dalam uretra, yang dapat mengakibat
infeksi saluran kencing berulang atau pembentukan batu saat pubertas
3. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan
sebagai parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu
tahap saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10%.
4. Residual chordee/rekuren chordee, akibat dari riliskorde yang tidak
sempurna, dimana tidak melakukan ereksi artificial saat operasi atau
pembentukan skar yang berlebihan di ventral penis walaupun sangat
jarang.
5. Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau
adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.

2.8 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan diagnostik untuk epispadia, yaitu:
1. Radiologis (IVP)
2. USG sistem kemih-kelamin.
7

3. Epispadia biasanya diperbaiki melalui pembedahan.

2.9 Penatalaksanaan Medis


Tujuan dari penatalaksanaan bedah dari epispadia adalah
merekomendasikan penis menjadi lurus dengan meatus uretra di tempat yang
normal atau dekat normal sehingga aliran kencing arahnya ke depan dan dapat
melakukan coitus dengan normal (Behrman, Kliegman, Arwin, 2000). Selain itu
perbaikan dengan pembedahan dilakukan untuk memperbaiki inkontinensia,
membuang chordee, dan memperluas uretra ke glans (Price, 2005). Ada beberapa
tahap pembedahan yang dialakukan untuk penatalaksanaan epispadia :
a. One stage Uretroplasty
Adalah teknik operasi sederhana yang sering digunakan, terutam untuk
epispadia tipe distal. Tipe distal ini meatusnya letak anterior atau yang middle.
Meskipun sering hasilnya kurang begitu bagus untuk kelainan yang berat.
Sehingga banyak dokter lebih memilih untuk melakukan 2 tahap.
b. Operasi epispadia 2 tahap
Tahap pertama operasi pelepasan chordee dan tunneling dilakukan untuk
meluruskan penis supaya posisi meatus (lubang tempat keluar kencing)nantinya
letaknya lebih proksimal (lebih mendekati letak yang normal), memobilisasi kulit
dan preputium untuk menutup bagian ventral/bawah penis. Tahap selanjutnya
(tahap kedua) dilakukan uretroplasty (pembuatan saluran kencing buatan/uretra)
sesudah 6 bulan. Dokter akan menentukan tekhnik operasi yang terbaik. Satu
tahap maupun dua tahap dapat dilakukan sesuai dengan kelainan yang dialami
oleh pasien.
8

2.10 Pencegahan
Pencegahan epispadia dapat dilakukan dengan mencegah adannya pemaparan
lingkugan yang buruk, polusi, karsinogen, trauma fisik dan trauma psikis saat
wanita dalam keadaan hamil. Karena mengingat etiologi dari epispadia yang
merupakan kelainan congenital berkaitan dengan sekresi hormone, genetik dan
lingkungan yang menyebabkan pembentukan meatus uretra pada janin abnormal.
9

BAB 3. PATHWAYS

Idiopatik Genetik : kelainan Lingkungan: obat, zat Ketidak seimbangan


kromosom kimia, radiasi, dan hormon estrogen saat
infeksi hamil

Mutasi gen sehingga


ekspresi gen tidak Sel struktur genital di janin
terjadi kekurangan androgen

Gagalnya sintesis Produksi androgen


androgen turun

Proliferasi sel tidak adekuat dan defisiensi jaringan


organ kelamin tidak sempurna

Malformasi
kongenital

Gangguan citra pertumbuhan meatus uretra abnormal (dorsal


tubuh penis/epispadia)

Ansietas Pembedahan Epispadia


Gangguan saat phenopubis
ejakulasi

Luka
Efek anastesi Pemasangan
Gangguan disfungsi kateter
seksual Terputusnya
hipersalivasi kontinuitas jaringan

Bersihan Jalan
Penumpukan sekret Nyeri akut Terpajan
nafas tidak
di jalan nafas lingkungan luar Gangguan
efektif
eliminasi urin

