Anda di halaman 1dari 4

Nama : Cecep Rochman

Jurusan : Komunikasi Semester 1

Mengubah Ujian Menjadi Pujian


“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan/ujian kepadamu dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan Inna Lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Mereka itulah yang mendapat keberkatan
yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat
petunjuk.” (QS Al Baqarah [2]: 155-157).

Setelah gempa berkekuatan 7,3 Skala Richter mengguncang Jawa Barat dan sekitarnya
pada tanggal 2 September 200, yang menyebabkan kerugian jiwa dan harta yang tidak sedikit,
tiba-tiba gempa tektonik dengan kekuatan 7,6 Skala Richter meluluhlantakkan Sumatra Barat
pada tanggal 30 September 2009, tepat pada pukul 17.16 WIB. Ratusan ribu rumah dan
bangunan hancur bahkan tidak sedikit yang amblas ditelan bumi. Jumlah korban tewas akibat
gempa ini diperkirakan ribuan orang dan puluhan ribu luka-luka.

Sebagai orang yang beriman, tidak ada yang bisa dilakukan selain menyikapi ujian itu
secara benar dan sesuai dengan petunjuk Allah swt agar ujian tersebut bisa berubah menjadi
pujian di sisi-Nya. Ayat di atas telah memberikan rambu-rambu dalam menyikapi berbagai
macam ujian sehingga bisa berubah menjadi pujian.

Ujian adalah Sunnatullah

Sesungguhnya ujian (ibtila’) adalah Sunnatullah fil Hayah (dalam kehidupan). Adalah
mustahil hidup di dunia tanpa ujian. Begitu pastinya ujian, maka dalam ayat di atas sampai perlu
dihadirkan 2 (dua) huruf at-Taukid (kata penegas); yaitu al Laam dan Nun at Taukid pada lafazh
“Wa lanabluwannakum” (Dan sungguh pasti Kami akan menguji kalian). Bahkan redaksinya pun
dengan menggunakan Fi’il Mudhari’ yang berarti berkesinambungan.

Apa bentuk ujiannya? Dengan sedikit ketakutan dan kelaparan. Jauh lebih ringan dari
cobaan dan musibah yang Allah berikan kepada umat-umat terdahulu sebagaimana firman Allah,
“... karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa
yang selalu mereka perbuat” (QS An Nahl [16]: 112). Di antara bentuk ujian Allah adalah
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.

Ujian adalah tuntutan keimanan

Allah swt telah menegaskan bahwa ujian termasuk Qadhaaya Imaniyah (diskursus
keimanan) bahkan merupakan Muqtadlayaatul Iman (tuntutan keimanan) sebagaimana dalam
firman-Nya, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami
telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-
orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan
sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS Al ‘Ankabuut [29]: 2-3).

Karena itulah manusia-manusia pilihan Allah, para nabi dan rasul juga diuji. Nabi
Ibrahim as diuji untuk menyembelih putranya. Nabi Ayub as diuji dengan penyakit selama
bertahun-tahun. Termasuk Rasulullah saw juga menghadapi begitu banyak ujian dan cobaan.
Ujian adalah cara Allah untuk menggembleng dan meningkatkan derajat para hamba-Nya.
Nabi saw bersabda,“Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan, maka Dia akan
mengujinya.” Karenanya, ujian sesungguhnya merupakan kebaikan bagi seorang mukmin.
Sebab, dengan ujian dan musibah itu menjadikannya selalu bersandar kepada Allah, mendekat
dan ta’at kepada-Nya serta meninggalkan semua bentuk kemaksiatan.

Rasulullah pernah bersabda, “Besarnya ganjaran pahala sesungguhnya berasal dari


besarnya petaka/musibah yang menimpa. Dan apabila Allah mencintai suatu kaum maka Ia akan
menguji mereka. Barangsiapa yang ridha, maka Allah pun ridha padanya, dan barangsiapa yang
murka karenanya, maka Allah pun murka padanya.”

Hadapi ujian dan musibah dengan sabar

Manusia tidak sama dalam menyikapi ujian. Ada yang tidak sabar, bahkan sering
menyalahkan Tuhan, dan ada yang sabar. Karena itu, reward yang diberikan Allah kepada
manusia yang diuji pun berbeda-beda, sesuai dengan penyikapannya terhadap ujian dan musibah.