Resiko tinggi infeksi


10

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian

A. Identitas pasien
Iedntitas pasien terdiri dari
Nama :-
Umur : Anak dengan epispadia biasanya ditemukan sejak awal
kelahiran
Jenis kelamin : Kebanyakan terjadi pada laki-laki
Pendidikan : Untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan keluarga
pasien tengtang masalah kesehatan yang di alami anak.
Pendidikan juga dapat menjadi penyebab seperti
pengetahuan ibu tentang obat-obat yang dikonsumsi
selama kehamilan
Agama :-
Alamat : Adanya pemaparan lingkugan yang buruk, polusi,
karsinogen, trauma fisik dan trauma psikis saat wanita
dalam keadaan hamil
Diagnosa Medis : Epispadia
B. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama pasien atau alasan utama mengapa ia datang ke rumah
sakit. Pasien datang karena mengeluh BAK keluar dari atas.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Sebelum operasi:
Pasien mengeluh sejak lahir lubang penis berada di di atas, bila pasien
BAK pancaran urin tidak keluar dari ujung penis melainkan dari atas,
saat BAK pasien tidak menangis, warna urin kuning jernih tidak ada
darah dan tidak ada demam
Sesudah operasi:
Adanya rasa nyeri: kaji lokasi (pasien mengeluh sejak lahir lubang
penis berada di atas, bila pasien BAK pancaran urin tidak keluar dari
ujung penis melainkan dari atas), karakter, durasi, dan hubungannya
11

dengan urinasi biasanya karena luka pembedahan; faktor-faktor yang


memicu rasa nyeri dan yang meringankannya.
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Kaji adanya gangguan hormon androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria) atau dapat juga karena reseptor hormon
androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada
terutama saat kehamilan ibu.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji adanya riwayat penyakit ginjal atau kandung kemih dalam
keluarga, seperti adanya faktor genetik terjadi karena gagalnya sintesis
androgen yang diderita keluarga. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi
pada gen yang mengkode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi
dari gen tersebut tidak terjadi.

C. Pengkajian Keperawatan
1. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Pada umumnya tidak terjadi gangguan pada pemeliharaan kesehatan
dikarenakan epispadia. namun biasanya yang terganggu saat akan
melakukan BAK saja.
2. Pola Nutrisi / Metabolik
Pada dasarnya pasien tidak mengalami gangguan pola nutrisi /
metabolik. Nafsu makan pasien tidak mengalami penurunan.
3. Pola Eliminasi
Pada dasarnya pasien tidak mengalami gangguan pola eliminasi.
hanya saja ketika buang air kecil, urinnya akan memancar ke atas.
Namun pada jenis epispadia phenopubic itu baisanya terjadi
kebocoran urin karena leher kandung kemih tidak menutup dengan
sempurna.
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Pasien lebih suka beraktivitas didalam rumah. Pada umumnya aktivitas
dan latihan pasien tidak begitu terganggu.
5. Pola Tidur dan Istirahat
Pasien dapat istirahat dan tidur dengan tenang
6. Pola Kognitif dan Perseptual
Lubang penis berada di di atas mempengaruhi perasaan pasien.
7. Pola Persepsi Diri
12

Pasien mengungkapkan persepsi yang mencerminkan perubahan


pandangan tentang tubuhnya karena lubang penis berada di di atas.
umumnya pasien akan merasa malu dengan kedaan dirinya.
8. Pola Seksual dan Reproduksi
Terjadi perubahan dalam mencapai kepuasan seks (umumnya
diakibatkan karena gangguan saat penetrasi dan ejakulasi saat
berhubungan seksual), perubahan minat terhadap diri sendiri, persepsi
keterbatasan akibat lubang penis yang berada di atas.
9. Pola Peran dan Hubungan
Pada pasien epispadia biasanya tidak terganggu namun akan biasanya
terganggu dalam berhubungan dengan orang lain karena keadaannya
10. Pola Manajemen Koping-Stress
Pasien terlihat cemas saat mau dilakukan operasi. adanya rasa takut
sebelum dilakukan pembedahan.
11. Sistem Nilai dan Keyakinan
Pada pasien epispadia tidak ada gangguan pada system nilai dan
keyakinan.
D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Keadaan umum: baik
Derajat kesadaran : compos mentis
Derajat gizi : kesan gizi cukup
2. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah
Sebelum pembedahan: .>120/80 mmHg
Sesudah pembedahan: normal (120/80mmHg)

Nadi
Sebelum pembedahan: > 100 x/menit
Sesudah pembedahan: normal (60-100 x/menit)
Frekuensi Pernafasan
Sebelum pembedahan: 16-20 x/menit
Sesudah pembedahan: > 24 x/menit
Suhu : normal (36,5-37,5 oC)
a. Kulit
Kulit putih kecoklatan, kering, wujud kelainan kulit (-),
hiperpigmentasi (-)
b. Kepala
Bentuk normal, rambut kering (-), rambut warna hitam, sukar dicabut.
c. Wajah
Odema (-), wajah orang tua (-)
d. Mata
13

Cekung (-/-), Oedema palpebra (-/-), Odema periorbita (-/-),


konjungtiva anemis (-/-),sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil
isokor (2mm/2mm)
e. Hidung
Sebelum operasi: Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-)
Sesudah operasi: Napas cuping hidung (+), sekret (-/-), darah (-/-)
f. Mulut
Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-)
g. Telinga
Daun telinga dalam batas normal, sekret (-)
h. Tenggorok
Sebelum operasi: uvula di tengah, sekret (-)
Sesudah operasi: uvula di tengah, sekret (+)
i. Leher
Llimfonodi tidak membesar, glandula thyroid tidak membesar,gerak
bebas
j. Toraks
Bentuk : normochest, retraksi (-), gerakan dinding dada simetris Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : tidak terjadi kardiomegali
Perkusi : pekak
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri (normal)
Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri (normal)
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) Suara tambahan : (-/-)
k. Abdomen
Inspeksi : simetris
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : tympani
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba

l. Genitalia dan Anus :


Sebelum operasi: lubang penis berada di dorsal penis
Sesudah operasi: lubang penis pada posisi normal

m. Rektum : Saat diinspeksi tidak ada tanda-tanda hemoroid, tidak tampak


tanda-tanda tumor dan tidak terdapat jejas.
14

4.2 Diagnosa Keperawatan

4.2.1 Sebelum pembedahan


1. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan anatomis meatus uretra
abnormal
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kelainan anatomis,
pertumbuhan meatus uretra yang abnormal di dorsal
3. Gangguan disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan anatomis
pertumbuhan meatus uretra yang abnormal di dorsal
4. Ansietas berhubungan dengan proses pembedahan

4.2.2 Sesudah pembedahan


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret
di jalan nafas
2. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan setelah
pembedahan
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter, adanya luka
pembedahan
15
16

4.3 Perencanaan

Sebelum pembedahan

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Gangguan eliminasi urin Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor keadaan bladder setiap 2 1. Membantu mencegah
berhubungan dengan keperawatan 2x24 jam jam. distensi atau komplikasi
2. Tingkatkan aktivitas dengan
anatomis meatus uretra gangguan eliminasi urin pasien 2. Membantu mencegah
kolaborasi dokter/fisioterapi
abnormal dapat teratasi distensi atau komplikasi
3. Kolaborasi dalam bladder training
Kriteria hasil:
4. Hindari faktor pencetus 3. Menguatkan otot dasar
Pola eliminasi kembali normal
inkontinensia urine seperti cemas pelvis.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam
4. Menguatkan otot dasar
pengobatan dan kateterisasi.
pelvis.
6. Jelaskan tentang : pengobatan
5. Mengatasi faktor
kateter, penyebab tindakan lainnya
penyebab
6. Meningkatkan
pengetahuan dan
diharapkan pasien lebih
17

kooperatif.

2. Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji secara verbal dan nonverbal 1. Mengetahui sejauh mana
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 jam respon pasien terhadap tubuhnya persepsi pasien terhadap
2. Jelaskan tentang pengobatan,
kelainan anatomis, gangguan body image kondisi tubuhnya.
pasien teratasi dengan kriteria perawatan, kemajuan dan prognosis
pertumbuhan meatus uretra 2. Memberikan informasi
hasil: penyakit
yang abnormal di dorsal pada pasien tentang
a. Body image positif 3. Dorong pasien mengungkapkan
b. Mampu mengidentifikasi pengobatan, perawatan,
perasaannya
kekuatan personal 4. Fasilitasi kontak dengan individu kemajuan dan prognosis
c. Mendiskripsikan secara
lain dalam kelompok kecil penyakit.
faktual perubahan fungsi
3. Apabila pasien
tubuh
mengungkapkan
d. Mempertahankan interaksi
perasaannya dengan
sosial
leluasa, pasien dapat
mengurangi masalah yang
dialami sehingga perawat
dapat membantu
mengatasi masalah pasien,
dan pasien dapat
18