Maka, sikap pertama yang bisa mengubah ujian menjadi pujian adalah dengan sabar. Bagi
orang yang sabar saat diuji, maka Allah memujinya dan melimpahkan kepadanya pahala yang
besar, “Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”, begitulah Allah
sampaikan dalam ayat di atas. Bagi yang tidak sabar, berarti tidak pantas mendapatkan berita
gembira dari Rabbul ‘Aalamin. Sebab, ia sama saja tidak beriman kepada Qadha dan Qadar
Allah.

Begitu banyak ayat dan hadits yang menyemangati kita untuk selalu bersabar dalam
menghadapi ujian dan musibah. Di antaranya , irman Allah, “Dan mohon pertolonganlah kalian
dengan sabar dan shalat.” (QS Al Baqarah [2]: 45)

Dan firman-Nya, “Sesungguhnya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala


mereka tanpa batas.” (QS Az Zumar [39]: 10)

Rasulullah saw bersabda, “Sungguh amat menakjubkan urusan orang yang beriman,
karena semua urusannya adalah kebaikan semata, dan tak seorang pun yang memiliki hal itu
selain orang beriman. Apabila ia memperoleh kegembiraan (nikmat), lalu ia bersyukur, maka itu
kebaikan baginya. Dan apabila ia tertimpa keburukan/bencana, lalu ia bersabar, maka itu pun
kebaikan baginya.”
Kembali kepada Allah

Kesabaran yang hakiki adalah kesabaran yang mampu menyadarkan manusia bahwa
semua yang ada di dunia milik Allah dan cepat atau lambat pasti akan kembali kepada Allah,
“(orang-orang yang sabar yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan Inna Lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun (Sesungguhnya kami milik Allah dan
kepada-Nyalah kami kembali).”

Seluruh jagat raya ini milik Allah, termasuk harta, rumah, anak, istri dan sebagainya.
Semua itu diamanahkan dan dititipkan kepada kita. Untuk selanjutnya akan diminta
pertanggungjawaban di akhirat nanti. Sebagai Pemilik, Allah berhak mengambilnya kapan saja
sekehendak-Nya. Karena itulah, kita harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya jika sewaktu-
waktu diri, harta, anak, istri dan semua yang ada di sekitar kita diambil oleh Allah.

Pujian dan penghargaan bagi orang yang sabar

Bagi orang sabar ketika diuji dan meyakini Qadha dan Qadar Allah, baik atau buruk
sehingga menerima dengan ikhlas dan tabah terhadap semua jenis cobaan dan musibah, maka
Allah menganugerahkan kepadanya 3 (tiga) pujian dan penghargaan besar:

Pertama, mendapat shalawat dari Allah. Mereka diangkat derajatnya oleh Allah,
disejajarkan dengan Rasulullah saw dalam memperoleh penghargaan ini (Lihat Fi Zhilal Al
Qur’an, Sayyid Quthb, I/139-140) sebagaimana firman Allah dalam QS Al Ahzab [33]:
56,“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi.” Shalawat dari Allah
berarti maghfirah (pengampunan), dukungan, pertolongan, kemenangan, dimudahkan urusan
dunia dan akhiratnya, dan sebagainya.

Kedua, mendapat rahmat Allah. Hanya orang yang tidak waras akalnya yang tidak
mengharap rahmat Allah. Dengan rahmat Allah-lah seseorang masuk surga.

Ketiga, mendapat predikat sebagai Al Muhtaduun, “mereka itulah orang-orang yang


mendapat petunjuk.” Kehadiran dhamir “Hum” dalam ayat di atas memberikan pemahaman
bahwa hanya merekalah yang pantas bergelar Al Muhtaduun, sementara yang lain tidak.

Akibat maksiat dan dosa

Begitupun sesungguhnya musibah dan bencana tidak terjadi begitu saja, melainkan
karena ada pemicunya, yaitu maksiat dan dosa. Hal ini telah ditegaskan oleh Allah dalam banyak
ayat, di antaranya,“Dan musibah apa pun (gempa bumi, penyakit menular, longsor) yang
menimpa kamu, adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri dan Allah memaafkan
sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS Asy Syuura [42]: 30)
Semoga ujian dan musibah kali ini mampu memotivasi kita semua, dari rakyat sampai
pejabat, untuk melakukan perubahan yang signifikan dalam kehidupan kita dengan melakukan
muhasabah (introspeksi dan mengevaluasi diri) kemudian cepat bertobat kepada Allah dari
segala dosa dan kesalahan, sehingga membuat negeri ini terbebas dari bencana dan malapetaka.

Sumber: http://www.ummi-online.com/artikel-36-mengubah-ujian-menjadi-pujian.html

Anda mungkin juga menyukai