menerima kenyataan
tentang abnormalitas
tubunya
4. Pasien akan merasa
bahwa dirinya masih
dapat diterima dalam
kelompok kecilnya dan
melatih rasa percaya diri
pasien untuk
bersosialisasi lagi dengan
kelompoknya
3. Gangguan disfungsi seksual Setelah dilakukan tindakan 1. Bantu pasien untuk 1. Untuk membantu
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 mengekspresikan perubahan fungsi mengidentifikasi
perubahan anatomis jam disfungsi seksual pasien tubuh termasuk organ seksual seiring perubahan fungsi seksual
pertumbuhan meatus uretra akan dapat teratasi dengan bertambahnya usia. 2. meningkatnya
2. Berikan pendidikan kesehatan
yang abnormal di dorsal Kriteria hasil: pengetahuan pasien akan
tentang penurunan fungsi seksual
Pasien mengungkapkan membantu mengatasai
3. Dorong untuk berdiskusi dengan
disfugsi seksualnya dpat maslaah dsfungsi seksual
pasangan tentang perubahan
teratasi 3. untuk mendapatkan
disfungsi seksual yang terjadi
19

Hubungan seksual kembali dengannya pengertian dari pasangan


4. Berkolaborasi dengan tim kesehatan
normal masing-masing
lain
4. untuk membantu
mengatasi masalah
disfungsi seksual kien
4. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Bina hubungan saling percaya 1. Untuk membuat pasien
2. Libatkan keluarga
dengan proses pembedahan keperawatan 2x24 jam pasien merasa nyaman.
3. Jelaskan semua prosedur
tidak lagi mengeluh cemas 4. Berikan reinfocement untuk 2. Agar pasien merasa
Kriteria hasilnya:
menggunakan sumber koping yang tenang.
TTV dalam batas normal
Pasien terlihat tenang efektif 3. Agar pasien dapat
mengerti mengenai
prosedur pembedahan.
4. Sumber koping yg efektif
dapat membuat
kecemasan pasien
menurun
20

Sesudah Pembedahan

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan


Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji frekuensi, kedalaman, dan 1. Takipnea, pernafasan
efektif berhubungan dengan keperawatan, pasien menunjukkan upaya pernapasan dangkal, dan gerakan dada
2. Auskultasi suara nafas, catat adanya
penumpukan sekret berlebih keefektifan jalan nafas dibuktikan tidak simetris sering terjadi
suara tambahan
dengan kriteria hasil : karena ketidaknyamanan
3. Posisikan pasien untuk
a. pasien akan dapat melakukan gerakan dinding dada
memaksimalkan ventilasi (semi
batuk efektif 2. Bunyi nafas bronchial dapat
fowler)
b. pasien akan dapat
4. Anjurkan pasien untuk istirahat dan terjadi pada area konsodidasi
mengeluarkan sekret secara
napas dalam dan minum hangat trales
efektif 5. Kolaborasi dengan fisioterapis untuk
3. Posisi semifowler dapat
c. pasien akan menunjukkan
melakukan fisioterapi dada jika
membantu memaksimalkan
jalan nafas yang paten
perlu, dengan farmasi terkait obat
21

d. pasien akan mempunyai irama bronkodilator pernafasan


pernafasan dalam rentang 4. Cairan hangat dapat
normal, tidak ada suara nafas memobilisasi dan
abnormal mengeluarkan sekret, nafas
e. pasien akan mampu
dalam dapat membantu
mengidentifikasikan dan
meningkatkan asupan
mencegah faktor yang menjadi
oksigen.
penyebab.
5. Obat untuk menurunkan
spasme bronchi dengan
mobilisasi sekret, analgesik
diberikan untuk
memperbaiki batuk dan
menurunkan
ketidaknyamanan.
2. Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau karakteristik nyeri, 1. Variasi penampilan dan
2. Periksa gambar lengkap terhadap
proses pembedahan keperawatan, pasien tidak perilaku pasien karena nyeri
nyeri dari pasien termasuk lokasi
mengalami nyeri, dengan terjadi sebagai temuan
dan intensitas lamanya, kualitas
kriteria hasil: pengkajian
(dangkal atau menyebar) dan 2. Nyeri sebagai pengalaman
a. Mampu mengontrol nyeri
penyebaran subjektif dan harus
22

(tahu penyebab nyeri, 3. Anjurkan pasien untuk melaporkan digambarkan oleh pasien.
mampu menggunakan nyeri dengan segera Bantu pasien untuk menilai
4. Bantu melakukan teknik relaksasi
tehnik nonfarmakologi nyeri dengan
misalnya nafas dalam perlahan
untuk mengurangi nyeri, membandingkan dengan
perilaku distraksi, visualisasi dan
mencari bantuan) pengalaman nyeri
bimbingan imajinasi 3. Penundaan pelaporan nyeri
b. Melaporkan bahwa nyeri
5. Periksa tanda-tanda vital sebelum
menghambat peredaran
berkurang dengan
atau sesudah penggunaan anastesi
nyeri/ memerlukan
menggunakan manajemen 6. Berikan obat analgesik sesuai
peningkatan dosis obat.
nyeri indikasi
Selain itu nyeri berat dapat
c. Mampu mengenali nyeri
menyebabkan syok dengan
(skala, intensitas,
merangsang system syaraf
frekuensi dan tanda nyeri)
simpatis, mengakibatkan
d. Menyatakan rasa nyaman
kerusakan lanjut dan
setelah nyeri berkurang
mengganggu diagnostik serta
e. Tanda vital dalam rentang
hilangnya nyeri
normal (kesadaran:
4. Membantu dalam penurunan
komposmetis, TD: 120/80
persepsi/respon nyeri
mmHg, nadi: 20x/menit, 5. Memberikan kontrol situasi,
RR: 20x/menit, suhu: meningkatkan perilaku
23

36,5-37,5⁰C) positif. Hipotensi/depresi


pernafasan dapat terjadi
sebagai akibat pemberian
narkotik
6. Membantu proses
penyembuhan pasien
3. Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan teknik aseptif saat 1. Untuk mengurangi resiko
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 jam perawatan luka infeksi dan perpindahan
2. Cuci tangan setiap sebelum dan
pemasangan kateter pasien tidak mengalami infeksi mikroorganisme
sesudah tindakan keperawatan
dengan kriteria hasil: 2. Menjaga agar
3. Tingkatkan intake nutrisi
a. Klien bebas dari tanda dan 4. Monitor tanda dan gejala infeksi mikroorganisme tidak
gejala infeksi sistemik dan lokal menkontaminasi luka
5. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
b. Menunjukkan kemampuan 3. Meningkatkan daya imun
dan gejala infeksi
untuk mencegah timbulnya 4. Agar dapat mendeteksi
infeksi secara dini tentang tanda-
c. Jumlah leukosit dalam batas tanda gejala infeksi
normal
d. Menunjukkan perilaku hidup
sehat
24
25

4.4 Implementasi

4.4.1 Sebelum pembedahan

Diagnosa Waktu Implementasi Paraf


Gangguan 1. Memonitor keadaan
eliminasi urin bladder setiap 2 jam.
berhubungan 2. Meningkatkan aktivitas
dengan anatomis dengan kolaborasi
meatus uretra dokter/fisioterapi
abnormal 3. Mengkolaborasi dalam
bladder training
4. Hindari faktor pencetus
inkontinensia urine seperti
cemas
5. Kolaborasi dengan dokter
dalam pengobatan dan
kateterisasi.
6. Jelaskan tentang
pengobatan, kateter,
penyebab, tindakan
lainnya.
Gangguan citra 1. Mengkaji secara verbal
tubuh dan nonverbal respon klien
berhubungan terhadap tubuhnya
2. Memonitor frekuensi
dengan kelainan
mengkritik dirinya
anatomis,
3. Menjelaskan tentang
pertumbuhan
pengobatan, perawatan,
meatus uretra
kemajuan dan prognosis
yang abnormal di
penyakit
dorsal 4. Memberikan dorongan
klien mengungkapkan
perasaannya
26

5. Mengidentifikasi arti
pengurangan kecemasan
melalui pemakaian alat
bantu
6. Memfasilitasi kontak
dengan individu lain dalam
kelompok kecil

4.4.2 Sesudah pembedahan

Diagnosa Waktu Implementasi Paraf


Bersihan jalan 1. mengkaji frekuensi,
nafas tidak efektif kedalaman, dan upaya
b.d akumulasi pernapasan
2. mengauskultasi suara
sekret yang
nafas, catat adanya suara
berlebih di jalan
tambahan
napas
3. memposisikan pasien
untuk memaksimalkan
ventilasi (semi fowler)
4. menganjurkan pasien
untuk istirahat dan napas
dalam dan minum hangat
5. berkolaborasi dengan
fisioterapis untuk
melakukan fisioterapi
dada jika perlu, dengan
farmasi terkait obat
bronkodilator
Nyeri akut 1. Memantau karakteristik
berhubungan nyeri, catatan laporan verbal,
dengan petunjuk nonverbal dan
terputusnya respon hemodinamik.
2. Mengmbil gambar lengkap
kontinuitas
27

jaringan setelah terhadap nyeri dari pasien


pembedahan termasuk lokasi dan
intensitas lamanya,
kualitas( dangkal atau
menyebar) dan penyebaran.
3. Mengnjurkan pasien untuk
melaporkan nyeri dengan
segera.
4. Membantu melakukan teknik
relaksasi misalnya : nafas
dalam perlahan perilaku
distraksi.
5. Periksa tanda-tanda vital
sebelum atau sesudah
penggunaan obat narkotik.
6. Berikan obat analgesik
sesuai indikasi
28

4.5 Evaluasi

Evaluasi dilakukan sesuai dengan respon pasien terhadap tindakan yang


diberikan berikut contoh evaluasi pada diagnosa utama.

4.5.1 Sebelum pembedahan

Diagnosa Waktu Evaluasi


Gangguan eliminasi S : pasien mengatakan sudah lancar
urin berhubungan dalam BAK
O : urin output dalam rentang normal
dengan anatomis
A : masalah teratasi.
meatus uretra P : hentikan intervensi keperawatan.
abnormal
Gangguan citra tubuh S : pasien mengatakan sudah tidak malu
berhubungan dengan akan kondisinya
O : pasien tampak mulai berinteraksi
kelainan anatomis,
kembali dengan orang sekitar
pertumbuhan meatus
A : masalah teratasi.
uretra yang abnormal P : hentikan intervensi keperawatan.
di dorsal

4.5.2 Sesudah pembedahan

Diagnosa Waktu Evaluasi


Bersihan jalan nafas S : pasien mengatakan sudah tidak sesak.
tidak efektif b.d
O: tidak ada retraksi dada, tidak ada
akumulasi sekret yang
bunyi nafas tambahan.
berlebih di jalan
napas A : masalah teratasi.

P : hentikan intervensi keperawatan.


Nyeri akut S : pasien mengatakan sudah tidak nyeri
berhubungan dengan
O: skala nyeri menurun.
29

terputusnya A : masalah teratasi.


kontinuitas jaringan
P : hentikan intervensi keperawatan.
setelah pembedahan
30

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Epispadia adalah suatu keadaan dimana meatus uretra terletak pada
permukaan dorsal penis. Insiden epispadia yang lengkap sekitar 1 dalam 120.000
laki-laki dan 1 dari 450.000 perempuan. Penyebab dari epispadia yaitu gangguan
dan ketidakseimbangan hormon, genetik, serta lingkungan. Tanda dan gejala
epispadia yaitu uretra terbuka pada saat lahir, kesulitan berkemih, meatus uretra
meluas, prepusium menggantung dari sisi ventral penis, penis melengkung ke arah
dorsal saat ereksi, penis pipih dan kecil akibat chordae, lekukan pada ujung penis,
Inkontinesia urin.

5.2 Saran
a. Pada
mahasiswa
Diharapkan kepada mahasiswa khususnya mahasiswa keperawatan agar dapat
mengerti, memahami dan dapat menjelaskan tentang penyakit epispadia baik
mengenai pengertian, patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis maupun
pencegahan serta penerapan asuhan keperawatannya.
b. Pada Dosen
Dosen diharapkan dapat memfasilitasi mahasiswa apabila terdapat mahasiswa
yang kurang paham tentang penyakit epispadia dan memberikan tambahan
materi atau penjelaskan apabila materi yang diberikan kurang lengkap atau
kurang jelas.
31

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Richard E, Kliegman, Robert M, Arwin, Ann M. 2000. Ilmu Kesehatan


Anak Nelson. Ed. 15. Jakarta: EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Ed.3. Jakarta: EGC.

Gruendemann, Barbara J. 2005. Buku Ajar Keperawatan Perioperatif. Vol.2.


Jakarta: EGC.

Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed.6.


Jakarta: EGC.

Swartz, Mark II. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai